وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ (115(
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Makna ayat ini —hanya Allah yang
mengetahuinya— merupakan penghibur bagi Rasulullah Saw. dan para sahabat yang
telah diusir dari Mekah dan berpisah meninggalkan masjid dan tempat salat
mereka. Pada mulanya Rasulullah Saw. salat di Mekah menghadap ke arah Baitul
Maqdis, sedangkan Ka'bah berada di hadapannya. Ketika beliau Saw. tiba di
Madinah, beliau masih menghadap ke arah Baitul Maqdis selama enam belas atau
tujuh belas bulan. Kemudian Allah Swt. memalingkannya ke arah Ka'bah. Karena
itu, Allah Swt. berfirman: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke
mana pun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115)
Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam telah
meriwayatkan di dalam kitab Nasikh wal Mansukh, telah menceritakan kepada kami
Hajaj ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Juraij dan Usman ibnu Ata,
dari Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa bagian permulaan dari Al-Qur'an
yang dimansukh bagi kami menurut apa yang diceritakan kepada kami —hanya Allah
Yang lebih mengetahui— adalah mengenai masalah kiblat. Allah Swt. berfirman:
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di
situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115)
Maka Rasulullah Saw. menghadap ke
arah Baitul Maqdis dalam salatnya dan meninggalkan arah Baitul 'Atiq (Ka'bah).
Kemudian Allah me-nasakh-nya dan memalingkannya ke arah Baitul 'Atiq, yaitu
melalui firman-Nya: Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah
wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu sekalian berada, maka
palingkanlah wajahmu ke arahnya. (Al-Baqarah: 150)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa permulaan ayat Al-Qur'an yang di-mansukh
adalah mengenai masalah kiblat. Hal ini terjadi ketika Rasulullah Saw. hijrah
ke Madinah yang penduduknya antara lain adalah orang-orang Yahudi. Maka Allah
memerintahkannya untuk menghadap ke arah Baitul Maqdis (dalam salatnya), hingga
orang-orang Yahudi gembira melihat hal itu. Rasulullah Saw. menghadap ke arah
Baitul Maqdis (dalam salatnya) selama belasan bulan, padahal Rasulullah Saw.
sendiri lebih menyukai kiblat Nabi Ibrahim a.s. (yaitu Ka'bah). Karena itu,
beliau Saw. selalu menengadahkan pandangannya ke langit. Maka Allah menurunkan
firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit —sampai
dengan firman-Nya— maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (Al-Baqarah: 144-150)
Melihat hal tersebut orang-orang
Yahudi merasa curiga, lalu mereka berkata, "Apakah gerangan yang
memalingkan mereka dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang pada mulanya mereka
telah berkiblat kepada-nya?" Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah,
"Kepunyaan Allah-lah timur dan barat." (Al-Baqarah: 142)
**************
فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ
وَجْهُ اللَّهِ
Maka ke mana pun kalian menghadap, di
situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115)
Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya, "Maka ke mana pun kalian menghadap, di
situlah wajah Allah" (Al-Baqarah: 115). Yang dimaksud dengan wajah Allah
ialah kiblat Allah, yakni ke mana pun kamu menghadap, di situlah kiblat Allah,
baik ke arah timur ataupun ke arah barat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan
takwil firman-Nya, "Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah
Allah" (Al-Baqarah: 115), yakni di mana pun kalian berada, maka
menghadaplah kalian ke arah kiblat yang kalian sukai, yaitu Ka'bah.
Sesudah mengetengahkan riwayat asar
di atas, Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sebuah asar mengenai
pe-nasakh-an kiblat ini melalui Ata, dari Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan dari
Abul Aliyah, Al-Hasan, Ata Al-Khurrasani, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, dan Zaid
ibnu Aslam hal yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya
bahkan ada yang mengatakan bahwa Allah menurunkan ayat ini sebelum ada
kewajiban menghadap ke arah Ka'bah. Sesungguhnya Allah Swt. menurunkan ayat ini
hanya untuk memberitahukan kepada Nabi-Nya dan para sahabatnya bahwa dalam
salatnya mereka boleh menghadapkan wajah ke arah mana pun yang mereka sukai di
antara arah timur dan barat. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali mereka
menghadapkan wajahnya ke suatu arah mana pun melainkan Allah Swt. berada di
arah tersebut, mengingat semua arah timur dan barat hanyalah milik-Nya belaka;
dan bahwa tiada suatu arah pun melainkan Allah Swt. selalu berada padanya,
seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya:
وَلا أَدْنى مِنْ ذلِكَ وَلا
أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كانُوا
Dan tiada (pula) pembicaraan antara
(jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama
mereka di mana pun mereka berada. (Al-Mujadilah: 7)
Mereka mengatakan bahwa setelah itu
keharusan yang ditetapkan atas mereka adalah menghadap ke arah Masjidil Haram.
Demikianlah menurut keterangan Ibnu Jarir. Mengenai penjelasan yang mengatakan
bahwa tiada suatu tempat pun melainkan Allah selalu berada padanya; jika yang
dimaksudkan adalah ilmu Allah Swt., berarti benar. Tetapi jika yang dimaksudkan
adalah Zat-Nya, maka tidak benar, karena Zat Allah tidak dapat dibatasi oleh
sesuatu pun dari makhluk-Nya (yakni Allah tidak membutuhkan tempat). Mahasuci Allah
dari hal tersebut, dan Maha Tinggi Dia dengan ketinggian yang
setinggi-tingginya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama
lainnya mengatakan, bahkan ayat ini diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya
sebagai izin dari-Nya boleh menghadap ke arah mana pun —baik ke arah timur
atau-pun ke arah barat— dalam salat sunatnya; juga dalam perjalanannya, ketika
perang sedang berkobar, dan dalam keadaan yang sangat menakutkan.
Telah menceritakan kepada kami Abu
Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada
kami Abdul Malik alias Ibnu Abu Sulaiman, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Umar, bahwa ia pernah salat menghadap ke arah mana unta kendaraannya menghadap,
lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan hal itu berdasarkan
takwil ayat berikut: maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah.
(Al-Baqarah: 115)
Asar ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai serta Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih
melalui berbagai jalur dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman dengan lafaz seperti
tersebut di atas. Asal hadis ini berada di dalam kitab Sahihain (Sahih Bukhari
dan Sahih Muslim) melalui hadis Ibnu Umar dan Amir ibnu Rabi'ah, tetapi tanpa
menyebutkan ayat.
Di dalam kitab Sahih Bukhari melalui
hadis Nafi’ dari Ibnu Umar r.a. disebutkan bahwa Ibnu Umar apabila ditanya
mengenai salat Khauf, ia menggambarkan (memperagakan)nya. Kemudian ia
mengatakan, "Apabila keadaan semakin menakutkan, maka mereka salat dengan
berjalan kaki, ada pula yang berkendaraan, ada yang menghadap ke arah kiblat
ada pula yang tidak menghadap ke arah kiblat." Selanjutnya Nafi'
mengatakan, "Aku merasa yakin bahwa Ibnu Umar tidak sekali-kali
menyebutkan hal ini melainkan dari Nabi Saw."
Imam Syafii, menurut pendapat yang
masyhur darinya, tidak membedakan antara perjalanan biasa dan perjalanan untuk
melakukan perang. Keduanya memang bersumber dari dia, ia memperbolehkan salat
tatawwu' di atas kendaraan (dalam dua keadaan tersebut). Pendapat ini dianut
oleh Imam Abu Hanifah, lain halnya dengan Imam Malik dan jamaahnya yang
berpendapat berbeda. Sedangkan Abu Yusuf dan Abu Sa'id Al-Astakhri memilih
pendapat boleh melakukan salat sunat di atas kendaraan ketika di Mesir.
Pendapat ini diriwayatkan oleh Abu Yusuf melalui Anas ibnu Malik r.a., tetapi
Abu Ja'far At-Tabari memilih pendapat ini dan pendapat yang membolehkannya bagi
orang yang berjalan kaki.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama
yang lainnya lagi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu
kaum yang buta sama sekali akan arah kiblat hingga mereka tidak mengetahui mana
arahnya, lalu mereka melakukan salatnya menghadap ke arah yang berbeda-beda.
Maka Allah Swt. berfirman, "Dan kepunyaan Akulah timur dan barat itu. Maka
ke arah mana pun kalian menghadapkan wajah kalian, di situlah terdapat wajah-Ku
yang merupakan kiblat kalian; hal ini sebagai pemberitahuan buat kalian bahwa salat
kalian harus tetap dilangsungkan."
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ishaq Al-Ahwazi, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad
Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi' As-Samman, dari Asim ibnu
Ubaidillah, dari Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah, dari ayahnya yang menceritakan:
Kami pernah bersama Rasulullah Saw.
di suatu malam yang gelap gulita dan kami turun istirahat di suatu tempat, lalu
seseorang mulai mengambil batu-batu untuk membuat masjid (tempat sujud) untuk
salat. Ketika pagi harinya, ternyata jelas bagi kami bahwa kami telah salat
bukan menghadap ke arah kiblat. Maka kami berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami tadi malam salat bukan menghadap ke arah kiblat." Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya, "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan
barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah."
(Al-Baqarah: 115), hingga akhir ayat.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pula
hadis yang semisal melalui Sufyan ibnu Waki', dari ayahnya, dari Abur Rabi'
As-Samman. Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Mahmud ibnu Gailan, dari Waki';
sedangkan Ibnu Majah, dari Yahya ibnu Hakim, dari Abu Daud, dari Abur Rabi'
As-Samman. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus
Sabbah, dari Sa'id ibnu Sulaiman, dari Ar-Rabi' As-Samman yang nama aslinya
ialah Asy'as ibnu Sa'id Al-Basri, dia orang yang daif hadisnya. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan, tetapi sanadnya tidaklah
demikian, dan kami tidak mengetahuinya kecuali melalui hadis Al-Asy'as
As-Samman, sedangkan Asy'as dinilai lemah hadisnya. Menurut kami (penulis),
gurunya juga (yaitu Asim) dinilai lemah; bahkan menurut Imam Bukhari hadisnya
dinilai munkar. Ibnu Mu'in mengatakan bahwa dia orangnya daif, hadisnya tidak
dapat dijadikan hujah. Ibnu Hibban mengatakan bahwa hadisnya berpredikat
matruk.
Sesungguhnya telah diriwayatkan dari
jalur yang lain melalui Jabir. Untuk itu, Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih
telah meriwayatkan di dalam tafsir ayat ini bahwa telah menceritakan kepada
kami Ismail ibnu Ali ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Ali ibnu Syabib, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Abdullah ibnul Hasan
yang mengatakan bahwa di dalam kitab catatan ayahnya ia pernah menemukan hal
berikut, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdul Malik Al-Azrami, dari Ata
ibnu Jabir yang menceritakan hadis berikut:
Rasulullah Saw. mengutus suatu
pasukan yang aku termasuk salah satu anggotanya, maka kami mengalami malam yang
gelap gulita hingga kami tidak mengetahui arah kiblat. Lalu segolongan orang
dari kami berkata, "Sesungguhnya kami telah mengetahui arah kiblat
mengarah ke sebelah ini, yakni sebelah utara." Maka mereka melakukan salat
dan membuat garis-garis sebagai tandanya; ketika mereka berada di pagi hari dan
matahari terbit, ternyata garis-garis tersebut bukan menghadap ke arah kiblat.
Ketika kami kembali dari perjalanan misi kami, maka kami tanyakan hal itu
kepada Nabi Saw., tetapi beliau diam (tidak menjawab), dan Allah menurunkan
firman-Nya, "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun
kalian menghadap, di situlah wajah Allah" (Al-Baqarah: 115).
Kemudian Al-Hafiz Abu Bakar ibnu
Murdawaih meriwayatkannya pula melalui hadis Muhammad ibnu Ubaidillah
Al-Azrami, dari Ata, dari Jabir dengan lafaz yang sama.
قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ:
قُرِئَ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ -وَأَنَا
أَسْمَعُ-حَدَّثَكُمْ دَاوُدُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ
الْوَاسِطِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سَالِمٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ جَابِرٍ، قال:
كنا مع رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ فَأَصَابَنَا
غَيْمٌ، فَتَحَيَّرْنَا فَاخْتَلَفْنَا فِي الْقِبْلَةِ، فَصَلَّى كُلٌّ (1)
مِنَّا عَلَى حِدَةِ، وَجَعَلَ أَحَدُنَا يَخُطُّ بَيْنَ يَدَيْهِ لَنَعْلَمَ
أَمْكِنَتَنَا، فَذَكَرْنَا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَلَمْ يَأْمُرْنَا بِالْإِعَادَةِ، وَقَالَ: "قَدْ أَجَزَّأَتْ صَلَاتُكُمْ".
Imam Daruqutni mengatakan, telah
dibacakan kepada Abdullah ibnu Abdul Aziz, sedangkan aku mendengarkannya. Si
pembaca hadis mengatakan, telah menceritakan kepada kalian Daud ibnu Amr, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid Al-Wasiti, dari Muhammad ibnu
Salim, dari Ata, dari Jabir yang menceritakan, "Kami pernah bersama
Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, kemudian awan menutupi (pandangan kami)
hingga kami kebingungan. Maka kami berbeda pendapat dalam masalah kiblat, dan
masing-masing orang dari kami melakukan salat dengan menghadap ke arahnya
masing-masing, dan seseorang di antara kami membuat garis di depannya sebagai
tanda untuk mengetahui tempat kami menghadap. Kemudian kami ceritakan hal
tersebut kepada Nabi Saw., dan ternyata beliau tidak memerintahkan kami untuk
mengulangi salat kami, lalu beliau Saw. bersabda, "Salat kalian telah
lewat"
Kemudian Imam Daruqutni mengatakan
bahwa demikianlah apa yang telah dikatakan oleh Muhammad ibnu Salim. Sedangkan
selain Imam Daruqutni meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Abdullah Al-Azrami,
dari Ata, tetapi keduanya (Muhammad ibnu Salim dan Muhammad ibnu Abdullah
Al-Azrami) berpredikat daif.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu
Murdawaih melalui hadis Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas: Bahwa
Rasulullah Saw. pernah mengirim suatu pasukan sariyyah, lalu mereka tertutup
oleh kabut hingga mereka tidak mendapat petunjuk untuk mengetahui arah kiblat.
Maka mereka salat dengan menghadap ke arah selain kiblat, kemudian jelaslah
bagi mereka setelah matahari cerah, bahwa mereka salat menghadap ke arah selain
kiblat. Ketika mereka datang kepada Rasulullah Saw., mereka menceritakan hal
itu kepadanya, lalu Allah Swt. menurunkan ayat ini, yaitu: "Dan kepunyaan
Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah
Allah" (Al-Baqarah: 115).
Semua sanad yang telah diketengahkan
di atas mengandung ke-daif-an, barangkali sebagian darinya memperkuat sebagian
yang lain.
Mengulangi salat bagi orang yang
keliru (menghadap bukan ke arah kiblat), sehubungan dengan masalah ini ada dua
pendapat di kalangan para ulama. Semua hadis yang telah dikemukakan merupakan
dalil-dalil yang menunjukkan bahwa qada itu tidak ada.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya
mengatakan bahwa ayat ini (Al-Baqarah ayat 115) diturunkan karena masalah Raja
Najasyi, seperti yang diceritakan oleh Muhammad ibnu Basysyar kepada kami,
bahwa telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan
kepadaku ayahku, dari Qatadah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda,
"Sesungguhnya seorang saudara kalian telah meninggal dunia, maka
salatkanlah dia oleh kalian." Mereka bertanya, "Apakah kami akan
menyalatkan seorang lelaki yang bukan muslim?" Qatadah melanjutkan
riwayatnya, bahwa setelah itu turunlah firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara
ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan
kepada kalian dan apa yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati
kepada Allah. (Ali Imran: 199) Qatadah melanjutkan kisahnya, bahwa mereka
mengatakan, "Sesungguhnya dia (Raja Najasyi) tidak salat menghadap ke arah
kiblat." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan kepunyaan Allah-lah
timur dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah.
(Al-Baqarah: 115)
Hadis ini berpredikat garib. Menurut
suatu pendapat, sesungguhnya Raja Najasyi salat menghadap ke arah Baitul Maqdis
sebelum sampai kepadanya pe-nasakh-an yang memerintahkan beralih menghadap ke
arah Ka'bah, menurut riwayat yang diketengahkan oleh Al-Qurtubi melalui
Qatadah.
Imam Qurtubi menyebutkan pula bahwa
ketika Raja Najasyi meninggal dunia, Rasulullah Saw. menyalatkannya. Maka hadis
ini dijadikan sebagai dalil oleh orang-orang yang mengatakan disyariatkannya
salat gaib. Selanjutnya Imam Quitubi mengatakan, hal ini merupakan suatu
kekhususan menurut pendapat di kalangan kami, dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
Pertama, Rasulullah Saw. menyaksikan
kematiannya. Di saat Raja Najasyi meninggal dunia, maka bumi dilipat untuk
Rasulullah Saw. hingga beliau dapat menyaksikannya.
Kedua, ketika Raja Najasyi meninggal
dunia, tiada seorang pun yang menyalatkannya di negeri tempat tinggalnya.
Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Arabi. Tetapi menurut Imam Qurtubi, mustahil
bila ada seorang raja muslim, sedangkan di kalangan kaumnya tiada seorang pun
yang seagama dengannya. Ibnul Arabi menjawab sanggahan tersebut, barangkali di
kalangan mereka masih belum disyariatkan salat mayat. Jawaban ini cukup baik.
Ketiga, Nabi Saw. sengaja
menyalatkannya dengan maksud untuk memikat hati raja-raja lainnya.
وَقَدْ أَوْرَدَ الْحَافِظُ
أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه فِي تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي
مَعْشَرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قبْلَة لِأَهْلِ
الْمَدِينَةِ وَأَهْلِ الشَّامِ وَأَهْلِ الْعِرَاقِ".
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih
meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Abu Ma'syar, dari Muhammad
ibnu Amr ibnu Alqamah, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a., bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Di antara timur dan barat terdapat kiblat bagi
penduduk Madinah, penduduk Syam, dan penduduk Irak.
Hadis ini mempunyai kaitan dengan bab
ini, dan telah diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui
hadis Abu Ma'syar yang nama aslinya ialah Nujaih ibnu Abdur Rahman As-Saddi
Al-Madani dengan lafaz yang sama, yaitu:
«مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
قِبْلَةٌ»
Di antara timur dan barat terdapat
kiblat.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Abu Hurairah. Sebagian
kalangan ahlul ilmi mengenai diri Abu Ma'syar dari segi hafalan hadisnya (yakni
hafalannya lemah).
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan:
حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ
[أَبِي] بَكْرٍ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا الْمُعَلَى بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْزُومِيُّ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ مُحَمَّدٍ
الْأَخْنَسِيِّ، عَنْ سَعِيدٍ الْمُقْبِرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا بَيْنَ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ"
telah menceritakan kepadaku Al-Hasan
ibnu Bakar Al-Mawarzi, telah menceritakan kepada kami Al-Ma’la ibnu Mansur,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far Al-Makhzumi, dari Usman
ibnu Muhammad ibnul Mugirah Al-Akhnas, dari Abu Sa'id Al-Maqbari, dari Abu
Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Di antara timur dan barat terdapat kiblat.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan,
hadis ini berpredikat hasan sahih. Telah diriwayatkan dari Imam Bukhari bahwa
dia telah mengatakan hadis ini lebih kuat dan lebih sahih daripada hadis Abu
Ma'-syar.
Imam Turmuzi mengatakan, telah
diriwayatkan hadis berikut oleh bukan hanya seorang dari kalangan sahabat,
yaitu: Di antara timur dan barat terdapat kiblat. Di antara mereka adalah Umar
ibnul Khattab, Ali, dan Ibnu Abbas radiyallahu 'anhum. Ibnu Umar r.a. pernah
mengatakan:
Apabila engkau jadikan arah barat di
sebelah kananmu dan arah timur di sebelah kirimu, maka di antara keduanya
adalah arah kiblat, jika engkau hendak menghadap ke arah kiblat.
Kemudian Ibnu Murdawaih mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah
menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Yusuf maula Bani Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Namir, dari Abdullah ibnu Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang
telah bersabda: Di antara timur dan barat terdapat arah kiblat.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam
Daruqutni dan Imam Baihaqi. Ibnu Murdawaih mengatakan, menurut pendapat yang
masyhur hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a. adalah perkataan Ibnu Umar
r.a. sendiri.
Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat ini
(Al-Baqarah ayat 115) dapat diinterpretasikan seperti berikut: "Ke mana
pun kalian mengarahkan wajah kalian dalam doa kalian kepada-Ku, maka di situlah
terdapat wajah-Ku; Aku akan memperkenankan doa yang kalian panjatkan."
Seperti yang diceritakan kepada kami oleh Al-Qasim yang mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj yang
mengatakan bahwa Ibnu Juraij pernah meriwayatkan dari Mujahid, ketika ayat ini
diturunkan (yaitu firman-Nya): Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagi kalian. (Al-Mu’min: 60) maka mereka bertanya, "Ke arah
manakah kami menghadap?" Lalu turunlah firman-Nya: Maka ke arah mana pun
kalian menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 115) Artinya, rahmat Allah mencakup semua makhluk-Nya dengan memberi mereka kecukupan, karunia, dan anugerah dari-Nya. Firman-Nya, "'Alimun" artinya sesungguhnya Allah Swt. Maha Mengetahui perbuatan-perbuatan mereka; tiada sesuatu pun dari amal mereka yang tidak diketahui-Nya dan tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi pengetahuan-Nya, bahkan Allah Swt. Maha Mengetahui kesemuanya itu (baik yang lahir maupun yang batin).
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.