سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ
النَّاسِ مَا وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (142)
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي
كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ
عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ
رَحِيمٌ (143(
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata, "Apakah yang memalingkan mereka dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia."
Menurut Az-Zujaj, yang dimaksud
dengan Sufaha dalam ayat ini ialah orang-orang musyrik Arab. Menurut Mujahid
adalah para rahib Yahudi. Sedangkan menurut As-Saddi, mereka adalah orang-orang
munafik. Akan tetapi, makna ayat bersifat umum mencakup mereka semua.
قَالَ الْبُخَارِيُّ:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، سَمِعَ زُهَيراً، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ
الْبَرَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّى إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ ستَّة عَشَرَ شَهْرًا أَوْ سَبْعَةَ
عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ يُعْجِبُهُ أَنْ تَكُونَ قِبْلَتُهُ قِبَلَ الْبَيْتِ،
وَأَنَّهُ صَلَّى أَوَّلَ صَلَاةٍ صَلَاهَا، صَلَاةَ الْعَصْرِ، وَصَلَّى مَعَهُ
قَوْمٌ. فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ صَلَّى مَعَهُ، فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ
الْمَسْجِدِ وَهُمْ رَاكِعُونَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ بِاللَّهِ لَقَدْ صليتُ مَعَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قبَل مَكَّةَ، فدارُوا كَمَا هُمْ
قَبِلَ الْبَيْتِ. وَكَانَ الذِي مَاتَ عَلَى الْقِبْلَةِ قَبْلَ أَنْ تُحَوّل
قِبَلَ الْبَيْتِ رِجَالًا قُتِلُوا لَمْ نَدْرِ مَا نَقُولُ فِيهِمْ، فَأَنْزَلَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ
بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Na'im; ia pernah mendengar Zubair menceritakan
hadis berikut dari Abu Ishaq, dari Al-Barra r.a.,bahwa Rasulullah Saw. salat
menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan, padahal
dalam hatinya beliau lebih suka bila kiblatnya menghadap ke arah Baitullah
Ka'bah. Mula-mula salat yang beliau lakukan (menghadap ke arah kiblat) adalah
salat Asar, dan ikut salat bersamanya suatu kaum. Maka keluarlah seorang lelaki
dari kalangan orang-orang yang salat bersamanya, lalu lelaki itu berjumpa
dengan jamaah suatu masjid yang sedang mengerjakan salat (menghadap ke arah
Baitul Maqdis), maka ia berkata, "Aku bersaksi kepada Allah, sesungguhnya
aku telah salat bersama Nabi Saw. menghadap ke arah Mekah (Ka'bah)." Maka
jamaah tersebut memutarkan tubuh mereka yang sedang salat itu ke arah
Baitullah. Tersebutlah bahwa banyak lelaki yang meninggal dunia selama salat
menghadap ke arah kiblat pertama sebelum dipindahkan ke arah Baitullah. Kami
tidak mengetahui apa yang harus kami katakan mengenai mereka. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
(Al-Baqarah: 143)
Imam Bukhari menyendiri dalam
mengetengahkan hadis ini melalui sanad tersebut. Imam Muslim meriwayatkannya
pula, tetapi melalui jalur sanad yang lain.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra
yang menceritakan hadis berikut, bahwa pada mulanya Rasulullah Saw. salat
menghadap ke arah Baitul Maqdis dan sering menengadahkan pandangannya ke arah
langit, menunggu-nunggu perintah Allah. Maka Allah menurunkan firman-Nya:
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144) Lalu kaum laki-laki dari kalangan kaum muslim
mengatakan, "Kami ingin sekali mengetahui nasib yang dialami oleh
orang-orang yang telah mati dari kalangan kami sebelum kami dipalingkan ke arah
kiblat (Ka'bah), dan bagaimana dengan salat kami yang menghadap ke arah Baitul
Maqdis." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan iman kalian. (Al-Baqarah:143) Kemudian berkatalah orang-orang
yang kurang akalnya di antara manusia; mereka adalah Ahli Kitab, yang disitir oleh
firman-Nya: Apakah yang memalingkan mereka (kaum muslim) dari kiblatnya (Baitul
Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya? (Al-Baqarah: 142) Maka Allah menurunkan firman-Nya: Orang-orang
yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata. (Al-Baqarah: 142), hingga
akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan
ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari
Al-Barra yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah salat menghadap ke arah
Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan, sedangkan hati beliau
Saw. lebih suka bila diarahkan menghadap ke Ka'bah, maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka
sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144); Al-Barra melanjutkan
kisahnya, bahwa setelah itu Nabi Saw. menghadapkan wajahnya ke arah kiblat.
Maka berkatalah orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia, yaitu
orang-orang Yahudi, yang disitir oleh firman-Nya: Apakah yang memalingkan
mereka (kaum muslim) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka
berkiblat kepadanya? (Al-Baqarah: 142) Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur
dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang
lurus." (Al-Baqarah: 142)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari
lbnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah. Allah
memerintahkannya agar menghadap ke arah Baitul Maqdis (dalam salatnya). Maka
orang-orang Yahudi gembira melihatnya. dan Rasulullah Saw. menghadap kepadanya
selama belasan bulan. padahal di dalam hati beliau Saw. sendiri lebih suka bila
menghadap ke arah kiblat Nabi Ibrahim. Untuk itu. beliau Saw. selalu berdoa
kepada Allah serta sering menengadahkan pandangannya ke langit. Maka Allah
menurunkan firman-Nya: Palingkanlah mukamu ke arahnya. (Al-Baqarah: 144)
Orang-orang Yahudi merasa curiga akan hal tersebut, lalu mereka mengatakan:
Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang
dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? (Al-Baqarah: 142) Lalu Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat;
Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang
lurus." (Al-Baqarah: 142)
Banyak hadis yang menerangkan masalah
ini, yang pada garis besarnya menyatakan bahwa pada mulanya Rasulullah Saw.
menghadap ke arah Sakhrah di Baitul Maqdis. Beliau Saw. ketika di Mekah selalu
salat di antara dua rukun yang menghadap ke arah Baitul Maqdis. Dengan
demikian, di hadapannya ada Ka'bah; sedangkan ia menghadap ke arah Sakhrah di
Baitul Maqdis (Ycaissalem). Ketika beliau Saw. hijrah ke Madinah, beliau tidak
dapat menghimpun kedua kiblat itu; maka Allah memerintahkannya agar langsung
menghadap ke arah Baitul Maqdis. Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan jumhur
ulama.
Akan tetapi, para ulama berbeda
pendapat mengenai perintah Allah kepadanya untuk menghadap ke arah Baitul
Maqdis, apakah melalui Al-Qur'an atau lainnya? Ada dua pendapat mengenainya.
Imam Qurtubi di dalam kitab tafsirnya
meriwayatkan dari Ikrimah Abul Aliyah dan Al-Hasan Al-Basri, bahwa menghadap ke
Baitul Maqdis adalah berdasarkan ijtihad Nabi Saw. sendiri. Yang dimaksudkan
dengan menghadap ke Baitul Maqdis ialah setelah beliau Saw. tiba di Madinah.
Hal tersebut dilakukan oleh Nabi Saw. selama belasan bulan, dan selama itu
beliau memperbanyak doa dan ibtihal kepada Allah serta memohon kepada-Nya agar
dihadapkan ke arah Ka'bah yang merupakan kiblat Nabi Ibrahim a.s. Hal tersebut
diperkenankan oleh Allah, lalu Allah Swt. memerintahkannya agar menghadap ke
arah Baitul Atiq. Lalu Rasulullah Saw. berkhotbah kepada orang-orang dan
memberitahukan pemindahan tersebut kepada mereka. Salat pertama yang beliau
lakukan menghadap ke arah Ka'bah adalah salat Asar, seperti yang telah
disebutkan di atas di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-Barra r.a.
Akan tetapi, di dalam kitab Imam
Nasai melalui riwayat Abu Sa'id ibnul Ma'la disebutkan bahwa salat tersebut
(yang pertama kali dilakukannya menghadap ke arah Ka'bah) adalah salat Lohor.
Abu Sa'id ibnul Ma'la mengatakan, dia dan kedua temannya termasuk orang-orang
yang mula-mula salat menghadap ke arah Ka'bah.
Bukan hanya seorang dari kalangan
Mufassirin dan lain-lainnya menyebutkan bahwa pemindahan kiblat diturunkan
kepada Rasulullah Saw. ketika beliau Saw. salat dua rakaat dari salat Lohor,
turunnya wahyu ini terjadi ketika beliau sedang salat di masjid Bani Salimah,
kemudian masjid itu dinamakan Masjid Qiblatain.
Di dalam hadis Nuwailah binti Muslim
disebutkan, telah datang kepada mereka berita pemindahan kiblat itu ketika
mereka dalam salat Lohor. Nuwailah binti Muslim melanjutkan kisahnya,
"Setelah ada berita itu, maka kaum laki-laki beralih menduduki tempat kaum
wanita dan kaum wanita menduduki tempat kaum laki-laki." Demikianlah
menurut apa yang dituturkan oleh Syekh Abu Umar ibnu Abdul Bar An-Namiri.
Mengenai ahli Quba, berita pemindahan
itu baru sampai kepada mereka pada salat Subuh di hari keduanya, seperti yang
disebutkan di dalam kitab Sahihain (Sahih Bukhari dan Sahih Muslim) dari Ibnu
Umar r.a. yang menceritakan:
بَيْنَمَا النَّاسُ بِقُبَاءَ
فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ، إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قد أنزل عليه الليلة قرآن وقد أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ
الْكَعْبَةَ، فَاسْتَقْبِلُوهَا. وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّامِ فَاسْتَدَارُوا
إِلَى الْكَعْبَةِ
Ketika orang-orang sedang melakukan
salat Subuh di Masjid Quba, tiba-tiba datanglah kepada mereka seseorang yang
mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. telah menerima wahyu tadi malam
yang memerintahkan agar menghadap ke arah Ka'bah. Karena itu, menghadaplah
kalian ke Ka'bah. Saat itu wajah mereka menghadap ke arah negeri Syam, lalu
mereka berputar ke arah Ka'bah.
Di dalam hadis ini terkandung dalil
yang menunjukkan bahwa hukum yang ditetapkan oleh nasikh masih belum wajib
diikuti kecuali setelah mengetahuinya, sekalipun turun dan penyampaiannya telah
berlalu. Karena ternyata mereka tidak diperintahkan untuk mengulangi salat
Asar, Magrib, dan Isya.
Setelah hal ini terjadi, maka
sebagian orang dari kalangan kaum munafik, orang-orang yang ragu dan Ahli Kitab
merasa curiga, dan keraguan menguasai diri mereka terhadap hidayah. Lalu mereka
mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
مَا وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ
الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا
"Apakah yang memalingkan mereka
(umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat
kepadanya?" (Al-Baqarah: 142)
Dengan kata lain, mereka bermaksud
'mengapa kaum muslim itu sesekali menghadap ke anu dan sesekali yang lain
menghadap ke anu'. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya sebagai jawaban
terhadap mereka:
قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِب
Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah
timur dan barat." (Al-Baqarah: 142)
Yakni Dialah yang mengatur dan yang
menentukan semuanya, dan semua perintah itu hanya di tangan kekuasaan Allah
belaka. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah:
115)
Adapun firman-Nya:
ولَيْسَ الْبِرَّ أَنْ
تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلكِنَّ الْبِرَّ مَنْ
آمَنَ بِاللَّهِ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebaktian, tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah
kebaktian orang yang beriman kepada Allah. (Al-Baqarah: 177)
Dengan kata lain, semua perkara itu
dinilai sebagai kebaktian bilamana didasari demi mengerjakan perintah-perintah
Allah. Untuk itu ke mana pun kita dihadapkan, maka kita harus menghadap. Taat
yang sesungguhnya hanyalah dalam mengerjakan perintah-Nya, sekalipun setiap
hari kita diperintahkan untuk menghadap ke berbagai arah. Kita adalah
hamba-hamba-Nya dan berada dalam pengaturan-Nya, kita adalah
pelayan-pelayan-Nya; ke mana pun Dia mengarahkan kita, maka kita harus
menghadap ke arah yang diperintahkan-Nya.
Allah Swt. mempunyai perhatian yang
besar kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. dan umatnya. Hal ini
ditunjukkan melalui petunjuk yang diberikan-Nya kepada dia untuk menghadap ke
arah kiblat Nabi Ibrahim kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu menghadap ke
arah Ka'bah yang dibangun atas nama Allah Swt. semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Ka'bah merupakan rumah Allah yang paling terhormat di muka bumi ini, mengingat
ia dibangun oleh kekasih Allah Swt., Nabi Ibrahim a.s. Karena itu, di dalam
firman-Nya disebutkan:
قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah
timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke
jalan yang lurus." (Al-Baqarah: 142)
وَقَدْ رَوَى الْإِمَامُ
أَحْمَدُ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ،
عَنْ عُمَر بْنِ قَيْسٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْأَشْعَثِ، عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يَعْنِي فِي
أَهْلِ الْكِتَابِ -:"إِنَّهُمْ لَا يَحْسُدُونَنَا عَلَى شَيْءٍ كَمَا
يَحْسُدُونَنَا عَلَى يَوْمِ الْجُمْعَةِ، التِي هَدَانَا اللَّهُ لَهَا وضلوا
عنها، وعلى القبلة التي هدانا الله لَهَا وَضَلُّوا عَنْهَا، وَعَلَى قَوْلِنَا
خَلْفَ الْإِمَامِ: آمِينَ"
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ali ibnu
Asim, dari Husain ibnu Abdur Rahman, dari Amr ibnu Qais, dari Muhammad ibnul
Asy'As, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda sehubungan dengan kaum Ahli Kitab: Sesungguhnya mereka belum pernah
merasa dengki terhadap sesuatu sebagaimana kedengkian mereka kepada kita atas
hari Jumat yang ditunjukkan oleh Allah kepada kita, sedangkan mereka sesat
darinya; dan atas kiblat yang telah ditunjukkan oleh Allah kepada kita,
sedangkan mereka sesat darinya, serta atas ucapan kita amin di belakang imam.
*********
Firman Allah Swt.:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ
أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Dan demikian (pula) kami telah
menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kalian. (Al-Baqarah: 143)
Allah Swt. berfirman,
"Sesungguhnya Kami palingkan kalian ke arah kiblat Ibrahim a.s. dan Kami
pilihkan kiblat tersebut untuk kalian, hanya karena Kami akan menjadikan kalian
sebagai umat yang terpilih, dan agar kalian kelak di hari kiamat menjadi saksi
atas umat-umat lain, mengingat semua umat mengakui keutamaan kalian."
Al-wasat dalam ayat ini berarti
pilihan dan yang terbaik, seperti dikatakan bahwa orang-orang Quraisy merupakan
orang Arab yang paling baik keturunan dan kedudukannya. Rasulullah Saw. seorang
yang terbaik di kalangan kaumnya, yakni paling terhormat keturunannya. Termasuk
ke dalam pengertian ini salatul wusta, salat yang paling utama, yaitu salat
Asar, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab sahih dan
lain-lainnya. Allah Swt. menjadikan umat ini (umat Nabi Muhammad Saw.)
merupakan umat yang terbaik; Allah Swt. telah mengkhususkannya dengan
syariat-syariat yang paling sempurna dan tuntunan-tuntunan yang paling lurus
serta jalan-jalan yang paling jelas, seperti yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
هُوَ اجْتَباكُمْ وَما جَعَلَ
عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْراهِيمَ هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيداً
عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَداءَ عَلَى النَّاسِ
Dia telah memilih kalian dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tua kalian Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kalian
orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supava kalian semua menjadi saksi
atas segenap manusia. (Al-Hajj: 78)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُدْعَى
نُوحٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُقَالُ لَهُ: هَلْ بلَّغت؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ.
فَيُدْعَى قَوْمُهُ فَيُقَالُ لَهُمْ: هَلْ بَلَّغَكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: مَا
أَتَانَا مِنْ نَذِيرٍ وَمَا أَتَانَا مِنْ أَحَدٍ، فَيُقَالُ لِنُوحٍ: مَنْ
يَشْهَدُ لَكَ؟ فَيَقُولُ: مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ" قَالَ: فَذَلِكَ قَوْلُهُ:
{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا} قَالَ: الْوَسَطُ: الْعَدْلُ،
فَتُدْعَوْنَ، فَتَشْهَدُونَ لَهُ بِالْبَلَاغِ، ثُمَّ أَشْهَدُ عَلَيْكُمْ
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Waqi', dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Nabi Nuh kelak
dipanggil di hari kiamat, maka ditanyakan kepadanya, "Apakah engkau telah
menyampaikan (risalahmu)?" Nuh menjawab, "Ya." Lalu kaumnya
dipanggil dan dikatakan kepada mereka, "Apakah dia telah menyampaikan(nya)
kepada kalian?" Maka mereka menjawab, "Kami tidak kedatangan seorang
pemberi peringatan pun dan tidak ada seorang pun yang datang kepada kami."
Lalu ditanyakan kepada Nuh, "Siapakah yang bersaksi untukmu?" Nuh
menjawab, "Muhammad dan umatnya."
Abu Sa'id mengatakan bahwa yang
demikian itu adalah firman-Nya, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan
kalian (umat Islam) umat yang adil" (Al-Baqarah: 143), al-wasat artinya
adil. Kemudian kalian dipanggil dan kalian mengemukakan persaksian untuk Nabi
Nuh, bahwa dia telah menyampaikan (nya) kepada umatnya, dan dia pun memberikan
kesaksiannya pula terhadap kalian.
Hadis riwayat Imam Bukhari, Imam
Turmuzi, Imam Nasai. Dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Al-A'masy.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ
أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي
صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَجِيءُ النَّبِيُّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ [وَمَعَهُ
الرَّجُلُ وَالنَّبِيُّ] وَمَعَهُ الرَّجُلَانِ وَأَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ فَيُدْعَى
قَوْمُهُ، فَيُقَالُ [لَهُمْ] هَلْ بَلَّغَكُمْ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: لَا.
فَيُقَالُ لَهُ: هَلْ بَلَّغْتَ قَوْمَكَ؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ. فَيُقَالُ [لَهُ]
مَنْ يَشْهَدُ لَكَ؟ فَيَقُولُ: مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ فَيُدْعَى بِمُحَمَّدٍ
وَأُمَّتِهِ، فَيُقَالُ لَهُمْ: هَلْ بَلَّغَ هَذَا قَوْمَهُ؟ فَيَقُولُونَ:
نَعَمْ. فَيُقَالُ: وَمَا عِلْمُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: جَاءَنَا نَبِيُّنَا صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَنَا أَنَّ الرُّسُلَ قَدْ بَلَّغُوا"
فَذَلِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا}
قَالَ: "عَدْلًا {لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيدًا} "
Imam Ahmad mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seorang nabi datang di hari kiamat bersama dua
orang laki-laki atau lebih dari itu, lalu kaumnya dipanggil dan dikatakan,
"Apakah nabi ini telah menyampaikan(nya) kepada kalian?" Mereka
menjawab, "Tidak." Maka dikatakan kepada si nabi, "Apakah kamu
telah menyampaikan(nya) kepada mereka?" Nabi menjawab, "Ya."
Lalu dikatakan kepadanya, "Siapakah yang menjadi saksimu?" Nabi
menjawab, "Muhammad dan umatnya." Lalu dipanggillah Muhammad dan
umatnya dan dikatakan kepada mereka, "Apakah nabi ini telah menyampaikan
kepada kaumnya?" Mereka menjawab, "Ya." Dan ditanyakan pula,
"Bagaimana kalian dapat mengetahuinya?" Mereka menjawab, "Telah
datang kepada kami Nabi kami, lalu dia menceritakan kepada kami bahwa
rasul-rasul itu telah menyampaikan risalahnya." Yang demikian itu adalah
firman-Nya, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam)
umat yang adil agar kalian men-jadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian" (Al-Baqarah: 143).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ
أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي
صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً
وَسَطًا} قَالَ: "عَدْلًا"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Nabi Saw. sehubungan
dengan firman-Nya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat
Islam) umat yang adil. (Al-Baqarah: 143) Bahwa yang dimaksud dengan wasatan
ialah adil.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih dan
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Abdul Wahid ibnu Ziad, dari Abu Malik
Al-Asyja'i, dari Al-Mugirah ibnu Utaibah ibnu Nabbas yang mengatakan bahwa
seseorang pernah menuliskan sebuah hadis kepada kami dari Jabir ibnu Abdullah,
dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
أَنَا وأمَّتي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى كَوْم مُشرفين عَلَى الْخَلَائِقِ. مَا مِنَ النَّاسِ أَحَدٌ
إِلَّا وَدَّ أَنَّهُ منَّا. وَمَا مِنْ نَبِيٍّ كَذَّبه قَوْمُهُ إِلَّا وَنَحْنُ
نشهدُ أَنَّهُ قَدْ بَلَّغَ رسالةَ رَبِّهِ، عز وجل
Aku dan umatku kelak di hari kiamat
berada di atas sebuah bukit yang menghadap ke arah semua makhluk; tidak ada
seorang pun di antara manusia melainkan dia menginginkan menjadi salah seorang
di antara kami, dan tidak ada seorang nabi pun yang didustakan oleh umatnya
melainkan kami menjadi saksi bahwa nabi tersebut benar-benar telah menyampaikan
risalah Tuhannya.
Imam Hakim meriwayatkan di dalam
kitab Mustadrak-nya dan Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula, sedangkan lafaznya
menurut apa yang ada pada Ibnu Murdawaih melalui hadis Mus'ab ibnu Sabit, dari
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan:
شَهِدَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِنَازَةً، فِي بَنِي سَلِمَةَ، وَكُنْتُ إِلَى
جَانِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ:
وَاللَّهِ -يَا رسولَ اللَّهِ -لَنِعْمَ المرءُ كَانَ، لَقَدْ كَانَ عَفِيفًا
مُسْلِمًا وَكَانَ ... وَأَثْنَوْا عَلَيْهِ خَيْرًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْتَ بِمَا تَقُولُ". فَقَالَ
الرَّجُلُ: اللَّهُ أَعْلَمُ بِالسَّرَائِرِ، فَأَمَّا الذِي بَدَا لَنَا مِنْهُ
فَذَاكَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"وَجَبَتْ". ثُمَّ شَهِد جِنَازَةً فِي بَنِي حَارِثة، وكنتُ إِلَى
جَانِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ:
يَا رسولَ اللَّهِ، بِئْسَ المرءُ كَانَ، إِنْ كَانَ لفَظّاً غَلِيظًا، فَأَثْنَوْا
عَلَيْهِ شَرًّا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِبَعْضِهِمْ: "أَنْتَ بِالذِي تَقُولُ". فَقَالَ الرَّجُلُ: اللَّهُ
أَعْلَمُ بِالسَّرَائِرِ، فَأَمَّا الذِي بَدَا لَنَا مِنْهُ فَذَاكَ. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَجَبَتْ". قَالَ
مُصْعَبُ بْنُ ثَابِتٍ: فَقَالَ لَنَا عِنْدَ ذَلِكَ مُحَمَّدُ بْنُ كَعْب: صدقَ
رسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَرَأَ: {وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا}
bahwa Rasulullah Saw. menghadiri
suatu jenazah di kalangan Bani Maslamah, sedangkan aku berada di sebelah
Rasulullah Saw. Maka sebagian dari mereka mengatakan, "Demi Allah, wahai
Rasulullah, dia benar-benar orang yang baik, sesungguhnya dia semasa hidupnya
adalah orang yang memelihara kehormatannya lagi seorang yang berserah diri
(muslim)," dan mereka memujinya dengan pujian yang baik. Maka Rasulullah
Saw. bersabda, "Anda berani mengatakan yang seperti itu?" Maka
laki-laki itu menjawab, "Hanya Allah Yang Mengetahui rahasianya. Adapun
yang tampak pada kami, begitulah." Maka Nabi Saw. bersabda, "Hal itu
pasti (baginya)." Kemudian Rasulullah Saw. menghadiri pula jenazah lain di
kalangan Bani Harisah, sedangkan aku berada di sebelah Rasulullah Saw. Maka
sebagian dari mereka (orang-orang yang hadir) berkata, "Wahai Rasulullah,
dia adalah seburuk-buruk manusia, jahat lagi kejam." Lalu mereka
membicarakannya dengan pembicaraan yang buruk. Maka Rasulullah Saw. bersabda
kepada sebagian mereka, "Anda berani mengatakan yang seperti itu?"
Jawabnya, "Hanya Allah Yang Mengetahui rahasianya. Adapun yang tampak pada
kami, begitulah." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hal itu pasti
(baginya)." Mus'ab ibnu Sabit berkata, "Pada saat itu Muhammad ibnu
Ka'b mengatakan kepada kami, 'Benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw.
itu,' kemudian ia membacakan firman-Nya: 'Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan, agar kalian menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kalian ' (Al-Baqarah: 143)."
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa
hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak
mengetengahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي الْفُرَاتِ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُريدة، عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ أَنَّهُ قَالَ: أتيتُ
الْمَدِينَةَ فَوَافَقْتُهَا، وَقَدْ وَقَعَ بِهَا مَرَضٌ، فَهُمْ يَمُوتُونَ
مَوْتًا ذَريعاً. فَجَلَسْتُ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَمَرَّتْ بِهِ
جِنَازَةٌ، فَأثْنِيَ عَلَى صَاحِبِهَا خَيْرٌ. فَقَالَ: وَجَبَتْ وجَبَت. ثُمَّ
مُرّ بِأُخْرَى فَأُثْنِيَ عَلَيْهَا شرٌّ، فَقَالَ عُمَرُ: وَجَبَتْ [وَجَبَتْ].
فَقَالَ أَبُو الْأَسْوَدِ: مَا وَجَبَتْ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ؟ قَالَ:
قُلْتُ كَمَا قَالَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَيُّمَا مُسْلِمٍ شَهِد لَهُ أَرْبَعَةٌ بِخَيْرٍ أَدْخَلَهُ اللَّهُ
الْجَنَّةَ". قَالَ: فَقُلْنَا. وَثَلَاثَةٌ؟ قَالَ: "وَثَلَاثَةٌ".
قَالَ، فَقُلْنَا: وَاثْنَانِ؟ قَالَ: "وَاثْنَانِ" ثُمَّ لَمْ
نَسْأَلْهُ عَنِ الْوَاحِدِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami
Daud ibnu Abul Furat, dari Abdullah ibnu Buraidah, dari Abul Aswad yang
menceritakan hadis berikut: Aku datang ke Madinah, maka aku jumpai kota Madinah
sedang dilanda wabah penyakit, hingga banyak di antara mereka yang meninggal
dunia. Lalu aku duduk di sebelah Khalifah Umar r.a., maka lewatlah suatu
iringan jenazah, kemudian jenazah itu dipuji dengan pujian yang baik. Khalifah
Umar ibnul Khattab berkata, "Hal itu pasti baginya." Kemudian lewat
pula suatu iringan jenazah yang lain. Jenazah itu disebut-sebut sebagai jenazah
yang buruk. Maka Umar r.a. berkata, "Hal itu pasti baginya." Abul
Aswad bertanya, "Apanya yang pasti itu, wahai Amirul Muminin?" Umar
r.a. mengatakan bahwa apa yang dikatakannya itu hanyalah menuruti apa yang
pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw., yaitu sabdanya: Siapa pun orang
muslimnya dipersaksikan oleh empat orang dengan sebutan yang baik, niscaya Allah
memasukkannya ke surga. Maka kami bertanya, "Bagaimana kalau tiga
orang?" Beliau Saw. menjawab, "Ya, tiga orang juga." Maka kami
bertanya, "Bagaimana kalau oleh dua orang?" Beliau Saw. menjawab,
"Ya, dua orang juga." Tetapi kami tidak menanyakan kepadanya tentang
persaksian satu orang.
Demikian pula hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Daud ibnul Furat
dengan lafaz yang sama.
قَالَ ابْنُ مَرْدويه:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ يَحْيَى، حَدَّثَنَا أَبُو قِلابة
الرَّقَاشِيُّ، حَدَّثَنِي أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا نَافِعُ بْنُ عُمَرَ،
حَدَّثَنِي أُمِّيَّةُ بْنُ صَفْوَانَ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي زُهَيْرٍ
الثَّقَفِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بالنَّباوَة يَقُولُ: "يُوشِكُ أَنْ تَعْلَمُوا
خِيَارَكُمْ مِنْ شِرَارِكُمْ" قَالُوا: بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:
بِالثَّنَاءِ الْحَسَنِ وَالثَّنَاءِ السَّيِّئ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي
الْأَرْضِ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman ibnu Yahya, telah menceritakan kepada
kami Abu Qilabah Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepadaku Abul Walid, telah
menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Umar, telah menceritakan kepadaku Umayyah
ibnu Safwan, dari Abu Bakar ibnu Abu Zuhair As-Saqafi, dari ayahnya yang
menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda ketika di
Al-Banawah: Hampir saja kalian
mengetahui orang-orang yang terpilih dari kalian dan orang-orang yang jahat
dari kalian. Mereka bertanya, "Dengan melalui apakah, wahai
Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Dengan melalui pujian yang
baik dan sebutan yang buruk; kalian adalah saksi-saksi Allah yang ada di
bumi."
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu
Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yazid ibnu Harun, dan diriwayatkan
pula oleh Imam Ahmad, dari Yazid ibnu Harun dan Abdul Malik ibnu Umar serta
Syuraih, dari Nafi', dari Ibnu Umar dengan lafaz yang sama.
***********
Firman Allah Swt.:
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ
الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ
يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا عَلَى الَّذِينَ
هَدَى اللَّهُ
Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa
yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat)
itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah. (Al-Baqarah: 143)
Allah Swt. berfirman,
"Sesungguhnya Kami pada mulanya mensyariatkan kepadamu Muhammad untuk
menghadap ke arah Baitul Maqdis, kemudian Kami palingkan kamu darinya untuk
menghadap ke Ka'bah. Hal ini tiada lain hanya untuk menampakkan keadaan
sesungguhnya dari orang-orang yang mengikutimu, taat kepadamu, dan menghadap
bersamamu ke mana yang kamu hadapi."
مِمَّن يَنْقَلْبُ عَلَى
عَقبَيْه
dan siapa yang membelot. (Al-Baqarah:
143)
Maksudnya, murtad dari agamanya.
وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa amat berat. (Al-Baqarah: 143)
Yakni pemindahan kiblat dari Baitul
Maqdis ke Ka'bah terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang mendapat
hidayah dari Allah serta merasa yakin dengan percaya kepada Rasul, dan semua
yang didatangkan beliau hanyalah perkara hak semata yang tidak diragukan lagi.
Allah Swt. berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya, Dia memutuskan hukum
menurut kehendak-Nya, Dia berhak membebankan kepada hamba-hamba-Nya apa yang
Dia kehendaki, dan me-nasakh apa yang Dia kehendaki. Hanya milik-Nyalah hikmah
yang sempurna dan hujah (alasan) yang kuat dalam hal tersebut secara
keseluruhan.
Lain halnya dengan orang-orang yang
di dalam hati mereka terdapat penyakit; sesungguhnya setiap kali terjadi
sesuatu hal, maka timbullah rasa keraguan dalam hati mereka. Berbeda dengan
keadaan orang-orang yang beriman, di dalam hati mereka keyakinan dan kepercayaan
bertambah kuat, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ
فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ
آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ * وَأَمَّا الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ}
Dan apabila diturunkan suatu surat,
maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di
antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini? Adapun
orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedangkan mereka
merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit,
maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang
telah ada). (At-Taubah: 124-125)
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا
هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ
عَلَيْهِمْ عَمًى
Katakanlah, Al-Qur'an itu adalah
petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak
beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur'an itu suatu
kegelapan bagi mereka." (Fushshilat: 44)
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ
مَا هُوَ شِفاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا
خَساراً
Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan
Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
(Al-Isra: 82)
Karena itu, terbuktilah bahwa
orang-orang yang teguh dalam membenarkan Rasulullah Saw. dan tetap mengikutinya
dalam hal tersebut serta menghadap menurut apa yang diperintahkan oleh Allah
Swt. kepadanya tanpa bimbang dan tanpa ragu barang sedikit pun, mereka adalah
para sahabat yang terhormat.
Sebagian ulama mengatakan bahwa
orang-orang yang mendapat predikat sabiqin awwalin adalah dari kalangan
Muhajirin dan orang-orang Ansar, yaitu mereka yang salat ke dua kiblat.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan
dengan tafsir ayat ini:
حَدَّثَنَا مُسَدَّد،
حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ سُفيان، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ
عُمَرَ قَالَ: بَيْنَا الناسُ يُصَلُونَ الصُّبْحَ فِي مَسْجِدِ قُباء إِذْ جَاءَ
رَجُلٌ فَقَالَ: قَدْ أُنْزِلَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قُرْآنٌ، وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا.
فَتَوَجَّهُوا إِلَى الْكَعْبَةِ
telah menceritakan kepada kami
Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Sufyan, dari Abdullah ibnu
Dinar, dari Ibnu Umar yang menceritakan: Ketika orang-orang sedang mengerjakan
salat Subuh di Masjid Quba, tiba-tiba datanglah seorang lelaki, lalu lelaki itu
berkata, "Sesungguhnya telah diturunkan kepada Nabi Saw. sebuah ayat yang
memerintahkan kepada Nabi Saw. agar menghadap ke arah Ka'bah, maka menghadaplah
kalian ke Ka'bah." Maka mereka pun menghadapkan dirinya ke Ka'bah.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam
Muslim melalui jalur yang lain dari sahabat Ibnu Umar, dan Imam Turmuzi
meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri.
Di dalam riwayat Imam Turmuzi
disebutkan:
أَنَّهُمْ كَانُوا رُكُوعًا،
فَاسْتَدَارُوا كَمَا هُمْ إِلَى الْكَعْبَةِ، وَهُمْ رُكُوعٌ
Bahwa mereka sedang rukuk, lalu
mereka berputar, sedangkan mereka dalam keadaan masih rukuk menghadap ke arah
Ka'bah.
Demikian pula yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim melalui hadis Hammad ibnu Salimah, dari Sabit, dari Anas dengan
lafaz yang semisal.
Hal ini menunjukkan betapa
sempurnanya ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, juga ketundukan mereka
terhadap perintah-perintah Allah Swt. Semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya
kepada mereka (para sahabat) semua.
******
Firman Allah Swt.:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ
إِيمَانَكُمْ
Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
iman kalian. (Al-Baqarah: 143)
Yakni salat kalian yang telah kalian
lakukan dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis sebelum ada pemindahan ke arah
Ka'bah. Dengan kata lain, Allah Swt. tidak akan menyia-nyiakan pahalanya;
pahala itu ada di sisi-Nya.
Di dalam kitab sahih disebutkan
melalui Abu Ishaq As-Subai'i, dari Al-Barra yang menceritakan:
مَاتَ قَوْمٌ كَانُوا
يُصَلُّونَ نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ النَّاسُ: مَا حَالُهُمْ فِي
ذَلِكَ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ
إِيمَانَكُمْ}
Telah meninggal dunia kaum yang
dahulu mereka salat menghadap ke Baitul Maqdis, maka orang-orang bertanya,
"Bagaimanakah keadaan mereka?" Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya,
"Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian" (Al-Baqarah: 143).
Hadis diriwayatkan oleh Imam Turmuzi,
dari Ibnu Abbas, dan Imam Turmuzi menilainya sahih.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan Allah tidak
akan menyia-nyiakan iman kalian. (Al-Baqarah: 143) Yaitu iman kalian kepada
kiblat yang terdahulu, dan kepercayaan kalian kepada Nabi kalian serta
mengikutinya menghadap ke arah kiblat yang lain (Ka'bah). Dengan kata lain,
Allah pasti akan memberi kalian pahala keduanya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Al-Baqarah: 143)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan
sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman
kalian. (Al-Baqarah: 143) Dengan kata lain, Allah tidak akan menyia-nyiakan
Muhammad Saw. dan berpaling kalian bersamanya mengikuti ke mana dia menghadap.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
(Al-Baqarah: 143)
Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. melihat seorang wanita dari kalangan tawanan perang, sedangkan
antara wanita itu dengan anaknya telah dipisahkan. Maka setiap kali wanita itu
menjumpai seorang bayi, ia menggendongnya dan menempelkannya pada teteknya,
sedangkan dia terus berputar ke sana kemari mencari bayinya. Setelah wanita itu
menemukan bayinya, maka langsung digendong dan disusukannya. Maka Rasulullah
Saw. bersabda:
"أَتَرَوْنَ
هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ، وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَلَّا
تَطْرَحَهُ؟ " قَالُوا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "فَوَاللَّهِ،
لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا"
"Bagaimanakah pendapat kalian,
akankah wanita ini tega melemparkan bayinya ke dalam api, sedangkan dia sendiri
mampu untuk tidak melemparkannya?" Mereka menjawab, "Tentu tidak,
wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda, "Maka demi Allah,
sesungguhnya Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita ini
kepada anaknya."
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.