وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ
آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ
قَلِيلا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (126)
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (127) رَبَّنَا
وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
(128) }
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang rukuk, dan yang sujud" Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian:" Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali." Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan lempal-lempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah ayat 126 – 128)
Firman Allah Swt.:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ
آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِر
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa,
"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara
mereka kepada Allah dan hari kemudian." (Al-Baqarah: 126)
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو
جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّم بَيْتَ اللَّهِ وأمَّنَه
وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا فَلَا يُصَادُ صَيْدُهَا
وَلَا يُقْطَعُ عِضَاهُهَا"
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Abuz Zubair, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan dan mengamankan
Baitullah, dan sesungguhnya aku mengharamkan Madinah di antara kedua batasnya.
Karena itu, tidak boleh diburu binatang buruannya dan tidak boleh ditebang
pepohonannya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam
Nasai, dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Bandar dengan lafaz yang sama. Imam
Muslim mengetengahkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Amr ibnu Naqid,
yang kedua-duanya menerimanya dari Abu Ahmad Az-Zubairi, dari Sufyan AS-Sauri.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ
-أَيْضًا-: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب وَأَبُو السَّائِبِ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ
إِدْرِيسَ، وَحَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ
الرَّازِيُّ، قَالَا جَمِيعًا: سَمِعْنَا أَشْعَثَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ عَبْدَ اللَّهِ وَخَلِيلَهُ وَإِنِّي عبدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ وَإِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّم مَكَّةَ وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ
مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا، عضاهَها وصيدَها، لَا يُحْمَلُ فِيهَا سِلَاحٌ
لِقِتَالٍ، وَلَا يُقْطَعُ مِنْهَا شَجَرَةً إِلَّا لِعَلَفِ بَعِيرٍ"
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Abus Sa-ib yang kedua-duanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan
kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim Ar-Razi, keduanya
mengatakan bahwa kami pernah mendengar Asy'as, dari Nafi’ dari Abu Hurairah
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Ibrahim
adalah hamba dan kekasih Allah, dan sesungguhnya aku adalah hamba dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Ibrahim telah menjadikan Mekah kota suci, dan
sesungguhnya aku menjadikan Madinah kota yang suci di antara kedua batasnya,
yakni semua pepohonannya dan semua binatang buruannya. Tidak boleh membawa
senjata ke dalamnya untuk tujuan perang, dan tidak boleh menebang sebuah pohon
pun darinya kecuali untuk makanan unta.
Akan tetapi, jalur periwayatan ini
garibah karena tidak dijumpai dalam salah satu kitab pun dari Kutubus Sittah.
Asal hadis berada pada kitab Sahih Muslim, dari jalur yang lain melalui sahabat
Abu Hurairah r.a. yang menceritakan hadis berikut:
انَ النَّاسُ إذا رأوا أول
الثمر، جاؤوا بِهِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَإِذَا أَخَذَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي ثَمَرِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا،
وَبَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنا، اللَّهُمَّ إِنَّ
إبراهيمَ عبدُك وَخَلِيلُكَ وَنَبِيُّكَ، وَإِنِّي عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ وَإِنَّهُ
دَعَاكَ لِمَكَّةَ وَإِنِّي أَدْعُوكَ لِلْمَدِينَةِ بِمِثْلِ مَا دَعَاكَ
لِمَكَّةَ وَمِثْلِهِ مَعَهُ" ثُمَّ يَدْعُو أصْغَرَ وَلِيدٍ لَهُ،
فَيُعْطِيهِ ذَلِكَ الثَّمَرَ. وَفِي لَفْظٍ: "بَرَكَةً مَعَ بَرَكَةٍ"
ثُمَّ يُعْطِيهِ أَصْغَرَ مَنْ يَحْضُرُهُ مِنَ الْوِلْدَانِ.
Orang-orang (penduduk Madinah)
apabila musim buah kurma tiba, mereka mendatangkan yang mula-mula mereka petik
kepada Rasulullah Saw. Dan apabila Rasulullah Saw. menerimanya, maka beliau
berdoa, "Ya Allah, berkatilah bagi kami dalam buah kurma kami, berkatilah
bagi kami dalam kota Madinah kami, berkatilah bagi kami dalam ukuran sa' kami,
dan berkatilah bagi kami dalam ukuran mud kami. Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim
adalah hamba, kekasih, dan Nabi-Mu; dan sesungguhnya aku adalah hamba dan
Nabi-Mu. Dia telah berdoa untuk Mekah, dan sesungguhnya aku sekarang berdoa
memohon kepada-Mu untuk kota Madinah ini dengan doa yang semisal dengan apa
yang pernah didoakan olehnya (Ibrahim) buat Mekah, dan hal yang semisal semoga
pula disertakan bersamanya." Kemudian Nabi Saw. memanggil anak yang paling
kecil baginya, lalu memberikan buah kurma itu kepadanya. Menurut lafaz yang
lain disebutkan (sebagai tambahannya): "berkah di samping berkah, "
kemudian beliau memberikannya kepada anak yang paling kecil di antara anak-anak
yang hadir.
Demikianlah menurut lafaz Imam
Muslim.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنَا أَبُو كُريب، حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا بَكْرُ
بْنُ مُضَرٍ، عَنِ ابْنِ الْهَادِ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ، عَنْ رَافِعِ بْنِ خَديج، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ
مَكَّةَ، وَإِنِّي أُحَرِّمُ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا".
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Qutaibah
ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Mudar, dari Ibnul Had,
dari Abu Bakar ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Amr ibnu Usman, dari Rafi'
ibnu Khadij yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya Ibrahim telah menjadikan kota Mekah kota yang suci, dan
sesungguhnya aku menjadikan kota Madinah di antara kedua batasnya sebagai kota
yang suci.
Hadis ini hanya diketengahkan oleh
Imam Muslim sendiri. Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Qutaibah, dari Bakr
ibnu Mudar dengan lafaz yang sama dengan lafaz Imam Muslim.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan hadis berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَلْحَةَ: "الْتَمِسْ لِي غُلَامًا مِنْ
غِلْمَانِكُمْ يَخْدِمُنِي" فَخَرَجَ بِي أَبُو طَلْحَةَ يَرْدِفُنِي
وَرَاءَهُ، فَكُنْتُ أَخْدِمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كُلَّمَا نَزَلَ. وَقَالَ فِي الْحَدِيثِ: ثُمَّ أقْبَلَ حَتَّى إِذَا بَدَا لَهُ
أُحد قَالَ: "هَذَا جَبَلٌ يُحبُّنا وَنُحِبُّهُ". فَلَمَّا أَشْرَفَ
عَلَى الْمَدِينَةِ قَالَ:"اللَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّمُ مَا بَيْنَ
جَبَلَيْهَا، مِثْلَمَا حَرَّمَ بِهِ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ، اللَّهُمَّ بَارِكْ
لَهُمْ فِي مُدِّهم وَصَاعِهِمْ". وَفِي لَفْظٍ لَهُمَا: "اللَّهُمَّ
بَارِكْ لَهُمْ فِي مِكْيَالِهِمْ، وَبَارِكْ لَهُمْ فِي صَاعِهِمْ، وَبَارِكْ
لَهُمْ فِي مُدِّهِمْ". زَادَ الْبُخَارِيُّ: يَعْنِي: أَهْلَ الْمَدِينَةِ
bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada
Abu Talhah, "Carikanlah buatku seorang pelayan laki-laki dari kalangan
anak-anak kalian yang akan kujadikan sebagai pembantuku." Lalu Abu Talhah
berangkat dengan memboncengku di belakang (menuju kepada Rasulullah Saw.). Maka
aku melayani Rasulullah Saw. Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, manakala
Rasulullah Saw. turun istirahat .... Dan Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya,
setelah itu beliau datang; dan manakala tampak baginya Bukit Uhud, maka beliau
bersabda: Bukit ini (penghuninya) mencintaiku dan aku mencintainya. Manakala
hampir tiba di Madinah, beliau berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku menjadikan
apa yang ada di antara kedua bukit kota Madinah ini sebagai kota yang suci,
sebagaimana Ibrahim telah menjadikan suci kota Mekah. Ya Allah, berkatilah bagi
mereka dalam takaran mud dan sa' mereka. Menurut lafaz yang lain dalam kitab
Sahihain disebutkan seperti berikut Ya Allah, berkatilah bagi mereka dalam
takaran mereka, dan berkatilah mereka dalam takaran sa' mereka, dan berkati
pula mereka dalam takaran mud mereka. Imam Bukhari menambahkan, "Yakni
penduduk Madinah."
Disebutkan pula oleh keduanya (Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim), dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah berdoa:
"اللَّهُمَّ
اجْعَلْ بِالْمَدِينَةِ ضِعْفَي مَا جَعَلْتَهُ بِمَكَّةَ مِنَ الْبَرَكَةِ"
Ya Allah, semoga Engkau menjadikan di
Madinah ini keberkahan dua kali lipat dari apa yang telah Engkau jadikan buat
Mekah.
Dari Abdullah ibnu Zaid ibnu Asim
r.a., dari Nabi Saw., disebutkan seperti berikut:
" إن
إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا لَهَا، وحَرَّمتُ الْمَدِينَةَ كَمَا
حَرَّمَ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ، وَدَعَوْتُ لَهَا فِي مُدِّهَا وَصَاعِهَا مِثْلَ
مَا دَعَا إِبْرَاهِيمُ لِمَكَّةَ"
Sesungguhnya Ibrahim telah menjadikan
kota Mekah kota yang suci, dan ia telah mendoakan buat penduduknya. Dan
sesungguhnya aku menjadikan kota Madinah kota yang suci, sebagai mana Ibrahim
menjadikan suci kota Mekah. Dan sesungguhnya aku telah berdoa untuk Madinah
dalam takaran mud dan sa'-nya sebagaimana Ibrahim telah mendoakan untuk Mekah.
Hadis ini dan lafaznya diriwayatkan
oleh Imam Bukhari.
Imam Muslim telah meriwayatkan pula,
sedangkan lafaznya berbunyi seperti berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah
berdoa:
"إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا لِأَهْلَهَا. وَإِنِّي حرَّمتُ الْمَدِينَةَ
كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ، وَإِنِّي دَعَوْتُ لَهَا فِي صَاعِهَا
وَمُدِّهَا بِمِثْلِ مَا دَعَا إِبْرَاهِيمُ لِأَهْلِ مَكَّةَ"
Sesungguhnya Ibrahim telah menjadikan
kota Mekah kota yang suci, dan ia telah mendoakan buat penduduknya. Dan
sesungguhnya aku menjadikan kota Madinah kota yang suci, sebagaimana Ibrahim
menjadikan suci kota Mekah. Dan sesungguhnya aku telah berdoa untuk Madinah
dalam takaran sa' dan mud-nya sebanyak dua kali lipat dari apa yang didoakan
oleh Nabi Ibrahim untuk Mekah.
Dan Abu Sa'id telah menceritakan dari
Nabi Saw., bahwa Rasulullah Saw. berdoa:
"اللَّهُمَّ
إنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّم مَكَّةَ فَجَعَلَهَا حَرَامًا، وَإِنِّي حَرَّمْتُ
الْمَدِينَةَ حَرَامًا مَا بَيْنَ مَأْزِمَيْهَا، لَا يَهْرَاقُ فِيهَا دَمٌ،
وَلَا يُحْمَلُ فِيهَا سِلَاحٌ لِقِتَالٍ، وَلَا يُخْبَطُ فِيهَا شَجَرَةٌ إِلَّا
لِعَلَفٍ. اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا
فِي صَاعِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنا، اللَّهُمَّ اجْعَلْ مَعَ
الْبَرَكَةِ بِرْكَتَيْنِ".
Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim telah
mengharamkan kota Mekah, maka dia menjadikannya sebagai tanah suci. Dan
sesungguhnya aku mengharamkan Madinah di antara kedua batasnya sebagai tanah
suci agar tidak dialirkan darah padanya, tidak boleh membawa senjata ke
dalamnya untuk peperangan, tidak boleh memotong sebuah pohon pun darinya
kecuali hanya untuk makanan ternak. Ya Allah, berkatilah bagi kami kota Madinah
kami. Ya Allah, berkatilah bagi kami takaran sa' kami. Ya Allah, berkatilah
bagi kami takaran mud kami. Ya Allah, jadikanlah bersama keberkatan ini dua
kali lipat keberkatan.
Hadis ini merupakan riwayat Imam
Muslim.
Hadis-hadis yang menerangkan tentang
keharaman (kesucian) kota Madinah cukup banyak jumlahnya. Kami mengutarakan
sebagiannya saja yang ada kaitannya dengan pengharaman Nabi Ibrahim a.s.
terhadap kota suci Mekah, mengingat pembahasan ini ada munasabah kaitannya
dengan tafsir ayat yang sedang kita bahas.
Hadis-hadis tersebut dijadikan
pegangan oleh orang yang mengatakan bahwa pengharaman kota Mekah hanya
dilakukan oleh lisan Nabi Ibrahim a.s. Akan tetapi, pendapat yang lain
mengatakan "sesungguhnya kota Mekah itu telah haram (suci) sejak bumi
diciptakan"; pendapat yang terakhir ini lebih jelas dan lebih kuat.
Banyak hadis lainnya yang menerangkan
bahwa Allah Swt telah mengharamkan kota Mekah sebelum langit dan bumi
diciptakan, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, dari Abdullah ibnu
Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda pada hari
kemenangan atas kota Mekah:
"إِنَّ
هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمه اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَهُوَ
حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَإِنَّهُ لَمْ يحِل
الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلَّا ساعة من نهار،
فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. لَا يُعْضَد
شَوْكُهُ وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلَا تُلْتَقَط لُقَطَتُه إِلَّا مَنْ
عرَّفها، وَلَا يُخْتَلَى خَلاهَا" فَقَالَ الْعَبَّاسُ: يَا رسول الله، إلا
الإذْخَر فإنه لقَينهم ولبيوتهم. فَقَالَ: "إِلَّا الْإِذْخِرَ"
Sesungguhnya negeri ini (Mekah) telah
diharamkan (dijadikan suci) oleh Allah pada hari Dia menciptakan langit dan
bumi, maka negeri ini tetap suci sejak disucikan oleh Allah hingga hari kiamat.
Dan sesungguhnya negeri ini tidak dihalalkan peperangan di dalamnya oleh
seorang pun sebelumku, tidak dihalalkan olehku kecuali sesaat dari siang hari.
Maka negeri ini tetap suci sejak disucikan oleh Allah hingga hari kiamat.
Pepohonannya tidak boleh ditebang, binatang buruannya tidak boleh diburu,
barang temuannya tidak boleh diambil kecuali bagi orang yang hendak
mengumumkannya, dan rerumputannya tidak boleh dicabut. Maka Al-Abbas bertanya,
"Wahai Rasulullah, terkecuali izkhir, karena sesungguhnya kayu izkhir
dipergunakan untuk pandai besi mereka dan untuk (atap) rumah-rumah
mereka." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Terkecuali izkhir."
Demikianlah menurut lafaz Imam
Muslim. Imam Bukhari serta Imam Muslim meriwayatkan pula hal yang semisal
melalui Abu Hurairah r.a.
Sesudah itu Imam Bukhari mengatakan
bahwa Aban ibnu Saleh telah meriwayatkan dari Al-Hasan ibnu Muslim ibnu Yanaq,
dari Safiyyah binti Syaibah yang mengatakan, "Aku pernah mendengar hal
yang semisal dari Nabi Saw."
Riwayat inilah yang dinilai mu'allaq
oleh Imam Bukhari.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu
Abdullah ibnu Majah':
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ نُمَير، عَنْ يُونُسَ بْنِ بُكَيْر، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ،
عَنْ أَبَانَ بْنِ صَالِحٍ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ يَنَّاق، عَنْ
صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ، قَالَتْ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَخْطُبُ عَامَ الْفَتْحِ، فَقَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إن
الله حرم مكة يوم خلق السموات وَالْأَرْضَ، فَهِيَ حَرَام إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، لَا يُعْضَد شَجَرُهَا وَلَا يُنَفَّر صيدُها، وَلَا يَأْخُذُ
لُقَطَتَها إِلَّا مُنْشِد" فَقَالَ الْعَبَّاسُ: إِلَّا الْإِذْخِرَ؛
فَإِنَّهُ لِلْبُيُوتِ وَالْقُبُورِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِلَّا الإذْخَر"
dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu
Numair, dari Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Aban ibnu Saleh,
dari Al-Hasan ibnu Muslim ibnu Yanaq, dari Safiyyah binti Syaibah yang
menceritakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. berkhotbah pada hari kemenangan
atas kota Mekah. Beliau Saw. bersabda: Hai manusia, sesungguhnya Allah telah
mengharamkan (menyucikan) Mekah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Maka
kota Mekah tetap haram hingga hari kiamat; pepohonannya tidak boleh ditebang,
dan binatang buruannya tidak boleh diburu, serta barang temuannya tidak boleh
dipungut kecuali bagi orang yang hendak mengumumkannya. Al-Abbas berkata,
"Terkecuali izkhir, karena sesungguhnya izkhir buat rumah-rumah dan
keperluan kuburan." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Terkecuali
izkhir”
Dari Abu Syuraih Al-Adawi, disebutkan
bahwa ia pernah berkata kepada Amr ibnu Sa'id ketika Amr ibnu Sa'id sedang
melantik utusan-utusannya untuk ke Mekah, "Izinkanlah bagiku, wahai Amir,
untuk mengemukakan kepadamu suatu ucapan yang pernah disabdakan oleh Rasulullah
Saw. Ketika keesokan harinya setelah kemenangan atas kota Mekah. Aku
mendengarnya langsung dengan kedua telingaku ini dan menghafalnya, lalu aku
melihat dengan kedua mata kepalaku ketika beliau mengatakannya. Sesungguhnya
beliau pada permulaannya memuji dan menyanjung Allah Swt. Kemudian beliau Saw.
bersabda:
"إِنَّ
مَكَّةَ حرمها الله ولم يحرمها الناس، فلا يحل لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْفِكَ بها دما، ولا يعضد بها شجرة، فإن أَحَدٌ
تَرَخَّصَ بِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقُولُوا: إِنَّ اللَّهَ أَذِنَ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ. وَإِنَّمَا أَذِنَ لِي فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ،
وَقَدْ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا بِالْأَمْسِ، فَلْيُبَلِّغِ
الشاهد الغائب". فقيل لأبي شُرَيح: ما قال لك عمرو؟ قال: أنا أعلم بذلك منك
يَا أَبَا شُرَيْحٍ، إِنَّ الْحَرَمَ لَا يُعِيذُ عَاصِيًا، وَلَا فَارًّا بِدَمٍ،
وَلَا فَارًّا بخَرَبَة.
'Sesungguhnya Mekah telah diharamkan
oleh Allah, dan bukan diharamkan oleh manusia. Maka tidak halal bagi orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian mengalirkan darah padanya, dan menebang
salah satu dari pepohonannya. Jika ada seseorang mengatakan mengapa diberikan
rukhsah kepada Rasulullah Saw. untuk melakukan peperangan di dalamnya. Maka
katakanlah bahwa sesungguhnya Allah hanya mengizinkan kepada Rasul-Nya dan
tidak memberi izin kepada kalian. Sesungguhnya yang diizinkan kepadaku untuk
melakukan peperangan di dalamnya hanyalah sesaat dari siang hari. Adapun
sekarang, kota Mekah telah kembali menjadi haram seperti keharamannya kemarin.
Maka hendaklah orang yang menyaksikan maklumat ini menyampaikannya kepada orang
yang tidak hadir" Kemudian dikatakan kepada Abu Syuraih, "Apakah yang
dikatakan oleh Amr kepadamu?" Abu Syuraih menjawab, "Aku lebih
mengetahui hal tersebut daripada kamu, hai Abu Syuraih: 'Sesungguhnya tanah
haram (suci) itu tidak memberikan perlindungan kepada orang yang durhaka, tidak
pula orang yang lari karena telah membunuh, dan tidak pula yang lari sehabis
menimbulkan kerusakan'."
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim. Apa yang disebutkan di atas berdasarkan lafaz Imam
Muslim.
Apabila hal ini telah diketahui, maka
tidak ada pertentangan di antara hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Allah Swt.
telah mengharamkan kota Mekah sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dengan
hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Nabi Ibrahimlah yang mengharamkannya. Karena
sesungguhnya Nabi Ibrahimlah yang menyampaikan dari Allah hukum yang
dikehendaki-Nya terhadap kota Mekah dan pengharaman Allah terhadapnya. Mekah
masih tetap dalam keadaan haram (suci) menurut Allah sebelum Nabi Ibrahim
mengadakan bangunan Baitullah padanya.
Perihalnya sama dengan masalah
Rasulullah Saw. Sejak dahulu beliau tercatat sebagai pemungkas para nabi di
sisi Allah, sedangkan Adam saat itu masih berupa tanah liat. Akan tetapi,
sekalipun demikian Nabi Ibrahim a.s. berdoa:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ
رَسُولا مِنْهُمْ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka
seorang rasul dari kalangan mereka. (Al-Baqarah: 129)
Allah memperkenankan doanya sesuai
dengan apa yang telah ditakdirkan oleh ilmu-Nya di zaman azali. Karena itulah
maka di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa mereka (para sahabat) bertanya,
"Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami tentang permulaan
kejadianmu." Maka Nabi Saw. menjawab:
"دَعْوَةُ
أَبِي إِبْرَاهِيمَ، وَبُشْرَى عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، وَرَأَتْ أُمِّي كَأَنَّهُ
خَرَجَ مِنْهَا نور أضاء ت لَهُ قُصُورُ الشَّامِ".
(Aku adalah) doa ayahku Nabi Ibrahim
a.s. dan berita gembira Isa ibnu Maryam, dan ibuku telah melihat seakan-akan
keluar dari tubuhnya nur yang cahayanya menerangi gedung-gedung negeri Syam.
Pertanyaan ini menyatakan,
"Ceritakanlah kepada kami tentang permulaan munculnya kejadianmu,"
seperti yang akan diterangkan nanti dalam waktu dekat, insya Allah.
Masalah keunggulan kota Mekah atas
kota Madinah dari segi keutamaan, seperti yang dikatakan oleh jumhur ulama
—atau kota Madinah atas kota Mekah, seperti yang dikatakan oleh mazhab Maliki
dan para pengikutnya— akan diketengahkan dalam pembahasan lain berikut
dalil-dalilnya, insya Allah.
*************
Firman Allah Swt. menyitir doa yang
dikatakan oleh Nabi Ibrahim Al-Khalil:
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا
آمِنًا
Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini
negeri yang aman. (Al-Baqarah: 126)
Yakni aman dari rasa takut,
penduduknya tidak boleh ditakut-takuti. Allah Swt. telah melakukan hal
tersebut, baik secara syari' ataupun secara takdir, seperti firman Allah Swt.:
Barang siapa memasukinya (Baitullah
itu), menjadi amanlah dia. (Ali Imran: 97)
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا
جَعَلْنا حَرَماً آمِناً وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan
bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman,
sedangkan manusia sekitarnya rampok-merampok. (Al-'Ankabut: 67)
Masih banyak ayat lainnya yang
semakna. Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan hadis-hadis yang
mengharamkan melakukan peperangan di Tanah Suci. Di dalam kitab Sahih Muslim
disebutkan sebuah hadis oleh Jabir, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda:
«لَا
يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَحْمِلَ بِمَكَّةَ السِّلَاحَ»
Tidak dihalalkan bagi seseorang
membawa senjata di Mekah.
Imam Muslim mengatakan sehubungan
dengan takwil firman-Nya: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman.
(Al-Baqarah: 126) Maksudnya, jadikanlah kawasan ini negeri yang aman sentosa.
Doa ini dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim sebelum dia membangun Ka'bah. Di dalam
surat Ibrahim disebutkan:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
berkata, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah) negeri yang
aman." (Ibrahim: 35)
Penempatan doa ini dalam surat
Ibrahim sangat sesuai, —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— karena seakan-akan
Ibrahim a.s. memanjatkan doanya sekali lagi sesudah membangun rumah itu
(Ka'bah) dan para penduduknya telah menetap padanya.
Hal ini terjadi sesudah kelahiran
Nabi Ishaq, putra bungsu Nabi Ibrahim; jarak umur Ishaq dengan Ismail adalah
tiga belas tahun. Karena itulah dalam akhir doanya Nabi Ibrahim mengatakan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ
الدُّعَاءِ
Segala puji bagi Allah yang telah
menganugerahkan kepadaku di hari tua Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku
benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. (Ibrahim: 39)
********
وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ
الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَنْ
كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ
Dan berikanlah rezeki dari
buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan
hari kemudian. Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri
kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali:" (Al-Baqarah: 126)
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari
Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan
takwil firman-Nya: Allah berfirman, "Dan kepada orang kafir pun Aku beri
kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka, dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali." (Al-Baqarah: 126) Ubay ibnu Ka'b mengatakan
bahwa bagian ayat ini merupakan firman Allah Swt Pendapat ini juga dikatakan
oleh Mujahid dan Ikri-mah, dan inilah yang dinilai benar oleh Ibnu Jarir.
Sedangkan yang lainnya mengatakan,
bagian ayat ini merupakan lanjutan dari doa Nabi Ibrahim a.s., seperti yang
diriwayatkan oleh Abu Ja'far, dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah yang mengatakan,
"Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa bagian
ayat ini merupakan doa Nabi Ibrahim. Ia memohon kepada Allah, 'Barang siapa
yang kafir, berikanlah kepadanya kesenangan sementara saja'."
Abu Ja'far meriwayatkan dari Lais
ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan kepada
orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara. (Al-Baqarah: 126) Artinya,
barang siapa yang kafir, Aku beri dia rezeki pula, tetapi sedikit (yakni
sementara hanya selama di dunia saja). kemudian Aku paksa ia menjalani siksa
neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Baqarah: 126)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan,
setelah Nabi Ibrahim menolak mendoakan orang yang Allah enggan menjadikannya
berhak menerima pengakuan dari-Nya, demi taat dan cintanya kepada Allah, demi
menjauhkan diri dari orang yang menentang perintah Allah, sekalipun orang
tersebut masih dari kalangan keturunannya; yaitu di saat Ibrahim a.s.
mengetahui bahwa akan ada di antara keturunannya orang yang zalim yang tidak
berhak mendapat janji (perintah) Allah —hal ini diketahuinya melalui
pemberitahuan dari Allah kepada dirinya— maka Allah berfirman: Dan kepada orang
yang kafir pun. (Al-Baqarah: 126)
Dengan kata lain, sesungguhnya Aku
akan memberi rezeki kepada orang yang bertakwa, juga kepada orang yang durhaka;
tetapi kepada orang yang durhaka Aku hanya memberinya kesenangan sementara.
Hatim ibnu Ismail meriwayatkan dari
Humaid Al-Kharrat, dari Ammar Az-Zahabi, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini
negeri yang aman senlosa, dan berikanlah rezeki buah-buahan kepada penduduknya
yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. (Al-Baqarah: 126)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa pada mulanya Nabi Ibrahim dalam doanya hanya
membatasi buat orang-orang mukmin saja, bukan untuk semua orang. Maka Allah
menurunkan firman-Nya, "Kepada orang kafir pun Aku beri mereka rezeki
sebagaimana Aku berikan rezeki kepada orang-orang mukmin. Apakah Aku ciptakan
mereka, lalu Aku tidak berikan rezeki kepada mereka? Aku hanya memberikan
kesenangan sementara saja kepada mereka, kemudian Aku paksa mereka menerima
azab neraka, dan seburuk-buruk tempat kembali adalah neraka." Kemudian
Ibnu Abbas r.a. membacakan firman-Nya yang lain, yaitu:
كُلًّا نُمِدُّ هؤُلاءِ
وَهَؤُلاءِ مِنْ عَطاءِ رَبِّكَ وَما كانَ عَطاءُ رَبِّكَ مَحْظُوراً
Kepada masing-masing golongan, baik
golongan ini maupun golongan itu, Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu.
Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Al-Isra: 20)
Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula
hadis ini. Hal yang semisal diriwayatkan dari Ikrimah dan Mujahid.
Makna ayat ini (Al-Baqarah ayat 126)
semisal dengan makna firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ
عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ مَتاعٌ فِي الدُّنْيا ثُمَّ إِلَيْنا
مَرْجِعُهُمْ ثُمَّ نُذِيقُهُمُ الْعَذابَ الشَّدِيدَ بِما كانُوا يَكْفُرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Bagi mereka)
kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kamilah mereka kembali,
kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka.
(Yunus: 69-70)
وَمَنْ كَفَرَ فَلا يَحْزُنْكَ
كُفْرُهُ إِلَيْنا مَرْجِعُهُمْ فَنُنَبِّئُهُمْ بِما عَمِلُوا إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ بِذاتِ الصُّدُورِ. نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلًا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلى
عَذابٍ غَلِيظٍ
Dan barang siapa kafir, maka
kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kamilah mereka kembali,
lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Se-sungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Kami biarkan mereka bersenang-senang
sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.
(Luqman: 23-24)
وَلَوْلا أَنْ يَكُونَ النَّاسُ
أُمَّةً واحِدَةً لَجَعَلْنا لِمَنْ يَكْفُرُ بِالرَّحْمنِ لِبُيُوتِهِمْ سُقُفاً
مِنْ فِضَّةٍ وَمَعارِجَ عَلَيْها يَظْهَرُونَ. وَلِبُيُوتِهِمْ أَبْواباً
وَسُرُراً عَلَيْها يَتَّكِؤُنَ. وَزُخْرُفاً وَإِنْ كُلُّ ذلِكَ لَمَّا مَتاعُ
الْحَياةِ الدُّنْيا وَالْآخِرَةُ عِنْدَ رَبِّكَ لِلْمُتَّقِينَ
Dan sekiranya bukan karena hendak
menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami
buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka
menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka
dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan di atasnya. Dan (Kami
buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu
tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di
sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Az-Zukhruf: 33-35)
**************
Adapun firman Allah Swt.:
ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى
عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Kemudian Aku paksa ia menjalani siksa
neraka dan ilulah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Baqarah: 126)
Yakni setelah Aku berikan kepadanya
kesenangan duniawi dan keluasan naungannya, maka Aku kembalikan dia kepada
siksa neraka, dan seburuk-buruk tempat kembali itu adalah neraka. Dengan kata
lain, Allah sengaja menangguhkan mereka, setelah itu barulah Allah mengazab
mereka dengan azab Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Ayat ini maknanya semisal
dengan firman Allah Swt.:
وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ
أَمْلَيْتُ لَها وَهِيَ ظالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُها وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan berapalah banyaknya kota yang Aku
tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku
azab mereka, dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala sesuatu). (Al-Hajj: 48)
Di dalam hadis Sahihain (Bukhari dan
Muslim) disebutkan:
"لَا
أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ؛ إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ
وَلَدًا، وَهُوَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ"
Tiada seorang pun yang lebih sabar
daripada Allah atas gangguan yang menyakitkan pendengarannya; sesungguhnya
mereka menganggap Allah beranak, tetapi Allah tetap memberi mereka rezeki dan
membiarkan mereka.
Di dalam hadis sahih disebutkan pula:
"إِنَّ
اللَّهَ لَيُمْلِي (2) لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ".
ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَى: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ
الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ} [هُودٍ: 102]
Sesungguhnya Allah benar-benar
menangguhkan orang yang zalim, dan manakala Allah mengazabnya, niscaya Allah
tidak akan membiarkannya lolos (dari azab-Nya). Kemudian Nabi Saw. membacakan
firman-Nya: Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk
negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih
lagi keras. (Hud: 102)
Sebagian ulama membaca ayat ini
(Al-Baqarah: 126) dengan bacaan berikut: Qala wa man kafara fa-amli'hu qalilan
(Dan barang siapa yang kafir, maka berilah dia kesenangan sementara), hingga
akhir ayat. Dia menganggapnya sebagai kelanjutan dari doa Nabi Ibrahim. Tetapi
bacaan ini syazzah, yakni berbeda dengan qiraat sab'ah; lagi pula susunan
konteks bertentangan dengan maknanya. Karena sesungguhnya damir yang terkandung
di dalam lafaz qala kembali kepada Allah Swt. menurut bacaan jumhur ulama, dan
konteks ayat memang menunjukkan pengertian ini. Akan tetapi, menurut qiraat
yang syazzah tadi berarti damir yang terkandung di dalam lafaz qala kembali
kepada Ibrahim, dan ini jelas bertentangan dengan konteks kalimat.
**************
Firman Allah Swt:
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ
الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ
أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ*رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا
إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa),
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Mendengar lagi Maha mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua
orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami
umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkan kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah:
127-128)
Al-qawa'id adalah bentuk jamak dari
lafaz qa'idah, artinya tiang atau fondasi. Allah berfirman, "Hai Muhammad,
ceritakanlah kepada kaummu kisah Ibrahim dan Ismail membangun Ka'bah dan
meninggikan fondasi yang dilakukan oleh keduanya, seraya keduanya berdoa, 'Ya
Tuhan kami, terimalah dari kami amalan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui'."
Al-Qurtubi dan lain-lainnya
meriwayatkan melalui Ubay dan Ibnu Mas'ud bahwa keduanya membaca ayat ini: Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami).
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(Al-Baqarah: 127) Yakni dengan menambahkan lafaz yaqulani sebelum rabbana
taqabbal minna.
Menurut kami, bacaan tersebut
tersimpul dari doa keduanya (Ibrahim dan Ismail) sesudah itu, yakni firman-Nya:
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.
(Al-Baqarah: 128), hingga akhir ayat.
Keduanya sedang melakukan amal saleh
seraya memohon kepada Allah, semoga Allah menerima amalan keduanya, seperti apa
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Muhammad ibnu Ya-zid ibnu
Khunais Al-Makki, dari Wahib ibnul Ward, bahwa ia membaca firman-Nya: Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan
kami)." (Al-Baqarah: 127)
Kemudian Wahib ibnul Ward menangis
dan mengatakan, "Wahai kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah, engkau sedang
meninggikan dasar-dasar Baitullah, tetapi engkau merasa takut bila amalanmu
tidak diterima."
Makna ayat ini semisal dengan yang
disebutkan oleh Allah Swt. tentang keadaan orang-orang mukmin yang benar-benar
ikhlas, melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا
آتَوْا
Dan orang-orang yang memberikan apa
yang telah mereka berikan. (Al-Mu’minun: 60)
Maksudnya, mereka memberikan apa yang
telah mereka berikan berupa sedekah-sedekah, berbagai macam nafkah, dan amal
taqarrub (kurban-kurban).
وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ
sedangkan hati mereka dalam keadaan
takut. (Al-Mu’minun: 60)
Yakni takut amalan mereka tidak
diterima oleh Allah Swt., seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih
dari Siti Aisyah r.a., dari Rasulullah Saw. yang akan diketengahkan pada
tempatnya nanti.
Sebagian Mufassirin mengatakan bahwa
orang yang meninggikan dasar-dasar bangunan Baitullah adalah Nabi Ibrahim,
sedangkan orang yang berdoanya adalah Nabi Ismail. Akan tetapi, pendapat yang
benar mengatakan bahwa keduanya sama-sama membina dasar-dasar Baitullah dan
berdoa, seperti yang akan dijelaskan kemudian. Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan sebuah hadis yang akan kami ketengahkan kemudian, setelah itu kami
ikutkan pembahasan asar-asar yang berkaitan dengannya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ، رَحِمَهُ
اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ أَيُّوبَ السخيتاني وَكَثِيرِ بْنِ كَثِيرِ
بْنِ الْمُطَّلِبِ بْنِ أَبِي وَدَاعة -يَزِيدُ أحدُهما عَلَى الْآخَرِ -عَنْ سَعِيدِ
بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: أَوَّلُ مَا
اتَّخَذَ النِّسَاءُ المنْطَق مِنْ قبَل أُمِّ إِسْمَاعِيلَ، عَلَيْهِمَا
السَّلَامُ اتَّخَذَتْ مِنْطَقًا لِيُعَفِّيَ أَثَرَهَا عَلَى سَارَّةَ. ثُمَّ
جَاءَ بِهَا إِبْرَاهِيمُ وَبِابْنِهَا إِسْمَاعِيلَ، عَلَيْهِمَا السَّلَامُ،
وَهِيَ تُرْضِعُهُ، حَتَّى وَضَعَهُمَا عِنْدَ الْبَيْتِ عِنْدَ دَوْحَةٍ فَوْقَ
زَمْزم فِي أَعْلَى الْمَسْجِدِ، وَلَيْسَ بِمَكَّةَ يَوْمَئِذٍ أَحَدٌ، وَلَيْسَ
بِهَا مَاءٌ فَوَضَعَهُمَا هُنَالِكَ، وَوَضَعَ عِنْدَهُمَا جِرَابًا فِيهِ تَمْرٌ
وسِقَاء فِيهِ مَاءٌ، ثُمَّ قَفَّى إِبْرَاهِيمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ،
مُنْطَلِقًا. فَتَبِعَتْهُ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ فَقَالَتْ: يَا إِبْرَاهِيمُ،
أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بِهَذَا الْوَادِي الذِي لَيْسَ فِيهِ إِنْسٌ وَلَا
شَيْءَ؟ فَقَالَتْ لَهُ ذَلِكَ مِرَارًا، وَجَعَلَ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهَا.
فَقَالَتْ آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَتْ: إِذًا لَا
يُضَيِّعُنَا. ثُمَّ رَجَعَتْ. فَانْطَلَقَ إِبْرَاهِيمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ،
حَتَّى إِذَا كَانَ عِنْدَ الثَّنِيَّةِ حَيْثُ لَا يَرَوْنَهُ، اسْتَقْبَلَ
بِوَجْهِهِ الْبَيْتَ، ثُمَّ دَعَا بِهَؤُلَاءِ الدَّعَوَاتِ، وَرَفَعَ يَدَيْهِ،
قَالَ: {رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ
عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ
أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ
لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ} [إِبْرَاهِيمَ: 37] ، وَجَعَلَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ
تُرْضِعُ إِسْمَاعِيلَ، عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، وَتَشْرَبُ مِنْ ذَلِكَ الْمَاءِ،
حَتَّى إِذَا نَفِدَ مَاءُ السِّقَاءِ عَطِشَتْ وَعَطِشَ ابْنُهَا، وجعلت تنظر
إليه يتلوى - أَوْ قَالَ: يَتَلَبَّطُ -فَانْطَلَقَتْ كَرَاهِيَةَ أَنْ تَنْظُرَ
إِلَيْهِ، فَوَجَدَتِ الصَّفَا أقربَ جَبَلٍ فِي الْأَرْضِ يَلِيهَا فَقَامَتْ
عَلَيْهِ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَتِ الْوَادِي تَنْظُرُ هَلْ تَرَى أَحَدًا؟ فَلَمْ
تَرَ أَحَدًا. فَهَبَطَتْ مِنَ الصَّفَا حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْوَادِي رَفَعَتْ
طَرْفَ دِرْعِهَا، ثُمَّ سَعَتْ سَعْيَ الْإِنْسَانِ الْمَجْهُودِ حَتَّى
جَاوَزَتِ الْوَادِي. ثُمَّ أَتَتِ الْمَرْوَةَ، فَقَامَتْ عَلَيْهَا وَنَظَرَتْ
هَلْ تَرَى أحَدًا؟ فَلَمْ تَرَ أَحَدًا. فَفَعَلَتْ ذَلِكَ سَبْعَ مَرَّاتٍ،
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"فَلِذَلِكَ سَعَى النَّاسُ بَيْنَهُمَا". فَلَمَّا أَشْرَفَتْ عَلَى
الْمَرْوَةِ سَمِعَتْ صَوْتًا فَقَالَتْ: صَهٍ، تُرِيدُ نَفْسَهَا، ثُمَّ
تَسَمَّعت فسمعَت أَيْضًا. فَقَالَتْ: قَدْ أَسْمَعْتَ إِنْ كَانَ عِنْدَكَ غُوَاث
فَإِذَا هِيَ بالمَلَك عِنْدَ مَوْضِعِ زَمْزَمَ، فَبَحَثَ بِعَقِبِهِ -أَوْ
قَالَ: بِجَنَاحِهِ -حَتَّى ظَهَرَ الْمَاءُ، فَجَعَلَتْ تُحَوِّضُهُ، وَتَقُولُ
بِيَدِهَا هَكَذَا، وَجَعَلَتْ تَغْرِفُ مِنَ الْمَاءِ فِي سِقَائِهَا وَهُوَ
يَفُورُ بَعْدَمَا تَغْرِفُ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَرْحَمُ اللَّهُ أَمَّ إِسْمَاعِيلَ، لَوْ
تَرَكَتْ زَمْزَمَ -أَوْ قَالَ: لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنَ الْمَاءِ -لَكَانَتْ
زَمْزَمُ عَيْنًا مَعينًا". قَالَ: فَشَرِبَتْ وَأَرْضَعَتْ وَلَدَهَا،
فَقَالَ لَهَا الْمَلَكُ: لَا تَخَافِي الضَّيْعَةَ؛ فَإِنَّ هَاهُنَا بَيْتًا
لِلَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، يَبْنِيهِ هَذَا الْغُلَامُ وَأَبُوهُ، وَإِنَّ اللَّهَ،
عَزَّ وَجَلَّ، لَا يُضَيِّعُ أَهْلَهُ. وَكَانَ الْبَيْتُ مُرْتَفِعًا مِنَ
الْأَرْضِ كَالرَّابِيَةِ تَأْتِيهِ السُّيُولُ فَتَأْخُذُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ
شِمَالِهِ، فَكَانَتْ كَذَلِكَ حَتَّى مَرَّتْ بِهِمْ رُفْقَةٌ مِنْ جُرْهُم -أَوْ
أَهْلِ بَيْتٍ مِنْ جُرْهم -مُقْبِلِينَ مِنْ طَرِيقِ كَدَاء. فَنَزَلُوا فِي
أَسْفَلِ مَكَّةَ، فَرَأَوْا طَائِرًا عَائِفًا، فَقَالُوا: إِنَّ هَذَا
الطَّائِرَ لَيَدُورُ عَلَى الْمَاءِ، لعَهْدُنا بِهَذَا الْوَادِي وَمَا فِيهِ
مَاءٌ. فَأَرْسَلُوا جَرِيًّا أَوْ جَرِيَّين، فَإِذَا هُمْ بِالْمَاءِ.
فَرَجَعُوا فَأَخْبَرُوهُمْ بِالْمَاءِ، فَأَقْبَلُوا. قَالَ: وَأُمُّ
إِسْمَاعِيلَ عِنْدَ الْمَاءِ. فَقَالُوا: أَتَأْذَنِينَ لَنَا أَنْ نَنْزِلَ
عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، وَلَكِنْ لَا حَقَّ لَكُمْ فِي الْمَاءِ. قَالُوا: نَعَمْ.
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"فَأَلْفَى ذَلِكَ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ وَهِيَ تُحِبُّ الْأُنْسَ. فَنَزَلُوا،
وَأَرْسَلُوا إِلَى أَهْلِيهِمْ فَنَزَلُوا مَعَهُمْ. حَتَّى إِذَا كَانَ بِهَا
أَهْلُ أَبْيَاتٍ مِنْهُمْ وَشَبَّ الغلامُ، وَتَعَلَّمَ الْعَرَبِيَّةَ مِنْهُمْ،
وأنْفَسَهم وَأَعْجَبَهُمْ حِينَ شَبَّ، فَلَمَّا أَدْرَكَ زَوَّجُوهُ امْرَأَةً
مِنْهُمْ. وَمَاتَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ، عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، فَجَاءَ
إِبْرَاهِيمُ بَعْدَ مَا تَزَوَّجَ إسماعيلُ لِيُطَالِعَ تَرْكَتَه. فَلَمْ يَجِدْ
إِسْمَاعِيلَ، فَسَأَلَ امْرَأَتَهُ عَنْهُ فَقَالَتْ: خَرَجَ يَبْتَغِي لَنَا.
ثُمَّ سَأَلَهَا عَنْ عَيْشِهِمْ وَهَيْئَتِهِمْ، فَقَالَتْ: نَحْنُ بشَرّ، نَحْنُ
فِي ضِيقٍ وَشِدَّةٍ. وَشَكَتْ إِلَيْهِ. قَالَ: فَإِذَا جَاءَ زَوْجُكِ
فَاقْرَئِي عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَقُولِي لَهُ: يُغَيِّرُ عَتَبَةَ بَابِهِ.
فَلَمَّا جَاءَ إِسْمَاعِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَأَنَّهُ أَنِسَ شَيْئًا.
فَقَالَ: هَلْ جَاءَكُمْ مَنْ أَحَدٍ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، جَاءَنَا شَيْخٌ كَذَا
وَكَذَا، فَسَأَلَ عَنْكَ، فَأَخْبَرْتُهُ، وَسَأَلَنِي كَيْفَ عَيْشُنَا؟
فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّا فِي جَهْد وشدَّة. قَالَ: فَهَلْ أَوْصَاكِ بِشَيْءٍ؟
قَالَتْ: نَعَمْ، أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ السَّلَامَ، وَيَقُولُ غَيِّرْ
عَتَبَةَ بَابِكَ. قَالَ: ذَاكَ أَبِي. وَقَدْ أَمَرَنِي أَنْ أُفَارِقَكِ،
فَالْحَقِي بِأَهْلِكِ. فَطَلَّقَها وَتَزَوَّجَ مِنْهُمْ بِأُخْرَى، فَلَبِثَ
عَنْهُمْ إِبْرَاهِيمُ مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ أَتَاهُمْ بَعْدُ فَلَمْ
يَجِدْهُ. فَدَخَلَ عَلَى امْرَأَتِهِ، فَسَأَلَهَا عَنْهُ، فَقَالَتْ: خرج يبتغي
لنا. قال: كيف أنتم؟ وَسَأَلَهَا عَنْ عَيْشِهِمْ وَهَيْئَتهم. فَقَالَتْ: نَحْنُ
بِخَيْرٍ وَسَعَةٍ. وَأَثْنَتْ عَلَى اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ. فَقَالَ: مَا
طَعَامُكُمْ؟ قَالَتِ: اللَّحْمُ. قَالَ: فَمَا شَرَابُكُمْ؟ قَالَتِ: الْمَاءُ.
قَالَ: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي اللَّحْمِ وَالْمَاءِ". قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ
يَوْمَئِذٍ حَب، وَلَوْ كَانَ لَهُمْ، لَدَعَا لَهُمْ فِيهِ. قَالَ: فَهُمَا لَا
يَخْلُو عَلَيْهِمَا أَحَدٌ بِغَيْرِ مَكَّةَ إِلَّا لَمْ يُوَافِقَاهُ".
قَالَ: "فَإِذَا جَاءَ زَوْجُكِ فَاقْرَئِي عَلَيْهِ السَّلَامُ، ومُريه
يُثَبِّت عَتَبَةَ بَابِهِ، فَلَمَّا جَاءَ إِسْمَاعِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ،
قَالَ: هَلْ أَتَاكُمْ مَنْ أَحَدٍ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، أَتَانَا شَيْخٌ حَسَنُ
الْهَيْئَةِ، وَأَثْنَتْ عَلَيْهِ فَسَأَلَنِي عَنْكَ، فَأَخْبَرْتُهُ،
فَسَأَلَنِي: كَيْفَ عَيْشُنَا؟ فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّا بِخَيْرٍ. قَالَ:
فَأَوْصَاكِ بِشَيْءٍ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، هُوَ يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلَامَ،
وَيَأْمُرُكَ أَنْ تُثَبِّتَ عَتَبَةَ بَابِكَ. قَالَ: ذَاكَ أَبِي، وَأَنْتِ
الْعَتَبَةُ، أَمَرَنِي أَنْ أُمْسِكَكِ. ثُمَّ لَبثَ عَنْهُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ،
عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ جَاءَ بَعْدَ ذَلِكَ وَإِسْمَاعِيلُ يَبْرِي نَبْلا لَهُ
تَحْتَ دَوْحَةٍ قَرِيبًا مِنْ زَمْزَمَ، فَلَمَّا رَآهُ قَامَ إِلَيْهِ،
فَصَنَعَا كَمَا يَصْنَعُ الْوَلَدُ بِالْوَالِدِ، وَالْوَالِدُ بِالْوَلَدِ.
ثُمَّ قَالَ: يَا إِسْمَاعِيلُ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي بِأَمْرٍ. قَالَ:
فَاصْنَعْ مَا أَمَرَكَ رَبُّكَ، عَزَّ وَجَلَّ. قَالَ: وَتُعِينُنِي؟ قَالَ:
وَأُعِينُكَ. قَالَ: فَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أَبْنِيَ هَاهُنَا بَيْتًا
-وَأَشَارَ إِلَى أكَمَةٍ مُرْتَفِعَةٍ عَلَى مَا حَوْلَهَا -قَالَ: فَعِنْدَ
ذَلِكَ رَفَعا الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ فَجَعَلَ إِسْمَاعِيلُ يَأْتِي
بِالْحِجَارَةِ وَإِبْرَاهِيمُ يَبْنِي، حَتَّى إِذَا ارْتَفَعَ الْبِنَاءُ جَاءَ
بِهَذَا الْحَجَرِ فَوَضَعَهُ لَهُ، فَقَامَ عَلَيْهِ وَهُوَ يَبْنِي،
وَإِسْمَاعِيلُ يُنَاوِلُهُ الْحِجَارَةَ، وَهُمَا يَقُولَانِ: {رَبَّنَا
تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} " قَالَ:
"فَجَعَلَا يَبْنِيَانِ حَتَّى يَدُورَا حَوْلَ الْبَيْتِ، وَهُمَا يَقُولَانِ:
{رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami
Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub As-Sukhtiyani
dan Kasir ibnu Kasir ibnul Muttalib ibnu Abu Wida'ah —salah seorang dari
keduanya memberikan tambahan atas yang lain—, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas r.a. yang menceritakan kisah berikut: Wanita yang mula-mula memakai
mintaq (ikat pinggang atau kemben) di zaman dahulu adalah ibu Nabi Ismail. Ia
sengaja memakai kemben untuk menghapus jejak kehamilannya terhadap Siti Sarah
(permaisuri Nabi Ibrahim a.s. yang belum juga punya anak). Kemudian Nabi
Ibrahim membawanya pergi bersama anaknya Ismail (yang baru lahir), sedangkan
ibunya menyusuinya. Lalu Nabi Ibrahim menempatkan keduanya di dekat Baitullah,
yaitu di bawah sebuah pohon besar di atas Zamzam, bagian dari masjid yang
paling tinggi. Saat itu di Mekah masih belum ada seorang manusia pun, tiada
pula setetes air. Nabi Ibrahim menempatkan keduanya di tempat itu dan meletakkan
di dekat keduanya sebuah kantong besar yang berisikan buah kurma dan sebuah
wadah yang berisikan air minum. Kemudian Nabi Ibrahim pulang kembali (ke
negerinya). Maka ibu Nabi Ismail mengikutinya dan bertanya, "Hai Ibrahim,
ke manakah engkau akan pergi, tegakah engkau meninggalkan kami di lembah yang
tandus dan tak ada seorang pun ini?" Ibu Nabi Ismail mengucapkan kata-kata
ini berkali-kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak sekali pun berpaling kepadanya.
Maka ibu Nabi Ismail bertanya, "Apakah Allah telah memerintahkan kamu
melakukan hal ini?" Nabi Ibrahim baru menjawab, 'Ya." Ibu Nabi Ismail
berkata, "Kalau demikian, pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan
kami." Lalu ibu Nabi Ismail kembali (kepada anaknya), sedangkan Nabi
Ibrahim berangkat meneruskan perjalanannya. Ketika ia sampai di sebuah celah
(lereng bukit) hingga mereka tidak melihatnya, maka ia menghadapkan wajahnya ke
arah Baitullah, kemudian memanjatkan doanya seraya mengangkat kedua tangannya,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman
di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. (Ibrahim: 37) sampai dengan
firman-Nya: mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim: 37) Ibu Ismail menyusui
anaknya dan minum dari bekal air tersebut. Lama-kelamaan habislah bekal air
yang ada di dalam wadahnya itu, maka ibu Ismail merasa kehausan, begitu pula
dengan Ismail. Ibu Ismail memandang bayinya yang menangis sambil meronta-ronta,
lalu ia berangkat karena tidak tega memandang anaknya yang sedang kehausan. Ia
menjumpai Bukit Safa yang merupakan bukit terdekat yang ada di sebelahnya. Maka
ia berdiri di atasnya, kemudian menghadapkan dirinya ke arah lembah seraya
memandang ke sekitarnya, barangkali ia dapat menjumpai seseorang, tetapi
ternyata ia tidak me-lihat seorang manusia pun di sana. Ia turun dari Bukit
Safa. Ketika sampai di lembah bawah, ia mengangkat (menyingsingkan) baju
kurungnya dan berlari kecil seperti berlarinya orang yang kepayahan hingga lembah
itu terlewati olehnya, lalu ia sampai di Marwah. Maka ia berdiri di atas
Marwah, kemudian menghadap ke arah lembah seraya memandang ke sekelilingnya,
barangkali ia menjumpai seseorang, tetapi ternyata ia tidak melihat seorang
manusia pun. Hal ini dilakukannya sebanyak tujuh kali. Ibnu Abbas melanjutkan
kisahnya, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Karena itu, maka manusia melakukan
sa'i di antara keduanya (Safa dan Marwah). Ketika ibu Ismail sampai di puncak
Bukit Marwah, ia mendengar suatu suara, lalu ia berkata kepada dirinya sendiri,
"Tenanglah!" Kemudian ia memasang pendengarannya baik-baik, dan
ternyata ia mendengar adanya suara, lalu ia berkata (kepada dirinya sendiri),
"Sesungguhnya aku telah mendengar sesuatu, niscaya di sisimu (Ismail) ada
seorang penolong." Ternyata dia bersua dengan malaikat di sumur Zamzam,
malaikat itu sedang menggali tanah dengan kakinya atau dengan sayapnya hingga
muncul air. Maka ibu Ismail membuat kolam dan mengisyaratkan dengan tangannya,
lalu ia menciduk air itu dengan kedua tangannya untuk ia masukkan ke dalam
wadah air minumnya, sedang-kan sumur Zamzam terus memancar setelah ibu Ismail
selesai menciduknya. Ibnu Abbas r.a. melanjutkan kisahnya bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda: Semoga Allah merahmati ibu Ismail. Sekiranya dia membiarkan
Zamzam —atau tidak menciduk sebagian dari airnya—, niscaya Zamzam akan menjadi
mata air yang mengalir. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu ibu
Ismail minum air Zamzam dan menyusui anaknya. Maka malaikat itu berkata
kepadanya, "Janganlah kamu takut tersia-siakan, karena sesungguhnya di
sini terdapat sebuah rumah milik Allah yang kelak akan dibangun oleh anak ini
dan ayahnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan penduduk rumah
ini." Tersebutlah bahwa rumah itu (Baitullah) masih berupa tanah yang
menonjol ke atas mirip dengan gundukan tanah (bukit kecil); bila datang banjir,
maka air mengalir ke sebelah kanan dan kirinya. Ibu Ismail tetap dalam keadaan
demikian, hingga lewat kepada mereka serombongan orang dari kabilah Jurhum atau
salah satu ke-luarga dari kabilah Jurhum yang datang kepadanya melalui jalur
Bukit Kida. Mereka turun istirahat di bagian bawah Mekah, lalu mereka melihat
ada burung-burung terbang berkeliling (di suatu tempat), maka mereka berkata,
"Sesungguhnya burung-burung ini benar-benar mengitari sumber air. Menurut
kebiasaan kami, di lembah ini tidak ada air." Lalu mereka mengirimkan
seorang atau dua orang pelari mereka, dan ternyata mereka menemukan adanya air.
Kemudian pelari itu kembali dan menceritakan kepada rombongannya bahwa di
tempat tersebut memang ada air. Lalu rombongan mereka menuju ke sana. Ibnu
Abbas r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa ketika itu ibu Ismail berada di dekat
sumur Zamzam. Mereka berkata, "Apakah engkau mengizinkan kami untuk turun
istirahat di tempatmu ini?" Ibu Ismail menjawab, "Ya, tetapi tidak
ada hak bagi kalian terhadap air kami ini." Mereka menjawab,
"Ya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Saw. bersabda: Maka
dengan kedatangan mereka ibu Ismail merasa terhibur, karena memang dia
memerlukan teman. Mereka tinggal di Mekah dan mengirimkan utusannya kepada
keluarga mereka (di tempat asalnya), lalu mereka datang dan tinggal bersama ibu
Ismail dan rombongan pertama mereka. Ketika di Mekah telah berpenghuni beberapa
ahli bait dari kalangan mereka (orang-orang Jurhum), sedangkan pemuda itu
(Ismail) telah dewasa dan belajar bahasa Arab dari mereka, ternyata pribadi
Ismail memikat mereka di saat dewasanya. Setelah usia Ismail cukup matang untuk
kawin, lalu mereka mengawinkannya dengan seorang wanita dari kalangan mereka.
Tidak lama kemudian ibu Ismail wafat. Setelah Ismail kawin, Nabi Ibrahim datang
menjenguk keluarga yang ditinggalkannya, tetapi ternyata ia tidak menjumpai
Ismail. Lalu ia menanyakannya kepada istrinya, maka istri Ismail menjawab,
"Suamiku sedang keluar mencari nafkah buat kami." Kemudian Nabi
Ibrahim bertanya kepada istri Ismail tentang penghidupan dan keadaan mereka.
Istri Ismail menjawab, "Kami dalam keadaan buruk, hidup kami susah dan
keras." Ternyata ia mengemukakan keluhannya kepada Nabi Ibrahim. Nabi
Ibrahim menjawab, "Apabila suamimu datang, sampaikanlah salamku kepadanya
dan katakanlah kepadanya agar dia mengganti kusen pintunya." Lalu Ismail
datang dengan penampiian seakan-akan sedang merindukan sesuatu. Ia berkata,
"Apakah telah datang seseorang kepadamu?" Istrinya menjawab,
"Ya, telah datang kepadaku seorang tua yang ciri-cirinya anu dan anu, lalu
ia menanyakan kepadaku tentang keadaanmu. maka aku ceritakan segalanya
kepadanya. Ia menanyakan kepadaku tentang penghidupan kita. Maka aku katakan
kepadanya bahwa kita hidup sengsara dan keras." Ismail bertanya,
"Apakah dia memesankan sesuatu kepadamu?" Istrinya menjawab,
"Ya, dia berpesan kepadaku untuk menyampaikan salamnya kepadamu, dan mengatakan
hendaknya engkau mengganti kusen pintumu." Ismail menjawab, "Dia
adalah ayahku, dan sesungguhnya dia memerintahkan kepadaku agar menceraikanmu.
Karena itu, kembalilah kamu kepada keluargamu." Ismail menceraikannya dan
kawin lagi dengan perempuan lain dari kalangan mereka. Setelah selang beberapa
masa yang dikehendaki oleh Allah, Nabi Ibrahim tidak menjenguk mereka. Kemudian
dia datang lagi kepada mereka, tetapi dia tidak menemukan Ismail, lalu ia masuk
menemui istri Ismail dan menanyakan kepadanya tentang Ismail. Maka istri Ismail
menjawab, "Suamiku sedang keluar mencari nafkah buat kami." Nabi
Ibrahim bertanya, "Bagaimanakah keadaan kalian?" Nabi Ibrahim
menanyakan kepada istri Ismail tentang penghidupan dan keadaan mereka. Maka
istri Ismail menjawab, "Kami dalam keadaan baik-baik saja dan dalam
kemudahan hidup," hal ini dikatakannya seraya memuji kepada Allah Swt.
Nabi Ibrahim bertanya, "Apakah makanan pokok kalian?" Istri Ismail
menjawab, "Daging." Ibrahim a.s. bertanya, "Apakah minum kalian?"
Istri Ismail menjawab, "Air." Nabi Ibrahim a.s. berdoa, "Ya
Allah, berkatilah daging dan air bagi mereka." Nabi Saw. bersabda:
Tiadalah bagi mereka di masa itu biji-bijian. Seandainya mereka mempunyai
biji-bijian, niscaya Nabi Ibrahim mendoakannya buat mereka. Ibnu Abbas
melanjutkan kisahnya, bahwa tidak sekali-kali daging dan air tersebut bila
dijadikan sebagai makanan pokok oleh seseorang di luar kota Mekah melainkan
keduanya tidak akan cocok baginya. Nabi Ibrahim berkata, "Apabila suamimu
datang, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakanlah kepadanya agar dia
mengukuhkan kusen pintunya." Ketika Ismail datang dan bertanya,
"Apakah telah datang seseorang kepadamu?" Istrinya menjawab,
"Ya, telah datang kepada kami seorang syekh yang penampilannya baik,"
istri Ismail memuji syekh tersebut Ia melanjutkan kata-katanya, "Lalu ia
menanyakan kepadaku tentang engkau, maka aku ceritakan kepadanya; dan ia
bertanya kepadaku tentang penghidupan kita, maka kujawab bahwa kami dalam
keadaan baik-baik saja." Ismail bertanya, "Apakah dia mewasiatkan
sesuatu kepadamu?" Istrinya menjawab, "Ya, dia menyampaikan salamnya
kepadamu, dan memerintahkan kepadamu agar mengukuhkan kusen pintumu."
Ismail berkata, "Dia adalah ayahku dan kusen pintu tersebut adalah kamu
sendiri. Dia memerintahkan kepadaku agar memegang engkau menja-di istriku
selamanya." Setelah selang beberapa lama yang dikehendaki oleh Allah Swt,
maka datanglah Ibrahim a.s.; saat itu Nabi Ismail sedang membuat anak panahnya
di bawah sebuah pohon di dekat sumur Zamzam. Ketika Ismail melihatnya, ia
segera bangkit menyambutnya dan keduanya melakukan perbuatan yang biasa
dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya dan seorang anak kepada ayahnya
(bila lama tak bersua, lalu berjumpa). Kemudian Nabi Ibrahim berkata, "Hai
Ismail, sesungguhnya Allah telah memerintahkan sesuatu kepadaku." Ismail
menjawab, "Apakah perintah Tuhanmu itu?" Nabi Ibrahim balik bertanya,
"Maukah engkau membantuku?" Ismail menjawab, "Dengan senang hati
aku akan membantu ayah." Nabi Ibrahim a.s. berkata, "Sesungguhnya
Allah telah memerintahkan kepadaku agar aku membangun sebuah rumah (Baitullah)
di sini," seraya mengisyaratkan kepada sebuah gundukan tanah tinggi yang
lebih tinggi daripada tanah yang ada di sekitarnya. Ibnu Abbas melanjutkan
kisahnya, bahwa pada saat itu juga keduanya mulai meninggikan dasar-dasar
Baitullah; Nabi Ismail yang mendatangkan batu-batuan, sedangkan Nabi Ibrahim
yang membangunnya. Ketika bangunan mulai tinggi, Ismail datang membawa batu ini
(maqam Ibrahim), lalu meletakkannya untuk menjadikannya se-bagai tangga Nabi
Ibrahim selama membangun. Maka Nabi Ibrahim berdiri di atasnya sambil
membangun, sedangkan Nabi Ismail terus menyuplai batu-batunya seraya keduanya
mengucapkan doa berikut, yang disitir oleh firman-Nya: Ya Tuhan kami, terimalah
dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Al-Baqarah: 127) Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail terus membangun Ka'bah hingga berputar merampungkan
sekelilingnya seraya mengucapkan doa: Ya Tuhan kami, terimalah dari kami
(amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Al-Baqarah: 127)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdu
Ibnu Humaid, dari Abdur Razzaq dengan lafaz yang sama lagi cukup panjang. Ibnu
Abu Hatim meriwayatkannya pula dari Abu Abdullah, yaitu Muhammad ibnu Hammad
At-Tabrani dan Ibnu Jarir, dari Ahmad ibnu Sabit Ar-Razi, keduanya meriwayatkan
hadis ini dari Abdur Razzaq, tetapi dengan lafaz yang singkat.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ali ibnu Ismail, telah menceritakan
kepada kami Bisyr ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad
Al-Azraqi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid Az-Zunji, dari
Abdul Malik ibnu Juraij, dari Kasir ibnu Kasir yang menceritakan bahwa pada
suatu malam ia pernah bersama Us-man ibnu Abu Sulaiman dan Abdullah ibnu Abdur
Rahman ibnu Abu Husain berada di antara sekumpulan orang-orang yang dihadiri
oleh Sa'id ibnu Jubair di bagian masjid yang paling tinggi. Maka Sa'id ibnu
Jubair mengatakan, "Bertanyalah kalian kepadaku sebelum kalian tidak
melihatku lagi." Lalu mereka menanyakan kepadanya tentang kisah maqam
Ibrahim, maka Sa'id ibnu Jubair tampil menceritakan kepada mereka sebuah
riwayat dari Ibnu Abbas, kemudian ia menceritakan hadis ini dengan panjang
lebar.
ثُمَّ قَالَ الْبُخَارِيُّ:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ. حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ عَبْدُ
الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ نَافِعٍ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ
كَثِيرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا كَانَ
بَيْنَ إِبْرَاهِيمَ وَبَيْنَ أَهْلِهِ مَا كَانَ، خَرَجَ بِإِسْمَاعِيلَ وَأُمِّ
إِسْمَاعِيلَ، وَمَعَهُمْ شَنَّة فِيهَا مَاءٌ، فَجَعَلَتْ أم إسماعيل تشرب من
لشنَّة، فيَدِرُّ لَبَنُهَا عَلَى صَبِيِّهَا، حَتَّى قَدِمَ مَكَّةَ فَوَضَعَهَا
تَحْتَ دَوْحَةٍ، ثُمَّ رَجَعَ إِبْرَاهِيمُ إِلَى أَهْلِهِ، فَاتَّبَعَتْهُ أُمُّ
إِسْمَاعِيلَ، حَتَّى بَلَغُوا كَدَاء نَادَتْهُ مِنْ وَرَائِهِ: يَا
إِبْرَاهِيمُ، إِلَى مَنْ تَتْرُكُنَا؟ قَالَ: إِلَى اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ.
قَالَتْ: رَضِيتُ بِاللَّهِ. قَالَ: فرجَعَتْ، فَجَعَلَتْ تَشْرَبُ مِنَ
الشَّنَّةِ، ويَدر لَبَنُهَا عَلَى صَبيها حَتَّى لَمَّا فَنِي الْمَاءُ قَالَتْ:
لَوْ ذَهَبْتُ فَنَظَرْتُ لَعَلِّي أُحِسُّ أَحَدًا. قَالَ: فذهَبَتْ فصَعدت
الصَّفَا، فَنَظَرَتْ وَنَظَرَتْ هَلْ تُحِسُّ أَحَدًا، فَلَمْ تُحِسَّ أَحَدًا.
فَلَمَّا بَلَغَتِ الْوَادِي سَعَت حَتَّى أَتَتِ الْمَرْوَةَ، فَفَعَلَتْ ذَلِكَ
أَشْوَاطًا ثُمَّ قَالَتْ: لَوْ ذَهَبْتُ فَنَظَرْتُ مَا فَعَلَ، تَعْنِي
الصَّبِيَّ، فَذَهَبَتْ فَنَظَرَتْ فَإِذَا هُوَ عَلَى حَالِهِ كَأَنَّهُ يَنْشَغُ
لِلْمَوْتِ، فَلَمْ تقُرَّها نَفْسُهَا، فَقَالَتْ: لَوْ ذَهَبْتُ فَنَظَرْتُ
لَعَلِّي أُحِسُّ أَحَدًا. قَالَ: فَذَهَبَتْ فَصَعِدَتِ الصَّفَا، فَنَظَرَتْ
ونَظرت فَلَمْ تُحس أَحَدًا، حَتَّى أَتَمَّتْ سَبْعًا، ثُمَّ قَالَتْ: لَوْ
ذَهَبْتُ فَنَظَرْتُ مَا فَعَلَ، فَإِذَا هِيَ بِصَوْتٍ، فَقَالَتْ: أغثْ إِنْ
كَانَ عِنْدَكَ خَيْرٌ. فَإِذَا جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ: فَقَالَ
بِعَقِبِهِ هَكَذَا، وَغَمَزَ عَقِبَه عَلَى الْأَرْضِ. قَالَ: فَانْبَثَقَ
الْمَاءُ، فَدَهَشَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ، فَجَعَلَتْ تَحْفِرُ. قَالَ: فَقَالَ
أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ تركَتْه لَكَانَ
الْمَاءُ ظَاهِرًا . قَالَ: فَجَعَلَتْ تَشْرَبُ مِنَ الْمَاءِ ويَدِرُّ لَبَنُهَا
عَلَى صَبِيِّها. قَالَ: فَمَرَّ نَاسٌ مَنْ جُرْهم بِبَطْنِ الْوَادِي، فَإِذَا
هُمْ بِطَيْرٍ، كَأَنَّهُمْ أَنْكَرُوا ذَلِكَ، وَقَالُوا: مَا يَكُونُ الطَّيْرُ
إِلَّا عَلَى مَاءٍ فَبَعَثُوا رَسُولَهُمْ فَنَظَرَ، فَإِذَا هُوَ بِالْمَاءِ.
فَأَتَاهُمْ فَأَخْبَرَهُمْ. فَأَتَوْا إِلَيْهَا فَقَالُوا: يَا أُمَّ
إِسْمَاعِيلَ، أَتَأْذَنِينَ لَنَا أَنْ نَكُونَ مَعَكِ -وَنُسْكِنَ مَعَكِ؟
-فَبَلَغَ ابْنُهَا وَنَكَحَ فِيهِمُ امْرَأَةً. قَالَ: ثُمَّ إِنَّهُ بَدَا
لِإِبْرَاهِيمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِأَهْلِهِ: إِنِّي
مُطَّلع تَرْكَتي. قَالَ: فَجَاءَ فَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَيْنَ إِسْمَاعِيلُ؟
قَالَتِ امْرَأَتُهُ: ذَهَبَ يَصِيدُ. قَالَ: قُولِي لَهُ إِذَا جَاءَ: غَيِّرْ
عَتَبَةَ بَيْتِكَ. فَلَمَّا جَاءَ أَخْبَرَتْهُ، قَالَ: أَنْتِ ذَاكِ، فَاذْهَبِي
إِلَى أَهْلِكِ. قَالَ: ثُمَّ إِنَّهُ بَدَا لِإِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ لِأَهْلِهِ:
إِنِّي مُطَّلع تَرْكتي. قَالَ: فَجَاءَ فَقَالَ: أَيْنَ إِسْمَاعِيلُ؟ فَقَالَتِ
امْرَأَتُهُ: ذَهَبَ يَصِيدُ. فَقَالَتْ: أَلَا تَنْزِلَ فَتَطْعَم وَتَشْرَبَ؟
فَقَالَ: مَا طَعَامُكُمْ وَمَا شَرَابُكُمْ؟ قَالَتْ: طَعَامُنَا اللَّحْمُ،
وَشَرَابُنَا الْمَاءُ. قَالَ: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي طَعَامِهِمْ وَشَرَابِهِمْ.
قَالَ: فَقَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَرَكة
بِدَعْوَةِ إِبْرَاهِيمَ" قَالَ: ثُمَّ إِنَّهُ بَدَا لِإِبْرَاهِيمَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِأَهْلِهِ: إِنِّي مُطَّلع تَرْكتي. فَجَاءَ
فَوَافَقَ إِسْمَاعِيلَ مِنْ وَرَاءِ زَمْزَمَ يُصْلِحُ نَبْلا لَهُ فَقَالَ: يَا
إِسْمَاعِيلُ، إِنَّ رَبَّكَ، عَزَّ وَجَلَّ، أَمَرَنِي أَنْ أَبْنِيَ لَهُ
بَيْتًا. فَقَالَ: أطعْ رَبَّكَ، عَزَّ وَجَلَّ. قَالَ: إِنَّهُ قَدْ أَمَرَنِي
أَنْ تُعِينَنِي عَلَيْهِ؟ فَقَالَ: إِذَنْ أفعلَ -أَوْ كَمَا قَالَ -قَالَ:
فَقَامَا [قَالَ] فَجَعَلَ إِبْرَاهِيمُ يَبْنِي، وَإِسْمَاعِيلُ يُنَاوِلُهُ
الْحِجَارَةَ، وَيَقُولَانِ: {رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} قَالَ: حَتَّى ارْتَفَعَ الْبِنَاءُ وضَعُفَ الشَّيْخُ
عَنْ نَقْلِ الْحِجَارَةِ. فَقَامَ عَلَى حَجَر الْمَقَامِ، فَجَعَلَ يُنَاوِلُهُ
الْحِجَارَةَ وَيَقُولَانِ: {رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ}
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami
Abu Amir (yakni Abdul Malik ibnu Amr), telah menceritakan kepada kami Ibrahim
ibnu Nafi', dari Kasir ibnu Kasir, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ihnu Abbas r.a.
yang menceritakan kisah berikut: Setelah terjadi perselisihan antara Nabi
Ibrahim dan permaisurinya, ia berangkat membawa Ismail dan ibunya dengan bekal
sekendi air minum. Maka ibu Ismail minum dari air kendi tersebut, lalu air
susunya mengalir dan ia susukan kepada bayinya (Ismail), hingga sampailah
Ibrahim di Mekah. Ia menempatkan keduanya di bawah sebuah pohon, kemudian
Ibrahim kembali kepada keluarganya (di Syam). Tetapi ibu Ismail mengikutinya;
hingga ketika keduanya sampai di Bukit Kida, ibu Ismail memanggil Ibrahim dari
belakang, "Hai Ibrahim, kepada siapa engkau menyerahkan (menitipkan)
kami?" Ibrahim menjawab, "Kutitipkan kalian kepada Allah." Ibu
Ismail menjawab, "Aku rela dengan Allah." Ibnu Abbas melanjutkan
kisahnya, bahwa setelah itu ibu Ismail kembali dan minum air dari kendi itu,
lalu air susunya ia berikan kepada si bayi. Setelah persediaan air habis, ia
berkata, "Sebaiknya aku pergi untuk melihat-lihat keadaan, barangkali aku
dapat menemukan seseorang." Maka ia pergi dan naik ke Bukit Safa, lalu
melayangkan pandangannya, tetapi ia tidak melihat seorang manusia pun. Setelah
sampai di lembah, maka ia berlari kecil hingga sampai ke Bukit Marwah; ia
lakukan hal ini berkali-kali hingga tujuh kali. Kemudian ia berkata (kepada
dirinya sendiri), "Sebaiknya aku pergi untuk menengok apa yang dilakukan
oleh bayiku." Lalu ia pergi dan melihat bayinya, tetapi ternyata si bayi
masih tetap dalam keadaan seperti semula, seakan-akan seperti orang yang sedang
menghadapi kematian. Jiwanya tidak tenang, lalu ia berkata (kepada dirinya
sendiri), "Sekiranya aku pergi lagi untuk melihat-lihat, barangkali saja
aku dapat menemukan seorang manusia." Lalu ia pergi dan naik ke Bukit
Safa; kemudian ia melayangkan pandangannya ke semua arah, tetapi ternyata ia tidak
menemukan seorang manusia pun, hingga ia lakukan hal itu sebanyak tujuh kali.
Kemudian ia berkata, "Sebaiknya aku pergi untuk melihat keadaan bayiku,
apa yang sedang dialaminya." Tiba-tiba ia mendengar suara, lalu ia
berseru, "Tolong, sekiranya engkau mempunyai kebaikan." Ternyata ia
bersua dengan Malaikat Jibril a.s. yang sedang me-nancapkan tumitnya ke tanah.
Maka keluarlah air, hingga ibu Ismail kagum melihatnya, lalu ia menggalinya
(dengan kedua tangannya). Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda: Seandainya dia (ibu Ismail) membiarkannya, niscaya airnya akan
keluar dengan sendirinya. Lalu ia minum air sumur itu dan menyusukan air
susunya kepada anaknya. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu
lewat serombongan orang dari kabilah Jurhum di perut lembah (Mekah). Mereka
terkejut melihat rombongan burung-burung yang terbang berkeliling pada sesuatu,
seakan-akan mereka tidak mempercayainya. Mereka berkata, 'Tiada lain
burung-burung ini terbang melainkan di atas air." Lalu mereka mengirimkan
utusannya untuk melihat keadaan, dan ternyata utusan itu benar-benar melihat
adanya air. Lalu utusan itu kembali kepada rombongannya dan menceritakan apa
yang telah mereka saksikan. Mereka datang kepada ibu Ismail dan berkata, "Wahai
ibu Ismail, sudikah engkau mengizinkan kami untuk tinggal bersama engkau?"
Setelah putranya dewasa dan menikah dengan seorang wanita dari kalangan mereka,
timbul di dalam hati Nabi Ibrahim suatu niat. Maka ia berkata kepada
permaisurinya, "Sesungguhnya aku akan menjenguk tinggalanku (di
Mekah)." Ibrahim a.s. tiba dan mengucapkan salam, lalu bertanya, "Di
manakah Ismail?" Istri Ismail menjawab, "Dia sedang pergi
berburu." Ibrahim a.s. berkata, "Katakanlah kepadanya agar dia mengubah
tangga pintu rumahnya." Ketika istri Ismail menceritakan hal tersebut
kepada Ismail, maka Ismail berkata, "Engkaulah yang dimaksud dengan tangga
pintu rumah, maka kembalilah kamu kepada keluargamu." Kemudian timbul niat
lagi pada diri Nabi Ibrahim, lalu ia berkata (kepada permaisurinya),
"Sesungguhnya aku akan menjenguk tinggalanku." Ia datang, lalu
bertanya, "Di manakah Ismail?" Istri Ismail menjawab, "Dia
sedang pergi berburu." Istri Ismail berkata pula, "Sudikah engkau
istirahat untuk makan dan minum?" Ibrahim bertanya, "Apakah makanan
dan minuman kalian?" Ia menjawab, "Makanan kami adalah daging, dan
minuman kami adalah air." Ibrahim a.s. ber-doa, "Ya Allah, berkatilah
mereka dalam makanan dan minuman mereka." Maka Abul Qasim (yakni Nabi
Saw.) bersabda, "Itu suatu berkah berkat doa Ibrahim." Kemudian
timbul lagi niat pada diri Nabi Ibrahim, maka ia berkata kepada permaisurinya,
"Sesungguhnya aku akan menjenguk tinggalanku." Lalu ia datang dan
menjumpai Ismail berada di dekat sumur Zamzam sedang memperbaiki anak panahnya.
Ibrahim berkata, "Hai Ismail, sesungguhnya Tuhanmu memerintahkan aku agar
membangun rumah-Nya di tempat ini." Ismail menjawab, "Taatilah
Tuhanmu." Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Dia telah memerintahkan
kepadaku agar engkau membantuku dalam pelaksanaannya." Ismail menjawab,
"Kalau demikian, aku akan melakukannya." Ibnu Abbas melanjutkan
kisahnya, bahwa Ibrahim bangkit, lalu mulai membangun, sedangkan Ismail
menyediakan batu-batunya. Sambil bekerja, keduanya mengatakan: Ya Tuhan kami,
terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 127) Ketika bangunan makin tinggi dan Nabi
Ibrahim yang sudah berusia lanjut itu merasa lemah untuk mengangkat
batu-batuan, maka ia berdiri di atas batu maqam, sedangkan Ismail memberikan
batu-batu itu kepadanya. Keduanya bekerja seraya mengucapkan doa berikut: Ya
Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 127)
Demikianlah riwayat yang
diketengahkan oleh Imam Bukhari melalui dua jalur di dalam Kitabul Anbiya.
Akan tetapi, yang mengherankan ialah
Al-Hafiz Abu Abdullah Al-Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya
dari Abul Abbas Al-Asam, dari Muhammad ibnu Sinan Al-Qazzaz, dari Abu Ali alias
Ubaidillah ibnu Abdul Majid Al-Hanafi, dari Ibrahim ibnu Nafi' dengan lafaz
yang sama. Ia mengatakan bahwa hadis ini
sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak
mengetengahkannya. Demikianlah menurut Imam Hakim. Padahal Imam Bukhari
mengetengahkannya seperti yang Anda lihat sendiri melalui hadis Ibrahim ibnu
Nafi', tetapi di dalam hadis ini seakan-akan terjadi peringkasan, mengingat di
dalamnya tidak disebutkan perihal penyembelihan.
Disebutkan di dalam kitab sahih,
bahwa kedua tanduk domba yang disembelihnya itu digantungkan di Ka'bah.
Disebutkan pula bahwa Nabi Ibrahim berkunjung kepada keluarganya di Mekah
dengan memakai kendaraan buraq yang kecepatannya seperti kilatan sinar. Setelah
usai dari kunjungannya, ia kembali lagi ke Baitul Maqdis. Di dalam riwayat
hadis ini disebutkan nama-nama tempat yang sudah tiada, diketengahkan oleh Ibnu
Abbas, dari Nabi Saw.
Sehubungan dengan hadis ini telah
disebutkan dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib hal-hal yang sebagiannya
berbeda dengan apa yang telah dikemukakan di atas, seperti yang dikatakan oleh
Ibnu Jarir.
Ia mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Basysyar dan Muhammad ibnul Musanna; keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada
kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Harisah ibnu Mudarrib, dari Ali ibnu Abu
Talib yang menceritakan kisah berikut: Ketika Ibrahim diperintahkan membangun
Baitullah, ia berangkat bersama Ismail dan Hajar. Sesampainya di Mekah, ia
melihat gumpalan awan berupa seperti kepala manusia di angkasa yang letaknya
tepat di atas tempat Baitullah (Ka'bah), lalu awan itu berkata, "Hai
Ibrahim, bangunlah di bawah naunganku ini," atau awan tersebut mengatakan,
"Sebesar diriku, jangan lebih, jangan pula kurang." Setelah selesai
membangun, Ibrahim berangkat dan meninggalkan Ismail serta Hajar. Maka Hajar
berkata kepada Ibrahim, "Kepada siapakah engkau menyerahkan kami
(menitipkan kami)?" Ibrahim menjawab, "Kepada Allah." Hajar
menjawab, "Berangkatlah, sesungguhnya Dia tidak akan menyia-nyiakan kami."
Ismail pun merasa sangat haus, lalu Hajar naik ke atas Bukit Safa dan memandang
ke sekelilingnya, ternyata ia tidak melihat sesuatu pun (yang dapat
membantunya). Ia terus berjalan hingga sampai di Bukit Marwah, tetapi ia tidak
juga melihat sesuatu pun. Lalu ia kembali lagi ke Bukit Safa dan melihat-lihat
lagi, tetapi ia tidak melihat sesuatu pun. Ia lakukan demikian sebanyak tujuh
kali. Akhirnya ia berkata, "Aduhai Ismail anakku, kiranya aku bakal tidak
akan melihatmu lagi karena engkau akan mati." Ia datang kepada Ismail yang
saat itu sedang mengamuk seraya menangis karena kehausan. Maka Hajar diseru
oleh Malaikat Jibril, "Siapakah kamu?" Hajar menjawab, "Aku
Hajar, ibu dari anak Ibrahim ini." Jibril bertanya, "Kepada siapakah
kamu berdua diserahkan?" Hajar menjawab, "Dia menyerahkan kami kepada
Allah." Jibril berkata, "Dia menyerahkan kalian kepada Tuhan Yang
Maha Mencukupi." Kemudian Jibril mengorek tanah dengan jarinya, maka
keluarlah air darinya dengan berlimpah. Lalu Hajar membendung air itu, dan
Jibril berkata, "Biarkanlah air ini, karena sesungguhnya air ini
berlimpah!" Di dalam riwayat ini disimpulkan bahwa Ibrahim membangun
Baitullah sebelum meninggalkan keduanya (Hajar dan anaknya). Tetapi dapat
diinterpretasikan bahwa apa yang dilakukan oleh Ibrahim hanyalah semata-mata
untuk memelihara batasan-batasannya. Dengan kata lain, pada awalnya Ibrahim
hanya membuat patok-patoknya saja, bukan membangunnya sampai tinggi; menunggu
Ismail besar, lalu keduanya akan membangunnya bersama-sama, seperti apa yang
disebutkan di dalam firman-Nya.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa
Hannad ibnus Sirri mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari
Sammak, dari Khalid ibnu Ur'urah, pernah ada seorang lelaki menghadap kepada
Ali r.a., lalu berkata, "Ceritakanlah kepadaku kisah Baitullah, apakah
Baitullah merupakan rumah (rumah ibadah) yang pertama kali dibangun di muka
bumi ini?" Ali r.a. menjawab, "Tidak, tetapi Baitullah adalah rumah
yang mula-mula dibangun dalam keberkatan, padanya terdapat maqam Ibrahim; dan
barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia. Jika kamu suka, maka akan
kuceritakan kepadamu bagaimana asal mula pembangunannya." Sahabat Ali r.a.
melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan wahyu-Nya kepada
Ibrahim, "Bangunkanlah sebuah rumah di bumi untuk-Ku!" Tetapi Ibrahim
mendapat kesulitan besar untuk merealisasikannya. Lalu Allah mengirimkan
sakinah, yaitu angin yang berputar. Angin ini mempunyai dua kepala (putaran);
yang satu mengikuti yang lainnya, hingga sampailah keduanya di Mekah. Ketika
sampai di Mekah, angin tersebut membentuk lingkaran di tempat Baitullah seperti
lingkaran sebuah perisai. Kemudian Allah memerintahkan kepada Ibrahim untuk
membangun Baitullah di tempat angin sakinah itu berhenti. Ibrahim membangun
Baitullah hingga yang tertinggal hanyalah sebuah batu, lalu si pemuda (Ismail)
pergi mencari sesuatu dan Ibrahim berkata kepada anaknya itu, "Carikanlah
sebuah batu seperti apa yang aku perintahkan." Ismail berangkat untuk
mencarikan sebuah batu bagi Ibrahim, lalu ia datang membawa batu tersebut,
tetapi ia menjumpai Hajar Aswad telah terpasang di tempat tersebut. Maka ia
bertanya, "Hai ayahku, siapakah yang mendatangkan batu ini kepadamu?"
Ibrahim menjawab, "Batu ini didatangkan kepadaku oleh seseorang yang tidak
mengandalkan peran sertamu." Malaikat Jibril a.s. mendatangkan batu itu
dari langit, lalu Ibrahim menyempurnakan bangunannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Bisyr ibnu Asim, dari Sa'id ibnul
Musayyab, dari Ka'b Al-Ahbar yang menceritakan kisah berikut: Pada mulanya
Baitullah itu terapung di atas air sebelum Allah menciptakan bumi dalam jarak
empat puluh tahun. Dari Baitullahlah bumi dihamparkan.
Sa'id mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Abu Talib, bahwa Ibrahim tiba dari negeri Armenia ditemani
oleh sakinah yang menunjukkan kepadanya tempat Baitullah, sebagaimana seekor
laba-laba membangun rumahnya. Maka sakinah menjumpai batu-batuan yang salah
satu darinya tidak dapat diangkat kecuali oleh tiga puluh orang. Lalu aku
(perawi) bertanya, "Hai Abu Muhammad, sesungguhnya Allah Swt telah
berfirman: 'Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar
Baitullah bersama Ismai’l’ (Al-Baqarah: 127)." Maka Abu Muhammad menjawab,
"Hal tersebut terjadi sesudahnya."
As-Saddi mengatakan, sesungguhnya
Allah memerintahkan kepada Ibrahim unruk membangun Baitullah bersama Ismail,
dan Allah berfirman, "Bangunkanlah olehmu berdua rumah-Ku bagi orang-orang
yang tawaf, yang i'tikaf, yang rukuk, dan yang sujud." Maka Ibrahim
berangkat hingga tiba di Mekah, lalu dia dan Ismail mengambil cangkul,
sedangkan keduanya masih belum mengetahui letak Baitullah yang akan
dibangunnya. Maka Allah mengirimkan angin yang dikenal dengan sebutan angin
khajuj (puting beliung). Angin tersebut mempunyai dua sayap dan kepala
seakan-akan bentuknya seperti ular. Kemudian angin tersebut menguakkan bagi
keduanya (Ibrahim dan Ismail) semua yang ada di sekitar Ka'bah hingga tampaklah
fondasi Baitullah yang pertama. Lalu keduanya mengikutinya dengan cangkul
mereka, keduanya terus menggali hingga fondasi diletakkan. Yang demikian itu
adalah yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah. (Al-Baqarah: 127); Dan (ingatlah)
ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah. (Al-Hajj: 26)
Ketika keduanya hampir selesai dari pembangunannya, dan tahapan pembangunannya
sampai pada rukun, lalu Ibrahim berkata kepada Ismail, "Hai anakku,
carikanlah sebuah batu yang baik untukku, nanti akan aku letakkan di tempat
(rukun) ini." Ismail menjawab, "Wahai ayahku, sesungguhnya aku sedang
malas dan lelah." Ibrahim berkata, "Sekalipun demikian, kamu harus
mencarinya." Maka berangkatlah Ismail mencari batu tersebut untuk ayahnya.
Ketika itu juga Malaikat Jibril datang kepada Ibrahim dengan membawa Hajar
Aswad dari India. Pada mulanya Hajar Aswad berwarna putih. Ia adalah batu yaqut
berwana putih seperti bunga sagamah (putih bersih). Pada mulanya batu itu
dibawa oleh Adam dari surga ketika diturunkan ke bumi, lalu batu itu menjadi
hitam karena dosa-dosa manusia. Ismail datang membawa batu yang diminta, tetapi
ternyata ia menjumpai bahwa rukun tersebut telah diisi dengan Hajar Aswad. Maka
ia bertanya, "Wahai ayahku, siapakah yang mendatangkan batu ini kepadamu?"
Ibrahim menjawab, "Ia didatangkan oleh orang yang lebih bersemangat
daripada kamu." Lalu keduanya terus membangun seraya berdoa mengucapkan
kalimat-kalimat yang pernah diujikan oleh Allah kepada Ibrahim. Lalu Ibrahim
berkata: Wahai Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 127)
Di dalam riwayat ini terdapat
pengertian yang menunjukkan bahwa dasar-dasar (fondasi) Baitullah telah ada
sebelum Nabi Ibrahim, dan sesungguhnya Nabi Ibrahim hanya ditunjukkan ke tempat
Baitullah berada dan tinggal meneruskannya. Hadis ini dijadikan pegangan oleh
orang-orang yang berpendapat demikian.
Imam Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah. (Al-Baqarah: 127) Bahwa
dasar-dasar Baitullah tersebut adalah dasar-dasar yang telah ada sebelumnya.
Abdur Razzaq mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hassan, dari Siwar menantu Ata, dari Ata
ibnu Abu Rabah yang menceritakan, "Ketika Allah menurunkan Adam dari surga
ke bumi, kedua kaki Adam berada di bumi, sedangkan kepalanya berada di langit
(karena sangat tingginya) seraya mendengarkan percakapan penduduk langit (para
malaikat) dan doa mereka hingga hatinya merasa terhibur karena mereka. Maka
para malaikat merasa takut, hingga mereka mengadu kepada Allah Swt. dalam doa
dan salatnya. Lalu Allah mengurangi tinggi Adam hingga lebih dekat ke bumi
(tidak terlalu tinggi). Ketika Adam tidak dapat mendengar lagi percakapan yang
ia dengar dari penduduk langit, ia merasa kesepian. Lalu ia mengadu kepada
Allah Swt. dalam doa dan salatnya, akhirnya Allah mengarahkannya ke Mekah. Maka
tersebutlah bahwa bekas pijakan kaki Adam kelak akan menjadi kota, sedangkan
langkah-langkahnya akan menjadi tanah lapang (sahara). Kemudian sampailah Adam
ke Mekah." Allah menurunkan batu yaqut dari surga, batu yaqut tersebut
diletakkan di Baitullah. Baitullah masih dipakai untuk tawaf hingga Allah
menurunkan banjir besar di zaman Nabi Nuh a.s., lalu batu yaqut itu diangkat
kembali ke langit, dan diturunkan kembali ke bumi di saat Ibrahim a.s.
membangun Baitullah. Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: Dan
(ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah.
(Al-Hajj: 26)
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ata yang menceritakan bahwa Adam
mengadu, "Sesungguhnya aku tidak lagi mendengar suara malaikat."
Allah berfirman, "Itu karena kesalahanmu, tetapi turunlah ke bumi dan
bangunlah sebuah rumah buat-Ku. Setelah itu kelilingilah olehmu sebagaimana
kami melihat para malaikat mengelilingi Bait-Ku di langit." Dan
orang-orang menduga bahwa Adam membangunnya dari lima buah bukit, yaitu dari
Bukit Hira, Bukit Zaita, Bukit Sinai, dan Bukit Judi; dan tersebutlah bahwa
batu fondasinya dari Bukit Hira. Demikianlah pembangunan yang dilakukan oleh
Adam, kembali dibangun dengan fondasi yang sama oleh Ibrahim a.s. jauh
sesudahnya.
Sanad hadis ini memang sahih sampai
kepada Ata, tetapi pada sebagiannya terdapat hal-hal yang tidak dapat diterima.
Abdur Razzaq mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah yang telah menceritakan bahwa
Allah menurunkan Baitullah bersama-sama Adam. Adam diturunkan oleh Allah ke
bumi, dan tempat turunnya ialah di India. Ketika itu kepala Adam berada di
langit, sedangkan kedua kakinya di bumi. Maka para malaikat merasa takut
kepadanya, lalu Allah mengurangi tingginya menjadi enam puluh hasta. Maka Adam
merasa sedih karena ia tidak dapat lagi mendengar suara para malaikat dan suara
tasbih mereka. Adam mengadukan hal tersebut kepada Allah, maka Allah Swt.
ber-firman, "Hai Adam, sesungguhnya Aku telah menurunkan buatmu sebuah
rumah untuk tawafmu, sebagaimana di sekitar 'Arasy-Ku para malaikat bertawaf,
dan kamu salat padanya sebagaimana mereka melakukan salat di dekat
'Arasy-Ku." Maka Adam berangkat menuju Baitullah seraya memanjangkan
langkah-langkahnya, di antara setiap dua langkah akan terjadi padang Sahara,
dan sahara-sahara tersebut masih tetap ada sesudahnya. Setelah sampai di Baitullah,
Adam melakukan tawaf padanya, demikian pula para nabi lainnya sesudahnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub
Al-'Ama, dari Hafs ibnu Humaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah
menceritakan, "Allah meletakkan Baitullah di atas pilar-pilar air yang semuanya
ada empat pilar, sebelum dunia diciptakan Allah dalam jarak dua ribu tahun,
kemudian bumi dihamparkan dari bawah Baitullah."
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan,
telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid dan
lain-lainnya dari kalangan ahlul ilmi, sesungguhnya Allah ketika hendak
memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah, Ibrahim berangkat menuju
Baitullah dari negeri Syam seraya membawa Ismail dan ibunya, yaitu Hajar.
Ketika itu Ismail masih bayi dan masih menyusu. Mereka menunggang kendaraan
—menurut yang mereka kisahkan kepadaku yaitu kendaraan buraq— dengan ditemani
oleh Malaikat Jibril yang menjadi penunjuk jalan ke tempat Baitullah dan
tanda-tanda Tanah Suci. Malaikat Jibril berangkat bersama mereka, dan
tersebutlah bahwa tidak sekali-kali Jibril melalui sebuah kampung melainkan
Adam berkata, "Apakah tempat ini yang diperintahkan kepadamu, hai
Jibril?" Jibril menjawab, "Teruskanlah perjalananmu," hingga
sampailah Jibril dan Adam di Mekah. Saat itu hanya ada tumbuh-tumbuhan rumput
berduri, pohon salam serta pohon samar, dan di luar Mekah serta sekelilingnya
terdapat bangsa Amaliqah yang menghuni kawasan tersebut. Sedangkan Baitullah
ketika itu merupakan sebuah bukit kecil yang batu kerikilnya berwama merah.
Lalu Ibrahim berkata kepada Jibril, "Di sinikah engkau diperintahkan agar
aku menempatkan keduanya (Hajar dan Ismail, putranya)?" Jibril menjawab,
"Ya." Kemudian Ibrahim menuju ke tempat Hijir (Ismail), lalu
menurunkan keduanya di tempat itu, dan ia memerintahkan kepada Hajar —ibu
Ismail— untuk membuat sebuah tanda di tempat itu, lalu Ibrahim berdoa: Ya Tuhan
kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang
tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati
—sampai dengan— mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim: 37)
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hassan, telah menceritakan kepadaku
Humaid, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Allah telah menciptakan tempat rumah
ini (Baitullah) sebelum Dia menciptakan sesuatu pun dalam jarak dua ribu tahun.
Pilar-pilarnya berada di bumi lapis yang ketujuh. Hal yang sama dikatakan pula
oleh Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid, bahwa dasar-dasar Baitullah sampai ke
bumi lapis yang ketujuh.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Rati',
telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Mu'awiyah, dari Abdul Mu’min
ibnu Khalid, dari Alya ibnu Ahmar, ketika Zul Qarnain tiba di Mekah, ia
menjumpai Ibrahim dan Ismail sedang membina dasar-dasar Baitullah dari lima
buah bukit. Zul Qarnain bertanya, "Apakah yang sedang kalian berdua
lakukan terhadap tanah kekuasaan kami?" Ibrahim menjawab, "Kami
adalah dua hamba Allah yang diperintahkan untuk membangun Ka'bah ini." Zul
Qarnain bertanya, "Kalau demikian, kemukakanlah bukti yang memperkuat
pengakuan kalian itu." Maka bangkitlah lima ekor domba, lalu
kelima-limanya mengatakan, "Kami bersaksi bahwa Ibrahim dan Ismail adalah
dua orang hamba Allah, yang kedua-duanya diperintahkan untuk membangun Ka'bah
ini." Akhirnya Zul Qarnain berkata, "Aku rela dan menyerah,"
kemudian ia melangsungkan perjalanan pengembaraannya.
Al-Azraqi meriwayatkan di dalam kitab
Tarikh Mekah-nya bahwa Zul Qarnain ikut tawaf bersama Nabi Ibrahim a.s. di
Baitullah. Riwayat ini menunjukkan bahwa Zul Qarnain hidup di masa silam
sebelum Nabi Ibrahim.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan
dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina)
dasar-dasar Baitullah bersama Ismail. (Al-Baqarah: 127), hingga akhir ayat.
Al-qawa'id artinya fondasi atau dasar, bentuk tunggalnya adalah qa'idah;
al-qawa'id minan nisa (wanita-wanita yang telah berhenti haidnya dan tidak
mengandung lagi), bentuk tunggalnya qa'idah pula.
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ،
حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: أَنَّ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ أَخْبَرَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
عُمَر، عَنْ عائشة زوج النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ
رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: "أَلَمْ تَرَيْ أَنَّ قَوْمَكِ حِينَ
بَنَوُا الْبَيْتَ اقْتَصَرُوا عَنْ قَوَاعِدِ إِبْرَاهِيمَ؟ " فَقُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا تَرُدَّها عَلَى قَوَاعِدِ إِبْرَاهِيمَ؟ قَالَ:
"لَوْلَا حِدْثان قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ". فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
عُمَرَ: لَئِنْ كَانَتْ عَائِشَةُ سَمعت هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَرَى رسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَرَكَ اسْتِلَامَ الرُّكنين اللذَين يَلِيان الحِجْر إِلَّا أَنَّ
الْبَيْتَ لَمْ يُتَمَّم عَلَى قَوَاعِدِ إِبْرَاهِيمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ
Telah menceritakan kepada kami
Ismail, telah menceritakan kepadaku Malik, dari Ibnu Syihab, dari Salim ibnu
Abdullah, bahwa Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar telah menceritakan kepada
Abdullah ibnu Umar, dari Siti Aisyah r.a. (istri Nabi Saw.) bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: "Tahukah kamu
bahwa kaummu ketika membangun Baitullah, mereka membangunnya kurang dari
fondasi-fondasi yang telah diletakkan oleh Ibrahim? Aku (Siti Aisyah r.a.)
berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak mengembalikannya seperti
keadaan semula sampai pada fondasi Nabi Ibrahim?" Nabi Saw. menjawab,
"Seandainya kaummu bukan masih baru meninggalkan kekufuran, (tentu aku mau
melakukannya)." Sahabat Abdullah Ibnu Umar r.a. berkata, "Seandainya
Siti Aisyah benar-benar mendengar ini langsung dari Rasulullah Saw., maka apa
yang aku lihat Rasulullah Saw. tidak pernah mengusap kedua rukun (sudut) yang
berada di kedua sisi Hijir Ismail, tiada lain hal tersebut karena belum
disempurnakan menurut fondasi yang telah diletakkan oleh Nabi Ibrahim
a.s."
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari di dalam Bab "Haji", dari Al-Qa'nabi, sedangkan di dalam Bab
"Ahadisul Anbiya (Kisah-kisah para Nabi)" ia meriwayatkannya dari
Abdullah ibnu Yusuf dan Imam Muslim, dari Yahya ibnu Yahya, juga dari hadis
Ibnu Wahb, sedangkan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Abdur Rahman
ibnul Qasim, semuanya meriwayatkannya dari Malik dengan lafaz yang disebutkan
di atas.
Imam Muslim meriwayatkannya pula
melalui hadis Nafi' yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Abu
Bakar ibnu Abu Quhafah menceritakan hadis berikut kepada Abdullah ibnu Umar,
dari Siti Aisyah r.a. dan Nabi Saw. Disebutkan di dalam riwayat ini bahwa Nabi
Saw. pernah bersabda:
"لولا
أن قَوْمَكِ حَدِيثُو عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ -أَوْ قَالَ: بِكُفْرٍ -لَأَنْفَقْتُ
كَنْزَ الْكَعْبَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَلَجَعَلْتُ بَابَهَا بِالْأَرْضِ،
وَلَأَدْخَلْتُ فِيهَا الْحِجْرَ"
Seandainya kaummu bukan masih baru
meninggalkan masa Jahiliahnya —atau baru meninggalkan kekufurannya— niscaya aku
akan menafkahkan harta simpanan Ka'bah di jalan Allah (yakni untuk merenovasi
Ka'bah), dan sungguh aku akan menjadikan pintunya dekat ke tanah dan sungguh
aku akan memasukkan Hijir Ismail ke dalam bangunannya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ:
حَدَّثَنَا عُبَيد اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ،
عَنِ الْأَسْوَدِ، قَالَ: قَالَ لِيَ ابنُ الزُّبَيْرِ: كَانَتْ عَائِشَةُ تُسر
إِلَيْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا، فَمَا حَدَّثَتْكَ فِي الْكَعْبَةِ؟ قَالَ قُلْتُ:
قَالَتْ لِي: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا
عائشة، لولا قومك حديث عَهْدُهُمْ -فَقَالَ ابْنُ الزُّبَيْرِ: بِكُفْرٍ
-لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ، فَجَعَلْتُ لَهَا بَابَيْنِ: بَابًا يَدْخُلُ مِنْهُ
النَّاسُ، وَبَابًا يَخْرُجُونَ". فَفَعَلَهُ ابْنُ الزُّبَيْرِ.
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Abu Ishaq,
dari Al-Aswad yang mengatakan bahwa Ibnuz Zubair pernah bertanya kepadanya,
"Dahulu Siti Aisyah sering menceritakan kepadamu banyak hadis dengan
sembunyi-sembunyi, ceritakanlah kepadaku apa yang telah dikisahkannya mengenai
masalah Ka'bah!" Al-Aswad berkata, Siti Aisyah mengatakan kepadanya bahwa
Nabi Saw. pernah bersabda kepadanya: Hai Aisyah, seandainya kaummu bukan masih
baru meninggalkan kebiasaan mereka —menurut Ibnuz Zubair diartikan kekufuran—
niscaya aku akan membongkar Ka'bah, kemudian aku buatkan baginya dua buah
pintu; satu pintu untuk orang-orang masuk, sedangkan yang lainnya untuk mereka
keluar darinya. Kemudian hal itu dilakukan oleh Ibnuz Zubair.
Hadis ini hanya diketengahkan oleh
Imam Bukhari sendiri. Dia meriwayatkannya dengan lafaz demikian di dalam
Kitabul 'Ilmi, bagian dari kitab sahihnya.
قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ هِشَامِ
بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عائشة قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْلَا حَدَاثة عَهْدِ قَوْمِكِ
بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ وَلَجَعَلْتُهَا عَلَى أَسَاسِ إِبْرَاهِيمَ،
فَإِنَّ قُرَيْشًا حِينَ بَنَتِ الْبَيْتَ اسْتَقْصَرَتْ، وَلَجَعَلْتُ لَهَا
خَلْفًا".
Imam Muslim di dalam kitab sahihnya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yahya, telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti
Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya:
Seandainya kaummu bukan baru meninggalkan kebiasaan kekufurannya, niscaya aku
akan membongkar Ka'bah dan aku jadikan berada di atas fondasi Ibrahim. Karena
sesungguhnya kaum Quraisy ketika membangun Baitullah, mereka menguranginya
(dari fondasi Ibrahim), dan sesungguhnya aku akan menjadikan baginya pintu
keluar.
Imam Muslim mengatakan bahwa hadis
ini diceritakan kepada kami oleh Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Kuraib;
keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, dari Hisyam
dengan sanad ini. Sanad ini diketengahkan oleh Imam Muslim sendiri.
وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
حَاتِمٍ، حَدَّثَنِي ابْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ حَيَّان، عَنْ
سَعِيدٍ -يَعْنِي ابْنَ مِينَاءَ -قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
الزُّبَيْرِ يَقُولُ: حَدَّثَتْنِي خَالَتِي -يَعْنِي عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا -قَالَتْ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"يَا
عائشة، لولا قومك حديث عَهْد (2) بِشِرْكٍ، لَهَدَمْتُ الْكَعْبَةَ،
فَأَلَزَقْتُهَا بِالْأَرْضِ، وَلَجَعَلْتُ لَهَا بَابَيْنِ: بَابًا شَرْقِيًّا،
وَبَابًا غَرْبِيًّا، وزدتُ فِيهَا سِتَّةَ أَذْرُعٍ مِنَ الحِجْر؛ فَإِنَّ
قُرَيْشًا اقْتَصَرَتْهَا حَيْثُ بَنَتِ الْكَعْبَةَ"
Imam Muslim mengatakan pula, telah
menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Hatim, telah menceritakan kepadaku Muhammad
ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sulaim ibnu Hayyan, dari Sa'id
(yakni Ibnu Mina) yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnuz
Zubair mengatakan bahwa bibinya (yakni Siti Aisyah r.a.) pernah bercerita
kepadanya bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Hai Aisyah, seandainya kaummu bukan
baru meninggalkan kebiasaan kekufurannya, niscaya aku akan membongkar Ka'bah,
lalu aku tempelkan ke tanah; dan sesungguhnya aku akan membuat pintu timur dan
pintu barat baginya, serta aku akan menambahkan padanya sepanjang enam hasta
dari Hijir (Ismail). Karena sesungguhnya orang-orang Quraisy menguranginya
ketika merenovasi Ka'bah.
Riwayat ini pun diketengahkan oleh
Imam Muslim sendiri.
Kisah Pembangunan Ka'bah oleh Quraisy
Sesudah Nabi Ibrahim A.S. dan Lima Tahun Sebelum Rasulullah Diangkat Menjadi
Utusan
Rasulullah Saw. ikut memindahkan
batu-batuan bersama mereka (orang-orang Quraisy), ketika itu usia beliau baru
tiga puluh lima tahun. Semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepadanya
selama-lamanya sampai hari pembalasan.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar
mengatakan di dalam Bab "Sirah", ketika usia Rasulullah Saw. mencapai
tiga puluh lima tahun, orang-orang Quraisy mengadakan kumpulan rapat untuk
merenovasi Ka'bah; dan mereka merasa khawatir Ka'bah yang sudah berusia tua itu
akan ambruk, karena saat itu Ka'bah hanya berupa tembok yang tingginya hanya
lebih sedikit dari orang yang sedang berdiri (tanpa atap). Maka mereka berniat
untuk mengatapinya.
Hal tersebut dilakukan mereka karena
ada segolongan orang yang telah mencuri perbendaharaan Ka'bah. Saat itu
perbendaharaan Ka'bah hanya disimpan di dalam sebuah sumur (lubang) yang
terletak di dalam Ka'bah. Tersebutlah bahwa orang yang ditemukan padanya harta
perbendaharaan Ka'bah adalah Duwaik maula Bani Malih ibnu Amr, dari Bani
Khuza'ah, lalu tangannya dipotong. Orang-orang menduga bahwa sebenarnya yang
mencurinya adalah segolongan orang yang tidak dikenal, lalu mereka
meletakkannya di rumah Duwaik.
Tersebut pula bahwa laut telah
mendamparkan sebuah perahu besar di Jeddah milik salah seorang pedagang Romawi,
lalu perahu itu pecah. Mereka mengambil kayu-kayunya, lalu mereka persiapkan
buat mengatapi Ka'bah. Di Mekah pada zaman itu terdapat seorang lelaki Qibti
(Mesir sekarang) tukang kayu, lalu ia membuatkan bagi mereka segala sesuatu
yang diperlukan untuk merenovasi Ka'bah.
Tersebut pula bahwa ada seekor ular
besar keluar dari dalam sumur Ka'bah tempat dilemparkan ke dalamnya segala
hadiah yang diberikan kepada Ka'bah setiap harinya. Lalu ular itu menaiki
tembok Ka'bah. Ular itu merupakan hewan yang mereka takuti, karena tidak
sekali-kali ada seseorang berani mendekati Ka'bah melainkan ular tersebut
menegakkan tubuhnya dan siap untuk menerkam seraya membuka rahangnya
lebar-lebar, maka mereka sangat takut kepadanya.
Pada suatu hari seperti biasanya ular
itu menaiki tembok Ka'bah, tiba-tiba Allah mengirimkan seekor burung pemangsa,
lalu burung tersebut menyambar ular itu dan membawanya terbang. Maka
orang-orang Quraisy berkata, "Sesungguhnya kita berharap semoga peristiwa
ini merupakan pertanda bahwa Allah rida dengan niat kita. Di antara kita ada
seorang pekerja (tukang kayu) yang baik, dan kita sekarang mempunyai kayu yang
cukup. Sesungguhnya Allah telah membebaskan kita dari ular tersebut."
Ketika tekad mereka telah bulat untuk
membongkar Ka'bah dan membangunnya kembali dengan bangunan yang baru, maka
berdirilah Ibnu Wahb ibnu Amr ibnu Aiz ibnu Abdu ibnu Imran ibnu Makhzum, lalu
ia mengambil sebuah batu dari Ka'bah, tetapi batu itu terlepas dari tangannya
dan kembali lagi ke tempatnya semula. Maka ia berkata:
Hai orang-orang Quraisy, janganlah
kalian memasukkan ke dalam pembangunannya dari penghasilan kalian kecuali
penghasil-an yang halal; tidak boleh dimasukkan ke dalamnya maskawin pelacur,
tidak boleh dari hasil jual beli secara riba, dan tidak boleh pula dari hasil
perbuatan aniaya terhadap orang lain.
Ibnu Ishaq mengatakan, orang-orang
menisbatkan pidato ini kepada Al-Walid ibnul Mugirah ibnu Abdullah ibnu Amr
ibnu Makhzum.
Setelah itu orang-orang Quraisy
membagi-bagi pekerjaan pembaruan Ka'bah ini ke beberapa bagian; bagian yang ada
pintunya diserahkan kepada Bani Abdu Manaf dan Bani Zuhrah, sedangkan bagian
yang terletak di antara rukun dan Hajar Aswad serta rukun yamani diserahkan
kepada Bani Makhzum dan beberapa suku Quraisy yang bergabung dengan mereka.
Bagian atas Ka'bah diserahkan kepada Bani Jumah dan Bani Sahm. Bagian yang ada
Hajar Aswad diserahkan kepada Bani Abdud Dar ibnu Qusai, Bani Asad ibnu Abdul
Uzza ibnu Qusai serta Bani Addi ibnu Ka'b ibnu Lu-ay; bagian ini dikenal dengan
nama Hatim.
Kemudian orang-orang merasa takut
untuk meruntuhkannya; dan mereka bercerai-berai, tidak mau melakukannya. Maka
Al-Walid ibnul Mugirah berkata, "Akulah yang akan memulai
meruntuhkannya." Lalu ia mengambil linggis dan berdiri di atas Ka'bah seraya
berkata, "Ya Allah, jangan khawatir. Ya Allah, sesungguhnya kami tidak
menghendaki apa-apa kecuali kebaikan belaka." Kemudian ia mulai
meruntuhkannya dari bagian dua rukun, sedangkan orang-orang bersikap menunggu
malam itu, dan mereka mengatakan, "Kita lihat saja nanti. Jika dia
tertimpa sesuatu, maka kita tidak akan meruntuhkannya barang sedikit pun, dan
kita biarkan keadaannya seperti semula. Tetapi jika ternyata dia tidak dikenai
apa-apa, berarti Allah rida kepada apa yang kita lakukan."
Maka pada pagi harinya malam itu
Al-Walid berangkat menuju tempat kerjanya, lalu ia membongkar Ka'bah. Maka
orang-orang pun mengikuti jejaknya, hingga sampailah pembongkaran mereka pada
bagian fondasi, yaitu fondasi Nabi Ibrahim a.s. Kemudian mereka mencoba
mengangkat batu-batu hijau yang bentuknya seperti tombak-tombak yang satu sama
lainnya saling mengait.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah
menceritakan kepadaku seseorang yang meriwayatkan kisah ini, bahwa seorang
lelaki Quraisy dari kalangan orang-orang yang bekerja membongkar Ka'bah
memasukkan linggisnya di antara kedua batu di antara batu-batu tersebut untuk
membongkar salah satu di antaranya dengan linggisnya itu. Ketika batu tersebut
bergerak, maka seluruh kota Mekah mengalami gempa, akhirnya mereka tidak berani
lagi mengganggu fondasi tersebut.
Ibnu Ishaq mengatakan, setelah itu
semua kabilah Quraisy mengumpulkan batu-batuan untuk membangunnya kembali.
Masing-masing kabilah mengumpulkan batu-batunya sendiri, hingga sampailah
pembangunan mereka pada tempat rukun, yakni tempat Hajar Aswad. Mereka
bersengketa mengenainya, masing-masing kabilah ingin meletakkan sendiri Hajar
Aswad itu ke tempatnya tanpa kabilah yang lain. Akhirnya mereka berembuk,
tetapi hasilnya justru saling bertentangan, dan tiada jalan penyelesaian,
bahkan masing-masing pihak bersiap-siap untuk menghadapi perang. Bani Abdud Dir
menyuguh-kan sepanci darah, kemudian mereka bersama-sama Bani Addi ibnu Ka'b
ibnu Lu-ay mengadakan sumpah setia untuk mati dan mereka memasukkan tangannya
masing-masing ke dalam panci yang berisikan darah itu. Lalu mereka menamakannya
dengan peristiwa "La'qatud Dam". Orang-orang Quraisy bersikap diam
melihat gelagat tersebut selama empat atau lima malam, lalu mereka mengadakan
musyawarah dan rapat untuk mencari jalan keluarnya.
Salah seorang ahli riwayat (sejarah)
menduga bahwa Abu Umayyah ibnul Mugirah ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Makhzum
—yang saat itu merupakan orang Quraisy yang tertua di antara se-muanya—
mengatakan, "Hai orang-orang Quraisy, marilah kita adakan suatu sayembara
untuk menyelesaikan masalah yang kalian sengketakan ini; barang siapa yang
paling dahulu masuk ke dalam masjid di antara kalian, maka dialah yang akan
memutuskan perkara kalian ini." Akhirnya mereka setuju dengan pendapat
ini.
Ternyata orang yang paling dahulu
masuk ke dalam masjid adalah Rasulullah Saw. Ketika mereka melihat kenyataan
tersebut, maka mereka berkata, "Orang ini dapat dipercaya (Al-Amin), kami
rela dengan keputusannya. Dialah Muhammad." Setelah semuanya masuk ke
dalam masjid dan diberitakan bahwa pemenangnya adalah Nabi Saw., maka Nabi Saw.
bersabda, "Berikanlah sebuah kain kepadaku!" Kain itu diberikan
kepadanya, lalu ia mengambil rukun —yakni Hajar Aswad— dan meletakkannya di
kain itu oleh tangannya sendiri. Kemudian ia bersabda, "Hendaklah
masing-masing suku memegang salah satu dari tepi kain ini, kemudian angkatlah
Hajar Aswad ini oleh kalian semua." Maka mereka melakukannya. Dan ketika
mereka sampai di tempat Hajar Aswad, maka tangan Nabi sendirilah yang
meletakkan Hajar Aswad itu ke tempatnya, kemudian beliau sendiri pulalah yang
menyelesaikannya.
Sebelum beliau diangkat menjadi
utusan, orang-orang Quraisy menjuluki Nabi Saw. dengan nama
"Al-Amin". Setelah mereka selesai dari pembangunan Ka'bah yang telah
mereka renovasi menurut yang mereka kehendaki, maka Az-Zubair ibnul Abdul
Muttalib mengisahkan kembali kejadian ular yang ditakuti oleh orang-orang
Quraisy sewaktu hendak merenovasi Ka'bah. Hal ini diungkapkannya melalui
bait-bait syairnya, yaitu:
عَجِبْتُ لَمَّا تَصَوَّبَتِ
الْعُقَابُ ... إِلَى الثُّعْبَانِ وَهِيَ لَهَا اضْطِرَابُ
وَقَدْ كَانَتْ يَكُونُ لَهَا كَشِيشٌ
... وَأَحْيَانًا يَكُونُ لَهَا وُثَابُ
إِذَا قُمْنَا إِلَى التَّأْسِيسِ
شَدَّتْ ... تُهَيِّبُنُا الْبِنَاءَ وَقَدْ تُهَابُ
فَلَمَّا إن خشينا الرجز جَاءَتْ ... عُقَابٌ تَتْلَئِبُّ لَهَا انْصِبَابُ
فَضَمَّتْهَا إِلَيْهَا ثُمَّ خَلَّتْ
... لَنَا الْبُنْيَانَ لَيْسَ لَهُ حِجَابُ
فقمنا حاشدين إلى باء ... لَنَا مِنْهُ
الْقَوَاعِدُ وَالتُّرَابُ
غَدَاةَ نُرَفِّعُ التَّأْسِيسَ منه
... وليس على مساوينا ثِيَابٌ
أَعَزَّ بِهِ الْمَلِيكُ بَنِي لُؤَيٍّ
... فَلَيْسَ لِأَصْلِهِ مِنْهُمْ ذَهَابُ
وَقَدْ حَشَدَتْ هُنَاكَ بَنُو عَدِيٍّ
... وَمُرَّةُ قَدْ تَقَدَّمَهَا كِلَابُ
فَبَوَّأَنَا الْمَلِيكُ بِذَاكَ
عِزًّا ... وَعِنْدَ اللَّهِ يُلْتَمَسُ الثَّوَابُ
Aku takjub ketika burung gagak itu
menukik ke arah ular besar yang bergerak-gerak itu.
Ular itu mendesis dan adakalanya
meloncat-loncat bila kami bangkit hendak merenovasinya, membuat kami semua
merasa takut kepadanya.
Ketika kami merasa takut berbuat
dosa, tiba-tiba datanglah burung gagak yang menukik dengan buasnya ke arah ular
itu.
Ular itu dicengkeramnya, lalu dibawa
pergi, hingga tiada hambatan dan halangan lagi bagi kami untuk mengadakan
pembangunan.
Lalu kami bangkit menghimpun semua
kekuatan kami untuk membongkar tembok dan plesteran bangunan kami.
Di hari kami meninggikan bangunannya,
kami semua tak berbaju. Alangkah mulianya Malik ibnu Lu-ay, maka kejayaan kakek
moyang mereka masih tetap berlangsung.
Terhimpun di sana Bani Addi dan Bani
Murrah yang didahului oleh Bani Kilab.
Maka kami menempalkan Yang Maharaja
dengan pembangunan ini di tempal kedudukan Yang Agung, dan hanya kepada
Allah-lah pahala diminta.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Ka'bah di
masa Nabi Saw. mempunyai panjang (dan lebar) delapan belas hasta dan diberi
kelambu dengan kain qubali (katun), setelah itu diberi kelambu dengan kain
burdah. Orang yang mula-mula memakaikan kain sutera kepada Ka'bah ialah
Al-Hajjaj ibnu Yusuf.
Menurut kami, bangunan Ka'bah masih
tetap atas dasar bangunan Quraisy hingga ia mengalami kebakaran di masa
permulaan pemerintahan Abdullah ibnuz Zubair, yaitu sesudah tahun 60 Hijriah di
akhir masa kekuasaan Yazid ibnu Mu'awiyah ketika mereka mengepung Ibnuz Zubair.
Dalam masa pemerintahan Abdullah
ibnuz Zubair, Ka'bah dibongkarnya, kemudian dibangun kembali sesuai dengan
fondasi Nabi Ibrahim; dan memasukkan Hijir Ismail ke dalamnya, serta membuat
dua buah pintu yang dekat dengan tanah, yaitu pintu sebelah timur dan sebelah
barat karena menuruti apa yang didengar oleh Siti Aisyah r.a. dari Rasulullah
Saw. Siti Aisyah r.a. Ummul Mu’minin adalah bibi Abdullah ibnuz Zubair. Ia
menyampaikan hadis tersebut kepada kemenakannya, lalu kemenakannya (Abdullah
ibnuz Zubair) melakukannya.
Keadaan Ka'bah tetap seperti apa yang
dibangun oleh Abdullah ibnuz Zubair, hingga Abdullah ibnuz Zubair tewas di
tangan Al-Hajjaj, lalu Al-Hajjaj mengembalikan bangunan Ka'bah seperti semula
atas perintah dari Abdul Malik ibnu Marwan yang menginstruksikannya untuk
melakukan hal tersebut.
Kisah ini disebutkan oleh Imam Muslim
ibnul Hajjaj di dalam kitab sahihnya:
حَدَّثَنَا هَنَّاد بْنُ
السَّري، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ، أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ،
عَنْ عَطَاءٍ، قَالَ: لَمَّا احْتَرَقَ الْبَيْتُ زَمَنَ يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ
حِينَ غَزَاهَا أَهْلُ الشَّامِ، وَكَانَ مِنْ أَمْرِهِ مَا كَانَ، تَرَكَهُ ابْنُ
الزُّبَيْرِ حَتَّى قَدِمَ النَّاسُ الموسمَ يُرِيدُ أَنْ يُجَرِّئَهم -أَوْ
يُحزبهم -عَلَى أَهْلِ الشَّامِ، فَلَمَّا صَدَرَ النَّاسُ قَالَ: يَا أَيُّهَا
النَّاسُ، أَشِيرُوا عليَّ فِي الْكَعْبَةِ، أَنْقُضُهَا ثُمَّ أَبْنِي بِنَاءَهَا
أَوْ أُصْلِحُ مَا وَهَى مِنْهَا؟ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَإِنِّي قَدْ فَرِقَ لِي رَأْيٌ فِيهَا، أَرَى أَنْ
تُصْلِحَ مَا وَهى مِنْهَا، وَتَدَعَ بَيْتًا أَسْلَمَ النَّاسُ عَلَيْهِ
وَأَحْجَارًا أَسْلَمَ النَّاسُ عَلَيْهَا، وَبُعِثَ عَلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ ابْنُ الزُّبَيْرِ: لَوْ كَانَ أَحَدُهُمُ
احْتَرَقَ بَيْتُهُ مَا رَضِيَ حَتَّى يُجَدِّدَهُ، فَكَيْفَ بَيْتُ رَبِّكُمْ،
عَزَّ وَجَلَّ؛ إِنِّي مُسْتَخِيرٌ رَبِّي ثَلَاثًا ثُمَّ عَازِمٌ عَلَى أَمْرِي.
فَلَمَّا مضَت ثَلَاثٌ أَجْمَعَ رَأْيَهُ عَلَى أَنْ يَنْقُضَهَا. فَتَحَامَاهَا
الناسُ أَنْ يَنْزِلَ بِأَوَّلِ النَّاسِ يَصْعَدُ فِيهِ أمْر مِنَ السَّمَاءِ،
حَتَّى صَعِدَهُ رَجُلٌ، فَأَلْقَى مِنْهُ حِجَارَةً، فَلَمَّا لَمْ يَره النَّاسُ
أَصَابَهُ شَيْءٌ تَتَابَعُوا، فَنَقَضُوهُ حَتَّى بَلَغُوا بِهِ الْأَرْضَ.
فَجَعَلَ ابْنُ الزُّبَيْرِ أَعْمِدَةً يَسْتُرُ عَلَيْهَا السُّتُورَ، حَتَّى
ارْتَفَعَ بِنَاؤُهُ. وَقَالَ ابْنُ الزُّبَيْرِ: إِنِّي سَمِعْتُ عَائِشَةَ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، تَقُولُ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ: "لَوْلَا أَنَّ النَّاسَ حَدِيثٌ عهدُهم بِكُفْرٍ،
وَلَيْسَ عِنْدِي مِنَ النَّفَقَةِ مَا يُقَوِّيني عَلَى بِنَائِهِ، لَكُنْتُ
أَدْخَلْتُ فِيهِ مِنَ الْحِجْرِ خَمْسَةَ أَذْرُعٍ، وَلَجَعَلْتُ لَهُ بَابًا
يَدْخُلُ النَّاسُ مِنْهُ، وَبَابًا يَخْرُجُونَ مِنْهُ. قَالَ: فَأَنَا أَجِدُ
مَا أُنْفِقُ، وَلَسْتُ أَخَافُ النَّاسَ. قَالَ: فَزَادَ فِيهِ خَمْسَةَ أَذْرُعٍ
مِنَ الْحِجْرِ، حَتَّى أَبْدَى لَهُ أُسًّا نَظَر النَّاسُ إِلَيْهِ فَبَنَى
عَلَيْهِ الْبِنَاءَ. وَكَانَ طُولُ الْكَعْبَةِ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ ذِرَاعًا، فَلَمَّا
زَادَ فِيهِ اسْتَقْصَرَهُ فَزَادَ فِي طُولِهِ عَشَرَةَ أَذْرُعٍ، وَجَعَلَ لَهُ
بَابَيْنِ: أَحَدُهُمَا يُدْخَلُ مِنْهُ، وَالْآخَرُ يُخْرَجُ مِنْهُ. فَلَمَّا
قُتِل ابنُ الزُّبَيْرِ كَتَبَ الحجَّاج إِلَى عَبْدِ الْمَلِكِ يُخْبِرُهُ
بِذَلِكَ، وَيُخْبِرُهُ أَنَّ ابْنَ الزُّبَيْرِ قَدْ وَضَعَ الْبِنَاءَ عَلَى
أُسٍّ نَظَرَ إِلَيْهِ الْعُدُولُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ، فَكَتَبَ إِلَيْهِ عَبْدُ
الْمَلِكِ: إِنَّا لَسْنَا مِنْ تَلْطِيخِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فِي شَيْءٍ، أَمَّا
مَا زَادَهُ فِي طُولِهِ فَأَقِرَّهُ. وَأَمَّا مَا زَادَ فِيهِ مِنَ الْحِجْرِ
فَرُدَّهُ إِلَى بِنَائِهِ، وَسُدَّ الْبَابَ الذِي فَتَحَهُ. فَنَقَضَهُ
وَأَعَادَهُ إِلَى بِنَائِهِ
telah menceritakan kepada kami Hannad
ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu Sulaiman, dari Ata yang menceritakan kisah berikut: Ketika
Baitullah mengalami kebakaran di masa pemerintahan Yazid ibnu Mu'awiyah, yaitu
di saat penduduk Syam memerangi Mekah, maka keadaan Baitullah saat itu
dibiarkan saja oleh Abdullah ibnuz Zubair (setelah kebakaran), hingga datanglah
orang-orang di musim haji dengan maksud melindungi penduduk Mekah dari serangan
penduduk negeri Syam. Ketika orang-orang berkumpul, Abdullah ibnuz Zubair
berkata, "Hai manusia, kemukakanlah pendapat kalian kepadaku mengenai
Ka'bah ini, apakah aku harus meruntuhkannya, kemudian membangun kembali;
ataukah aku harus memperbaiki ba-gian dari Baitullah yang sudah seharusnya
diperbaiki?" Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya aku mempunyai pendapat
yang berbeda mengenainya. Aku berpendapat sebaiknya engkau memperbaiki
bagiannya yang harus diperbaiki, kemudian biarkanlah olehmu Baitullah dalam
keadaan seperti semula ketika orang-orang mulai masuk Islam dan ketika
orang-orang mengangkut batu-batu untuk membangunnya serta ketika Nabi Saw.
diutus." Ibnuz Zubair berkata, "Seandainya salah seorang dari mereka
mengalami kebakaran rumahnya, pasti dia tidak akan puas sebelum
memperbaharuinya. Maka terlebih lagi dengan Baitu Tuhan kalian? Sesungguhnya
aku akan beristikharah kepada Tuhanku selama tiga malam, kemudian aku bertekad
untuk melakukan urusanku." Setelah berlalu tiga malam, maka bulatlah tekad
Ibnuz Zubair untuk membongkarnya (guna perbaikan), tetapi orang-orang tidak
berani melakukannya karena takut bila nanti ada azab yang turun dari langit
yang akan menimpa orang yang mula-mula melakukannya. Lalu ada seorang lelaki
naik ke atas Ka'bah dan melemparkan batu-batunya (Ka'bah). Ketika orang-orang
melihatnya tidak apa-apa, maka mereka mengikuti jejaknya, lalu mereka
membongkar Ka'bah hingga rata dengan tanah. Lalu Ibnuz Zubair membuat
tiang-tiang, kemudian ditutup dengan kain hingga bangunan Ka'bah tinggi. Ibnuz Zubair berkata, ia pernah mendengar
Siti Aisyah r.a. menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Seandainya orang-orang bukan masih baru meninggalkan kekufuran, dan aku
mempunyai biaya untuk memperbaikinya, niscaya aku akan memasukkan Hijir Ismail
ke dalamnya sepanjang lima hasta, dan sungguh aku akan membuat satu pintu
baginya untuk orang-orang yang masuk ke dalamnya dan satu pintu lagi untuk
orang-orang yang keluar. Ibnu Zubair mengatakan, "Sekarang aku mempunyai
biaya dan aku tidak takut kepada manusia." Maka Abdullah ibnuz Zubair
melakukan perluasan sepanjang lima hasta dengan memasukkan sebagian dari Hijir
Ismail ke dalamnya. Ketika fondasi mulai tampak baginya, orang-orang
menyangkalnya, tetapi ia terus meninggikan bangunan di atas fondasi itu.
Panjang Ka'bah seluruhnya adalah delapan belas hasta. Ketika Abdullah ibnuz
Zubair melakukan pelebaran, biayanya kurang cukup, maka ia hanya menambahkan
panjangnya sebanyak sepuluh hasta; dan ia membuat dua buah pintu, salah satunya
untuk pintu masuk, sedangkan pintu lainnya untuk jalan keluar. Ketika Ibnuz
Zubair tewas, Al-Hajjaj mengirimkan surat kepada Abdul Malik untuk meminta izin
kepadanya menyangkut kelangsungan pembangunan Ka'bah, dan ia memberitahukan
bahwa Ibnuz Zubair telah membuat tembok di atas fondasi yang mendapat sanggahan
dari orang-orang arif Mekah. Maka Abdul Malik membalas suratnya seraya
mengatakan, "Sesungguhnya kami tidak ikut campur dengan perombakan yang
dilakukan oleh Ibnuz Zubair. Mengenai tambahan panjangnya, aku menyetujuinya;
tetapi apa yang ia tambabkan padanya dari sebagian Hijir Ismail, maka
kembalikanlah kepada bangunan yang semula, kemudian tutuplah pintu yang
dibukanya." Maka Al-Hajjaj merombak Ka'bah dan mengembalikannya kepada
bangunan semula.
Hal ini telah diriwayatkan oleh Imam
Nasai di dalam kitab sunannya melalui Hannad, dari Yahya ibnu Abu Zaidah, dari
Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata, dari Ibnuz Zubair, dari Siti Aisyah
dengan sanad yang marfu' sampai kepadanya (Ibnuz Zubair), tetapi Imam Nasai
tidak menyebutkan kisahnya.
Pada prinsipnya ketentuan sunnah
menyetujui apa yang dilakukan oleh Abdullah Ibnuz Zubair r.a. karena hal itulah
yang ingin dilakukan oleh Rasulullah Saw. seandainya saja beliau tidak khawatir
akan menimbulkan rasa antipati di dalam hati sebagian orang-orang Mekah,
mengingat mereka baru saja masuk Islam dan baru meninggalkan kekufuran.
Akan tetapi, sunnah ini masih belum
diketahui oleh Abdul Malik ibnu Marwan. Karena itu, ketika ia mengetahui bahwa
Siti Aisyah r.a. memang benar telah meriwayatkannya dari Rasulullah Saw., maka
ia berkata, "Alangkah senangnya kami seandainya kami biarkan apa yang
telah dilakukannya (Ibnuz Zubair)."
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
حَاتِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيج، سَمِعْتُ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُبَيد بْنِ عُمَيْرٍ وَالْوَلِيدَ بْنَ عَطَاءٍ،
يُحَدِّثَانِ عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ، قَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدٍ: وَفَدَ الْحَارِثُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَلَى
عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ مَرْوَانَ فِي خِلَافَتِهِ، فَقَالَ عَبْدُ الْمَلِكِ: مَا
أَظُنُّ أَبَا خُبَيبٍ -يَعْنِي ابْنَ الزُّبَيْرِ -سَمِعَ مِنْ عَائِشَةَ مَا
كَانَ يَزْعُمُ أَنَّهُ سَمِعَهُ مِنْهَا. قَالَ الْحَارِثُ: بَلَى، أَنَا
سَمِعْتُهُ مِنْهَا. قَالَ: سَمِعْتُهَا تَقُولُ مَاذَا؟ قَالَ: قَالَتْ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ قَوْمَكِ
اسْتَقْصَرُوا مِنْ بُنْيَانِ الْبَيْتِ، وَلَوْلَا حَدَاثَةُ عَهْدِهِمْ
بِالشِّرْكِ أَعَدْتُ مَا تَرَكُوا مِنْهُ، فَإِنْ بَدَا لِقَوْمِكِ مِنْ بَعْدِي
أَنْ يَبْنُوهُ فَهَلُمِّي لِأُرِيَكِ مَا تَرَكُوا مِنْهُ". فَأَرَاهَا
قَرِيبًا مِنْ سَبْعَةِ أَذْرُعٍ
Imam Muslim meriwayatkan, telah
menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, bahwa ia
pernah mendengar dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair dan Al-Walid ibnu Ata;
keduanya menceritakan hadis dari Al-Haris ibnu Abdullah ibnu Abu Rabi'ah, bahwa
Abdullah ibnu Ubaid pernah menceritakan kisah berikut: Al-Haris ibnu Ubaidillah
mengirimkan dutanya kepada Abdul Malik ibnu Marwan dalam masa pemerintahannya.
Maka Abdul Malik berkata, "Aku tidak menduga Abu Habib —yakni Ibnuz
Zubair— pernah mendengar dari Siti Aisyah hadis yang ia yakini menerimanya
langsung dari Siti Aisyah." Al-Haris berkata, "Memang benar, aku pun
pernah mendengarnya dari Siti Aisyah." Abdul Malik bertanya, "Apakah
engkau pun pernah mendengar darinya? Coba ceritakan apa yang telah dia
katakan!" Al-Haris berkata, Siti Aisyah r.a. pernah bercerita kepadanya
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya kaummu mengurangi sebagian
dari bangunan Baitullah. Seandainya bukan karena mereka baru meninggalkan
kemusyrikan, niscaya aku akan mengembalikannya kepada bentuk semula yang mereka
tinggalkan. Dan jika kaummu kelak sesudahku berniat akan membangunnya kembali,
maka kemarilah, akan aku tunjukkan kepadamu batas yang mereka tinggalkan
darinya." Lalu Nabi Saw. memperlihatkan kepadanya kekurangan tersebut,
yaitu kurang lebih tujuh hasta.
هَذَا حَدِيثُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُبيد [بْنِ عُمَيْرٍ]. وَزَادَ عَلَيْهِ الْوَلِيدُ بْنُ عَطَاءٍ: قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَلَجَعَلْتُ لَهَا
بَابَيْنِ مَوْضُوعَيْنِ فِي الْأَرْضِ شَرْقِيًّا وَغَرْبِيًّا، وَهَلْ تَدْرِينَ
لِمَ كَانَ قَوْمُكِ رَفَعُوا بَابَهَا؟ " قَالَتْ: قُلْتُ: لَا. قَالَ:
"تَعَزُّزًا أَلَّا يَدْخُلَهَا إِلَّا مَنْ أَرَادُوا. فَكَانَ الرَّجُلُ
إِذَا هُوَ أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَهَا، يَدَعونه حَتَّى (7) يَرْتَقِيَ، حَتَّى
إِذَا كَادَ أَنْ يَدْخُلَ دَفَعُوهُ فَسَقَطَ" قَالَ عَبْدُ الْمَلِكِ:
فَقُلْتُ لِلْحَارِثِ: أَنْتَ سَمِعْتَهَا تَقُولُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ:
فَنَكَتَ سَاعَةً بِعَصَاهُ، ثُمَّ قَالَ: وَدِدْتُ أَنِّي تَرَكْتُ وَمَا
تَحَمَّل.
Ini adalah hadis yang diceritakan
oleh Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dan Al-Walid ibnu Ata menambahkan bahwa
Nabi Saw. bersabda: Dan sungguh aku akan membuat dua buah pintu padanya yang
menempel di tanah, yaitu di sebelah timur dan sebelah barat. Tahukah kamu
mengapa kaummu meninggikan pintunya? Siti Aisyah r.a. menjawab,
"Tidak." Nabi Saw. bersabda, "Untuk mempersulit agar tiada yang
memasukinya kecuali orang yang benar-benar menghendakinya. Apabila ada seorang
lelaki yang hendak memasukinya, mereka membiarkannya sampai naik ke atas; dan
apabila lelaki itu sudah masuk, maka mereka mendorongnya hingga ia
terjatuh." Abdul Malik berkata, "Aku bertanya kepada Al-Haris,
'Apakah engkau pernah mendengar Siti Aisyah mengatakan hal ini'?" Al-Haris
menjawab, "Ya." Maka Abdul Malik mengetuk-ngetukkan tongkatnya,
sesaat kemudian ia berkata, "Seandainya saja aku membiarkannya dan
menuruti apa yang kamu hafalkan itu."
Muslim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Jabalah, telah menceritakan kepada kami Abu
Asim, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, dan telah menceritakan
kepada kami Abdur Razzaq; kedua-duanya menceritakan hadis ini dari Ibnu Juraij
dengan sanad ini semisal dengan hadis Abu Bakar.
قَالَ: وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ
بْنُ حَاتِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَكْرٍ السَّهْمِيُّ، حَدَّثَنَا
حَاتِمُ بْنُ أَبِي صَغيرة، عَنْ أَبِي قَزَعَة أنَّ عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ
مَرْوَانَ بَيْنَمَا هُوَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ إِذْ قَالَ: قَاتَلَ اللَّهُ ابْنَ
الزُّبَيْرِ حَيْثُ يَكْذِبُ عَلَى أمِّ الْمُؤْمِنِينَ، يَقُولُ: سَمِعْتُهَا
تَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا
عَائِشَةُ، لَوْلَا حِدْثان قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْبَيْتَ حَتَّى
أَزِيدَ فِيهَا مِنَ الْحِجْرِ، فإنَّ قَوْمَكِ قَصَّرُوا فِي الْبِنَاءِ".
فَقَالَ الْحَارِثُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ: لَا تَقُلْ هَذَا
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَنَا سَمِعْتُ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ تُحَدِّثُ
هَذَا. قَالَ: لَوْ كنتُ سَمِعْتُهُ قَبْلَ أَنْ أهدمَه لتركته على ما بنى ابن
الزبير
Muslim mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Bakar As-Sahmi, telah menceritakan kepada kami Hatim ibnu Abu
Sagirah, dari Abu Quza'ah: Ketika Abdul Malik ibnu Marwan sedang tawaf di
Baitullah, tiba-tiba ia berkata, "Semoga Allah melaknat Ibnuz Zubair. Dia
berdusta terhadap Ummul Mu’minin (maksudnya Siti Aisyah) karena dia mengatakan
bahwa dirinya pernah mendengar Siti Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: 'Hai Aisyah, seandainya kaummu bukan masih baru meninggalkan
kekufurannya, sungguh aku akan membongkar Ka'bah, lalu aku tambahkan kepadanya
sebagian dari Hijir (Ismail). Karena sesungguhnya kaummu mengurangi
bangunannya.’ Maka Al-Haris ibnu Abdullah ibnu Abu Rabi'ah berkata,
"Jangan kamu katakan itu, hai Amirul Mu’minin, karena sesungguhnya aku
pernah mendengar Siti Aisyah berkata demikian." Abdul Malik ibnu Marwan
berkata, "Seandainya aku mendengarnya sebelum aku membongkar Ka'bah,
niscaya aku akan membiarkannya seperti apa yang telah dibangun oleh Ibnuz
Zubair."
Hadis ini sudah dapat dipastikan
benar-benar dari Siti Aisyah r.a. karena hadis ini diriwayatkan darinya melalui
berbagai jalur periwayatan yang berpredikat sahih, yaitu dari Al-Aswad ibnu
Yazid, Al-Haris ibnu Abdullah ibnu Abu Rabi'ah, Abdullah ibnuz Zubair, Abdullah
ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar, dan dari Urwah ibnuz Zubair. Maka hal ini
menunjukkan bahwa apa yang diperbuat oleh Ibnuz Zubair adalah benar; seandainya
dibiarkan, maka hal tersebut memang baik.
Tetapi setelah melihat
perkembangannya sampai pada keadaan seperti itu, maka sebagian ulama
memakruhkan mengubah Ka'bah dari keadaannya semula, seperti yang disebutkan di
dalam riwayat dari Amirul Mu’minin Harun Ar-Rasyid atau ayahnya (yaitu
Al-Mahdi). Disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Imam Malik tentang
merenovasi Ka'bah dengan tujuan mengembalikannya seperti apa yang telah
dilakukan oleh Ibnuz Zubair. Maka Imam Malik berkata kepadanya, "Mengapa
engkau ini, wahai Amirul Mu’minin. Janganlah engkau jadikan Ka'bah Allah
seperti mainan para raja; bila seseorang dari mereka tidak menyukai bentuknya,
lalu dengan seenaknya dia merenovasinya." Maka Ar-Rasyid membiarkannya dan
tidak berani melakukannya. Riwayat ini dinukil oleh Iyad dan Imam Nawawi.
Ka'bah akan tetap dalam keadaan
seperti sekarang hingga akhir zaman nanti sampai datang suatu masa Ka'bah akan
dirusak oleh orang-orang Habsyah yang berkaki pengkor, seperti yang disebutkan
di dalam kitab Sahihain, dari sahabat Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"يُخَرِّبُ الْكَعْبَةَ ذُو
السُّوَيقتين مِنَ الْحَبَشَةِ".
Kelak Ka'bah akan dirusak oleh Zus
Suwaiqalaini (orang-orang yang berkaki pengkor) dari kalangan orang-orang
Habsyah.
Imam Bukhari dan Imam Muslim
mengetengahkan hadis ini.
Dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw.,
disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"كَأَنِّي
بِهِ أسودَ أفحَجَ، يَقْلَعُهَا حَجَرًا حَجَرًا".
Seakan-akan aku melihatnya berkulit
hitam dan berkaki pengkor (berbentuk huruf o), ia membongkar Ka'bah batu demi
batu.
Hadis ini merupakan riwayat Imam
Bukhari.
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan di
dalam kitab musnad-nya:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
عَبْدِ الْمَلِكِ الحَرَّاني، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنِ ابْنِ
إِسْحَاقَ، عن بن أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "يُخَرِّب الْكَعْبَةَ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ مِنَ الْحَبَشَةِ،
وَيَسْلُبُهَا حلْيتها وَيُجَرِّدُهَا مِنْ كُسْوَتِهَا. وَلَكَأَنِّي أَنْظُرُ
إِلَيْهِ أُصَيْلِعَ أفَيْدعَ يَضْرِبُ عَلَيْهَا بِمِسْحَاته ومِعْوله"
telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Abdul Malik Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Abdullah
ibnu Amr ibnul As r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: Kelak Ka'bah akan dirusak oleh orang yang berkaki pengkor dari
Habsyah; dia merampok perhiasannya dan melucuti kiswah (kain kelambu)nya.
Sekarang aku seakan-akan melihat dia berkepala botak dan betisnya melengkung,
ia sedang memukuli Ka'bah dengan belincong dan linggis.
Al-fada' artinya lengkungan antara
telapak kaki dan tulang betis. Hal ini —hanya Allah Yang Maha Mengetahui—
terjadi setelah Ya-juj dan Ma-juj muncul, karena berdasarkan sebuah hadis di
dalam kitab Sahih Bukhari, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ليُحَجَّنَّ
البيتُ وليُعْتَمَرَنَّ بَعْدَ خُرُوجِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ"
Sesungguhnya Baitullah masih tetap
didatangi oleh jamaah yang melakukan haji dan umrah sesudah munculnya Ya-juj
dan Ma-juj.
*************
Firman Allah Swt. yang menceritakan
doa Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail:
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا
مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا
مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua
orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami
umat yang tunduk patuh kepada Engkau, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara
dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 128)
Menurut Ibnu Jarir, keduanya
bermaksud, "Jadikanlah kami orang yang tunduk kepada perintah-Mu dan patuh
dalam ketaatan kepada-Mu. Dalam taat kami kepada-Mu, kami tidak akan
mempersekutukan Engkau dengan seorang pun selain Engkau sendiri, dan tidak pula
daam beribadah kepada-Mu mempersekutukan-Mu dengan seorang pun selain Engkau
sendiri."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari
Raja' ibnu Hibban Al-Husaini Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Ma'qal
ibnu Abdullah, dari Abdul Karim sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan (jadikanlah)
di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau. (Al-Baqarah:
128) Yakni jadikanlah kami orang yang ikhlas kepada Engkau, dan jadikanlah pula
di antara anak cucu kami umat yang ikhlas kepada Engkau.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amir, dari Salam ibnu Abu
Muti' sehubungan dengan takwil ayat ini: Jadikanlah kami berdua orang yang
tunduk patuh kepada Engkau. (Al-Baqarah: 128) Dikatakan bahwa keduanya memang
orang-orang yang tunduk dan patuh kepada Allah, tetapi keduanya memohon hal
tersebut kepada Allah hanyalah semata-mata untuk memperteguh dan menguatkan.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan
makna ayat ini: Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh
kepada Engkau. (Al-Baqarah: 128) Lalu Allah Swt. menjawabnya, "Aku
kabulkan." Dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk
patuh kepada Engkau. (Al-Baqarah: 128) Maka Allah Swt. menjawabnya, "Aku
perkenankan permintaanmu."
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: Dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk
patuh kepada Engkau. (Al-Baqarah: 128) Bahwa yang dimaksud oleh keduanya adalah
orang-orang Arab.
Tetapi menurut Ibnu Jarir, pendapat
yang benar doa tersebut ditujukan kepada umum, mencakup orang-orang Arab dan
bangsa lain, karena sesungguhnya di antara anak cucu Nabi Ibrahim adalah Bani
Israil. Allah Swt. telah berfirman:
وَمِنْ قَوْمِ مُوسَى أُمَّةٌ
يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ
Dan di antara kaum Musa itu terdapat
suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak, dan dengan yang
hak itulah mereka menjalankan keadilan. (Al-A'raf: 159)
Menurut kami apa yang dikatakan oleh
Ibnu Jarir tidaklah bertentangan dengan yang dikatakan oleh As-Saddi, mengingat
apa yang dikatakan oleh As-Saddi merupakan takhsis dari apa yang dikatakan oleh
Ibnu Jarir, dan bukan berarti meniadakan selain mereka. Konteks ayat hanyalah
berkaitan dengan bangsa Arab. Untuk itu disebutkan sesudahnya:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ
رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka
seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan hikmah
serta menyucikan mereka. (Al-Baqarah: 129), hingga akhir ayat.
Yang dimaksud dengan rasul dalam ayat
ini adalah Nabi Muhammad Saw., dan Allah Swt. mengutusnya buat mereka. Seperti
yang disebutkan di dalam firman-Nya yang lain, yaitu:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي
الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ
Dialah Yang mengutus kepada kaum yang
buta huruf seorang rasul di antara mereka. (Al-Jumu'ah: 2)
Sekalipun demikian, bukan berarti
risalah yang diemban olehnya hanya untuk orang-orang Arab saja, tetapi juga
untuk kulit merah dan kulit hitam. Sebagaimana yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
Katakanlah, "Hai manusia,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua." (Al-A'raf: 158)
Masih banyak ayat lainnya yang
bermakna sama sebagai dalil pasti untuk pengertian ini.
Doa ini dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim
a.s. dan Nabi Ismail a.s., dipanjatkan pula oleh hamba-hamba Allah yang mukmin
lagi bertakwa, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang-orang yang berkata,
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertakwa. (Al-Furqah: 74)
Memanjatkan doa seperti ini
dianjurkan oleh syariat, karena sesungguhnya termasuk kesempurnaan cinta ibadah
kepada Allah Swt. ialah memohon dikaruniai keturunan yang hanya menyembah Allah
Swt. semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena itu, ketika
Allah Swt. berfirman kepada Ibrahim a.s.:
إِنِّي
جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا
Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu
imam bagi seluruh manusia. (Al-Baqarah: 124)
Maka Nabi Ibrahim a.s. mengajukan
permohonannya, yang disitir oleh firman-Nya seperti berikut
وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا
يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
"Dan (saya mohon juga) dari
keturunanku." Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang
yang zalim." (Al-Baqarah: 124)
Ayat ini semakna dengan apa yang
disebutkan di dalam firman lain-nya, yaitu:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ
نَعْبُدَ الأصْنَامَ
Dan jauhkanlah aku beserta anak
cucuku dari menyembah berhala-berhala.. (Ibrahim: 35)
Telah disebutkan di dalam kitab Sahih
Muslim, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda:
"إِذَا
مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ،
أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يدعو له"
Apabila anak Adam meninggal dunia,
maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah,
atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.
************
Firman Allah Swt.:
وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا
Dan tunjukkanlah kepada kami
cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami. (Al-Baqarah: 128)
Menurut Ibnu Juraij, dari Ata, makna
ayat ini ialah: "Tunjukkanlah kepada kami hal tersebut agar kami
mengetahuinya."
Mujahid mengatakan sehubungan dengan
takwil ayat ini, bahwa yang dimaksud dengan manasikana ialah tempat-tempat
penyembelihan kurban kami. Hal yang semisal diriwayatkan pula dari Ata dan
Qatadah.
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Attab ibnu Basyir, dari Khasif dan Mujahid yang
mengatakan sehubungan dengan perkataan Nabi Ibrahim a.s. yang disitir oleh
firman-Nya: Tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji
kami. (Al-Baqarah: 128) Bahwa Malaikat Jibril datang dan membawanya ke
Baitullah, lalu Jibril berkata, "Tinggikanlah fondasi-fondasi ini."
Maka Nabi Ibrahim meninggikan bangunan Ka'bah dan merampungkan pembangunannya,
lalu Jibril menuntunnya dan membawanya ke Safa. Jibril berkata, "Ini
termasuk syiar-syiar Allah." Kemudian Jibril membawanya pergi ke Marwah
dan berkata pula, "Ini termasuk syiar-syiar Allah." Lalu Jibril
membawanya pergi ke Mina. Ketika sampai di Aqabah, tiba-tiba iblis berdiri di
bawah sebuah pohon, maka Jibril berkata, "Bertakbirlah dan lemparlah
dia!" Maka Ibrahim bertakbir dan melemparnya. Iblis pergi, lalu berdiri di
bawah Jumrah Wusta. Ketika Jibril dan Ibrahim melewatinya, maka Jibril berkata,
"Bertakbirlah dan lemparlah dia!" Lalu Ibrahim bertakbir dan
melemparnya. Maka iblis yang jahat itu pun pergi; pada mulanya iblis yang jahat
itu hendak memasukkan sesuatu ke dalam ibadah haji, tetapi dia tidak mampu.
Jibril membawa Ibrahim hingga sampai di Masy'aril Haram, lalu Jibril berkata,
"Ini adalah Masy'aril Haram." Kemudian Jibril membawanya lagi hingga
sampai di Arafah. Jibril berkata, "Sekarang kamu telah mengenal semua apa
yang kuperlihatkan (kuperkenalkan) kepadamu," Kalimat ini dikatakannya
sebanyak tiga kali. Ibrahim menjawab, "Ya."
Telah diriwayatkan dari Abul Mijlaz
dan Qatadah hal yang semisal dengan riwayat di atas.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abul Asim Al-Ganawi,
dari Abut Tufail, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, sesungguhnya Nabi Ibrahim
itu ketika diperlihatkan kepadanya tanda-tanda dan tempat-tempat ibadah haji,
setan menampakkan dirinya di tempat sa'i, tetapi kedahuluan oleh Nabi Ibrahim.
Kemudian Jibril membawa Ibrahim hingga sampai di Mina, lalu Jibril berkata,
"Ini adalah tempat menginap orang-orang." Ketika Jibril dan Ibrahim
sampai di Jumrah Aqabah, maka setan menampakkan diri kepada Ibrahim, lalu
Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil hingga setan pergi. Lalu
Jibril membawanya ke Jumrah Wusta, dan setan kembali menampakkan dirinya kepada
Ibrahim, maka Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil hingga pergi.
Kemudian Jibril membawa Ibrahim ke Jumrah Quswa, dan setan kembali menampakkan
dirinya kepada Ibrahim, maka Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil
hingga lenyap. Kemudian Jibril membawanya ke Jam'an, lalu berkata kepadanya,
"Ini adalah Masy'ar." Setelah itu Jibril membawanya ke Arafah, lalu
berkata kepadanya, "Apakah engkau telah mengenalnya?"
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.