AGAMA BANGSA ARAB
MAYORITAS bangsa Arab mengikuti dakwah Isma’il AS tatkala beliau menyeru kepada agama bapaknya, Ibrahim I, yang intinya menyembah kepada Allah, mengesakan-Nya, dan memeluk agama-Nya. Waktu bergulir sekian lama, hingga banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amr bin Luhay, pemimpin Bani Khuza’ah. Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka berbuat bijak, mengeluarkan sedekah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai salah seorang ulama besar dan wali yang disegani. Kemudian dia mengadakan perjalanan ke Syam. Di sana dia melihat penduduk Syam yang menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik serta benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil membawa Hubal dan meletakkannya di dalam Ka’bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Makkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang-orang Hijaz pun banyak yang mengikuti penduduk Makkah, karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk Tanah Suci.[1]
Berhala mereka yang terdahulu adalah
Manat, yang ditempatkan di Musyallal di tepi Laut Merah di dekat Qudaid.
Kemudian mereka membuat Lata di Tha’ifdan Uzza di Wadi Nakhlah. Inilah tiga
berhala yang paling besar. Setelah itu kemusyrikan semakin merebak dan
berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat Hijaz. Dikisahkan
bahwa Amr bin Luhay mempunyai pembantu darijenisjin. Jin ini memberitahukan
kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Num (Wud, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr)
terpendam di Jiddah. Maka dia datang ke sana dan mengangkatnya, lalu membawanya
ke Tihamah. Setelah tiba musim haji, dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada
berbagai kabilah. Akhirnya berhala-berhala itu kembali ke tempat asalnya
masing-masing, sehingga setiap kabilah dan di setiap rumah hampir pasti ada
berhalanya. Merekajuga memenuhi Masjidil Haram dengan berbagai macam berhala
dan patung. Tatkala Rasulullah Saw menaklukan Makkah, di sekitar Ka’bah ada 360
berhala. Beliau menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua, lalu
memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan
dibakar.[2]
Begitu pula kisah kemusyrikan dan
penyembahan terhadap berhala, yang menjadi fenomena terbesar dari agama
orang-orang Jahiliyah, yang menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim.
Mereka juga mempunyai beberapa
tradisi dan upacara penyembahan berhala, yang mayoritas diciptakan Amr bin
Luhay. Sementara orang-orang mengira apa yang diciptakan Amr itu adalah sesuatu
yang baru dan baik serta tidak mengubah agama Ibrahim. Di antara upacara
penyembahan berhala yang mereka lakukan adalah:
1. Mereka mengelilingi berhala dan
mendatanginya, berkomat-kamit di hadapannya, meminta pertolongan tatkala
menghadapi kesulitan, berdoa untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan
bahwa berhala- berhala itu bisa memberikan syafaat di sisi Allah dan mewujudkan
apa yang mereka kehendaki.
2. Mereka menunaikan haji dan thawaf
di sekeliling berhala, merunduk dan sujud di hadapannya.
3. Mereka bertaqarrub dengan
menyajikan berbagai macam korban, menyembelih hewan piaraan, dan hewan korban
demi berhala dan menyebut namanya.
Dua jenis penyembelihan ini telah
disebutkan Allah dalam firman-Nya, "... Dan apa yang disembelih untuk
berhala ....”(A٠-Maidah:3) “Dan, janganlah
kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut namaAllah ketika
menyembelihnya. ” (An-An’am: 121)
4. Jenis taqarrub yang lain, mereka
mengkhususkan sebagian dari makanan dan minuman yang mereka pilih untuk
disajikan kepada berhala, danjuga dikhususkan bagian tertentu dari hasil panen
dan binatang piaraan mereka. Ada pula orang-orang tertentu yang mengkhususkan
sebagian lain bagi Allah. Yang pasti, mereka mempunyai banyak sebab untuk
memberikan sesaji kepada berhala yang tidak akan sampai kepada Allah, dan apa
yang mereka sajikan kepada Allah hanya sampai kepada berhala-berhala mereka.
Firman Allah,
وَجَعَلُوْا لِلّٰهِ مِمَّا ذَرَاَ
مِنَ الْحَرْثِ وَالْاَنْعَامِ نَصِيْبًا فَقَالُوْا هٰذَا لِلّٰهِ بِزَعْمِهِمْ
وَهٰذَا لِشُرَكَاۤىِٕنَاۚ فَمَا كَانَ لِشُرَكَاۤىِٕهِمْ فَلَا يَصِلُ اِلَى
اللّٰهِ ۚوَمَا كَانَ لِلّٰهِ فَهُوَ يَصِلُ اِلٰى شُرَكَاۤىِٕهِمْۗ سَاۤءَ مَا
يَحْكُمُوْنَ
Dan mereka menyediakan sebagian hasil
tanaman dan hewan (bagian) untuk Allah sambil berkata menurut persangkaan
mereka, “Ini untuk Allah dan yang ini untuk berhala-berhala kami.” Bagian yang
untuk berhala-berhala mereka tidak akan sampai kepada Allah, dan bagian yang
untuk Allah akan sampai kepada berhala-berhala mereka. Sangat buruk ketetapan
mereka itu. (QS. Al-An’am [6] ayat 136)
5. Di antara jenis taqarrub yang
mereka lakukan ialah dengan bemadzar menyajikan sebagian hasil tanaman dan
ternak untuk berhala-berhala. Allah berfirman,
“Dan, mereka mengatakan, 'Inilah
binatang ternak dan tanaman yang dilarang; tidak boleh memakannya, kecuali
orangyang kami kehendaki’, menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak
yang diharamkan menungganginya, danbinatang ternak yang mereka tidak menyebut
nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap
Allah. ” (QS. Al-An’am: 138)
6. Ada pula al-bahirah, as-sa ’ibah,
al-washilah, al-hami yang diperlakukan sedemikian rupa sebagai berhala. Ibnu
Ishaq berkata, “Al-Bahirah anak as-sa’ibah yaitu onta betina
yang telah beranak sepuluh, yang semuanya betina dan sama sekali tidak
mempunyai anak jantan. Onta ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil
bulunya, dan susunya tidak boleh diminum kecuali oleh tamu. Jika kemudian
melahirkan lagi anak betina, maka telinganya harus dibelah. Setelah itu ia
harus dilepaskan secara bebas bersama induknya, yangjuga harus mendapat
perlakuan yang sama. Al-Washilah adalah domba betina yang mempunyai lima anak
kembar, yang semuanya betina secara berturut-turut. Domba ini bisa dijadikan
sarana taqarrub. Oleh karena itu mereka berkata. “Aku mendekatkan diri dengan
domba ini.” Tetapi jika setelah itu melahirkan anak jantan dan tidak ada yang
mati, maka domba ini boleh disembelih dan dagingnya dimakan. Al-Hami adalah
onta jantan yang sudah membuntingi sepuluh anak betina secara beturut-turut
tanpa adajantannya. Onta seperti ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh
diambil bulunya, harus dibiarkan lepas dan tidak boleh dimanfaatkan untuk
kepentingan apa pun. Untuk itu Allah menurunkan ayat,
مَا جَعَلَ اللّٰهُ مِنْۢ بَحِيْرَةٍ
وَّلَا سَاۤىِٕبَةٍ وَّلَا وَصِيْلَةٍ وَّلَا حَامٍ ۙوَّلٰكِنَّ الَّذِيْنَ
كَفَرُوْا يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَۗ وَاَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ
Allah tidak pernah mensyariatkan adanya
Bahirah, Sa'ibah, Wasilah dan haam. Tetapi orang-orang kafir membuat-buat
kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (QS. Al-Maidah
[5] : 103)
Allah juga menurunkan ayat,
"Dan mereka mengatakan, ‘Apa yang
di dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan
ataswanita kami, ’dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan
wanita sama-sama boleh memakannya. ” (Al-An’am [6] : 139)
Ada pula yang berpendapat, ada
penafsiran lain dari binatang ternak itu.
Sa’id bin Al-Musayyab telah menegaskan
bahwa binatang-binatang ternak diperuntukkan bagi thaghut-thaghut mereka. Di
dalam Ash-Shahih disebutkan secara marfu’, bahwa Amr bin Luhay adalah orang
pertama yang mempersembahkan onta untuk berhala.[3]
Bangsa Arab berbuat seperti itu
terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa
mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya serta
memberikan manfaat di sisi-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam A!-Qur’an,
“Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS.
Az-Zumar ayat 3).
“Dan, mereka menyembah selain daripada
Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak
(pula) manfaat, dan mereka berkata, ‘Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada
kami di sisi Allah " (QS. Yunus: 18)
Orang-orang Arab juga mengundi nasib
dengan menggunakan al-azlam (anak panah yang tidak ada bulunya). Anak panah itu
ada tiga jenis: Satu jenis ada tanda “Ya”, dan satu lagi ada tanda “Tidak”.
Mereka mengundi nasib berkaitan dengan perbuatan yang dikehendakinya, seperti
berpergian, menikah, atau lain-lainnya, dengan menggunakan anak panah itu. Jika
yang keluar tanda “Ya”, mereka melaksanakannya, dan jika yang keluar tanda
“Tidak”, mereka menangguhkannya hingga tahun depan dan berbuat hal serupa
sekali lagi. Satu jenis lagi ada tanda air dan tebusan. Satu jenis lagi ada
tanda “Dari golongan kalian” atau “Bukan dari golongan kalian” atau “Anak
angkat”. Jika mereka memperkarakan nasab seseorang umpamanya, maka mereka
membawa orang itu ke hadapan Hubal, sambil membawa seratus hewan korban dan
diserahkan kepada pengundi anak panah. Jika yang keluar tanda “Dari golongan
kalian”, maka orang tersebut merupakan golongan mereka, danjika yang keluar
tanda “Bukan dari golongan kalian”, maka orang tersebut hanya sebagai rekan
persekutuan, danjikayang keluar tanda “Anak angkat”, maka orang tersebut tak
ubahnya anak angkat, bukan termasuk dari golongan mereka danjuga tidak bisa
didudukan sebagai rekan persekutuan.[4]
Tak berbeda jauh dengan hal ini adalah
perjudian dan undian. Mereka membagi daging korban yang telah disembelih
berdasarkan undian itu.
Merekajuga percayakepada perkataan
peramal, paranormal, dan ahli nujum. Peramal adalah orang yang mengabarkan
sesuatu bakal terjadi di kemudian hari, yang mengaku bisa mengetahui rahasia
gaib pada masa mendatang. Di antara peramal ini ada yang mengaku memiliki
pengikut dari golonganjin yang memberinya suatu pengabaran. Di antara mereka
mengaku bisa mengetahui hal-hal gaib lewat suatu pemahaman yang dimilikinya. Di
antara mereka mengaku bisa mengetahui berbagai masalah lewat isyarat atau sebab
yang memberinya petunjuk, dari perkataan, perbuatan, atau keadaan orang yang
bertanya kepadanya. Orang semacam ini disebut Arraf atau paranormal. Ada pula
yang mengaku bisa mengetahui orang yang kecurian dan tempat di mana dia
kecurian serta orang tersesat atau lain-lainnya.
Sedangkan ahli nujum ialah orangyang
memperlihatkan keadaan bintang dan planet, lalu dia menghitung perjalanan dan
waktu peredarannya, agar dengan begitu dia bisa mengetahui berbagai keadaan
dunia dan peristiwa-peristiwa yang
bakal terjadi di kemudian hari. Pembenaran terhadap pengabaran ahli
nujum pada hakikatnya merupakan keyakinan terhadap bintang-bintang. Sedangkan
keyakinan mereka terhadap bintang-bintang merupakan keyakinan terhadap hujan.
Maka mereka berkata “Hujan yang turun kepada kami berdasarkan bintang ini dan
itu.”
Di kalangan merekajuga ada
Ath-thiyarah atau meramal nasib sial dengan sesuatu. Pada mulanya mereka
mendatangkan seekor burung atau biri-biri, lalu melepasnya. Jika burung atau
biri-biri itu berlalu ke arah kanan, maka mereka jadi bepergian ke tempat yang
hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik. Jika burung atau
biri-biri itu mengambil jalan ke kiri, maka mereka tidak berani bepergian dan
mereka meramal hal itu sebagai tanda kesialan. Merekajuga meramal sialjika di
tengahjalan mereka bertemu burung atau hewan tertentu.
Tak berbeda jauh dengan hal ini adalah
kebiasaan mereka yang menggantungkan ruas tulang kelinci. Merekajuga meramal
kesialan dengan sebagian hari, bulan, hewan, atau wanita. Mereka percaya bahwa
orang yang mati terbunuh,jiwanya tidak tenteramjika dendamnya tidak dibalaskan.
Ruhnya bisa menjadi burung hantu yang beterbangan di padang seraya berkata,
“Berilah aku minum, berilah aku minum!” Jika dendamnya sudah dibalaskan, maka
ruhnya akan menjadi tenteram.
Sekalipun masyarakan Arab Jahiliyah
seperti itu, toh masih ada sisa-sia dari agama Ibrahim dan mereka sama sekali
tidak meninggalkannya, seperti pengagungan terhadap Ka’bah, thawaf di
sekelilingnya, haji, umrah, wuquf di Arafah dan Muzdalifah. Memang ada hal-hal
baru dalam pelaksanaannya.
Di antaranya, orang-orang Quraisy
berkata. “Kami adalah anak keturunan Ibrahim dan penduduk Tanah Suci, penguasa
Ka’bah dan penghuni Makkah. Tak seorang pun dari bangsa Arab yang mempunyai hak
dan kedudukan seperti kami.” Maka tidak selayaknya bagi kami untuk keluar dari
tanah suci. Oleh karena itu mereka tidak melaksanakan wuquf di Arafah, tidak
ifadhah dari sana, tapi ifadhah dari Muzdalifah. Tentang hal ini Allah
menurunkan ayat,
“Kemudian bertolaklah kalian dari
tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah). ” (Al-Baqarah: 199)
Hal-hal baru lainnya, mereka berkata,
“Tidak selayaknya bagi orang-orang Quraisy untuk memberi makan keju dan meminta
samin tatkala mereka sedang ihram. Mereka tidak boleh masuk Baitul-Haram dengan
mengenakan kain wol dan tidak boleh berteduhjika ingin berteduh di rumah-rumah
pemimpin selagi mereka sedang ihram.”
Mereka juga berkata, “Penduduk di luar
Tanah Suci tidak boleh memakan makanan yang mereka bawa dari luar Tanah Suci ke
Tanah Suci, jika kedatangan mereka itu dimaksudkan untuk haji dan umrah.”
Hal-hal baru lainnya, mereka menyuruh
penduduk di luar Tanah Suci untuk tetap mengenakan ciri pakaiannya sebagai
penduduk bukan Tanah Suci selagi baru datang untuk melakukan thawaf awal. Jika
tidak memiliki ciri pakaiannya sebagai penduduk luar Tanah Suci, maka mereka
harus thawaf dalam keadaaan telanjang. Ini berlaku untuk kaum laki-laki.
Sedangkan kaum wanita harus melepaskan semua pakaiannya, kecuali baju rumahnya
yang longgar. Saat itu mereka berkata,
“Hari ini tampak sebagian atau
semuanya
apa yang tiada tampak tiada
diperkenankannya”
Lalu Allah menurunkan ayat mengenai
hal ini,
“Hai anak Adam, pakailah pakaian
kalian yang indah di setiap (memasuki)
masjid. ” (QS. Al-A’raf [7] ayat
31)
Pakaian yang dikenakan penduduk luar
Tanah Suci harus dibuang setelah melakukan thawaf awal, dan tak seorang pun
boleh mengambilnya lagi, begitu pula orang yang bersangkutan.
Hal baru lainnya, mereka tidak
memasuki rumah dari pintunya selagi dalam keadaan ihram, tetapi mereka membuat
lobang di bagian belakang rumah, dan dari lobang itulah mereka keluar masuk
rumahnya. Mereka menganggap hal itu sebagai perbuatan yang baik. Maka A!-Qur’an
melarangnya,
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا
الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا
الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Dan, bukanlah kebaktian itu memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang
yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2] : 189)
Semua gambaran agama ini adalah agama
syirik dan penyembahan terhadap berhala, keyakinan terhadap hayalan dan
khurafat. Begitulah agama mayoritas bangsa Arab. Sementara sebelum itu sudah
ada agama Yahudi, Masehi, Majusi, Shabi’ah yang masuk ke dalam masyarakat Arab.
Orang-orang Yahudi mempunyai dua latar
belakang sehingga mereka berada di Jazirah Arab, yang setidak-tidaknya
digambarkan dalam dua hal berikut ini:
1. Kepindahan mereka pada masa
penaklukan bangsa Babilon dan Asyur di Palestina, yang mengakibatkan tekanan
terhadap orang-orang Yahudi, penghancuran negeri mereka dan pemusnahan mereka
di tangan Bukhtanashar pada tahun 587 SM. Banyak di antara mereka yang ditawan
dan dibawa ke Babilonia. Sebagian di antara mereka juga ada yang meninggalkan
Palestina dan pindah ke Hijaz. Mereka menempati Hijaz bagian utara.
2. Dimulai dari pencaplokan bangsa
Romawi terhadap Palestina pada tahun 70 Masehi, yang disertai dengan tekanan
terhadap orang-orang Yahudi dan penghancuran Haikal-haikal mereka, sehingga
kabilah-kabilah mereka berpindah ke Hijaz, lalu menetap di Yatsrib, Khaibar,
dan Taima. Di sana mereka mendirikan perkampungan Yahudi dan benteng
pertahanan. Maka agama Yahudi menyebar di sebagian masyarakat Arab lewat
orang-orang Yahudi yang berimigrasi itu, yang kemudian mereka juga mempunyai
beberapa momen-momen politis yang mengawali munculnya Islam. Saat Islam datang,
kabilah-kabilah Yahudi yang terkenal adalah Khaibar, Nadhir, Mushthaliq,
Quraizhah, dan Qainuqa. As-Samhudi menyebutkan di dalam buku Wafa ’ul Wafa,
bahwa jumlah kabilah Yahudi saat itu lebih dari dua puluh.[5]
Sementara agama Yahudi masuk ke Yaman
karena dibawa As’ad Abu Karib. Awal mulanya dia pergi berperang ke Yatsrib, dan
memeluk agama Yahudi di sana. Sepulangnya ke Yaman dia membawa dua pemuka
Yahudi dari Bani Quraizhah, sehingga agama Yahudi menyebar di sana. Setelah
As’ad meninggal dunia dan digantikan anaknya, Yusuf Dzu Nuwas, dia memerangi
orang-orang Masehi dari penduduk Najran dan memaksa mereka untuk masuk agama
Yahudi. Karena mereka menolaknya, maka dia menggali parit dan membakar mereka
di dalam parit itu. Tak seorang pun yang tercecer, laki-laki maupun wanita, tua
maupun muda. Ada yang mengisahkan bahwa korban yang dibunuhnya lebih dari dua
puluh ribu hingga empat puluh ribu. Hal ini terjadi pada bulan Oktober tahun
523 Masehi. Al-Qur' an telah memuat sebagian kisah ini di dalam surat Al-Buruj.
Sedangkan agama Nasrani masuk ke
jazirah Arab lewat pendudukan orang-orang Habasyah dan Romawi. Pendudukan
orang-orang Habasyah yang pertama kali di Yaman pada tahun 340 Masehi. Pada
masa itu missionaris Nashrani menyusup ke berbagai tempat di Yaman. Selang tak
seberapa lama, ada orang yang zuhud, doanya senantiasa dikabulkan dan memiliki
karamah, yang datang ke Najran. Dia mengajak penduduk Najran untuk memeluk
agama Masehi. Mereka melihat garis- garis kejujuran dirinya dan kebenaran
agamanya. Oleh karena itu mereka memenuhi ajakannya untuk memeluk agama Masehi.
Setelah orang-orang Habasyah menduduki
Yaman utuk mengembalikan kondisi karena tindakan DzuNuwas danAbrahah memegang
kekuasaan di sana, maka agama Masehi berkembang pesat dan sangat maju. Karena
semangatnya dalam menyebarkan agama Masehi, Abrahah membangun sebuah gereja di
Yaman, yang dinamakan Ka’bah Yaman. Dia menginginkan agar semua bangsa Arab
berhaji ke gereja ini dan hendak menghancurkan Baitullah di Makkah. Namun Allah
membinasakannya.
Bangsa Arab yang memeluk agama
Nashrani adalah dari suku-suku Ghassan, kabilah-kabilah Taghlib, Thayyi’ dan
yang berdekatan dengan orang- orang Romawi. Bahkan sebagian raja Hirah ada pula
yang memeluknya.
Sedangkan agama Majusi lebih banyak
berkembang di kalangan orang- orang Arab yang berdekatan dengan orang-orang
Persi. Agama ini juga pernah berkembang di kalangan orang-orang Arab Irak dan
Bahrain serta di wilayah- wilayah di pesisir Teluk Arab. Ada pula penduduk
Yaman yang memeluk Majusi tatkala bangsa Arab menduduki Yaman.
Sedangkan agama Shabi’ah menurut
beberapa kisah dan catatan berkembang di Irak dan lain-lainnya, yang dianggap
sebagai agama kaum Ibrahim Chaldeans. Banyak penduduk Syam yang juga memeluknya
serta penduduk Yaman pada zaman dahulu. Setelah kedatangan beberapa agama baru
seperti agama Yahudi dan Nashrani, agama ini mulai kehilangan bentuknya dan
surut. Tetapi tetap masih ada sisa-sisa para pemeluknya yang bercampur dengan
para pemeluk Majusi atau yang berdampingan dengan mereka di masyarakat Arab dan
Irak serta di pinggiran Teluk Arab.[6]
Kondisi Kehidupan Agama
Itulah agama-agama yang ada pada saat
kedatangan Islam. Namun agama- agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan
hal-hal yang merusak. Orang-orang Musyrik yang mengaku berada pada agama
Ibrahim, justru keadaannya jauh sama sekali dari perintah dan larangan syariat
Ibrahim. Mereka mengabaikan tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia.
Kedurhakaan mereka tak terhitung banyaknya, dan seiring dengan perjalanan
waktu, mereka berubah menjadi para paganis (penyembah berhala), dengan tradisi
dan kebiasaan yang menggambarkan berbagai macam khurafat dalam kehidupan agama,
kemudian mengimbas ke kehidupan sosial, politik, dan agama.
Sedangkan orang-orang Yahudi berubah
menjadi orang-orangyang angkuh dan sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi
sesembahan selain Allah. Para pemimpin inilah yang membuat hukum di tengah
manusia dan menghisab mereka menurut kehendak yang terbetik di dalam hatinya.
Ambisi mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat
musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabdian terhadap
ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah dan yang semua orang dianjurkan untuk
mensucikannya.
Sedangkan agama Nashrani berubah
menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan menimbulkan pencampuradukan
antara Allah dan manusia. Kalaupun ada bangsa Arab yang memeluk agama ini, maka
tidak ada pengaruh yang berarti, karena ajaran-ajarannyajauh dari model
kehidupan yang mereka jalani, dan tidak mungkin mereka tinggalkan.
Sedangkan semua agama bangsa Arab, keadaan para pemeluknya sama dengan keadaan orang-orang musyrik; hati, kepercayaan, tradisi, dan kebisaan mereka hampir serupa.
Sumber : Sirah Nabawiyah/kitab Ar-Rahiqul Makhtum karya Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakafuri (hal. 23-32)
[1] MukhtasharSiratir-RasulShalallahuAlaihi
waSallam, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 12.
[2] Ibid,
hal. 13,50-52,54.
[3]
Shahihul-Bukhari, I/499.
[4] Muhadharat
Tarikhil-Umam Al-Islamiyah, Al-Khadhri, 1/56; Ibnu Hisyam, 1/152-153.
[5] Qalbu
Jaziratil-Arab, hal. 151
[6] Tarikhu Ardhil-Qur
’an, 2/193-208.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.