Tathayyur (Anggapan Sial)

Tathayyur (Anggapan Sial)

بَابُ مَا جَاءَ فِيْ التَطَيُّرِ

28. Bab Keterangan Tentang Tathayyur (Anggapan Sial)

Firman Allah Swt:

فَاِذَا جَاۤءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوْا لَنَا هٰذِهٖ ۚوَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّطَّيَّرُوْا بِمُوْسٰى وَمَنْ مَّعَهٗۗ اَلَآ اِنَّمَا طٰۤىِٕرُهُمْ عِنْدَ اللّٰهِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

Kemudian apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, “Ini adalah karena (usaha) kami.” Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf [7] : 131).

قَالُوْا طَاۤىِٕرُكُمْ مَّعَكُمْۗ اَىِٕنْ ذُكِّرْتُمْۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ

Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Yasin [36] : 19).

 

Keterangan :

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda,

لاَ عَدْوَ وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ. أخْرَجَاهُ، وَزَادَ مُسْلِمٌ : وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غَوْلَ.

Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah, shafar."[1]  (HR. Bukhari dan Muslim), dan dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan, ’Dan tidak ada nau'[2], serta ghaul."[3]

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Anas bin Malik Ra, ia berkata, "Rasulullah Saw telah bersabda,

لاَ عَدْوَ وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ، قَالُوْا : وَمَا الْفَأْلُ، قَالَ : اَلْكَلِمَةُ الْطَّيِّبَةُ.

"Tidak ada 'Adwa dan tidak ada Thiyarah, tetapi Fa'lu menyenangkan diriku", Para sahabat bertanya, 'Apakah Fa'lu itu?' Beliau menjawab, "Yaitu kalimah thayyibah (kata-kata yang baik)."[4]

 

Abu Daud meriwayatkan dengan sanad yang shahih, dari Uqbah bin Amir, ia berkata, "Thiyarah disebut-sebut dihadapan Rasulullah Saw, maka beliau pun bersabda,

أَحْسَنُهَ اَلْفَأْلُ، وَلاَ تَرُدُّ مُسْلِمًا، فَإِذَا رَأَى آحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُلْ اَللَّهُمَّ لآ يَأْتِي بِاْلحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ، وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ، وَلاَّ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ.

"Yang pating baik adalah fa't, dan thiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya, apabila salah seorang di antara kamu melihat sesuatu yang tidak diinginkannya, maka hendaknya ia berdoa, 'Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tiada yang dapat menolak kejahatan kecuali Engkau, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuati atas pertotongan-Mu.”[5]

 

Abu Daud meriwayatkan hadits yang marfu' dari Ibnu Mas'ud ٠ bahwa Rasulullah Saw bersabda,

الَطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَوَكُّلِ.

"Thiyarah itu perbuatan syirik, thiyarah itu perbuatan syirik, tidak ada seorang pun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah Saw bisa menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya." (HR. Abu Daud)[6]

 

Hadits ini diriwayatkan juga oleh At Tirmidzi dan dinyatakan shahih dan kalimat terakhir ia jadikan sebagai ucapannya Ibnu Mas'ud.

 

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar ٠, bahwa Rasulullah Saw bersabda,

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَتِهِ فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوْا : فَمَا كَفَارَةُ ذَلِكَ؟قَالَ :أَنْ تَقُوْلَ: اَلَّلهُمَّ لآخَيْرَ إِلاَّ خَيْرَكَ، وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ غَيْرُكَ.

"Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah ini, maka ia telah berbuat kemusyrikan". Para sahabat bertanya, 'Lalu apa yang bisa menebusnya?' Rasulullah يلتة menjawab, "Hendakmjaiaberdoa, ،'Ya Allah,tiadakebaikankecuali kebaikan dari-Mu, dan tiada kesialan kecuali kesialan dari-Mu, dan tiada sesembahan kecuali Engkau.”[7]

Dan dalam riwayat yang lain dari Fadhl bin Abbas, Rasulullah Saw bersabda,

إِنَّمَا الطِّيَرَةُ مَا أَمْضَاكَ اَؤْرَدَّكَ

"Sesugguhnya thiyarah itu adalah yang bisa menjadikan kamu terus melangkah, atau yang bisa mengurungkan niat (dari tujuan kamu)."[8]

Referensi :Syarh Kitab Tauhid karya Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (hal. 149)


[1] Diriwayatkan oleh Bukhari (5757), Muslim (2220)

[2] Diriwayatkan oleh Muslim (2220)

[3] Diriwayatkan oleh Muslim (2222)

Adwa: penularan penyakit. Maksud sabda Nabi di sini ialah untuk menolak anggapan mereka ketika masih hidup di zaman jahiliyah, bahwa penyakit berjangkit atau menular dengan sendirinya, tanpa kehendak dan takdir Allah. Anggapan inilah yang ditolak oleh Rasulullah Saw bukan keberadaan penjangkitan atau penularan; sebab, dalam riwayat lain, setelah hadits ini, disebutkan:

وَفَرُّوْا مِنَ الْمَجْذُوْمِ كَمَا تَفِرُّوا مِنَ الْأَسَدِ

٠٠.. dan menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa? (HR. Bukhari).

Ini menunjukkan bahwa penjangkitan atau penularan penyakit dengan sendirinya tidak ada, tetapi semuanya atas kehendak dan takdir Ilahi, namun sebagai insan muslim di samping iman kepada takdir tersebut haruslah berusaha melakukan tindakan pencegahan sebelum terjadi penularan sebagaimana usahanya menjauh dari terkaman singa. Inilah hakikat iman kepada takdir Ilahi.

Ihiyarah: merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.

Hamah: burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihatnya, apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah salah seorang di antara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri, atau salah satu anggota keluarganya. Dan maksud beliau adalah untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Bagi seorang muslim, anggapan seperti ini harus tidak ada, semua adalah dari Allah dan sudah ditentukan oleh-Nya.

Shafar: bulan kedua dalam tahun hijriyah, yaitu bulan sesudah Muharram. Orang-orang jahiliyah beranggapan bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak menguntungkan. Yang demikian dinyatakan tidak ada oleh Rasulullah. Dan termasuk dalam anggapan seperti ini: merasa bahwa hari rabu mendatangkan sial, dan lain-lain. Hal ini termasuk jenis thiyarah, dilarang dalam Islam.

Nau': bintang; arti asalnya adalah: tenggelam atau terbitnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan turunnya hujan kepada bintang ini, atau bintang itu. Maka Islam datang mengikis anggapan seperti ini, bahwa tidak ada hujan turun karena suatu bintang tertentu, tetapi semua itu adalah ketentuan dari Allah Swt.

Ghaul: hantu, salah satu makhluk jenis jin. Mereka beranggapan bahwa hantu ini dengan perubahan bentuk maupun warnanya dapat menyesatkan seseorang dan mencelakakannya. Sedang maksud sabda Nabi di sini bukanlah tidak mengakui keberadaan makhluk seperti ini, tetapi menolak anggapan mereka yang tidak baik tersebut yang akibatnya takut kepada selain Allah, serta tidak bertawakkal kepada-Nya, inilah yang ditolak oleh beliau; untuk itu dalam hadits lain beliau bersabda: ‘Apabila hantu beraksi manakut-nakuti kamu, maka serukanlah adzan." Artinya: tolaklah kejahatannya itu dengan berdzikir dan menyebut Aliah. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam AlMusnad.

[4] Diriwayatkan oleh Bukhari (5756) dan Muslim (2224)

[5] Diriwayatkan oleh Abu Daud (3910), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (26392), Al baihaqi dalam Al-Kubra (16298). Didhaifkan oleh Albani dalam Dhaif Abi Daud (843)

[6] Diriwayatkan oleh Abu Daud (3910), Tirmidzi (1614), Ibnu Majah (3538), Ahmad (3687), dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Ibnu Majah (2850)

[7] Diriwayatkan oleh Ahmad (7045) Al haitsami dalam Al Majma' (8412), dishahihkan oleh Albani dalam Islahul Masajid (1/116).

[8] Diriwayatkan oleh Ahmad (1824) Al Muttaqil Hindi dalam Kanzul 'Ummal (28571). Syaikh Syu'aib Al Arnauth berkata dalam ta1iqnya atas Musnad Ahmad, sanadnya dhaif.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us