وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ
اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
(65) فَجَعَلْنَاهَا نَكَالا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً
لِلْمُتَّقِينَ (66(
Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera-kera yang hina." Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah Swt. berfirman bahwa
sesungguhnya kalian —hai orang-orang Yahudi— telah mengetahui azab yang menimpa
penduduk kampung itu yang durhaka terhadap perintah Allah dan melanggar
perjanjian dan ikrar-Nya yang telah Dia ambil dari kalian. Yaitu kalian harus
mengagungkan hari Sabtu dan menaati perintah-Nya. Dikatakan demikian karena hal
tersebut disyariatkan bagi mereka. Akan tetapi, pada akhirnya mereka membuat
kilah (tipu daya) agar mereka tetap dapat berburu ikan di hari Sabtu, yaitu
dengan cara meletakkan jaring-jaring dan perangkap-perangkap ikan sebelum hari
Sabtu.
Apabila hari Sabtu tiba dan ikan-ikan
banyak didapat sebagaimana biasanya, ikan-ikan tersebut terjerat oleh
jaring-jaring dan perangkap-perangkap tersebut, tiada suatu ikan pun yang
selamat di hari Sabtu itu. Apabila malam hari tiba, mereka mengambil ikan-ikan
tersebut sesuduh hari Sabtu berlalu. Ketika mereka melakukan hal tersebut, maka
Allah mengutuk rupa mereka menjadi kera. Kera adalah suatu binatang yang
rupanya lebih mirip dengan manusia, tetapi kera bukan jenis manusia. Dengan
kata lain, demikian pula perbuatan dan tipu muslihat mereka, mengingat apa yang
mereka lakukan itu menurut lahiriah mirip dengan perkara yang hak, tetapi
batiniahnya berbeda bahkan kebalikannya. Maka pembalasan dikutuk menjadi kera
itu merupakan balasan dari perbuatan mereka sendiri yang disesuaikan dengan
jenis pelanggarannya.
Kisah ini disebutkan panjang lebar
dalam tafsir surat Al-A'raf, yaitu pada firman-Nya:
وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ
الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ
تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ
لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil
tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada
hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar)
mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu,
ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka
disebabkan mereka berlaku fasik. (Al-A'raf: 163)
Demikianlah kisah tersebut secara
lengkap. As-Saddi mengatakan bahwa mereka adalah penduduk kota Ailah, demikian
pula menurut Qatadah. Kami akan mengetengahkan pendapat ulama tafsir secara
panjang lebar dalam tafsir ayat ini, insya Allah.
*******
Firman Allah Swt.:
كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
lalu Kami berfirman kepada mereka,
"Jadilah kalian kera-kera yang hina." (Al-Baqarah: 65)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah,
telah menceritakan kepada kami Syibl, dari Ibnu Nujaih, dari Mujahid sehubungan
dengan makna ayat ini, bahwa hati merekalah yang dikutuk, bukan rupa mereka.
Sesungguhnya hal ini hanyalah sebagai perumpamaan yang dibuat oleh Allah,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman lainnya:
كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ
أَسْفَارًا
seperti keledai yang membawa
kitab-kitab. (Al-Jumu'ah: 5)
Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu
Jarir, dari Al-Musanna, dari Abu Huzaifah dan dari Muhammad ibnu Umar Al-Bahili
dan dari Asim, dari Isa, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid dengan lafaz yang
sama. Sanad yang jayyid dan pendapat yang garib (aneh) sehubungan dengan makna
ayat ini bertentangan dengan makna lahiriah ayat itu sendiri. Dalam ayat
lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ
بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ
عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ
Katakanlah, "Apakah akan aku
beritakan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya
daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk
dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan
(orang yang) menyembah tagut?" (Al-Maidah: 60)
Al-Aufi mengatakan di dalam kitab
tafsirnya, dari ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya: lalu Kami berfirman
kepada mereka, "Jadilah kalian kera yang hina." (Al-Baqarah: 65)
Bahwa Allah menjadikan sebagian dari mereka (Bani Israil) kera dan babi. Diduga
bahwa para pemuda dari kalangan mereka dikutuk menjadi kera, sedangkan
orang-orang yang sudah lanjut usianya dikutuk menjadi babi.
Syaiban An-Nahwi meriwayatkan dari
Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini, "Lalu Kami berfirman kepada
mereka, 'Jadilah kalian kera yang hina'," bahwa kaum itu menjadi kera yang
memiliki ekor; sebelum itu mereka adalah manusia yang terdiri atas kalangan
kaum pria dan wanita.
Ata Al-Khurrasani mengatakan.
diserukan kepada mereka, "Hai penduduk negeri, jadilah kalian kera yang
hina." Kemudian orang-orang yang melarang mereka masuk menemui mereka dan
berkata, "Hai Fulan, bukankah kami telah melarang kamu (untuk melakukan
perburuan di hari Sabtu)?" Mereka menjawab hanya dengan anggukan kepala,
yang artinya "memang benar".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Muhammad ibnu Rabi'ah di Masisiyyah, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Muslim (yakni At-Taifi), dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan.”Sesungguhnya nasib yang menimpa mereka yang
melakukan perburuan di hari Sabtu ialah mereka dikutuk menjadi kera sungguhan,
kemudian mereka dibinasakan sehingga tidak ada keturunannya."
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, bahwa Allah mengutuk mereka menjadi kera karena kedurhakaan mereka. Ibnu
Abbas mengatakan, mereka hanya hidup di bumi ini selama tiga hari. Tiada suatu
pun yang dikutuk dapat bertahan hidup lebih dari tiga hari. Sesudah rupa mereka
dikutuk dan diubah, mereka tidak mau makan dan minum serta tidak dapat
mengembangbiakkan keturunannya. Karena sesungguhnya Allah telah menciptakan
kera dan babi serta makhluk lainnya dalam masa enam hari, seperti yang
disebutkan di dalam Kitab-Nya. Allah mengubah rupa kaum tersebut menjadi kera.
Demikianlah Allah dapat melakukan terhadap siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia
dapat mengubah rupa ke dalam bentuk seperti apa yang dikehendaki-Nya.
Abu Ja'far meriwayatkan dari
Ar-Rabi', dari Abul Aliyah sehubungan dengan firman-Nya: Jadilah kalian
kera-kera yang hina. (Al-Baqarah: 65) Yakni jadilah kalian orang-orang yang
nista dan hina (seperti kera). Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid,
Qatadah, Ar-Rabi', dan Abu Malik.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari
Daud ibnu Abul Husain, dari Ikrimah, bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan,
"Sesungguhnya hal yang difardukan oleh Allah kepada kaum Bani Israil pada
mulanya adalah sama dengan hari yang difardukan oleh Allah kepada kalian dalam
hari raya kalian, yaitu hari Jumat. Tetapi mereka menggantinya menjadi hari
Sabtu, lalu mereka menghormati hari Sabtu (sebagai ganti hari Jumat) dan mereka
meninggalkan apa-apa yang diperintahkan kepadanya. Tetapi setelah mereka membangkang
dan hanya menetapi hari Sabtu, maka Allah menguji mereka dengan hari Sabtu itu
dan diharamkan atas mereka banyak hal yang telah dihalalkan bagi mereka
diselain hari Sabtu. Mereka yang melakukan demikian tinggal di suatu kampung
yang terletak di antara Ailah dan Tur, yaitu Madyan. Maka Allah mengharamkan
mereka melakukan perburuan ikan di hari Sabtu, juga mengharamkan memakannya di
hari itu.
Tersebutlah apabila hari Sabtu tiba,
maka ikan-ikan datang kepada mereka terapung-apung di dekat pantai mereka
berada. Tetapi apabila hari Sabtu telah berlalu, ikan-ikan itu pergi semua
hingga mereka tidak dapat menemukan seekor ikan pun, baik yang besar maupun
yang kecil. Singkatnya, bila hari Sabtu tiba ikan-ikan itu muncul begitu banyak
secara misteri; tetapi bila hari Sabtu berlalu, ikan-ikan itu lenyap tak
berbekas.
Mereka tetap dalam keadaan demikian
dalam waktu yang cukup lama memendam rasa ingin memakan ikan. Kemudian ada
seseorang dari kalangan mereka sengaja menangkap ikan dengan sembunyi-sembunyi
di hari Sabtu, lalu ia mengikat ikan tersebut dengan benang, kemudian
melepaskannya ke laut; sebelum itu ia mengikat benang itu ke suatu pasak yang
ia buat di tepi laut, lalu ia pergi meninggalkannya. Keesokan harinya ia datang
ke tempat itu, lalu mengambil ikan tersebut dengan alasan bahwa ia tidak
mengambilnya di hari Sabtu. Selanjutnya ia pergi membawa ikan tangkapannya itu,
kemudian dimakannya. Pada hari Sabtu berikutnya ia melakukan hal yang sama,
ternyata orang-orang mencium bau ikan itu. Maka penduduk kampung berkata,
"Demi Allah, kami mencium bau ikan."
Kemudian mereka menemukan orang yang
melakukan hal tersebut, lalu mereka mengikuti jejak si lelaki itu. Mereka
melakukan hal tersebut dengan sembunyi-sembunyi dalam waktu cukup lama; Allah
sengaja tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, sebelum mereka
melakukan perburuan ikan secara terang-terangan dan menjualnya di pasar-pasar.
Segolongan orang dari kalangan mereka
yang tidak ikut berburu berkata, "Celakalah kalian ini, bertakwalah kepada
Allah." Golongan ini melarang apa yang diperbuat oleh kaumnya itu.
Sedangkan golongan lainnya yang tidak memakan ikan dan tidak pula melarang kaum
dari perbuatan mereka berkata, "Apa gunanya kamu menasihati suatu kaum
yang bakal diazab oleh Allah atau Allah akan mengazab mereka dengan azab yang
keras." Mereka yang memberi peringatan kepada kaumnya menjawab,
"Sebagai permintaan maaf kepada Tuhan kalian, kami tidak menyukai
perbuatan mereka, dan barangkali saja mereka mau bertakwa (kepada Allah)."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya,
"Ketika mereka dalam keadaan demikian, maka pada pagi harinya orang-orang
yang tidak ikut berburu di tempat perkumpulan dan masjid-masjidnya merasa
kehilangan orang-orang yang berburu, mereka tidak melihatnya. Kemudian sebagian
dari kalangan mereka berkata kepada sebagian yang lain, 'Orang-orang yang suka
berburu di hari Sabtu sedang sibuk, marilah kita lihat apakah yang sedang
mereka lakukan.' Lalu mereka berangkat untuk melihat keadaan orang-orang yang
berburu di rumah-rumah mereka, ternyata mereka menjumpai rumah-rumah tersebut
dalam keadaan terkunci. Rupanya mereka memasuki rumahnya masing-masing di malam
hari, lalu menguncinya dari dalam, seperti halnya orang yang mengurung diri.
Ternyata pada pagi harinya mereka menjadi kera di dalam rumahnya masing-masing,
dan sesungguhnya orang-orang yang melihat keadaan mereka mengenal seseorang
yang dikenalnya kini telah berubah bentuk menjadi kera. Para wanitanya menjadi
kera betina, dan anak-anaknya menjadi kera kecil."
Ibnu Abbas mengatakan, seandainya
Allah tidak menyelamatkan orang-orang yang melarang mereka berbuat kejahatan
itu, niscaya semuanya dibinasakan oleh Allah. Kampung tersebut adalah yang
disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya kepada Nabi Muhammad Saw., yaitu:
وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ
الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil
tentang negeri yang terletak di dekat laut. (Al-A'raf: 163) hingga akhir ayat.
Ad-Dahhak meriwayatkan pula hal yang
semisal dari Ibnu Abbas r.a.
As-Saddi meriwayatkan sehubungan
dengan tafsir firman-Nya: Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang
yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada
mereka, "Jadilah kalian kera yang hina." (Al-Baqarah: 65) Mereka
adalah penduduk kota Ailah, yaitu suatu kota yang terletak di pinggir pantai.
Tersebutlah bila hari Sabtu tiba, maka ikan-ikan bermunculan. sedangkan Allah
telah mengharamkan orang-orang Yahudi melakukan suatu pekerjaan pun di hari
Sabtu. Bila hari Sabtu tiba, tiada seekor ikan pun yang ada di laut itu yang
tidak bermunculan sehingga ikan-ikan tersebut menampakkan songot (kumis)nya ke
permukaan air. Tetapi bila hari Ahad tiba, ikan-ikan itu menetap di dasar laut,
hingga tiada seekor ikan pun yang tampak, dan baru muncul lagi pada hari Sabtu
mendatang. Yang demikian itu dinyatakan di dalam firman-Nya: Dan tanyakanlah
kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka
melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang
berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari
yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. (Al-A’raf: 163)
Maka sebagian dari mereka ada yang
ingin makan ikan, lalu seseorang (dari mereka) menggali pasir dan membuat suatu
parit sampai ke laut yang dihubungkan dengan kolam galiannya itu. Apabila hari
Sabtu tiba, ia membuka tambak paritnya, lalu datanglah ombak membawa ikan
hingga ikan-ikan itu masuk ke dalam kolamnya. Ketika ikan-ikan itu hendak
keluar dari kolam tersebut, ternyata tidak mampu karena paritnya dangkal,
hingga ikan-ikan itu tetap berada di dalam kolam tersebut. Apabila hari Ahad
tiba, maka lelaki itu datang, lalu mengambil ikan-ikan tersebut. Lalu seseorang
memanggang ikan hasil tangkapannya dan ternyata tetangganya mencium bau ikan
bakar. Ketika si tetangga menanyakan kepadanya, ia menceritakan apa yang telah
dilakukannya. Maka si tetangga tersebut melakukan hal yang sama seperti dia,
hingga tersebarlah kebiasaan makan ikan di kalangan mereka.
Kemudian ulama mereka berkata,
"Celakalah kalian, sesungguhnya kalian melakukan perburuan di hari Sabtu,
sedangkan hari tersebut tidak dihalalkan bagi kalian." Mereka menjawab,
"Sesungguhnya kami hanya menangkapnya pada hari Ahad, yaitu di hari kami
mengambilnya." Maka orang-orang yang ahli hukum berkata, "Tidak,
melainkan kalian menangkapnya di hari kalian membuka jalan air bagi-nya, lalu
ia masuk."
Akhirnya mereka tidak dapat mencegah
kaumnya menghentikan hal tersebut. Lalu sebagian orang yang melarang mereka
berkata kepada sebagian yang lain, sebagaimana yang disebutkan oleh Firman-Nya:
لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ
مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا
Mengapa kalian menasihati kaum yang
Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat
keras? (Al-A'raf 164)
Dengan kata lain, mengapa kalian
bersikeras menasihati mereka, padahal kalian telah menasihati mereka, tetapi
ternyata mereka tidak mau menuruti nasihat kalian. Maka sebagian dari mereka
berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ
وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Agar kami mempunyai alasan (pelepas
tanggung jawab) kepada Tuhan kalian, dan supaya mereka bertakwa. (Al-A'raf:
164)
Ketika mereka menolak nasihat
tersebut, maka orang-orang yang taat kepada perintah Allah berkata, "Demi
Allah, kami tidak mau hidup bersama kalian dalam satu kampung." Lalu
mereka membagi kampung itu menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh sebuah
tembok penghalang.
Lalu kaum yang taat pada perintah
Allah membuat suatu pintu khusus buat mereka sendiri, dan orang-orang yang
melanggar pada hari Sabtu membuat pintunya sendiri pula. Nabi Daud a.s.
melaknat mereka yang melanggar di hari Sabtu itu. Kaum yang taat pada perintah
Allah keluar memakai pintunya sendiri, dan orang-orang yang kafir keluar dari
pintunya sendiri pula.
Pada suatu hari orang-orang yang taat
pada perintah Tuhannya keluar. sedangkan orang-orang yang kafir tidak membuka
pintu khusus mereka. Maka orang-orang yang taat melongok keadaan mereka dengan
menaiki tembok penghalang tersebut setelah merasakan bahwa mereka tidak mau
juga membuka pintunya. Ternyata mereka yang kafir itu telah berubah ujud
menjadi kera, satu sama lainnya saling melompati. Kemudian orang-orang yang
taat membuka pintu mereka, lalu kera-kera tersebut keluar dan pergi menuju
suatu tempat. Yang demikian itu dijelaskan di dalam firman-Nya:
فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا
نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
Maka tatkala mereka bersikap sombong
terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepada mereka,
"Jadilah kalian kera yang hina!" (Al-A'raf: 166)
Kisah inilah yang pada mulanya
disebutkan oleh firman-Nya:
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ
Telah dilaknati orang-orang kafir
dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. (Al-Maidah: 78) hingga
akhir ayat.
Merekalah yang dikutuk menjadi
kera-kera itu.
Menurut kami, tujuan mengetengahkan
pendapat para imam tersebut untuk menjelaskan kelainan pendapat yang
dikemukakan oleh Mujahid rahimahullah. Dia berpendapat bahwa kutukan yang
menimpa mereka hanyalah kutukan maknawi, bukan kutukan yang mengakibatkan mereka
berubah ujud menjadi kera. Pendapat yang sahih adalah yang mengatakan bahwa
kutukan tersebut maknawi dan suwari.
******
Firman Allah Swt.:
فَجَعَلْنَاهَا نَكَالا
Maka Kami jadikan yang demikian itu
sebagai peringatan. (Al-Baqarah: 66)
Sebagian Mufassirin mengatakan bahwa
damir yang terkandung pada lafaz faja alnaha kembali kepada al-qiradah (menjadi
kera). Menurut pendapat lain kembali kepada al-hitan (ikan-ikan). Menurut
pendapat yang lainnya kembali kepada siksaan, dan menurut yang lainnya lagi
kembali kepada al-qaryah (kampung tempat mereka tinggal). Demikian menurut
riwayat Ibnu Jarir.
Menurut pendapat yang sahih, damir
tersebut kembali kepada al-qaryah, yakni Allah menjadikan kampung itu;
sedangkan yang dimaksud adalah para penduduknya, karena merekalah yang
melakukan pelanggaran di hari Sabtu.
Nakalan, peringatan; yakni Kami siksa
mereka dengan suatu siksaan, lalu Kami jadikan siksaan itu sebagai peringatan,
seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya mengenai Fir'aun, yaitu:
فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ
الآخِرَةِ وَالأولَى
Maka Allah mengazabnya dengan azab di
akhirat dan di dunia. (An-Nazi'at: 25)
******
Firman Allah Swt.:
لِمَا
بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا
bagi orang-orang di masa itu dan bagi
mereka yang datang kemudian. (Al-Baqarah: 66)
Damir ha kembali kepada al-qura
(kampung-kampung). Ibnu Abbas mengatakan bahwa Kami jadikan siksaan yang telah
menimpa penduduk kampung tersebut sebagai pelajaran atau peringatan bagi
orang-orang yang ada di kampung-kampung sekitarnya, seperti pengertian yang
terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا
حَوْلَكُمْ مِنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan sesungguhnya Kami telah
membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian dan Kami telah mendatangkan
tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertobat).
(Al-Ahqaf: 27)
Termasuk ke dalam pengertian ini
firman lainnya, yaitu:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا
نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa
sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami
kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya
(sekitarnya). (Ar-Ra'd: 41)
Makna yang dimaksud dengan lafaz lima
baina yadaiha wa ma khalfaha ialah menyangkut tempat, seperti yang dikatakan
oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa lima bainaha artinya penduduk kampung setempat; wa ma
khalfaha, penduduk kampung-kampung yang di sekitarnya. Hal yang sama dikatakan
pula oleh Sa'id ibnu Jubair, bahwa lima baina yadaiha wa ma khalfaha, artinya
orang yang ada di tempat tersebut di masa itu.
Telah diriwayatkan oleh Ismail ibnu
Abu Khalid, Qatadah, dan Atiyyah Al-Aufi sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
Maka Kami jadikan yang demikian itu sebagai peringatan bagi orang-orang di masa
itu. (Al-Baqarah: 66) Ma baina yadaiha artinya ma qablaha, yakni bagi
orang-orang yang sebelumnya yang menyangkut masalah hari Sabtu. Abul Aliyah,
Ar-Rabi', dan Atiyyah mengatakan bahwa wa ma khalfaha artinya buat orang-orang
yang sesudah mereka dari kalangan Bani Israil agar mereka tidak melakukan hal
yang semisal dengan perbuatan orang-orang yang dikutuk itu. Mereka mengatakan
bahwa makna yang dimaksud dari lafaz ma baina yadaiha wa ma khalfaha berkaitan
dengan zaman, yakni sebelum dan sesudahnya.
Pengertian tersebut dapat dibenarkan
bila dikaitkan dengan orang-orang sesudah mereka, agar apa yang telah menimpa
penduduk kampung itu menjadi peringatan dan pelajaran bagi mereka. Jika
dikaitkan dengan orang-orang sebelum mereka, mana mungkin ayat ini ditafsirkan
dengan makna tersebut, yakni sebagai pelajaran dan peringatan buat orang-orang
sebelum mereka? Barangkali setelah dipa-hami tidak ada seorang pun yang
mengatakan demikian.
Dengan demikian, maka tertentulah
pengertian lafaz ma baina yadaiha wa ma khalfaha artinya 'buat orang-orang yang
tinggal di kampung-kampung sekitarnya'. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas
dan Sa'id ibnu Jubair.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari
Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, mengenai firman-Nya: Maka Kami jadikan
yang demikian itu sebagai peringatan bagi orang-orang di masa itu dan bagi
mereka yang datang kemudian. (Al-Baqarah: 66)
Bahwa makna yang dimaksud ialah
sebagai hukuman terhadap dosa-dosa mereka yang sekarang dan yang lalu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, As-Saddi Al-Farra, dan Ibnu Atiyyah bahwa
lima baina yadaiha artinya 'bagi dosa-dosa kaum tersebut', sedangkan wa ma
khalfaha artinya 'bagi orang sesudahnya yang berani melakukan hal yang semisal
dengan dosa-dosa mereka itu'.
Ar-Razi meriwayatkan tiga buah
pendapat sehubungan dengan tafsir ayat ini: Yang pertama mengatakan bahwa makna
yang dimaksud dari lafaz ma baina yadaiha wa ma khalfaha ialah 'bagi
orang-orang sebelum mereka yang telah mengetahui beritanya melalui kitab-kitab
terdahulu dan bagi orang-orang sesudah mereka. Pendapat kedua mengatakan, makna
yang dimaksud ialah 'bagi para penduduk kampung dan umat-umat yang semasa
dengannya. Pendapat ketiga mengatakan bahwa Allah Swt. menjadikan hal tersebut
sebagai hukuman buat orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut sebelumnya,
juga bagi orang-orang sesudahnya. Pendapat ketiga ini merupakan pendapat
Al-Hasan.
Menurut kami, pendapat yang kuat
ialah yang mengartikan bahwa ma baina yadaiha dan wa ma khalfaha artinya 'bagi
orang-orang yang sezaman dengan mereka, juga bagi orang-orang yang akan datang
sesudah mereka', seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya;
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا
حَوْلَكُمْ مِنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan sesungguhnya Kami telah
membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian. (Al-Ahqaf: 27) hingga akhir ayat.
Dan Allah telah berfirman:
وَلا يَزَالُ الَّذِينَ
كَفَرُوا تُصِيبُهُمْ بِمَا صَنَعُوا قَارِعَةٌ أَوْ تَحُلُّ قَرِيبًا مِنْ
دَارِهِمْ
Dan orang-orang yang kafir senantiasa
ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 31)
أَفَلا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي
الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَ}
Maka apakah mereka tidak melihat
bahwa Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari
segala penjurunya (Al-Anbiya: 44)
Maka Allah menjadikan mereka sebagai
pelajaran dan peringatan buat orang-orang yang sezaman dengan mereka, juga
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang kemudian melalui berita yang mutawatir
dari mereka. Karena itulah di akhir ayat disebutkan:
وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ
serta menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari
Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
(Al-Baqarah: 66) Yang dimaksud ialah bagi orang-orang sesudah mereka hingga
hari kiamat.
Al-Hasan Qatadah mengatakan
sehubungan dengan firman-Nya: Serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
bertakwa. (Al-Baqarah: 66) Ia memperingatkan mereka sehingga mereka memelihara
diri dari hal-hal yang menyebabkan siksa Allah dan mewaspadainya.
As-Saddi dan Atiyyah Al-Aufi
mengatakan bahwa makna firman-Nya: serta menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66) ialah umat Nabi Muhammad Saw.
Menurut kami, makna yang dimaksud
dari lafaz al-mauizah dalam ayat ini ialah peringatan. Dengan kata lain, Kami
jadikan azab dan pembalasan yang telah menimpa mereka sebagai balasan dari
perbuatan mereka yang melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan tipu
muslihat yang mereka jalankan. Karena itu, hati-hatilah orang-orang yang
bertakwa terhadap perbuatan seperti yang mereka lakukan itu, agar tidak
tertimpa siksaan yang telah menimpa mereka.
Sehubungan dengan pengertian ini Imam
Abu Abdullah ibnu Buttah meriwayatkan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبَّاحِ
الزَّعْفَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَمْرٍو [عَنْ أَبِي سَلَمَةَ] عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى الله عليه وسلم قال: "لَا تَرْتَكِبُوا مَا ارْتَكَبَ الْيَهُودُ،
فَتَسْتَحِلُّوا مَحَارِمَ اللَّهِ بِأَدْنَى الْحِيَلِ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Muhammad ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabah Az-Za'farani, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu
Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Umar, dari Abu Salamah,
dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Janganlah kalian lakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang
Yahudi, karena akibatnya kalian akan menghalalkan apa-apa yang diharamkan oleh
Allah hanya dengan tipu muslihat yang rendah.
Sanad ini berpredikat jayyid; Ahmad ibnu Muhammad ibnu Muslim dinilai siqah oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Khatib Al-Bagdadi, sedangkan perawi lainnya sudah dikenal dengan syarat sahih.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.