ÙˆَØ¥ِØ°ْ Ù‚َالَ Ù…ُوسَÙ‰ Ù„ِÙ‚َÙˆْÙ…ِÙ‡ِ
Ø¥ِÙ†َّ اللَّÙ‡َ ÙŠَØ£ْÙ…ُرُÙƒُÙ…ْ Ø£َÙ†ْ تَØ°ْبَØُوا بَÙ‚َرَØ©ً Ù‚َالُوا Ø£َتَتَّØ®ِØ°ُÙ†َا
Ù‡ُزُÙˆًا Ù‚َالَ Ø£َعُوذُ بِاللَّÙ‡ِ Ø£َÙ†ْ Ø£َÙƒُونَ Ù…ِÙ†َ الْجَاهِÙ„ِينَ (٦٧)
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata, "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil."
Allah Swt. berfirman melalui ayat
ini, "Ingatlah kalian, hai kaum Bani Israil, akan nikmat-Ku yang telah
Kulimpahkan kepada kalian dalam hal yang menyangkut perkara yang berlainan
dengan hukum alam bagi kalian," yaitu mengenai seekor sapi betina dan
keterangan mengenai si pembunuhnya dengan melalui sapi betina itu, kemudian
Allah menghidupkan si terbunuh, lalu si terbunuh menyebut siapa pelaku yang
telah membunuh dirinya dari kalangan mereka. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan
kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu
Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ubaidah As-Salmani yang menceritakan
hadis berikut:
Ada seorang lelaki dari kalangan kaum
Bani Israil yang mandul, tidak mempunyai anak, sedangkan dia mempunyai harta
benda yang banyak. Orang yang mewarisinya hanyalah anak lelaki dari saudara
laki-lakinya. Pada suatu malam keponakannya itu membunuhnya dan meletakkan
mayatnya di depan pintu rumah salah seorang dari kalangan mereka. Di pagi
harinya si pembunuh menuduh mereka, hingga masing-masing pihak memakai
senjatanya dan sebagian dari mereka berperang dengan sebagian yang lain.
Kemudian orang-orang yang bijak dan
berkuasa dari kalangan mereka berkata, "Mengapa kalian saling membunuh di
antara sesama kalian, sedangkan utusan Allah berada di antara kalian?"
Akhirnya mereka datang menghadap Nabi Musa a.s., lalu menceritakan peristiwa
tersebut. Maka Nabi Musa a.s. berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina"
Mereka berkata, "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?"
Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan
orang-orang yang jahil." (Al-Baqarah: 67)
Perawi mengatakan, seandainya mereka
tidak menyangkal, niscaya sapi apa pun yang mudah didapat sudah cukup bagi
mereka. Tetapi mereka keras kepala, akhirnya mereka diperberat. Setelah mereka
mendapatkan sapi betina yang diperintahkan agar mereka menyembelihnya, ternyata
sapi betina itu adalah milik seorang lelaki yang tidak punya sapi lain kecuali
satu-satunya yang mereka harapkan itu. Akhirnya si pemilik sapi berkata,
"Demi Allah, sebagai tukarannya aku tidak mau kurang dari sejumlah emas
yang memenuhi kulitnya." Maka mereka terpaksa mengambil sapi betina
tersebut dengan memberikan tukaran berupa emas sepenuh kulitnya. Mereka
menyembelih sapi tersebut, lalu memukulkan sebagian dari anggota badannya ke
tubuh mayat yang dimaksudkan. Akhirnya si mayat dapat hidup. Mereka bertanya,
"Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia menjawab, "Orang ini,"
seraya mengisyaratkan kepada keponakannya, lalu ia lunglai dan mati.
Si pembunuh tidak diberi sedikit
harta pun dari peninggalan si mayat. Setelah peristiwa tersebut, maka pembunuh
tidak dapat mewarisi (harta si terbunuh).
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis semisal
melalui hadis Ayyub, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ubaidah. Diriwayatkan pula
oleh Abdu Ibnu Humaid di dalam kitab tafsirnya, disebutkan bahwa telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun dengan lafaz yang sama. Telah
diriwayatkan pula oleh Adam ibnu Abu Iyas di dalam kitab tafsirnya, dari Abu
Ja'far (yakni Ar-Razi), dari Hisyam ibnu Hassan dengan lafaz yang sama.
Adam ibnu Abu Iyas di dalam kitab
tafsirnya telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far
Ar-Razi, dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah mengenai firman-Nya: Sesungguhnya
Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Tersebutlah
bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil, dia orang kaya dan tidak
mempunyai seorang anak pun, yang mewarisinya adalah salah seorang kerabatnya.
Kemudian si kerabat membunuhnya agar cepat memperoleh harta warisannya, lalu
mayatnya ia campakkan di perempatan jalan. Si pembunuh datang kepada Nabi Musa
dan berkata, "Sesungguhnya kerabatku telah terbunuh, hal ini merupakan
suatu peristiwa yang sangat berat, karena aku tidak menjumpai seorang pun
selainmu yang dapat menjelaskan kepadaku siapa pembunuhnya, wahai Nabi
Allah?"
Maka Nabi Musa menyeru kepada semua
orang, "Kuminta —demi Allah— siapa yang mengetahui peristiwa ini,
hendaknya dia menceritakannya kepada kami." Ternyata tiada seorang pun
dari mereka yang mengetahuinya. Lalu si pembunuh datang kepada Musa dan
berkata, "Engkau adalah Nabi Allah, maka mintakanlah kepada Allah buat
kami agar Dia menjelaskannya kepada kami." Nabi Musa a.s. memohon kepada
Tuhannya, lalu Allah berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih
seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Mereka heran dengan jawaban tersebut, lalu
berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa
menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang
yang jahil’ Mereka menjawab, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar
Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu? " Musa menjawab,
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu.” (Al-Baqarah: 67-68)
Artinya sapi betina tersebut tidak terlalu tua, tidak pula terlalu muda,
melainkan pertengahan di antara keduanya.
Mereka berkata, "Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami warna sapi
itu." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina
itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan
orang-orang yang memandangnya." (Al-Baqarah: 69) Sapi betina tersebut
berwama kuning mulus lagi membuat takjub orang-orang yang memandangnya.
Mereka berkata, "Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikal
sapi betina itu? Karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami, dan
sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk." Musa menjawab,
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi
tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." (Al-Baqarah: 70-71) Yakni
sapi betina tersebut belum pernah dipekerjakan untuk membajak tanah dan
mengairi tanaman, juga tidak ada cacat serta tidak ada belangnya. Mereka
berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang
sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak
melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71)
Perawi mengatakan, "Seandainya
kaum itu di saat menerima perintah untuk menyembelih sapi betina, mereka
langsung mendatangkan seekor sapi betina yang mana pun, hal itu sudah cukup.
Tetapi mereka memperberat dirinya sendiri, maka Allah benar-benar memperberat
mereka. Seandainya saja kaum itu tidak mengucapkan kata istisna seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat
petunjuk. (Al-Baqarah: 70) niscaya mereka tidak akan beroleh petunjuk untuk
mendapatkan sapi betina tersebut untuk selama-lamanya."
Menurut riwayat yang sampai kepada
kami, mereka tidak menemukan sapi betina yang spesifikasinya disebutkan kepada
mereka kecuali hanya pada seorang wanita tua yang memelihara banyak anak yatim;
si nenek itulah yang mengurus mereka. Tatkala si nenek mengetahui bahwa tiada
yang dapat membersihkan mereka kecuali hanya sapi miliknya, maka ia
melipatgandakan harganya kepada mereka. Lalu mereka menghadap Nabi Musa a.s.
dan menceritakan kepadanya bahwa mereka tidak menemukan sapi berciri khas
seperti itu kecuali pada seorang wanita dan wanita itu meminta harga pembelian
yang berlipat ganda dari biasanya.
Nabi Musa a.s. berkata,
"Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan kepada kalian, tetapi
kalian memperberat diri kalian sendiri. Maka berikanlah kepada si nenek itu apa
yang disukainya dan apa yang telah ditetapkannya." Lalu mereka melakukannya,
membeli sapi betina itu dan menyembelihnya. Kemudian Nabi Musa a.s.
memerintahkan mereka agar memotong salah satu dari tulang sapi betina itu untuk
dipukulkan kepada jenazah tersebut. Mereka melakukan apa yang diperintahkan
oleh Nabi Musa a.s., dan ternyata jenazah tersebut dapat hidup kembali, lalu
menyebutkan kepada mereka nama orang yang telah membunuhnya. Sesudah itu ia
mati kembali seperti semula. Maka Nabi Musa a.s. menangkap si pembunuh yang
ternyata adalah orang yang pernah datang dan mengadu kepada Nabi Musa a.s. itu
sendiri. Akhirnya si pembunuh tersebut dihukum mati sebagai pembalasan dari
perbuatan jahatnya itu.
Muhammad ibnu Jarir meriwayatkan,
telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepadaku
ayahku, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku
ayahku, dari kakekku, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat yang menceritakan
perihal sapi betina ini. Disebutkan bahwa ada seorang lelaki yang lanjut usia
di kalangan kaum Bani Israil pada zaman Nabi Musa a.s. Lelaki tua tersebut
mempunyai harta yang banyak, sedangkan anak-anak saudara lelakinya miskin, tak
berharta. Lelaki tua itu tidak beranak, dan ahli warisnya adalah anak-anak
saudara lelakinya. Mereka berkata, "Aduhai, seandainya paman kita telah
mati, niscaya kita akan mewarisi hartanya." Tetapi setelah masa berlalu
sangat lama, sedangkan paman mereka tidak juga mati, datanglah setan kepada
mereka dan mengatakan kepada mereka, "Mengapa tidak kalian bunuh saja
paman kalian, niscaya kalian akan segera mewarisi hartanya dan kalian
menimpakan diatnya kepada penduduk kota yang kalian tidak ada di dalamnya."
Demikian itu karena ada dua kota di sekitar daerah tersebut, dan mereka berada
di salah satunya. Sedangkan hukum yang berlaku di kalangan mereka ialah apabila
ada seseorang yang terbunuh, lalu mayatnya tergeletak di antara kedua kota,
maka dilakukan pengukuran jarak antara si mayat dan dua kota tersebut. Kota
mana pun di antara keduanya yang jaraknya lebih dekat kepada si mayat, maka
penduduk kota tersebutlah yang harus menanggung diatnya.
Ketika setan membujuk mereka untuk
melakukan hal tersebut, mengingat paman mereka tidak juga mati dalam waktu yang
cukup lama, mereka terbujuk. Maka dengan sengaja mereka membunuh pamannya,
sesudah itu mereka lemparkan mayatnya di depan pintu gerbang kota yang mereka
bukan berasal dari kota tersebut. Pada keesokan harinya penduduk kota
kedatangan anak-anak saudara lelaki tua tersebut, lalu mereka berkata,
"Paman kami terbunuh di depan pintu gerbang kalian. Demi Allah, kalian
harus membayar diat paman kami kepada kami." Penduduk kota menjawab,
"Kami bersumpah dengan nama Allah, kami tidak membunuhnya dan kami tidak
mengetahui siapa pembunuhnya. Kami belum pernah membuka pintu gerbang kota kami
sejak kami menutupnya hingga pagi hari."
Mereka datang kepada Nabi Musa a.s.,
lalu berkata, "Paman kami telah kami temukan dalam keadaan terbunuh di
depan pintu kota mereka." Penduduk kota menjawab, "Kami bersumpah
kepada Allah, kami tidak membunuhnya dan kami tidak pernah membuka pintu
gerbang kota kami bila telah kami tutup hingga pagi hari."
Kemudian datanglah Malaikat Jibril
—membawa perintah dari Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui— kepada
Nabi Musa a.s. Nabi Musa a.s. berkata kepada mereka: Sesungguhnya Allah
menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Kemudian
kalian pukul mayat itu dengan salah satu anggota badan sapi betina yang telah
disembelih itu.
As-Saddi meriwayatkan sehubungan
dengan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya,
"Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina."
(Al-Baqarah: 67) Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil
yang memiliki banyak harta dan seorang anak perempuan serta seorang keponakan
laki-laki yang miskin. Lalu si keponakan melamar anak perempuannya. tetapi ia
menolak dan tidak mau mengawinkan anak perempuannya dengan keponakannya itu.
Akhirnya si keponakan yang masih muda itu marah dan mengatakan, "Demi
Allah, aku benar-benar akan membunuh pamanku, merampas hartanya, mengawini anak
perempuannya, dan memakan diat pembunuhannya."
Si pemuda datang kepada pamannya
ketika ada berita tentang kedatangan para pedagang di salah satu suku Bani
Israil, lalu si pemuda mengatakan kepada pamannya, "Hai paman,
berangkatlah bersamaku dan tolong ambilkan buatku sebagian dari harta dagangan
kaum tersebut, barangkali aku dapat memperoleh keuntungan darinya. Sesungguhnya
jika mereka melihat engkau bersamaku, niscaya mereka mau memberikannya
kepadaku." Si paman berangkat bersama keponakannya di malam hari. Ketika
si paman sampai di tempat kabilah yang dituju, maka si keponakan membunuhnya,
lalu si keponakan kembali kepada keluarganya.
Pada keesokan harinya si keponakan
tersebut datang seakan-akan sedang mencari pamannya, ia berpura-pura tidak
mengetahui di mana pamannya berada dan seakan-akan ia tidak menemukannya. Lalu
ia berangkat menuju tempat pamannya terbunuh, ternyata ia menjumpai kabilah
tersebut sedang mengerumuni mayat pamannya. Lalu ia mengambil mayat pamannya
seraya berkata, "Kalian telah membunuh pamanku, maka kalian harus membayar
diatnya kepadaku." Ia mengatakan demikian seraya menangis dan menaburkan
pasir ke atas kepalanya sendiri dan mengatakan, "Aduhai pamanku.'
Ia melaporkan hal tersebut kepada
Nabi Musa a.s. Maka Nabi Musa a.s. menjatuhkan keputusan agar mereka membayar
diat kepada si pemuda itu. Tetapi mereka berkata, "Wahai utusan Allah,
mohonkanlah kepada Tuhanmu buat kami agar Dia menjelaskan kepada kami siapakah
yang telah membunuhnya, lalu kita tangkap pelakunya. Demi Allah, sesungguhnya
diat si terbunuh ini mudah bagi kami, tetapi kami merasa malu dituduh sebagai
pembunuh." Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: Dan
(ingatlah) ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling
tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini
kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 72)
Musa a.s. berkata kepada mereka,
sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya melalui ayat berikut:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah:
67) Tetapi jawaban mereka, "Kami bertanya kepadamu tentang orang yang
dibunuh dan orang yang membunuhnya, tetapi engkau menjawabnya, 'Sembelihlah
seekor sapi betina.' Apakah engkau memperolok-olokkan kami?" Maka Nabi
Musa a.s. menjawab: Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan
termasuk golongan orang-orang yang jahil." (Al-Baqarah: 67)
Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan,
seandainya mereka mengambil seekor sapi betina mana pun lalu, mereka
menyembelihnya, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Akan tetapi, mereka
bersikpp keras dan membandel terhadap Nabi Musa a.s., maka Allah memperkeras
sanksi-Nya terhadap mereka. Mereka mengatakan: Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu. Musa menjawab,
"Se-ungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yangg tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu." (Al-Baqarah: 68)
Al-farid. sapi betina yang sudah tua
dan tidak beranak lagi. Al-bikr, sapi betina yang belum pernah beranak kecuali
hanya baru sekali. Al-'awan, pertengahan di antara keduanya.
Maka kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepada kalian. Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab,
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya.'"' Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena
sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah
akan mendapat petunjuk.” Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat, tidak ada
belangnya.”(Al-Baqarah: 68-71) Yakni tidak ada belang putih, belang hitam, dan
belang merah, melainkan kuning mulus.
Mereka berkata, "Sekarang
barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya."
(Al-Baqarah: 71) Mereka mencarinya, dan ternyata mereka tidak mampu
menemukannya.
Tersebut di kalangan kaum Bani Israil
terdapat seorang pemuda yang sangat berbakti kepada ayahnya, pada suatu hari
ada seorang lelaki lain yang lewat kepadanya seraya membawa mutiara jualannya.
Ketika itu ayahnya sedang tidur, sedangkan kunci brankas berada di bawah
bantalnya. Si lelaki penjual mutiara itu berkata kepadanya, "Maukah engkau
beli mutiara ini dengan harga tujuh puluh ribu dirham?" Si pemuda
menjawab, "Jika kamu bersabar hingga ayahku terbangun dari tidur, aku mau
membelinya darimu dengan harga delapan puluh ribu dirham." Si penjual
mutiara berkata, "Bangunkan saja ayahmu, nanti mutiara ini kujual kepadamu
dengan harga enam puluh ribu dirham." Maka si penjual mutiara terus
menurunkan harganya hingga mencapai harga tiga puluh ribu dirham, sedangkan si
pemuda menaikkannya sampai harga seratus ribu dirham, dengan syarat ayahnya
harus terbangun dengan sendirinya terlebih dahulu. Ketika si penjual mendesak
terus, maka si pemuda kesal, lalu berkata kepadanya "Demi Allah, aku tidak
mau membelinya darimu dengan harga berapa pun juga selama-lamanya." Dia
menolak untuk membangunkan ayahnya. Maka Allah mengganti mutiara tersebut
menjadi sapi betina untuk si pemuda (sebagai pahala berbakti kepada ayahnya).
Ketika kaum Bani Israil yang sedang
mencari sapi betina itu melihat sapi betina yang dicarinya berada di tangan si
pemuda, mereka langsung meminta agar si pemuda menjual sapinya kepada mereka,
ditukar dengan sapi yang lain; tetapi si pemuda itu menolak. Lalu mereka
menambahkan tukarannya dengan dua ekor sapi, namun si pemuda tetap menolak, dan
mereka terus-menerus menambah hingga sampai sepuluh ekor sapi seraya berkata,
"Demi Allah, kami tidak akan membiarkanmu sebelum kami membelinya
darimu."
Lalu mereka membawa si pemuda itu
kepada Nabi Musa a.s. Mereka berkata, "Hai Nabi Allah, sesungguhnya kami
menemukan sapi betina itu berada di tangan lelaki muda ini, tetapi dia menolak
memberikannya kepada kami, padahal kami telah memberinya harga yang
pantas." Maka Nabi Musa a.s. berkata kepada si pemuda, "Berikanlah
kepada mereka sapi betinamu itu." Si pemuda menjawab, "Wahai urusan
Allah, aku lebih berhak terhadap harta bendaku." Nabi Musa a.s. menjawab,
"Engkau benar." Selanjutnya Nabi Musa a.s. berkata kepada kaumnya,
"Buatlah teman kalian ini rela." Akhirnya mereka bersedia mengganti.
sapi betinanya itu dengan emas seberat sapi tersebut, tetapi si pemuda tetap
menolak, dan mereka terus menambah nilai tukarnya hingga sampai sepuluh kali
lipat emas seberat timbangan sapi betinanya. Akhirnya si pemuda memberikan sapi
betinanya kepada mereka dan mengambil harganya, lalu mereka menyembelih sapi
betina tersebut.
Nabi Musa a.s. berkata,
"Pukullah mayat itu dengan sebagian dari anggota tubuh sapi betina yang
disembelih itu!" Mereka memukulnya dengan bagian tubuh di antara dua
pundak sapi, maka mayat itu dapat hidup kembali. Lalu mereka bertanya kepadanya,
"Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia berkata kepada mereka,
"Keponakanku. Dia mengatakan bahwa dia akan membunuhku, merampas hartaku,
dan mengawini anak perempuanku." Akhirnya mereka menangkap si pembunuh dan
membunuhnya.
Sunaid meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Hajjaj (yakni Ibnu Muhammad), dari Ibnu Juraij, dari
Mujahid; dan Hajjaj, dari Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan
Muhammad ibnu Qais —riwayat sebagian dari mereka dimasukkan ke dalam riwayat
sebagian yang lainnya—. Disebutkan, ketika suatu suku dari kalangan Bani Israil
merasakan bahwa tindak kejahatan di kalangan mereka kian banyak, maka mereka
membangun sebuah kota terpisah, lalu mereka menghindar dari kejahatan yang
biasa dilakukan kebanyakan orang. Untuk itu apabila sore hari tiba, mereka
tidak membiarkan ada seorang pun di luar kota melainkan disuruh masuk ke dalam
kota. Apabila pagi hari tiba, pemimpin mereka naik ke atas benteng dan
melihat-lihat keadaan di luar; apabila ia tidak melihat sesuatu pun yang
mecurigakan, barulah ia membuka pintu gerbang kotanya, dan ia selalu bersama
mereka hingga petang harinya.
Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki
dari kalangan Bani Israil yang memiliki harta yang banyak, sedangkan ia tidak
mempunyai ahli waris kecuali hanya saudara lelakinya. Tetapi setelah dirasakan
oleh si saudara pewaris bahwa saudaranya yang kaya itu tidak juga mati
melainkan berusia panjang, terdorong keinginannya untuk mewaris dengan
secepatnya. Maka ia membunuh saudaranya itu, kemudian mayatnya ia letakkan di
depan pintu kota tersebut, lalu ia dan teman-temannya bersembunyi di suatu
tempat yang tak terlihat.
Ketika pemimpin kota naik ke atas
benteng pintu gerbang kotanya, lalu melihat-lihat keadaan di luar, dan ternyata
ia tidak melihat adanya sesuatu yang mencurigakan, barulah ia membuka pintu
gerbang kotanya. Tetapi begitu ia membuka pintu gerbang kotanya, ia melihat ada
seseorang yang mati terbunuh, untuk itu ia segera menutup kembali pintu gerbang
kotanya. Lalu saudara si terbunuh dan teman-temannya berseru dari tempat
persembunyiannya dan menampakkan diri, "Kalian telah membunuhnya, kemudian
kalian tutup kembali pintu gerbang kalian."
Tersebutlah pula ketika Nabi Musa
a.s. melihat banyak kejahatan pembunuhan di kalangan kaum Bani Israil, maka
apabila ia melihat ada seseorang terbunuh di dekat suatu kaum, ia menghukum
kaum tersebut. Di antara saudara si terbunuh dan penduduk kota hampir terjadi
perang di saat kedua belah pihak menyandang senjatanya masing-masing, tetapi
masing-masing masih bisa dapat menahan diri. Kemudian mereka datang kepada Nabi
Musa a.s. dan menceritakan persoalan mereka. Mereka berkata, "Hai Musa,
sesungguhnya orang-orang penduduk kota ini telah membunuh seseorang, setelah
itu mereka menutup pintu gerbangnya." Penduduk kota menjawab, "Wahai
utusan Allah, sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa kami telah
menghindarkan diri dari segala bentuk kejahatan, untuk itu kami telah membangun
kota tersendiri seperti yang engkau lihat dengan tujuan untuk menghindarkan
diri dari kejahatan orang lain. Demi Allah, kami tidak membunuh dan tidak pula
mengetahui pembunuhnya."
Maka Allah menurunkan wahyu-Nya
kepada Nabi Musa a.s., memerintahkan agar mereka menyembelih seekor sapi
betina. Kemudian Nabi Musa a.s. berkata kepada mereka: Sesungguhnya Allah
menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67)
Konteks ini berasal dari Ubaidah, Abul Aliyah, As-Saddi, dan lain-lainnya; masing-masing terdapat perbedaan, tetapi pada lahiriahnya riwayat ini diambil dari kitab-kitab Bani Israil dari kategori yang boleh dinukil, namun tidak boleh dibenarkan dan tidak boleh didustakan. Karena itu, maka kisah ini tidak dapat dijadikan pegangan kecuali hal-hal yang sesuai dengan kebenaran yang ada pada kita.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.