Seputar Kurban Dalam Kitab Fiqih Sunnah

Definisi Udh-hiyyah

الاضحية والضحية اسم لما يذبح من الابل والبقر والغنم يوم النحر وأيام التشريق تقربا إلى الله تعالى.

(Al-Udh-hiyyah berasal dari kata) al-udhhiyah dan adh-dhahiyah, kata sebutan bagi setiap yang disembelih berupa onta, sapi, dan kambing pada hari kurban, dan hari-hari tasyriq, untuk mendekatkan diri kepada Allah swt..

Penetapan Penyembelihan Hewan Kurban

Allah swt. menetapkan syariat berkurban dalam friman-Nya,

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ ࣖ

Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak (1), Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah) (2), Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah). (3). (QS. Al-Kautsar [108] : 1 – 3).

Dan firman-Nya,

وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ

Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya...(QS. Al-Hajj [22] : 36).

Berkurban di sini maksudnya adalah menyembelih hewan kurban.

Disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah saw. menyembelih hewan kurban dan kaum Muslimin pun menyembelih hewan kurban, serta mereka sepakat terkait ketentuan berkurban ini.

Keutamaan Berkurban

Tirmidzi meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah saw. bersabda,

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَحْرِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا، وَإِنَ الدَمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْاَرْضِ، فَطِيْبُوْا بِهَا نَفْسًا.

"Tidaklah seorang manusia melakukan suatu amal pada hari kurban yang lebih disukai Allah dari pada menumpahkan darah (menyembelih kurban). Sesungguhnya pada hari Kiamat kurban itu datang dengan tanduk-tanduknya, rambut- rambutnya, dan kuku-kukunya, dan sesungguhnya darah benar-benar menempati suatu tempat dalam pandangan Allah[1] sebelum terjatuh ke atas bumi, maka berkurbanlah dengan hati yang lapang."[2]

Hukum Berkurban

Berkurban adalah sunah muakad dan makruh meninggalkannya padahal mampu melakukannya. Ini berdasarkan hadits Anas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,

أَنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشينِ أمْلَحَيْنِ أقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُما بيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ.

bahwa Rasulullah saw. berkurban dengan dua ekor biri- biri berwarna hitam bercampur putih dan bertanduk. Beliau menyembelih kedua biri-biri tersebut dengan tangan beliau sendiri dan beliau menyebut nama Allah serta bertakbir.[3]

Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw. bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذُيْ الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّي فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ.

“Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah, dan salah seorang di antara kalian ingin berkurban, hendaknya dia menahan diri dari rambut dan kuku-kukunya.”[4]

Kalimat “Ingin berkurban merupakan dalil bahwa hukumnya sunah bukan wajib. Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar bahwa mereka berdua tidak menyembelih kurban atas nama keluarganya lantaran khawatir itu akan dipandang sebagai kewajiban.[5]

Kapan Kurban Diwajibkan?

Berkurban tidak diwajibkan kecuali pada salah satu dari dua hal berikut:

1. Bernazar akan berkurban. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.,

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ

"Siapa -yang bernazar untuk menaati Allah, hendaklah dia menaati-Nya.”[6]

Hingga sekalipun orang yang bernazar telah wafat, maka dibolehkan adanya perwakilan terkait apa yang ditentukannya pada nazarnya sebelum dia wafat.

2. Dia mengatakan; ini untuk Allah. Atau; ini sebagai kurban. Menurut Malik, jika dia membelinya dengan niat sebagai kurban, maka berkurban menjadi kewajiban.

Hikmah Berkurban

Berkurban ditetapkan oleh Allah untuk memperingati momentum yang dialami oleh Ibrahim dan sebagai keleluasaan bagi manusia pada hari raya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,

إِنَّمَا هِيَ آيَّامُ أَكْلٍ وَشُزبٍ، وَذِكْرٍ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Sesungguhnya ia adalah hari-hari makan dan minum, serta dzikir kepada Allah azza wa jalla.”[7]

Apa yang Dapat Dijadikan Kurban?

Kurban tidak dapat dilakukan kecuali berupa onta, sapi, dan kambing. Kurban tidak sah kecuali dengan tiga jenis hewan ini. Allah swt. berfirman,

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ

Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. (QS. Al-Hajj [22] : 34)

Biri-biri (jenis kambing) yang sah untuk dijadikan kurban berumur setengah tahun, kambing bandot berumur satu tahun, sapi berumur dua tahun, dan onta yang sudah berumur lima tahun. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara jantan dan betina.

1. Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,

نِعْمَتُ اْلأُضْحِيَّةُ اَلْجَذَعُ مِنَ الضَّأْنِ.

"Sebagus-bagus hewan kurban adalah biri-biri jadza’[8].”[9]

2. Uqbah bin Amir berkata, ”Aku berkata, wahai Rasulullah, aku mendapatkan jadza’.” Beliau bersabda, ”Berkurbanlah dengannya.[10]؛ HR Bukhari dan Muslim.

3. Muslim[11] meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw. bersabda,

لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً، فَإِنْ تَعْسُرْعَلَيْكَ: فَاذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ.

“Janganlah kalian menyembelih selain musinnah. Namun jika sulit bagimu, maka sembelihlah biri-biri jadza’ah.”

Musinnah besar adalah onta yang telah berumur lima tahun, pada sapi berarti telah berumur dua tahun, pada kambing bandot berarti sudah berumur satu tahun, sedangkan pada biri-biri berarti sudah berumur satu tahun atau enam bulan, berdasarkan perbedaan pendapat yang telah disebutkan di antara para ulama terkemuka. Musinnah juga disebut tsaniyah.

Berkurban dengan Hewan yang Dikebiri

Tidak masalahberkurbandenganhewan yang dikebiri. Ahmad meriwayatkan dari Abu Rafi', dia berkata,

ضَحَّى رَسُوْلُ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مَوْجُوْءَيْنِ خَصِيَيْنِ، وِلاَنَّ لَحْمَهُ أَطْيَبُ وَأَلَذُ.

”Rasulullah saw. berkurban dengan dua domba berlemak, tidak mengeluarkan susu, dan dikebiri. Karena dagingnya lebih bagus dan lebih lezat.”[12]

Hewan yang Tidak Boleh Dijadikan Kurban

Di antara syarat-syarat hewan kurban adalah terbebas dari cacat. Dengan demikian, tidak boleh berkurban dengan hewan yang cacat[13], seperti:

1. Sakit yang tampak jelas penyakitnya.

2. Bermata juling yang tampak jelas kejulingannya.

3. Pincang yang tampak jelas kepincangannya.

4Hilang otaknya karena terlalu kurus dan tidak bertulang otak.

Rasulullah saw. bersabda,

أَرْبَعَةٌ لاَ تُجْزِئُ فِي الْاَضَاحِي: اَلْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَاْلمَرِيْضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَاْلعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَاْلعَجْفَاءُ الَّتِي لاَ تَنْقِيْ.

"Empat yang tidak sah dalam kurban; bermata juling (pecak) yang tampak jelas kejulingannya, sakit yang tampak jelas penyakitnya, pincang yang tampak jelas kepincangannya, dan hilang otaknya karam terlalu kurus yang tidak bertulang otak."[14] (HR. Tirmidzi. Dia mengatakan, “Hasan shahih.”

5. Hewan yang hilang sebagian besar telinganya atau tanduknya. Dalam hal ini termasukjuga hewan yang gigi-gigi depannya tanggal sampai akarnya, hewan yang kulit tanduknya terkelupas, hewan yang buta, hewan yang berkeliaran di tempat gembala tapi tidak digembalakan, dan hewan yang banyak kudisnya.

Tidak apa-apa bila hewan itu gagap suaranya, terpotong ekornya, bunting, dan yang diciptakan tanpa telinga, atau separuh telinga atau pantatnya.

والاصح عند الشافعية لا تجزئ مقطوعة الالية والضرع لفوات جزء مأكول وكذا مقطوعة الذنب.

Yang paling shahih menurut Madzhab Syafi’i adalah bahwa tidak sah berkurban dengan hewan yang terpotong pantat dan teteknya, karena hilangnya bagian yang dapat dimakan, demikian pula dengan yang terpotong telinganya.

قال الشافعي: لا نحفظ عن النبي، صلى الله عليه وسلم، في الاسنان شيئا.

Syafi’i berkata, ”Sama sekali tidak ada dalam ingatan kami dari Rasulullah saw. yang berkaitan dengan umur.”

Waktu Penyembelihan

Disyaratkan pada hewan kurban untuk tidak disembelih kecuali setelah matahari terbit pada hari raya dan telah melewati waktu dengan durasi yang cukup untuk mengerjakan shalat hari raya. Hewan kurban dapat disembelih setelah itu pada hari kapanpun selama tiga hari baik malam maupun siang. Waktu berkurban dinyatakan berakhir seiring dengan berakhirnya hari-hari ini.

Dari Bara’ ra. dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّي ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمُ قَدَمِهِ لِاَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُسُكِ فِي شيْئٍ .

"Hal pertama yang kita lakukan untuk mengawali pada hari kita ini[15] adalah kita mengerjakan shalat, kemudian kita pulang, lalu kita berkurban. Siapa yang melakukan itu, maka dia telah mengikuti Sunnah dengan benar, dan siapa yang menyembelih sebelum itu, maka sesungguhnya itu hanyalah daging yang diperuntukkannya bagi keluarganya dan sama sekali tidak termasukk dalam ibadah."[16]

وقال أبو بردة: خطبنا رسول الله، صلى الله عليه وسلم، يوم النحر فقال: " مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَوَجَّهَ قِبْلَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَلاَ يَذْبَحْ حَتَّى يُصَلِّيَ.

Abu Bardah berkata, "Rasulullah saw. menyampaikan khutbah kepada kami pada hari raya kurban. Beliau bersabda, "Siapa yang mengerjakan shalat sebagaimana shalat kami, menghadap kiblat kami, dan beribadah sebagaimana ibadah kami, maka hendaknya dia tidak menyembelih hingga mengerjakan shalat (terlebih dahulu).”[17]

Bukhari dan Muslim meriwayatkan, dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ وَالْخُطْبَتَيْنِ فَقَدْ أَتَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

"Siapa yang menyembelih sebelum shalat, maka sesungguhnya dia menyembelih hanya untuk dirinya sendiri. Dan siapa yang menyembelih setelah shalat. dan dua khutbah, maka dia telah menyempurnakan ibadahnya dan mengikuti ketentuan syariat kaum Muslimin dengan benar."[18]

Catatan :

Inilah lafazh hadits yang dikutip oleh penulis dengan terdapat ungkapan “khutbataini”, sementara dalam Shahih Bukhari (5546, 5556) tidak terdapat ungkapan tersebut. Adapun No. 5556 dengan lafazh:

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

Maka Lafal "dan dua khutbah," pada sabda beliau, ”Dan siapa yang menyembelih setelah shalat dan dua khutbah,” bukan lafal Bukhari dan Muslim.

Satu Keluarga Cukup Berkurban dengan Satu Hewan Kurban

Jika seseorang berkurban dengan seekor domba atau kambing bandot, maka satu itu sudah cukup untuk kurbannya dan keluarganya. Seorang sahabat ra. berkurban dengan satu domba atas nama dirinya dan keluarganya. Inilah ketetapan Sunnah terkait kecukupan berkurban.

Ibnu Majah dan Tirmidzi meriwayatkan hadits yang menurut Tirmidzi shahih, bahwa Abu Ayub berkata,

كَانَ الَرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللَّهِ، صلى الله عليه وسلم، يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُوْنَ وَيُطْعِمُوْنَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَ كَمَا تَرَى.

”Pada masa Rasulullah saw., dulu orang berkurban dengan satu domba atas nama dirinya dan keluarganya. Mereka makan sendiri dan untuk diberikan kepada orang lain hingga orang-orang saling berbangga, lantas jadilah sebagaimana yang kamu lihat.”[19]

Dibolehkan Berkurban Dengan Cara Gabungan

Dibolehkan beberapa orang bergabung untuk mengadakan kurban jika yang dikurbankan berupa onta atau sapi. Satu sapi atau onta cukup sebagai kurban tujuh orang jika mereka benar-benar bermaksud untuk berkurban dan mendekatkan diri kepada Allah.

Dari Jabir, dia berkata,

نَحَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ، صلى الله عليه وسلم، بِالْحُدَيْبِيَّةِ البُدْنَةِ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ.

”Kami berkurban bersama Rasulullah saw. di Hudaibiyah dengan satu onta sebagai kurban tujuh orang, dan satu ekor sapi sebagai kurban tujuh orang. HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi.

Pembagian Daging Kurban

Dianjurkan bagi orang yang berkurban untuk memakan sebagian daging kurbannya, menghadiahkan sebagiannya kepada kerabatnya, dan menyedekahkan sebagian lagi kepada orang-orang miskin. Rasulullah saw. bersabda,

كُلُوْا وَأَطْعِمُوْا، وَادَّخِرُوْا

"Makanlah, berikanlah, dan simpanlah."[20]

Para ulama mengatakan,

اَلْاَفْضَلُ أَنْ يَأْكُلَ الثُلُثَ وَيَتَصَدَّقُ بِالثُلُثِ وَيُدَخِّرُ الثُلُثَ. وَيَجُوْزُ نَقْلُهَا وَلَوْ إِلَى بَلَدٍ آخَرَ، وَلاَ يَجُوْزُ بَيْعُهَا وَلاَ بَيْعُ جِلْدها [وَلاَ يُعْطِى الْجَزَارُ مِنْ لَحْمِهَا شَيْئًا كَأَجْرٍ، وَلَهُ أَنْ يُكَافِئَهُ نَظِيْر عَمَلِهِ] وَإِنَمَا يَتَصَدَّقُ بِهِ الْمُضَحِّي أَوْ يَتَّخَذُ مِنْهُ مَا يَنْتَفِعُ بِهِ.

Yang paling utama adalah bahwa orang yang ber¬kurban makan sepertiga, menyedekahkan sepertiga, dan menyimpan sepertiga. Daging kurban boleh didistribusikan meskipun ke daerah lain, namun tidak boleh dijual termasuk kulitnya pun tidak boleh dijual. Tukang potong hewan kurban pun tidak boleh diberi daging kurban sedikit pun sebagai imbalannya, namun dia tetap diberi imbalan atas pekerjaannya. Daging kurban hanya untuk disedekahkan oleh orang yang berkurban atau diambil sebagiannya untuk dimanfaatkannya.

وَعِنْدَ أَبِي حَنِيْفَةَ أَنَهُ يَجُوْزُ بَيْعُ جِلْدِهَا وَيَتَصَدَّقُ بِثَمَنِهِ وَأَنْ يَشْتَرِيْ بِعَيْنِهِ مَا يَنْتَفِعُ بِهِ فِي اْلبَيْتِ

Menurut Abu Hanifah, bahwasanya dibolehkan menjual kulitnya dan uang hasil penjualannya disedekahkan, dan dapat digunakannya untuk membeli kebutuhan yang berguna di rumah.

Orang yang Berkurban Menyembelih Sendiri

Dianjurkan kepada orang yang berkurban untuk menyembelih dengan tangannya sendiri hewan kurbannya, dan mengucapkan;

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلاَنٍ - وَيُسَمِّي نَفْسَهُ -

(artinya) dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ya Allah, ini atas nama fulan - sambil menyebut namanya sendiri - karena Rasulullah saw. menyembelih domba dan mengucapkan,

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِيْ.

"Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar. Ya Allah, ini atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban di antara umatku.”[21] (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Jika orang yang berkurban tidak pandai menyembelih, maka hendaknya dia menyaksikan dan menghadiri penyembelihan kurbannya. Rasulullah saw. bersabda kepada Fathimah,

يَا فَاطِمَةَ، قُوْمِي فَاشْهَدِي أُضْحِيَتَكِ فَإِنَّهُ يَغْفِرُ لَكَ عِنْدَ أَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِهَا كُلَّ ذَنْبٍ عَمَلَتْهُ، وَقُوْلِي: " إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ (١) وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ.

"Hai Fathimah, berdirilah lantas saksikan hewan kurbanmu. Sesungguhnya pada tetesan pertama dari darahnya, setiap dosa yang kamu lakukan diampuni. Dan ucapkan, "Katakanlah, sesunggulnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku Hanyalah karena Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya', dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)."[22] (QS. Al-An'am [6]: 162 - 163)

Seorang sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, ini untukmu dan untuk keluargamu secara khusus, atau untuk seluruh kaum Muslimin?” Rasulullah saw. bersabda, ”Bahkan untuk seluruh kaum Muslimin.”

Referensi : Kitab Fiqih As-Sunnah karya Syekh Sayyid Sabiq (hal. 1002)


[1] Kiasan yang menggambarkan begitu cepat amal berkurban diterima.

[2] HR Tirmidzi (4/83), kitab ”al-Adhdhiy,” [20], bab ”Ma Ja’a fi Fadhlal-udhhiyah,” [ 1 ]. Tirmidzi berkata, ”Hadits hasan gharib.”

[3] HR Bukhari (7/133), kitab “al-Adhahiy” [83], bab ”at-Takbir ’inda adz-Dzabh,” [14]. Muslim [1556], kitab ”al-Adhahiy” [35], bab “Istihbab adh-Dhahiyah wa Dzabhiha bila Taukil wa at-Tasmiyah wa at-Takbir,” [3]

[4] HR Muslim [1565], kitab ”al-Adhahiy,” [35],bab ”Nahy Man Dakhala alaihi AsyrDzilHijjah wa Hawa Murid at-Tadhhiyah an Ya’khudza min Syaarihi au Azhafrihi Syaian," [7].

[5] Ibnu Hazm berkata, ”Tidak ada riwayat yang shahih dari seorang sahabat pun yang menyatakan bahwa berkurban merupakan kewajiban. Abu Hanifah berpendapat bahwa berkurban merupakan kewajiban bagi orang-orang yang memiliki kelapangan harta dengan jumlahyang telah mencapai nishabnya dan dia termasuk orang mukim tidak mengadakan perjalanan. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. , ”Siapa yang mendapat kelapangan namun tidak berkurban, maka hendaknya dia tidak mendekati tempat shalat kami.” HR Ahmad dan Ibnu Majah. Menurut Hakim hadits ini shahih. Para ulama terkemuka menegaskan bahwa hadits ini diriwayatkan secara mauquf.

[6] Takhrijnya telah disebutkan.

[7] Dalam Tajrid at-Tamhid karya Ibnu Abdil Barr, hadits 492, dari Marasil Ibnu Syihab dari dia sendiri bahwa Rasulullah saw. mengutus Abdullah bin Hudzafah pada saat berada di Mina untuk berkeliling sambil mengatakan, ”Sesungguhnya ia adalah hari-hari makan dan minum, serta dzikir kepada Allah.”

[8] Menurut Madzhab Hanafi, jadza’ berumur enam bulan. Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i jadza’ berumur satu tahun.

[9] HR Tirmidzi (4/87), kitab “al-Adhahiy,” [20], bab ”Ma Ja’a fi al-Jadza’ min adh-Dha’n fi al-Adhdhiy," [7]. Tirmidzi berkata, ”Hadits hasan gharib” Ahmad (2/445).

[10] HR Bukhari (7/129), kitab “al-Adhahiy,” bab ”Qismah al-lmdm al-Adhahiy baina an-Nas.” Muslim [1556], kitab "al-Adhhiy,” [35], bab ”Sinn al-Udhhiyah,” [2].

[11] HR Muslim [1555], kitab ”al-Adhdhiy,” [35], bab ”Sinn al-Udhhiyah,” [2].

[12] Musnad Ahmad (6/7).

[13] Yang dimaksud dengan cacat di sini adalah cacat yang tampak dan mengurangi daging. Jika cacatnya sepele, maka cacat ini tidak masalah.

[14] HR Tirmidzi (4/86), kitab ’al-Adhhiy,” [20], bab ”Ma la Yajuz min al-Adhahiy,” [5].

[15] Maksudnya hari raya Idul Adha.

[16] HR Muslim (3/1553), kitab "al-Adhahiy” [35] bab ”Wakatuha,”[1].

[17] HR Muslim dari Bara’ (3/1553), kitab ’؛'al-Adhahiy [35], bab ”Waatuhd [1]. Nasai dari Bara’ (7/222), kitab ”adh-Dhahaya,” [43], bab ”Dzabh adhhiyah Qabl al-Imam,” [7].  

[18] HR Bukhari dalam Fath al-Bariy ( 10/12), kitab ”al-Adhahiy," [73], bab "Qaul an-Nabiy saw. li Abi Bardah, ”Dhahhi bi al-Jadza’ min al-Ma’iz,” [8]. Muslim [1552], kitab ”al-Adhahiy,” [35], bab ”Waatuha,” [1]. Lafal "dan dua khutbah," pada sabda beliau, ”Dan siapa yang menyembelih setelah shalat dan dua khutbah,” bukan lafal Bukhari dan Muslim.

[19] HR Tirmidzi (4/91), kitab “al-Adhahiy [20], bab "Man Jaa anna asy-Syah al-Wahidah Tujziu an Ahli al-Bait,” [10]. Ibnu Majah (2/1051), kitab "al-Adhahiy” [26], bab "Man Dhahha bi Syah an Ahlihi,” [1].

[20] HR Muslim [955], kitab "al-Hajj," [15], bab "al-Isytirak fi al-Hady," [62]. Tirmidzi (4/89), kitab ”al-Adhahiy,” [20], bab ”Ma Ja’a fi al-Isytirak al-Udhhiyah,” [8]. Abu Daud (3/239). kitab "adh-Dhahiy’ [ro], bab "fi al-Baqar wa al-Jazur ‘an Kam Tujzi” [7]. Nasai (7/222), kitab ”adh-Dhahaya,” [43], bab ”Ma Tujzi’ an al-Baqarah fi adh-Dhahaya,” [43].

[21] HR Muslim [1562], kitab "adh-Dhahaya," [35], bab "Bayan ma Kana min an-Nahy ’an Akl Luhum al-Luhum al-Adhahiy," [5]. Abu Daud (3/242), kitab ”al-Adhahiy,” [10], bab ”fi Habs Luhum al-Adhahiy,” [10] dengan lafal, "Bersedekahlah...” sebagai ganti dari, ”Berikanlah..”

[22] HR Abu Daud (3/240), kitab ”adh-Dhahaya,” [10], bab ”fi asy-Syah Yudhahhiy biha Jamaah,” [8]. Tirmidzi (4/100), kitab ”al-Adhahiy,” [20]. Tirmidzi berkata, "Ini hadits gharib”.


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us