22.
Upaya Rasulullah Saw Menjaga Tauhid dan Menutup Semua Jalan Kesyirikan
Firman
Allah Swt,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ
أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ
رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
"Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang orang mukmin." (QS. At Taubah [9] : 128)
Keterangan :
Penulis
menerangkan upaya Nabi dalam menjaga tauhid dari perkataan dan perbuatan
syirik.
Ini
adalah sifat dari beliau . Ucapan ini ditujukan kepada orang-orang Quraisy
secara khusus dan seluruh umat Muhammad secara umum. Mengapa ditujukan secara
khusus kepada orang-orang Quraisy? Karena mereka mengenal Muhammad Saw dan
begitu pula sebaliknya. Mereka juga mengenal nasab beliau Saw. Dalam satu
riwayat qiraah, anfusikum dibaca asyrafakum.
عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
"Berat terasa olehnya
penderitaanmu."
Yakni,
Penderitaan dan kesusahan yang kalian alami membuat beliau susah. Ini
merupakan bukti kecintaan dan kasih sayang beliau kepada umatnya. Beliau juga
sangat bersemangat dan antusias, sangat menginginkan keimanan pada diri kalian,
dan mengkhawatirkan kalian terjerumus ke dalam neraka.
Beliau amat belas kasihan lagi penyayang kepada
orang-orang beriman. Sebaliknya, beliau sangat keras kepada musuh-musuh Allah
karena kekafiran dan kesesatan mereka. Beginilah sikap beliau. Karena itu, kita
harus mengikuti dan mencintainya. Akan tetapi, yang terjadi malah sebaliknya,
orang-orang Quraisy memerangi dan bermaksud membunuh beliau Saw.
Dari
sifat-sifat ini, beliau tidak pernah meinggalkan umatnya tanpa nasehat. Karena
itu, beliau memerintah umatnya untuk bertauhid dan menganjurkan umatnya untuk
istiqamah dan menjauhi syirik dan sebab-sebabnya. Di antaranya adalah sabda
beliau,
لا تُطْرُوْنِي كما
أَطْرَتِ النَصَارَى عيسى ابن مريم، انما انا عبد، فقولوا: عبد
الله ورسوله.
"Janganlah
kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani
berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka
katakanlah: Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah (utusan Allah)."
Diriwayatkan oleh Al Bukhari (3445) dari Umar.
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ، فإنما
أهلك من كان قبلكم الغلو
"Jauhilah
oleh kalian sikap berlebih-lebihan. Sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang
telah membinasakan orang-orang sebelum kalian." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi,
dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas ra)[1]
هلك المتنطّعون (قالها ثلاثا)
"Binasalah
orang-orang yang bersikap berlebih-lebihan." (diulangi tiga
kali) Diriwayatkan oleh Muslim (2670) dari Abdullah bin Mas'ud.
***
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
bersabda,
لا تجعلوا بيوتكم قبورا، ولا تجعلوا
قبري عيدا، وصلّوا عليّ فإن صلاتكم تبْلُغُنِي حيث كنتم.
"Janganlah
kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan janganlah kalian jadikan
kuburanku sebagai tempat perayaan serta ucapkanlah shalawat untukku.
Sesungguhnya ucapan shalawat kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian
berada." (HR. Abu Daud dengan sanad yang baik, dan para perawinya tsiqah)[2]
Keterangan
:
Ied
(ialah) Tempat berkumpul kembali disertai dengan shalat, berdoa, beristighatsah
dan semacamnya di tempat itu.
Ied:
Sesuatu yang berulang setiap beberapa waktu. Tidak termasuk ziarah ke makam
Nabi tanpa syaddur rihal (mempersiapkan secara khusus untuk berangkat ke
sana), tanpa ghuluw dan tanpa beribadah di makam beliau.
Sabdanya,
لا تجعلوا بيوتكم قبورا
"Janganlah kalian jadikan
rumah-rumah kalian sebagai kuburan".
Maksudnya seperti kuburan yang tidak didirikan shalat, dan membaca Qur'an di
dalamnya. Justru dirikanlah shalat (sunnat) dan baca Qur'an di dalamnya.
Nabi Saw bersabda,
اجعلوا من صلاتكم في بيوتكم
ولاتّخذوها قبورا.
“Tegakkanlah
shalat dirumah-rumahkalian dan janganlah kamu jadikan rumah-rumah kalian
sebagai kuburan." Diriwayatkan oleh Bukhari (432) dan Muslim
(777)
Hadits
ini menunjukkan bahwa kuburan bukanlah tempat untuk shalat dan mengaji. Sebagai
catatan, shalat yang diperintahkan supaya dilaksanakan di rumah adalah shalat
sunnah atau nafilah.
صلّوا عليَّ
"Ucapkanlah
shalawat untukku." Ini adalah anjuran untuk bershalawat kepada beliau Saw.
***
Dalam
hadits yang lain, Ali bin Al Husain ra menuturkan,
انه رأى رجلا يجئ الى فرجة كانت عند
قبر النبي صلى الله عليه وسلم فيدخل فيها فيدعو، فنهاه
Bahwa
ia melihat seseorang masuk ke dalam celah yang ada pada kuburan Rasulullah ,
kemudian berdoa, maka ia pun melarangnya seraya berkata kepadanya,
وقال : ألا أحدثك حديثا سمعته من
أبي، عن جدّي، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : لا تتّخذوا قبري عيدا، ولا
بيوتكم قبورا، وصلّوا عليّ فإن تسليمكم يبلغني حيث كنتم.
“Maukah
kamu aku beritahu sebuah hadits yang aku dengar dari bapakku dari kakekku dari
Rasulullah Saw?” Beliau bersabda, "Janganlah kalian jadikan kuburanku
sebagai tempat perayaan dan janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai
kuburan serta ucapkanlah salam untukku. Sesungguhnya doa salam kalian akan
sampai kepadaku dari mana saja kalian berada." (Diriwayatkan dalam kitab
Al Mukhtarah)[3]
Keterangan
:
Ali
bin Husein adalah Zainul Abidin.
Dari
hadits ini kita memahami bahwa mengucapkan shalawat bisa di mana saja, di
rumah, pasar, atau jalan. Kubur beliau tidak dikhususkan sebagai tempat untuk
bershawalat kepadanya. Oleh karena itu, Ali bin Husein mengingkari perbuatan
laki-laki yang disebutkan dalam hadits dan menjelaskan bahwa perbuatannya tidak
sesuai syariat.
Engkau
mengucapkan salam kepadanya, pasti akan sampai, dan tidak perlu duduk di
kuburnya sambil berdoa.
Ini
adalah sunnah yang dibawa oleh ahlul bait. Semuanya menjelaskan bahwa
menjadikan kuburan sebagai ied merupakan wasilah menuju kesyirikan. Jika
seseorang tinggal di sisi kuburan Nabi, berdoa, dan bershalawat atasnya di
situ, berarti ia telah berbuat syirik dan ghuluw.
Referensi :
Syarah kitab tauhid karya Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz (hal. 113).
[1] Diriwayatkan
oleh An Nasa`i (3057), Ibnu Majah (3029), Ahmad (1851), dan lbnu Hibban
(3871).Hadits ini dinilai shahih oleh Al Allamah Al Albani dalam Shahih Sunan
Ibni Majah (2455).
[2] Diriwayatkan oleh Abu Daud (2042), Ahmad(8790),Ath Thabaranidalam A/Ausath (8030), dan Al Baihaqi dalam Syu'ab Al Iman (4162). Hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami' (7226).
[3] Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnad-nya (469), Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya (6726), Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (7542), dan Al Haitsami dalam Majma'Az Zawa'id (5847). Hadits ini dinilai kuat oleh Al Albani dalam Tahdzir As Sajid (1/75) no.9.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.