Takbiran ‘Idul Adha
Sebagaimana telah kita maklumi bahwa saat ‘Idul Fithri kaum
muslimin disyariatkan bertakbir sejak dari rumah menuju lapangan dan saat
berada di tanah lapang tempat shalat ‘Id, hingga imam memulai shalat. Praktik
demikian itu sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut ini :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم،
كَانَ يُكَبِّرُ يَوْمَ الْفِطْرِ مِنْ حِيْنَ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَأَتِيَ
الْمُصَلَّى.
“Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Rasulullah Saw bertakbir pada ‘Idul Fithri dari mulai keluar rumah hingga mendatangi lapang.” (HR. Baihaqi, Sunan Kubra, III: 279, No. 5926)
Keterangan di atas menunjukkan bahwa waktu takbir pada ‘Idul Fithri
sangat terbatas, yaitu sejak keluar rumah hingga shalat ‘Idul Fithri dilaksanakan.
Hal ini berbeda dengan waktu takbir pada ‘Idul Adha, karena
pada ‘Idul Adha dilakukan sejak subuh 9 Dzulhijjah hingga Ashar 13 Dzulhijjah.
Ketentuan takbir demikian itu merujuk kepada hadits Nabi Saw berikut ini :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
يُكَبِّرُ يَوْمَ عَرَفَةَ صَلاَةَ الْغَدَاةِ إلَى صَلاَةِ الْعَصْرِ آخِرِ
أيَّامِ التَّشْرِيْقِ.
Dari Jabir, ia berkata, “Nabi Saw bertakbir sejak hari Arafah
setelah shalat Shubuh hingga shalat Ashar di akhir hari tasyriq.” (HR. Baihaqi,
Sunan Kubra, III: 312, No. 6501).
Dalam riwayat lain disebutkan oleh Ali bin Abu Thalib dan ‘Ammar
bin Yasir :
أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَجْهَرُ فِيْ
الْمَكْتُوْبَاتِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، وَكَانَ يَقْنُتُ فِيْ
صَلاَةِ الْفَجْرِ، وَكَانَ يُكَبِّرُ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ صَلاَةَ الْغَدَاةِ،
وَيَقْطَعُهَا صَلاَةَ الْعَصْرِ آخِرَ أيَّامِ التَّشْرِيْقِ.
“Sesungguhnya Nabi Saw menjaharkan basmalah pada
shalat-shalat wajib dan beliau berqunut (maksudnya berdiri lama) panjang bacaannya
pada shalat shubuh, dan beliau berdiri sejak hari Arafah setelah shalat shubuh
dan menghentikannya pada shalat Ashar di akhir hari tasyrik.” (HR. Hakim Mustadrak,
I: 439, No. 1111 dan Daruquthn, Sunan Daruquthni, II: 49, No. 26)
Hakim berkata :
هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الْإِسْنَادِ، وَلاَ أعْلَمُ فِيْ رُوَاتِهِ
مَنْسُوْبًا إلَى الْجَرْحِ وَقَدْ رُوِيَ فِيْ الْبَابِ عِنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ وَغَيْرِهِ، فَأَمَّا مِنْ فِعْلِ عُمَرَ وَعلِيٍّ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ
عَبَّاسٍ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ سَعِيْدٍ فَصَحِيْحٌ عَنْهُمْ التَّكْبِيْرُ مِنْ غَدَاةِ
عَرَفَةَ إلَى آخِرِ أَيَّامِ الْتَّشْرِيْقِ.
“Ini adalah hadits shahih sanadnya, dan saya tidak mengetahui
pada rawi-rawinya nisbat jarah (celaan) dan dalam topik ini telah diriwayatkan dari
Jabir bin Abdillah dan lainnya. Adapaun amal Umar, Ali, Abdullah bin Abbas, dan
Abdullah bin Sa’ide maka shahih bersumber dari mereka bertakbir sejak pagi pada
hari Arafah hingga akhir hari tasyriq.”
Takbir ‘Idul Adha seperti pengamalan Nabi Saw di atas
dipraktikkan pula oleh para shahabat sebagai berikut :
Pertama, Umar bin Khaththab
عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ، قَالَ : كَانَ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَابِ يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ إلَى صَلاَةِ
الظُهْرِ مِنْ آخِرِ أيَّامِ التَّشْرِيْقِ.
Dari Ubaid bin Umar, ia berkata, ‘Umar bin Khaththab
bertakbir setelah shalat shubuh pada hari Arafah hingga shalat Zhuhur di akhir
hari tasyriq.” (HR. Hakim, Mustadrak, I : 439, No. 1112.
Kedua, Ali bin Abu Thalib
عَنْ شَقِيْقٍ، قَالَ كَانَ عَلِيٌّ يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلاَةِ
الْفَجْرِ غَدَاةَ عَرَفَةَ، ثُمَّ لاَ يَقْطَعُ حَتَّى يُصَلِّي الْإِمَامُ مِنْ
آخِرِ أيَّامِ التَّشْرِيْقِ، ثُمَّ يُكَبِّرُ بَعْدَ الْعَصْرِ.
Dari Syaqiq, ia berkata, “Ali bertakbir setelah shalat Shubuh
pada pagi hari Arafah kemudian tidak menghentikannya hingga imam shalat di
akhir hari Tasyriq, lalu bertakbir setelah Ashar.” (HR. Hakim, Mustadrak, I :
440, No. 1113, dan Baihaqi dalam sunan Kubra, III: 314, No. 6069).
Ketiga, Abdullah bin Abbas
أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ مِنْ غَدَاةِ عَرَفَةَ إلَى صَلاَةِ
الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أيَّامِ التَّشْرِيْقِ.
Sesungguhnya Ibnu Abbas, bertakbir sejak pagi pada hari
Arafah hingga shalat Ashar di akhir hari Tasyriq.” (HR. Hakim, Mustadrak, I :
440, No. 1114, Baihaqi dalam Sunan Kubra, III : 314, No. 6070)
Keempat, Abdullah bin Mas’ud
عَنْ عُمَيْرِ بْنِ سَعِيْدٍ، قَالَ : قَدمَ عَلَيْنَا ابْنُ
مَسْعُوْدٍ فَكَانَ يُكَبِّرُ مِنْ صَلاَةِ الْصُبْحِ يَوْمَ عَرَفَةَ إلَى
صَلاَةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أيَّامِ التَّشْرِيْقِ.
Dari Umair bin Sa’id, ia berkata, “Ibnu Mas’ud datang menemui
kami, maka ia bertakbir sejak shalat Shubuh pada hari Arafah hinga shalat Ashar
di akhir hari Tasyriq.” (HR. Hakim, Mustadrak, I : 440, No. 1115)
Keterangan di atas, baik marfu’ (hadits Nabi) maupun mauquf
(hadits shahabat) menunjukkan takbiran ‘Idul Adha dilakukan sejak Shubuh 9
Dzulhijjah hingga Ashar 13 Dzulhijjah. Karena pada hadits-hadits itu tidak
diterangkan teknis pelaksanaannya maka kita dapat mengaturnya sedemikian rupa,
baik ketika berkumpul di masjid maupun di rumah masing-masing, karena pada
prinsipnya selama 5 hari itu (9 – 13 Dzulhijjah) tidak “kosong” dari gema takbir.
Sunah Rasul pada ‘Idul Adha ini tampaknya mulai “Ditinggalkan” oleh mayoritas
kaum muslimin di Indonesia.
Redaksi dan Kaifiyat Takbir
Petunjuk tentang redaksi dan kaifiyat takbir didapatkan dari
ucapan atau amal shahabat (hadits mauquf), baik secara khusus berkaitan
dengan ‘Id maupun bukan ‘Id. Keterangan redaksi takbir selain ‘Ide merujuk
kepada penjelasan Salman al-Farisi, sebagai berikut :
عَنْ أَبِيْ عُثْمَانَ ألنَّهْدِي قَالَ: كَانَ سَلْمَانُ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُعَلِّمُنَا التَّكْبِيْرَ يَقُوْلُ: كَبِّرُوْا، اللهُ
أكْبَرُ. اللهُ أكْبَرُ. اللهُ أكْبَرُ كَبِيْرًا.
Dari Abu Usman An-Nahdi, ia berkata, “Salman mengajarkan
takbir kepada kami, ia berkata, “Bertakbirlah Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Kabira.” (HR. al-Baihaqi, As-Sunan a-Kubra, III: 316, No. 6076)
Sedangkan redaksi takbir berkenaan dengan ‘Id, merujuk kepada
keterangan para shahabat Nabi Saw sebagai berikut :
عَنْ أصْحَابِ عَبْدِ اللهِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ كَانَ
يُكَبِّرُ صَلاَةَ الْغَدَاةِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَيَقْطَعُ صَلاَةَ الْعَصْرِ
مِنْ يَوْمِ النَّحْرِ، يُكَبِّرُ إذَا صَلَّى الْعَصْرَ، قَال: وكَانَ يُكَبِّرُ:
اللهُ أكْبَرُ. اللهُ أكْبَرُ. لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ، اللّهُ
أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
“Dari para shahabat Ibnu Mas’ud, dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia
bertakbir sejak shalat Shubuh pada hari Arafah dan berhenti pada shalat Ashar
di hari Nahar (10 Dzulhijjah), setelah Ashar beliau bertakbir, ia (rawi)
berkata, Kana yukabbiru; Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaaha
illalahu wallahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.” (HR. Ath-Thabrani,
Al-Mu’jam al-Kabir, IX: 307, No.9538)
Dalam riwayat lain disebutkan:
عَنْ أَبِيْ الْأحْوَص عَنْ
عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ كَاَن يُكَبِّرُ أيَّامَ التَّشْرِيْقِ، اللهُ أكْبَرُ.
اللهُ أكْبَرُ. لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ، اللّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ
الْحَمْدُ.
Dari Abu al-Ahwash, dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia bertakbir pada
hari-hari tasyrik; ; Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaaha illalahu wallahu
akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf,
I:490, No. 5651)
Pengamalan takbir versi Ibnu Mas’ud di atas sejalan dengan
Ali bin Abi Thalib, sebagaimana dijelaskan Syarik bin Abdullah an-Nakha’i :
قُلْتُ لِأَبِي إسْحَاقَ :
كَيْفَ كَانَ تَكْبِيْرُ عَلِيٍّ، وَعَبْدِ اللهِ، فَقَالَ: كَانَا يَقُوْلانِ
اللهُ أكْبَرُ. اللهُ أكْبَرُ. لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ، اللّهُ
أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. اللهُ أكْبَرُ. اللهُ أكْبَرُ. لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ
واللهُ أكْبَرُ، اللّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
“Saya bertanya kepada Abu Ishaq, “Bagaimana takbir Ali dan
Ibnu Mas’ud?” Maka ia menjawab, ‘Kedunya mengucapkan, “Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar, la ilaaha illalahu wallahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil
hamdu.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, I:490, No. 5653)
Begitu pula pengamalan Umar bin Khattab, sebagaimana
diterangkan Ubaid bin Umair :
أنَّ عُمَرَ كَانَ يُكَبِّرُ
مَنْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ يَوْمَ عَرَفَةَ إلَى صَلاَةِ الظُهْرِ مِنْ آيَامِ
التَّشْرِيْقِ يُكَبِّرُ فِيْ الْعَصْرِ يَقُوْلُ : اللهُ أكْبَرُ. اللهُ أكْبَرُ.
لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ، اللّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
“Bahwa Umar bertakbir sejak shalat Shubuh pada hari ‘Arafah
hingga shalat Zhuhur pada akhir hari tasyriq, beliau bertakbir pada waktu Asar
dengan mengatakan: “Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaaha illalahu wallahu
akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.” (HR. Ibnu al-Mundzir). (Al-Awsat fi
as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, IV:33)
Pengamalan takbir seperti di atas bukan ijtihad pribadi
shahabat, melainkan Ijma’ shahabat, karena selain merupakan amal jama’i
(bersama) juga tidak didapatkan pengingkaran dari salah seorang pun shahabat
Nabi. Amalan demikian itu sebagaimana diterangkan oleh Ibrahim an-Nakha’i :
كَانُوْا يُكَبِّرُوْنَ يَوْمَ
عَرَفَةَ وَأَحَدُهُمْ مُسْتَقْبِلُ الْقِبْلَةَ فِيْ دُبُرِ الصَّلاَةِ : اللهُ
أكْبَرُ. اللهُ أكْبَرُ. لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ، اللّهُ أَكْبَرُ
وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
“Mereka bertakbir pada hari ‘Arafah, dan salah seorang di
antara mereka menghadap kiblat setelah melaksanakan shalat, “Allahu Akbar,
Allahu Akbar, la ilaaha illalahu wallahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil
hamdu.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, I:490, No. 5650)
Berbagai keterangan di atas menunjukkan bahwa redaksi takbir
dalam ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, yang sesuai dengan petunjuk syari’at, dapat
menggunakan dua versi redaksi :
1.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaaha illalahu wallahu
akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.
2.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Kabira.
Sementara dengan lafal Allahu Akbar tiga kali. Dan tambahan
redaksi lainnya, tidak berdasarkan dalil yang shahih, bahkan tidak
berdalil sama sekali. Sehubungan dengan itu, Imam Ahmad menegaskan takbir Ibnu
Mas’ud (Allahu Akbar dua kali) merupakan takbir yang shahih.
Abu Dawud berkata,
قُلْتُ لِأَحْمَدَ : كَيْفَ
التَّكْبِيْرُ، قَالَ كَتَكَبِيْرِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ، يَعْنِي : اللهُ أكْبَرُ.
اللهُ أكْبَرُ. لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ، اللّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ
الْحَمْدُ. قَالَ احْمَدُ : يَرْوُوْنَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ: يُكَبِّرُ ثَلاَثًا
اللهُ أكْبَرُ. اللهُ أكْبَرُ (اللهُ أكْبَرُ). قَالَ احْمَدُ : كَبِّرْ
تَكْبِيْرَ ابْنِ مَسْعُوْدٍ.
“Saya bertanya kepada Ahmad, ‘Bagaimana bertakbir?’ Ia menjawab, ‘Seperti takbirnya Ibnu Mas’ud, yaitu Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaaha illalahu wallahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu. Ahmad berkata, ‘Mereka meriwayatkan dari Ibnu Umar, ‘Ia bertakbir tiga kali, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.’ Ahmad berkata, ‘Bertakbirlah seperti takbirnya Ibnu Mas’ud.’ (Masail al Imam Ahmad Riwayat Abu Dawud as-Sijistani, I: 88)
Referensi :
Masalah seputar Idul Adha dan Qurban, hal. 25-34.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.