وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45)
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ (46(
Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu amal berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan
hamba-hamba-Nya agar mereka dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat yang mereka
dambakan, yaitu menjadikan sabar dan salat sebagai sarananya. Demikian yang
dikatakan oleh Muqatil Ibnu Hayyan dalam tafsir ayat ini, yaitu: "Minta
tolonglah kalian untuk memperoleh kebaikan akhirat dengan cara menjadikan sabar
dalam mengerjakan amal-amal fardu dan salat sebagai sarananya."
Pengertian sabar menurut suatu pendapat yang dimaksud
adalah puasa, menurut apa yang di-nas-kan oleh Mujahid. Al-Qurtubi dan
lain-lainnya mengatakan, karena itulah maka bulan Ramadan dinamakan "bulan
sabar", seperti yang disebutkan oleh salah satu hadis.
قَالَ
سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ جُرَيّ بْنِ كُليب، عَنْ
رَجُلٍ مِنْ بَنِي سَلِيمٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ".
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari
Jaryu ibnu Kulaib, dari seorang lelaki Bani Tamim, dari Nabi Saw., bahwa Nabi
Saw. pernah bersabda: Puasa adalah separo dari kesabaran.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan sabar
ialah menahan diri terhadap perbuatan-perbuatan maksiat. Karena itu, dalam ayat
ini dibarengi dengan menunaikan amal-amal ibadah; dan amal ibadah yang paling
tinggi ialah salat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada
kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Hamzah ibnu Ismail,
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman, dari Abu Sinan, dari Umar
ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa sabar itu ada dua macam, yaitu sabar
di saat musibah; hal ini baik. Dan yang lebih baik daripada itu ialah sabar
terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Hal yang semisal diriwayatkan dari
Al-Hasan Al-Basri dengan perkataan Umar r.a.
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Luhai'ah, dari
Malik ibnu Dinar dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan, "Sabar itu
merupakan pengakuan seorang hamba kepada Allah bahwa musibah yang menimpanya
itu dari Allah dengan mengharapkan rida Allah dan pahala yang ada di sisi-Nya.
Adakalanya seseorang mengeluh, padahal ia tetap tegar dan tak terlihat darinya
kecuali hanya sabar belaka."
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. (Al-Baqarah: 45) Yang
dimaksud dengan sabar ialah dalam melakukan hal-hal yang diridai oleh Allah,
dan ketahuilah baliwa salat itu merupakan amal taat kepada Allah.
Mengenai firman-Nya, "Was salati (dan
salat)," karena sesungguhnya salat merupakan penolong yang paling besar
untuk memperteguh diri dalam melakukan suatu perkara, seperti yang diungkapkan
oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu
Al-Kitab (Al-Qur'an), dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(salat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain).
(Al-Ankabut 45)
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الدُّؤَلِيِّ، قَالَ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ أَخُو
حُذَيْفَةَ، قَالَ حُذَيْفَةُ، يَعْنِي ابْنَ الْيَمَانِ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada
kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu
Abu Zaidah, dari Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali yang
menceritakan bahwa Abdul Aziz (saudara Huzaifah) mengatakan bahwa Huzaifah
ibnul Yaman r.a. pernah mengatakan: Rasulullah Saw. bila mengalami suatu
perkara (cobaan), maka beliau selalu salat.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari
Muhammad ibnu Isa, dari Yahya ibnu Zakaria, dari Ikrimah ibnu Ammar, seperti
yang akan disebutkan nanti.
وَقَدْ
رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ، مِنْ حَدِيثِ ابْنِ جُرَيج، عَنْ عِكْرِمة بْنِ عَمَّارٍ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ أَبِي قُدَامَةَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ
الْيَمَانِ، عَنْ حُذَيْفَةَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ فَزِعَ إِلَى الصَّلَاةِ
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij,
dari Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abu Ubaid ibnu Abu Qudamah, dari
Abdul Aziz ibnul Yaman, dari Huzaifah yang menceritakan: Rasulullah Saw. bila
mengalami suatu perkara, maka beliau bersegera melakukan salat.
Sebagian dari mereka meriwayatkan hadis ini dari Abdul
Aziz —anak saudara lelaki Huzaifah, dan dikatakan saudara Huzaifah— secara
mursal dari Nabi Saw.
Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi meriwayatkan di dalam
Kitabus Salat:
حَدَّثَنَا
سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ أَبُو مَسْعُودٍ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ قَالَ: قَالَ عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ: قَالَ
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الدُّؤَلِيُّ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ: قَالَ
حُذَيْفَةُ: رَجَعْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَيْلَةَ الْأَحْزَابِ وَهُوَ مُشْتَمِلٌ فِي شَمْلَةٍ يُصَلِّي، وَكَانَ إِذَا
حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى .
telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman
Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah
yang mengatakan bahwa Ikrimah ibnu Ammar, Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali, dan
Abdul Aziz semuanya menceritakan bahwa Huzaifah telah menceritakan hadis
berikut: Aku kembali kepada Nabi Saw. pada malam (Perang) Ahzab, sedangkan Nabi
Saw. ketika itu menyelimuti dirinya dengan jubah tebal dalam keadaan melakukan
salat. Dan beliau bila menghadapi suatu perkara (besar) selalu salat.
وَحَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ سَمِعَ حَارِثَةَ بْنَ مُضَرِّبٍ سَمِعَ عَلِيًّا يَقُولُ: لَقَدْ
رَأَيْتَنَا لَيْلَةَ بَدْرٍ وَمَا فِينَا إِلَّا نَائِمٌ غَيْرَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي ويدعو حتى أصبح
Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mu'az,
telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,
dari Abu Ishaq yang pernah mendengar dari Hariqah ibnu Mudarrib, bahwa ia
pernah mendengar sahabat Ali r.a. menceritakan hadis berikut: Sesungguhnya aku
di malam Perang Badar melihat kami semua (pasukan kaum muslim) tiada seorang
pun melainkan tertidur kecuali Rasulullah Saw. yang selalu salat dan berdoa
hingga subuh.
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari
Rasulullah Saw. bahwa beliau bersua dengan Abu Hurairah yang sedang tengkurap
di atas perutnya, lalu beliau bersabda, "Apakah perutmu sakit?" Abu
Hurairah menjawab, "Ya." Maka Nabi Saw. bersabda:
"قُمْ فَصَلِّ فَإنَّ الصَّلَاةَ شِفَاءٌ"
Berdirilah dan salatlah, karena sesungguhnya salat itu
adalah penawar (obat penyembuh).
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnul Fadl dan Ya'qub ibnu Ibrahim; keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Uyaynah
ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, bahwa Ibnu Abbas mendapat berita belasungkawa
atas kematian saudaranya yang bernama Qasim, sedangkan ketika itu ia dalam
suatu perjalanan. Maka ia mengucapkan kalimah istirja' (inna lillahi wa inna
ilaihi raji'un), kemudian menjauh dari jalan dan mengistirahatkan unta kendaraannya,
lalu salat dua rakaat. Dalam salatnya itu ia melakukan duduk dalam waktu yang
cukup lama, kemudian bangkit dan berjalan menuju unta kendaraannya, lalu
membacakan firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. Dan
sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk. (Al-Baqarah: 45)
Sunaid telah mengatakan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij,
mengenai firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian.
(Al-Baqarah: 45) Kedua hal tersebut merupakan sarana untuk memperoleh rahmat
Allah, sedangkan damir yang terkandung di dalam firman-Nya, “In-naha
lakabirah" kembali kepada salat, yakni sesungguhnya salat itu berat
kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Demikian yang di-nas-kan oleh Mujahid
dan dipilih oleh Ibnu Jarir.
Akan tetapi, dapat pula diinterpretasikan bahwa damir
tersebut kembali kepada apa yang ditunjukkan oleh konteks kalimat, yaitu wasiat
akan hal tersebut. Perihalnya sama dengan firman Allah Swt. dalam kisah Qarun,
yaitu:
وَقَالَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu,
"Kecelakaan yang besarlah bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu,
kecuali oleh orang-orang yang sabar.'''' (Al-Qashash: 80)
Demikian pula dalam firman Allah Swt.:
وَلا
تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا
الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ * وَمَا
يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu
dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat
setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang
yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat 34-35)
Maksudnya, tiada yang layak menerima wasiat ini
kecuali orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi dan diilhaminya
kecuali orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
Berdasarkan kedua hipotesis tersebut, maka firman
Allah Swt.”Innaha lakabirah" artinya sesungguhnya hal itu benar-benar
merupakan masyaqat yang besar.”Illa 'alal khasyi'in" artinya kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk.
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang
dimaksud dengan khasyi'in ialah orang-orang yang percaya kepada Al-Kitab yang
diturunkan oleh Allah Swt. Menurut Mujahid, artinya orang-orang yang
benar-benar beriman. Menurut Abul Aliyah, arti 'kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk' ialah orang-orang yang takut.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, makna 'kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk' ialah orang-orang yang rendah diri.
Ad-Dahhak mengatakan, makna firman-Nya, "Innaha
lakabirah," ialah sesungguhnya hal tersebut benar-benar berat kecuali bagi
orang-orang yang tunduk, patuh, taat kepada-Nya, takut kepada pembalasan-Nya,
serta percaya kepada janji dan ancaman-Nya.
Pengertian yang terkandung di dalam ayat ini mirip
dengan apa yang disebutkan di dalam salah satu hadis, yaitu:
"لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْ عَظِيمٍ، وَإِنَّهُ
لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ"
Sesungguhnya engkau telah menanyakan sesuatu yang
berat, dan sesungguhnya hal itu benar-benar mudah bagi orang yang dimudahkan
oleh Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat ialah 'hai para
ulama ahli kitab (Yahudi), jadikanlah sabar dalam menjalankan ketaatan kepada
Allah dan sebagai penolong kalian; dirikanlah salat, mengingat salat dapat
mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, mendekatkan diri kepada rida
Allah, dan berat dikerjakannya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu
orang-orang yang rendah diri, berpegang teguh kepada ketaatan, dan merasa hina
karena takut kepada-Nya. Demikian menurut Ibnu Jarir. Akan tetapi, menurut pengertian
lahiriah ayat, sekalipun sebagai suatu khitab dalam konteks peringatan yang
ditujukan kepada kaum Bani Israil, sesungguhnya khitab ini bukan hanya
ditujukan kepada mereka secara khusus, melainkan pengertiannya umum mencakup
pula selain mereka.
*******
Firman Allah Swt.:
الَّذِينَ
يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)
Ayat ini merupakan kelengkapan dari makna yang
terkandung pada ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa salat atau wasiat ini
benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang
meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 45-46)
Artinya, mereka meyakini bahwa mereka pasti dihimpun
dan dihadapkan kepada-Nya di hari kiamat kelak.
وَأَنَّهُمْ
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah:
46)
Yakni semua urusan mereka kembali kepada kehendak-Nya.
Dia memutuskannya menurut apa yang dikehendaki-Nya dengan adil. Mengingat
mereka percaya dan yakin kepada adanya hari kemudian dan hari pembalasan, maka
mudahlah bagi mereka melakukan amal-amal ketaatan dan meninggalkan hal-hal yang
mungkar.
Adapun mengenai firman-Nya:
يَظُنُّونَ
أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya.
(Al-Baqarah: 46)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab itu
adakalanya menamakan dengan sebutan zan (dugaan), dan syak (ragu) dengan
sebutan zan pula. Perihalnya sama dengan istilah zulmah (kegelapan) yang
adakalanya mereka sebut dengan istilah sidfah, dan diya (terang) disebut pula
sidfah; serta al-mugis (penolong) disebut sarikh, dan mustagis (orang yang
minta tolong) disebut pula dengan istilah sarikh. Masih banyak contoh lain yang
serupa, yaitu isim-isim yang digunakan untuk nama sesuatu dan juga sebagai nama
lawannya, seperti yang dikatakan oleh Duraid ibnus Simmah:
فَقُلْتُ
لَهُمْ ظُنُّوا بِأَلْفَيْ مُدَجَّجٍ ... سَرَاتُهُم فِي الفَارسِيِّ المُسَرَّدِ
Maka kukatakan kepada mereka bahwa mereka merasa yakin
akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjata lengkap, orang-orang
yang berkecukupan dari kalangan pasukan berada dalam barisan pasukan berkuda
yang lengkap peralatannya.
Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka merasa yakin
kalian akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjatakan lengkap.
Umair ibnu Tariq mengatakan:
بِأنْ
يَعْتَزُوا قَوْمِي وأقعُدَ فِيكُمُ ... وأجعلَ مِنِّي الظنَّ غَيْبًا مُرَجَّمَا
Maka jika mereka mengambil pelajaran dari kaumku, dan
aku duduk di antara kalian, niscaya aku jadikan suatu hal yang yakin sebagai
perkara gaib yang tiada kenyataannya.
Yakni aku anggap perkara yang yakin sebagai perkara
gaib berdasarkan dugaan belaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa syawahid
(bukti-bukti) tersebut diambil dari syair-syair orang-orang Arab dan
pembicaraan mereka. Hal tersebut menunjukkan bahwa lafaz zan (dugaan) banyak
dipakai di kalangan mereka untuk menunjukkan pengertian yakin dalam jumlah yang
tak terhitung banyaknya. Dan keterangan yang telah kami sebutkan di atas sudah
cukup bagi orang yang diberi taufik untuk memahaminya; di antaranya ada pula
firman Allah Swt.:
وَرَأَى
الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka
mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya. (Al-Kahfi: 53)
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Asim,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Mujahid, bahwa semua
lafaz zan yang ada di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna yakin, misalnya zanantu
dan zannu (aku yakin dan mereka yakin). Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna,
telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Daud
Al-Jabari, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan
bahwa semua lafaz zan di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna ilmu
(pengetahuan/yakin). Sanad riwayat ini berpredikat sahih.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu
Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Menurutnya,
lafaz zan di sini menunjukkan makna yakin.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal dengan
perkataan Abul Aliyah telah diriwayatkan dari Mujahid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu
Anas, dan Qatadah.
Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari ibnu Juraij,
mengenai makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Yakni mereka yakin bahwa mereka pasti akan
menemui Tuhan mereka. Perihalnya sama dengan makna yang terdapat pada ayat
lain, yaitu firman-Nya:
إِنِّي
ظَنَنْتُ أَنِّي مُلاقٍ حِسَابِيَهْ
Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan
menemui hisab terhadap diriku. (Al-Haqqah: 20)
Maksudnya, dia merasa yakin akan hal tersebut. Hal
yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Menurut kami, di dalam kitab sahih disebutkan sebuah
hadis yang mengatakan:
"أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لِلْعَبْدِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَلَمْ أُزَوِّجْكَ، أَلَمْ أُكْرِمْكَ، أَلَمْ أُسَخِّرْ
لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ، وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرَبَّعُ؟ فَيَقُولُ: بَلَى.
فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ؟ فَيَقُولُ: لَا.
فَيَقُولُ اللَّهُ: الْيَوْمَ أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي".
bahwa di hari kiamat kelak Allah Swt. berfirman kepada
seorang hamba: "Bukankah Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah
memuliakanmu, bukankah Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku
biarkan kamu memimpin dan berkuasa?" Hamba itu berkata, "Memang
benar." Allah Swt. berfirman, "Apakah engkau meyakini bahwa engkau
akan menemui-Ku?" Hamba tersebut menjawab, "Tidak." Maka Allah
berfirman, "Pada hari ini Aku melupakanmu seperti kamu dahulu melupakan-Ku."
Pembahasan ini akan diketengahkan dengan panjang
lebar, insya Allah, dalam membahas tafsir firman-Nya:
نَسُوا
اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. (At-Taubah: 67)
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.