وَقُلْنَا
يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ
شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ (35)
فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ
وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ
مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (36 (
Dan Kami berfirman, "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kalian sukai, tetapi janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula, dan Kami berfirman, "Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."
Allah Swt. berfirman memberitakan kehormatan yang
dianugerahkan-Nya kepada Adam, sesudah memerintahkan kepada para malaikat agar
bersujud kepadanya, lalu mereka sujud kepadanya kecuali iblis; bahwa Dia
memperbolehkan baginya surga untuk tempat tinggalnya di mana pun yang
dikehendakinya. Adam boleh memakan makanan yang dia sukai dengan leluasa, yakni
dengan senang hati, berlimpah, dan penuh dengan kenikmatan.
وَرَوَى
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيه، مِنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ عِيسَى
الدَّامَغَانِيِّ، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ الْفَضْلِ، عَنْ مِيكَائِيلَ، عَنْ
لَيْثٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي ذَرٍ: قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ؛ أَرَيْتَ آدَمَ، أَنَبِيًّا كَانَ؟ قَالَ:
"نَعَمْ، نَبِيًّا رَسُولًا كَلَّمَهُ اللَّهُ قِبَلا فَقَالَ: {اسْكُنْ
أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ}
"
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan dari
hadis Muhammad ibnu Isa Ad-Damigani, telah menceritakan kepada kami Saiamah
ibnul Fadl. dari Mikail, dari Lais, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari
Abu Zar yang menceritakan hadis berikut: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah,
bagaimanakah menurutmu Adam, apakah dia seorang nabi?" Rasul Saw.
menjawab, "Ya, dia seorang nabi lagi rasul, Allah berbicara dengannya
secara terang-terangan, dan Allah berfirman, 'Diamilah oleh kamu dan istrimu surga
ini'."
Surga yang ditempati oleh Adam ini masih
diperselisihkan, apakah surga yang di langit atau surga yang di bumi?
Kebanyakan ulama berpendapat yang pertama, yakni surga yang di langit.
Al-Qurtubi meriwayatkan dari golongan mu'tazilah dan Qadariyah suatu pendapat
yang mengatakan bahwa surga tersebut ada di bumi. Mengenai pembahasan masalah
ini secara rinci, insya Allah akan dikemukakan dalam tafsir surat Al-A'raf.
Konteks ayat menunjukkan bahwa Siti Hawa diciptakan
sebelum Adam memasuki surga, hal ini telah dijelaskan oleh Muhammad ibnu Ishaq
dalam keterangannya: Ketika Allah telah selesai dari urusan-Nya mencaci iblis,
lalu Allah kembali kepada Adam yang telah Dia ajari semua nama-nama itu,
kemudian berfirman, "Hai Adam, sebutkanlah nama benda-benda itu,"
sampai dengan firman-Nya, "Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana" (Al-Baqarah: 31-32).
Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya,
"Setelah itu ditimpakan rasa kantuk kepada Adam, menurut keterangan yang
sampai kepada kami dari kaum ahli kitab yang mempunyai kitab Taurat, juga dari
kalangan ahli ilmu selain mereka yang bersumber dari Ibnu Abbas dan
lain-lainnya. Kemudian Allah mengambil salah satu dari tulang iga sebelah
kirinya dan menambal tempatnya dengan daging, sedangkan Adam masih tetap dalam
keadaan tidur, belum terbangun. Lalu Allah menjadikan tulang iganya itu
istrinya —yaitu Siti Hawa— berupa seorang wanita yang sempurna agar Adam merasa
tenang hidup dengannya.
Ketika tidur dicabut darinya dan Adam terbangun, ia
melihat Siti Hawa telah berada di sampingnya, lalu ia berkata —menurut apa yang
mereka dugakan, tetapi Allah-lah Yang lebih mengetahui kebenarannya—, "Oh
dagingku, darahku, dan istriku," lalu Adam merasa tenang dan tenteram
bersamanya. Setelah Allah mengawinkannya dan menjadikan rasa tenang dan
tenteram dalam diri Adam, maka Allah berfirman kepadanya secara langsung:
يَا
آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ
شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini,
dan makanlah makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang
zalim. (Al-Baqarah: 35)
Menurut pendapat lain, penciptaan Siti Hawa terjadi
sesudah Adam masuk surga, seperti yang dikatakan oleh As-Saddi dalam salah satu
riwayat yang diketengahkannya dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu
Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat.
Disebutkan, setelah iblis diusir dari surga dan Adam ditempatkan di dalam
surga, maka Adam berjalan di dalam surga dengan perasaan kesepian karena tiada
teman hidup yang membuat dia merasa tenang dan tenteram dengannya. Kemudian Adam
tidur sejenak. Setelah terbangun, ternyata di dekat kepalanya terdapat seorang
wanita yang sedang duduk. Allahlah yang telah menciptakannya dari tulang iga
Adam. Lalu Adam bertanya kepadanya, "Siapakah kamu ini?" Hawa
menjawab, "Seorang wanita." Adam bertanya, "Mengapa engkau
diciptakan?" Hawa menjawab, "Agar kamu merasa tenang dan tenteram
bersamaku." Para malaikat bertanya kepada Adam seraya menguji pengetahuan
yang dicapai oleh Adam, "Siapakah namanya hai Adam?" Adam menjawab,
"Dia bernama Hawa." Mereka bertanya lagi, "Mengapa dinamakan
Hawa?" Adam menjawab, "Sesungguhnya dia dijadikan dari sesuatu yang
hidup." Allah Swt. berfirman: Hai Adam, diamilah olehmu dan istrimu surga
ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang
kamu sukai. (Al-Baqarah: 35)
******
Adapun firman Allah Swt.:
وَلا
تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ
Dan janganlah kamu berdua dekati pohon ini.
(Al-Baqarah: 35)
Hal ini merupakan pilihan dari Allah Swt. dan sengaja
dijadikan-Nya sebagai ujian buat Adam. Para ulama berbeda pendapat mengenai
jenis pohon ini.
As-Saddi mengatakan dari orang yang mendapat kisah
dari Ibnu Abbas, bahwa pohon yang dilarang oleh Allah didekati Adam adalah
pohon anggur.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair,
As-Saddi, Asy-Sya'bi, Ja'dah ibnu Hubairah, dan Muhammad ibnu Qais.
As-Saddi mengatakan dalam salah satu riwayatnya dari
Abu Malik dan Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud
serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah
kamu berdua dekati pohon ini. (Al-Baqarah: 35) bahwa pohon tersebut adalah
pohon anggur. Tetapi orang-orang Yahudi menduga pohon tersebut adalah pohon
gandum.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Samurah Al-Ahmasi, telah
menceritakan kepada kami Abu Yahya Al-Hammani, telah menceritakan kepada kami
Abun Nadr (yaitu Abu Umar Al-Kharraz), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa pohon yang dilarang bagi Adam a.s. mendekatinya ialah pohon
gandum.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Uyaynah dan Ibnul Mubarak, dari Al-Hasan ibnu Imarah, dari Al-Minhal
ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pohon
tersebut adalah pohon gandum.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari seorang ahlul
ilmi, dari Hajjaj, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pohon
tersebut adalah pohon gandum.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Al-Musanna ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepadaku seorang
lelaki dari kalangan Bani Tamim, bahwa Ibnu Abbas pernah berkirim surat kepada
Abul Jalad untuk menanyakan tentang pohon yang dimakan oleh Adam dan pohon
tempat Adam bertobat. Lalu Abul Jalad membalas surat Ibnu Abbas yang isinya
mengatakan, "Engkau menanyakan kepadaku tentang pohon yang dilarang Nabi
Adam mendekatinya ialah pohon gandum, dan engkau menanyakan kepadaku tentang
pohon tempat Nabi Adam bertobat di bawahnya ialah pohon zaitun."
Demikian pula yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri,
Wahab ibnu Munabbih, Atiyyah Al-Aufi, Abu Malik, Muharib ibnu Disar dan Abdur
Rahman ibnu Abu Laila. Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari sebagian penduduk
Yaman dari Wahab ibnu Munabbih yang pernah mengatakan bahwa pohon tersebut
adalah pohon gandum. Akan tetapi, satu biji daripadanya di dalam surga sama
dengan kedua paha sapi, lebih lembut daripada zubdah dan rasanya lebih manis
daripada madu.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Husain, dari Abu
Malik, sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kamu dekati pohon ini.
(Al-Baqarah: 35) Pohon tersebut adalah pohon kurma.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan
makna firman-Nya: Dan janganlah kamu dekati pohon ini. (Al-Baqarah: 35) Pohon
tersebut adalah pohon tin. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah dan Ibnu
Juraij.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu
Anas, dari Abul Aliyah, bahwa pohon tersebut bila dimakan oleh seseorang, maka
orang yang bersangkutan akan mengalami hadas, sedangkan hadas tidak layak di
dalam surga.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Umar ibnu Abdur Rahman ibnu Mihran yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Wahab ibnu Munabbih berkata, "Setelah Allah menempatkan Adam dan
istrinya di dalam surga, lalu Dia melarangnya memakan buah tersebut Buah
tersebut berasal dari suatu pohon yang ranting-rantingnya lebat sekali hingga
sebagian darinya bersatu dengan yang lain. Buah pohon tersebut dimakan oleh
para malaikat karena mereka ditakdirkan kekal. Pohon inilah yang dilarang Allah
dimakan oleh Adam dan istrinya."
Keenam pendapat di atas merupakan tafsir dari pohon
tersebut. Imam Al-Allamah Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar
dalam hal ini ialah yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah
melarang Adam dan istrinya untuk memakan buah dari suatu pohon di dalam surga,
tetapi bukan seluruh pohon surga, dan ternyata Adam dan istrinya memakan buah
yang terlarang baginya itu. Kami tidak mengetahui jenis pohon apa yang
terlarang bagi Adam itu secara tertentu, karena Allah tidak memberikan suatu
dalil pun bagi hamba-hamba-Nya yang menunjukkan hal tersebut, baik di dalam
Al-Qur'an maupun di dalam sunnah yang sahih. Ada pula yang mengatakan bahwa
pohon tersebut adalah pohon gandum, pendapat yang lain mengatakan pohon anggur,
dan pendapat yang lainnya lagi mengatakan pohon tin. Memang, mungkin saja salah
satu di antaranya ada yang benar, tetapi hal ini merupakan suatu ilmu yang
tidak membawa manfaat bagi orang yang mengetahuinya, dan jika tidak
mengetahuinya tidak akan membawa mudarat.
Hal yang sama dikuatkan pula oleh Ar-Razi di dalam
kitab tafsirnya dan kitab-kitab lainnya, yakni pendapat yang memisterikan nama
pohon yang terlarang itu, dan inilah pendapat yang benar.
******
Firman Allah Swt.:
فَأَزَلَّهُمَا
الشَّيْطَانُ عَنْهَا
Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu.
(Al-Baqarah: 36)
Dapat diinterpretasikan bahwa damir yang terdapat di
dalam firman-Nya, "'Anha," kembali ke surga. Atas dasar i'rab ini
berarti makna ayat ialah lalu keduanya dijauhkan oleh setan dari surga,
demikianlah menurut bacaan Asim (yakni fa-azalahuma).
Dapat juga diartikan bahwa damir tersebut kembali
kepada matkur yang paling dekat dengannya, yaitu asy-syajarah. Dengan demikian,
berarti makna ayat seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah ialah 'maka
setan menggelincirkan keduanya disebabkan pohon tersebut'. Pengertiannya sama
dengan makna firman-Nya:
يُؤْفَكُ
عَنْهُ مَنْ أُفِكَ
Dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang
dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9)
Maksudnya, dipalingkan oleh sebab Rasul dan Al-Qur'an
orang yang dipalingkan. Karena itu, dalam ayat selanjutnya Allah berfirman:
فَأَخْرَجَهُمَا
مِمَّا كَانَا فِيهِ
dan keduanya dikeluarkan dari keadaan semula.
(Al-Baqarah: 36)
Yakni dari semua kenikmatan, seperti pakaian, tempat
tinggal yang luas, rezeki yang berlimpah, dan kehidupan yang enak.
*****
وَقُلْنَا
اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ
وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ
dan Kami berfirman, "Turunlah kamu! Sebagian kamu
menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi dan
kesenangan hidup sampai waktu yang dilentukan. (Al-Baqarah: 36)
Yaitu tempat tinggal, rezeki, dan ajal. Yang dimaksud
dengan ila hin ialah waktu yang terbatas dan yang telah ditentukan, kemudian
terjadilah kiamat.
Ulama tafsir dari kalangan ulama Salaf —seperti
As-Saddi dengan sanad-sanadnya, Abul Aliyah, Wahab ibnu Munabbih, dan
lain-lainnya— dalam pembahasan ini telah mengetengahkan kisah-kisah israiliyat
yang menceritakan tentang ular dan iblis. Dijelaskan di dalamnya bagaimana
iblis dapat memasuki surga dan menggoda Adam. Hal ini insya Allah akan
dijelaskan secara rinci dalam tafsir surat Al-A'raf; kisah yang akan disebutkan
di dalam tafsir surat Al-A'raf jauh lebih panjang daripada yang ada dalam surat
ini (Al-Baqarah).
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini mengatakan:
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ إِشْكَابَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبة، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ
كَعْبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ رَجُلًا طُوَالا كَثِيرَ شَعْرِ الرَّأْسِ،
كَأَنَّهُ نَخْلَةٌ سَحُوق، فَلَمَّا ذَاقَ الشَّجَرَةَ سَقَطَ عَنْهُ لِبَاسُهُ،
فَأَوَّلُ مَا بَدَا مِنْهُ عَوْرَتُهُ، فَلَمَّا نَظَرَ إِلَى عَوْرَتِهِ جَعَلَ
يَشْتَد فِي الْجَنَّةِ، فَأَخَذَتْ شَعْرَه شجرةٌ، فَنَازَعَهَا، فَنَادَاهُ
الرَّحْمَنُ: يَا آدَمُ، مِنِّي تَفِرُّ! فَلَمَّا سَمِعَ كَلَامَ الرَّحْمَنِ
قَالَ: يَا رَبِّ، لَا وَلَكِنِ اسْتِحْيَاءً"
telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan ibnu
Isykab, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Sa'id ibnu Abu
Arubah, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan Adam
dalam bentuk seorang lelaki yang berperawakan sangat tinggi lagi berambut
lebat, seakan-akan sama dengan pohon kurma yang rindang. Ketika dia memakan
buah (terlarang) itu, maka semua pakaiannya tertanggalkan darinya, dan yang
mula-mula kelihatan dari bagian anggota tubuhnya adalah kemaluannya. Ketika
Adam melihat aurat tubuhnya, maka ia berlari di dalam surga dan rambutnya
menyangkut pada sebuah pohon hingga menjebolnya. Lalu Tuhan yang Maha Pemurah
memanggilnya, "Hai Adam, apakah engkau lari dari-Ku?" Ketika Adam
mendengar firman Allah Yang Maha Pemurah, lalu ia berkata, "Wahai Tuhanku,
aku tidak lari, tetapi aku merasa malu."
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula:
حَدَّثَنِي
جَعْفَرُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْحَكَمِ الْقُومَشِيُّ سَنَةَ أَرْبَعٍ وَخَمْسِينَ
وَمِائَتَيْنِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ مَنْصُورِ بْنِ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمَّا
ذَاقَ آدَمُ مِنَ الشَّجَرَةِ فَرَّ هَارِبًا؛ فَتَعَلَّقَتْ شَجَرَةٌ بِشَعْرِهِ،
فَنُودِيَ: يَا آدَمُ، أفِرارًا مِنِّي؟ قَالَ: بَلْ حَيَاء مِنْكَ، قَالَ: يَا
آدَمُ اخْرُجْ مِنْ جِوَارِي؛ فَبِعِزَّتِي لَا يُسَاكِنُنِي فِيهَا مَنْ
عَصَانِي، وَلَوْ خَلَقْتُ مِثْلَك مِلْءَ الْأَرْضِ خَلْقًا ثُمَّ عَصَوْنِي
لَأَسْكَنْتُهُمْ دَارَ الْعَاصِينَ"
telah menceritakan kepadaku Ja'far ibnu Ahmad ibnul
Hakam Al-Qurasyi pada tahun 254, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu
Mansur ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Sa'id
ibnu Sa'id, dari Qatadah, dari Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Setelah Adam memakan buah terlarang itu, maka
ia lari dan ada sebuah pohon yang terkait pada rambutnya, kemudian diseru,
"Hai Adam, apakah Engkau lari dari-Ku?" Adam menjawab, "Tidak, melainkan
karena malu kepada-Mu." Allah berfirman, "Hai Adam, keluarlah kamu
dari sisi-Ku, demi keagungan-Ku, Aku tidak akan menempatkan di dalamnya (surga)
orang yang durhaka kepada-Ku. Seandainya Aku menciptakan makhluk yang semisal
denganmu sepenuh bumi, lalu mereka durhaka kepada-Ku, niscaya Aku akan
menempatkan mereka di tempat tinggal orang-orang yang durhaka (neraka)."
Hadis ini berpredikat garib, di dalam sanadnya
terdapat inqita', bahkan i'dal antara Qatadah dan Ubay ibnu Ka'b r.a.
Al-Hakim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar ibnu Bakuwaih, dari Muhammad ibnu Ahmad ibnun Nadr, dari Mu'awiyah
ibnu Amr, dari Zaidah, dari Ammar ibnu Abu Mu'awiyah Al-Bajali, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan, "Tidak sekali-kali Adam
tinggal di dalam surga melainkan hanya antara salat Asar sampai dengan
tenggelamnya matahari." Kemudian Al-Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih
dengan syarat Syaikhain, tetapi ternyata Syaikhain tidak mengetengahkannya.
Abdur Rahman ibnu Humaid mengatakan di dalam kitab
tafsir-nya, telah menceritakan kepada kami Rauh, dari Hisyam, dari Al-Hasan
yang mengatakan bahwa Adam tinggal di dalam surga hanya selama sesaat di siang
hari. Satu saat tersebut sama lamanya dengan 130 tahun hari-hari dunia.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu
Anas yang mengatakan bahwa Adam keluar dari surga pada pukul sembilan atau
pukul sepuluh; ketika keluar, Adam membawa serta sebuah tangkai pohon surga,
sedangkan di atas kepalanya memakai mahkota dari dedaunan surga yang diuntai
sedemikian rupa merupakan untaian daun-daunan surga.
As-Saddi mengatakan bahwa Allah berfirman: Turunlah
kalian semua dari surga itu. (Al-Baqarah: 38) Maka turunlah mereka, sedangkan
Adam turun di India dengan membawa Hajar Aswad dan segenggam dedaunan surga,
lalu ia menaburkannya di India, maka tumbuhlah pepohonan yang wangi baunya.
Sesungguhnya asal mula wewangian dari India itu adalah dari segenggam dedaunan
surga yang ikut dibawa turun oleh Adam. Sesungguhnya Adam menggenggamnya hanya
terdorong oleh rasa penyesalan-nya karena ia dikeluarkan dari surga.
Imran ibnu Uyaynah meriwayatkan dari Ata ibnus Saib,
dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Adam diturunkan
di Dahna, salah satu wilayah negeri India.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah
menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa Adam diturunkan di suatu daerah yang dikenal dengan nama
Dahna, terletak di antara Mekah dan Taif.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Adam diturunkan di
India, sedangkan Siti Hawa di Jeddah; dan iblis di Dustamisan yang terletak
beberapa mil dari kota Basrah, sedangkan ular diturunkan di Asbahan.
Demikianlah riwayat Abu Hatim.
Muhammad ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Sa'id ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abu
Qais, dari Az-Zubair ibnu Addi, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Adam
diturunkan di Safa, dan Hawa diturunkan di Marwah.
Raja ibnu Salamah mengatakan bahwa Adam a.s.
diturunkan, sedangkan kedua tangannya diletakkan pada kedua lututnya seraya
menundukkan kepalanya. Iblis diturunkan, sedangkan jari jemari tangannya ia
satukan dengan yang lainnya seraya mengangkat kepalanya ke langit.
Abdur Razzaq mengatakan bahwa Ma'mar pernah
mengatakan, telah menceritakan kepadanya Auf, dari Qasamah ibnu Zuhair, dari
Abu Musa, "Sesungguhnya ketika Allah menurunkan Adam dari surga ke bumi,
terlebih dahulu Dia mengajarkan kepadanya membuat segala sesuatu dan
membekalinya dengan buah-buahan surga. Maka buah-buahan kalian ini berasal dari
buah-buahan surga, hanya bedanya buah-buahan yang ini berubah, sedangkan
buah-buahan surga tidak berubah."
قَالَ
الزُّهْرِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "خَيْرُ
يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ
أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا"
Az-Zuhri meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz
Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sebaik-baik
hari yang terbit matahari padanya adalah hari Jumat. Pada hari Jumat Adam
diciptakan, pada hari Jumat pula ia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari
Jumat pula ia dikeluarkan darinya. (Riwayat Imam Muslim dan Imam Nasai)
Ar-Razi mengatakan, menurut sepengetahuannya di dalam
ayat ini terkandung makna peringatan dan ancaman yang besar terhadap semua
perbuatan maksiat bila ditinjau dari berbagai segi. Antara lain ialah bahwa
orang yang menggambarkan kejadian yang dialami oleh Nabi Adam hingga ia
dikeluarkan dari surga hanya karena telah melakukan kekeliruan yang kecil,
niscaya ia sangat malu terhadap perbuatan maksiat. Seorang penyair mengatakan:
يَا
نَاظِرًا يَرْنُو بِعَيْنَيْ رَاقِدٍ وَمُشَاهِدًا لِلْأَمْرِ غَيْرَ مُشَاهِدِ ...
تَصِلُ
الذُّنُوبَ إِلَى الذُّنُوبِ وَتَرْتَجِي ... دَرَجَ الْجِنَانِ وَنَيْلَ فَوْزِ
الْعَابِدِ ...
أَنَسِيتَ
رَبَّكَ حِينَ أَخْرَجَ آدَمًا ... مِنْهَا إِلَى الدُّنْيَا بِذَنْبٍ وَاحِدِ ...
Wahai orang bermata yang memandang dengan pandangan
terpejam seperti orang tidur; dan wahai orang yang menyaksikan suatu perkara,
padahal dia tidak menyaksikannya. Dosa-dosa dihubungkan dengan dosa-dosa
lainnya, tetapi engkau mengharapkan untuk menaiki tangga surga dan meraih
keberuntungan ahli ibadah. Apakah engkau telah lupa kepada Tuhanmu yang
mengeluarkan Adam dari surga ke dunia karena hanya melakukan satu dosa?
Ibnul Qasim mengatakan:
ولكننا
سبي العدو فهل ترى ... نعود إلى أوطاننا ونسلم
Tetapi kita adalah tawanan musuh, maka apakah kita
dapat kembali ke tanah air kita dalam keadaan selamat, menurutmu?
Ar-Razi meriwayatkan dari Fathul Mausuli yang pernah
mengatakan bahwa kita ini pada awalnya adalah kaum penghuni surga, kemudian
kita ditawan oleh iblis ke dunia. Maka tiadalah yang kita alami selain
kesusahan dan kesedihan sebelum kita dikembalikan ke rumah tempat kita dahulu
dikeluarkan.
Apabila ada yang mengatakan, "Jika surga tempat
Adam dikeluarkan berada di langit, seperti yang dikatakan oleh jumhur ulama,
maka mengapa iblis dapat memasukinya, padahal dia telah diusir darinya untuk
selama-lamanya, sedangkan pengertian untuk selama-lamanya itu apakah tidak
bertentangan dengan kisah tersebut?" Sebagai jawabannya dapat dikatakan,
"Memang pemikiran seperti inilah yang dijadikan dalil bagi orang yang
mengatakan bahwa surga yang dahulunya ditempati oleh Adam berada di bumi bukan
di langit, seperti yang kami jelaskan secara rinci dalam permulaan kitab kami
Al-Bidayah Wan Nihayah.
Sehubungan dengan pertanyaan tersebut jumhur ulama
mengemukakan berbagai jawaban, antara lain: Iblis memang dilarang masuk surga
bila memasukinya secara baik-baik. Jika dia memasukinya dengan mencuri-curi dan
menyusup dengan cara yang hina, tiada yang mencegahnya. Karena itu, ada
sebagian dari mereka yang mengatakan sebagaimana apa yang disebut di dalam
kitab Taurat, bahwa iblis masuk ke dalam surga melalui mulut ular yang ia
masuki terlebih dahulu (lalu ular itu masuk ke dalam surga).
Menurut sebagian ulama, dapat pula diinterpretasikan
iblis menggoda keduanya (Adam dan Hawa) dari luar pintu surga. Sebagian yang
lainnya mengatakan bahwa iblis menggoda keduanya dari bumi, sedangkan keduanya
masih berada di dalam surga di langit. Demikian menurut Az-Zamakhsyari dan
lain-lainnya.
Al-Qurtubi dalam pembahasan ini mengetengahkan banyak hadis tentang kisah ular dan membunuhnya serta penjelasan mengenai hukumnya, dan ternyata pembahasan yang dikemukakannya itu baik lagi berfaedah.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.