05. Ta’awwudz
Segolongan ulama ahli qurra dan lain-lainnya mengatakan bahwa bacaan ta'awwuz dilakukan sesudah membaca Al-Qur'an. Mereka mengatakan demikian berdasarkan makna lahiriah ayat, untuk menolak rasa 'ujub sesudah melakukan ibadah. Orang yang berpendapat demikian antara lain ialah Hamzah, berdasarkan apa yang telah ia nukil dari Ibnu Falufa dan Abu Hatim As-Sijistani. Hal ini diriwayatkan oleh Abul Qasim Yusuf ibnu Ali ibnu Junadah Al-Huzali Al-Magribi di dalam Kitabul 'Ibadah Al-Kamil. Ia meriwayatkan pula melalui Abu Hurairah, tetapi riwayat ini berpredikat garib, lalu dinukil oleh Muhammad ibnu Umar Ar-Razi di dalam kitab Tafsir-nya dari Ibnu Sirin; dalam suatu riwayatnya ia mengatakan bahwa pendapat ini adalah perkataan Ibrahim An-Nakha'i dan Daud ibnu Ali Al-Asbahani Az-Zahiri.
Al-Qurtubi meriwayatkan dari Abu Bakar ibnu Arabi, dari
sejumlah ulama, dari Imam Malik, bahwa si pembaca mengucapkan ta’awwuz sesudah
surat Al-Fatihah. Akan tetapi, Ibnul Arabi sendiri menilainya garib (aneh).
Menurut pendapat ketiga, ta'awwut dibaca pada permulaan
bacaan Al-Qur'an dan pungkasannya. karena menggabungkan kedua dalil.
Demikianlah yang dinukil oleh Ar-Razi.
Akan tetapi, menurut pendapat yang terkenal dan dijadikan
pegangan oleh jumhur ulama, bacaan ta'awwuz hanya dilakukan sebelum bacaan
Al-Qur'an, untuk menolak godaan yang mengganggu bacaan. Menurut mereka, makna
ayat berikut:
فَإِذا قَرَأْتَ
الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (An-Nahl: 98)
ialah "apabila kamu hendak membaca Al-Qur'an".
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman Allah Swt.
lainnya, yaitu:
إِذا قُمْتُمْ
إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
Apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka
dan tangan kalian. (Al-Maidah: 6)
Makna yang dimaksud ialah "bilamana kamu hendak
mengerjakan salat". Pengertian ini berdasarkan hadis yang menerangkan
tentangnya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَحِمَهُ اللَّهُ:حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
الْحَسَنِ بْنِ آتَشَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ
عَلِيٍّ الرِّفَاعِيِّ الْيَشْكُرِيِّ، عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِي، عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وسلم إذا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَاسْتَفْتَحَ صَلَاتَهُ وكبَّر قَالَ:
" سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى
جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ ". وَيَقُولُ: " لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ " ثَلَاثًا، ثُمَّ يَقُولُ: " أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ
الْعَلِيمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزه ونَفْخِه ونَفْثه ".
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Anas, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu
Sulaiman, dari Ali ibnu Ali Ar-Rifa'i Al-Yasykuri, dari Abul Muttawakil
An-Naji. dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw: bila
mengerjakan salat di sebagian malam harinya membuka salatnya dengan bertakbir,
lalu mengucapkan: Mahasuci Engkau, ya Allah, dengan memuji kepada Engkau,
Mahasuci asma-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu: tiada Tuhan selain Engkau.
Kemudian beliau mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," sebanyak
tiga kali, lalu membaca doa berikut: "Aku berlindung kepada Allah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk, yaitu dari
kesempitan, ketakaburan, dan embusan rayuannya."
Hadis ini diriwayatkan dalam empat kitab Sunan melalui
riwayat Ja'far ibnu Sulaiman, dari Ali ibnu Ali Ar-Rifa'i, Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini paling masyhur dalam babnya. Imam Turmuzi
mengartikan istilah al-hamz dengan makna 'cekikan' atau 'kesempitan', an-nafakh
dengan 'takabur', dan an-nafas dengan makna 'embusan rayuan yang mendorong
seseorang mengeluarkan syairnya'.
Hadis ini sama dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu
Daud dan Ibnu Majah melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murah, dari Asim
Al-Gazzi, dari Nafi' ibnu Jabir Al-Mut'im, dari ayahnya yang menceritakan:
رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ
قَالَ: «اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا ثَلَاثًا، الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا
ثَلَاثًا، سُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ثَلَاثًا، اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ»
Aku melihat Rasulullah Saw. bila memulai salatnya
mengucapkan, "Allahu akbar kabiran" (Allah Mahabesar dengan kebesaran
yang sesungguhnya), "Alhamdu lillahi ka'siran" (segala puji bagi
Allah sebanyak-banyaknya), "Subhanallahi bukratan wa asilan"
(Mahasuci Allah di pagi dan petang hari) masing-masing tiga kali; lalu,
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari setan yang
terkutuk, yaitu dari godaannya, sifat takaburnya, dan embusan rayuannya."
Menurut Umar, al-hamz
artinya kesempitan, nafakh
artinya ketakaburan, dan nafas artinya syairnya yang batil.
الَ ابْنُ
مَاجَهْ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ، حَدَّثَنَا ابْنُ فُضيل،
حَدَّثَنَا عَطَاءُ بْنُ السَّائِبِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ،
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
" اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، وهَمْزه
وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ ".
قَالَ:
هَمْزُهُ: الْمَوْتَةُ، ونَفْثُه: الشِّعْرُ، ونفخه: الكِبْر
Ibnu Majah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami
Ali ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, telah
menceritakan kepada kami Ata ibnus Sa'ib, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari
Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw.: Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari setan yang terkutuk,
yakni dari godaan, rayuan, dan bisikannya.
Ibnu Majah mengatakan bahwa hamzihi artinya cekikannya,
nafkhihi artinya takaburnya, dan nafsihi adalah syairnya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ،
عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنْ رَجُلٍ حَدَّثَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا
أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ كبَّر ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: " لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ " ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
"، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ. ثُمَّ قَالَ: " أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq
ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Syarik. dari Ya’la ibnu Ata, dari
seorang lelaki yang menceritakan kepadanya bahwa dia pernah mendengar Abu
Umamah Al-Bahili menceritakan: Apabila Rasulullah Saw. hendak mengerjakan
salatnya. terlebih dahulu membaca takbir tiga kali, lalu mengucapkan,
"Tidak ada Tuhan selain Allah" sebanyak tiga kali, dan "Mahasuci
Allah dan dengan memuji kepada-Nya"sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau
berdoa, "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, yaitu dari
godaan, rayuan, dan bisikannya."
وَقَالَ
الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْمُثَنَّى الْمَوْصِلِيُّ
فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ الْكُوفِيُّ،
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ هِشَامِ بْنِ الْبَرِيدِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ
عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى،
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، قَالَ: تَلَاحَى رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَمزّع أَنْفُ أَحَدِهِمَا غَضَبًا، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنِّي لِأَعْلَمُ
شَيْئًا لَوْ قَالَهُ ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ".
Al-Hafiz Abu Ya’la Ahmad ibnu Ali ibnul Musanna Al-Mausuli
mengatakan di dalam kitab Musnad-nya bahwa telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Umar ibnu Aban Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu
Hisyam ibnul Barid, dari Yazid ibnu Ziad, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari
Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Ubay ibnu Ka'b r.a. yang menceritakan: Ada
dua orang laki-laki beradu janggut (bertengkar) di hadapan Nabi Saw., lalu
salah seorang darinya mencabik-cabik hidung karena marah sekali. Maka Rasulullah
Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui sesuatu;
seandainya dia mengucapkannya, niscaya akan lenyaplah rasa emosinya itu, yaitu,
'Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Nasai di dalam
kitab Al-Yaumu wal Lailah, dari Yusuf ibnu Isa Al-Marwazi, dari Al-Fadl ibnu
Musa, dari Yazid ibnu Abul Ja'diyyah. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam
Ahmad ibnu Hambal, dari Abu Sa'id, dari Zaidah dan Abu Daud, dari Yusuf ibnu
Musa, dari Jarir ibnu Abdul Hamid; juga oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di
dalam kitab Al-Yaumu wal Lailah-nya, dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari
As-Sauri.
Imam Nasai sendiri meriwayatkannya melalui hadis Zaidah ibnu
Qudamah, ketiga-tiganya dari Abdul ibnu Umair. dari Abdur Rahman ibnu Abu
Laila, dari Mu'az ibnu Jabal r.a. yang menceritakan, "Ada dua orang lelaki
bertengkar di hadapan Nabi Saw., lalu salah seorang dari mereka tampak memuncak
emosinya hingga terbayang olehku seakan-akan salah seorang dari keduanya
mencabik-cabik hidungnya karena tiupan amarah, lalu Rasulullah Saw. bersabda:
اسْتَبَّ
رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ
أَحَدُهُمَا غضبا شديدا حتى يخيل إِلَيَّ أَنَّ أَحَدَهُمَا يَتَمَزَّعُ أَنْفُهُ
مِنْ شِدَّةِ غَضَبِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«إِنِّي لِأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ ما يجد من الغضب»
فقال: مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: يَقُولُ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ
بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ» قال: فجعل معاذ يأمره فأبى وَجَعَلَ يَزْدَادُ
غَضَبًا
'Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui suatu kalimat;
seandainya dia mengucapkannya, niscaya akan lenyaplah amarah yang menguasai
dirinya'.”Mu'az ibnu Jabal r.a. bertanya, "Apakah kalimat itu, wahai
Rasulullah? 'Nabi Saw. menjawab, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada Engkau dari godaan setan yang terkutuk." Perawi mengatakan,
"Lalu Mu'az memerintahkan orang yang meluap amarahnya itu untuk
membacanya, tetapi dia menolak, akhirnya dia makin bertambah emosi."
Demikianlah lafaz yang diketengahkan oleh Abu Daud. Imam
Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat mursal; dengan kata lain, Abdur
Rahman ibnu Abu Laila belum pernah bersua dengan Mu'az ibnu Jabal karena Mu'az
telah meninggal dunia sebelum tahun 20 Hijriah.
Menurut kami, barangkali Abdur Rahman ibnu Abu Laila
mendengar hadis ini dari Ubay ibnu Ka'b, sebagaimana keterangan yang lalu,
kemudian Ubay menyampaikan hadis ini dari Mu'az ibnu Jabal, karena sesungguhnya
kisah ini disaksikan bukan hanya oleh seorang sahabat.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman
ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari
Addi ibnu Sabit yang menceritakan bahwa Sulaiman ibnu Sard r.a. telah
menceritakan:
اسْتَبَّ
رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ
جُلُوسٌ فَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ مُغْضَبًا قَدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «إِنِّي لِأَعْلَمُ
كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ: «أَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ» فَقَالُوا لِلرَّجُلِ أَلَا تَسْمَعُ مَا
يَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّي لَسْتُ
بِمَجْنُونٍ
Ada dua orang laki-laki bertengkar di hadapan Nabi Saw.
Ketika itu kami sedang duduk bersamanya. Salah seorang dari kedua lelaki itu
mencaci lawannya seraya marah, sedangkan wajahnya tampak memerah (karena
emosi). Maka Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui
suatu kalimat; seandainya dia mau mengucapkannya. niscaya akan lenyaplah 'emosi
yang membakarnya itu. Yaitu ucapan, 'Aku berlindung kepada Allah dari godaan
setan yang terkutuk'." Maka mereka (para sahabat) berkata kepada lelaki
yang emosi itu.”Tidakkah kamu mendengar apa yang dikatakan oleh Rasulullah
Saw?." Lelaki itu justru menjawab, "Sesungguhnya aku tidak
gila."
Imam Bukhari meriwayatkannya bersama Imam Muslim, Abu Daud.
dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
Sehubungan dengan masalah isti'azah ini. banyak lagi hadis
yang cukup panjang bila dikemukakan dalam kitab ini. Bagi yang menginginkan
keterangan lebih lanjut, dipersilakan merujuk kepada kitab-kitab "Zikir
dan Keutamaan Beramal".
Telah diriwayatkan bahwa Malaikat Jibril a.s. —pada waktu
pertama kali menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah Saw.— memerintahkannya agar
membaca isti'azah (ta'awwuz). Demikian menurut riwayat Imam Abu Ja'far ibnu
Jarir, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib. telah menceritakan
kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah,
telah menceritakan kepada kami Abu Rauq, dari Dahhak, dari Abdullah ibnu Abbas
yang menceritakan bahwa pada waktu pertama kali Malaikat Jibril turun kepada
Nabi Muhammad Saw., ia berkata, "Hai Muhammad, mohonlah perlindungan
(kepada Allah)!" Nabi Saw. bersabda, "Aku memohon perlindungan kepada
Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang
terkutuk." Kemudian Malaikat Jibril berkata.”Ucapkanlah bismillahir
rahmanir rahim." Selanjutnya Malaikat Jibril berkata lagi, "Bacalah,
dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan."
Abdullah ibnu Abbas mengatakan. hal tersebut merupakan surat
yang mula-mula diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. melalui lisan
Malaikat Jibril.
Asar ini berpredikat garib. sengaja kami ketengahkan untuk
dikenal, mengingat di dalam sanadnya terkandung kelemahan dan inqita' (maqtu').
Jumhur ulama mengatakan bahwa membaca ta'awwuz hukumnya
sunat, bukan merupakan suatu keharusan yang mengakibatkan dosa bagi orang yang
meninggalkannya. Ar-Razi meriwayatkan dari Ata ibnu Abu Rabah yang mengatakan
wajib membaca ta'awwuz dalam salat dan di luar salat, yaitu bila hendak membaca
Al-Qur'an.
Ibnu Sirin mengatakan, "Apabila seseorang membaca
ta'awwuz sekali saja dalam seumur hidupnya, hal ini sudah cukup untuk
menggugurkan kewajiban membaca ta'awwuz"
Ar-Razi mengemukakan hujahnya kepada Ata dengan makna
lahiriah ayat yang menyatakan, "Fasta'iz (maka mintalah perlindungan
kepada Allah)." Kalimat ini adalah kalimat perintah yang lahiriahnya
menunjukkan makna wajib, juga berdasarkan pengalaman yang dilakukan oleh Nabi
Saw. secara terus-menerus. Dengan membaca ta'awwuz, maka kejahatan setan dapat
ditolak. Suatu hal yang merupakan kesempurnaan bagi hal yang wajib, hukumnya
wajib pula. Karena membaca ta'awwuz merupakan hal yang lebih hati-hati, sedangkan
sikap hati-hati itu merupakan suatu hal yang dapat melahirkan hukum wajib.
Masalah
Sebagian ulama mengatakan bahwa membaca ta'awwuz pada awal
mulanya diwajibkan kepada Nabi Saw., tetapi tidak kepada umatnya. Diriwayatkan
dari Imam Malik bahwa dia tidak membaca ta'awwuz dalam salat fardunya; tetapi
ta'awwuz dibaca bila mengerjakan salat sunat Ramadan pada malam pertama.
Imam Syafii di dalam kitab Al-Imla mengatakan bahwa bacaan
ta'awwuz dinyaringkan; tetapi jika dipelankan, tidak mengapa. Di dalam kitab
Al-Umm disebutkan boleh memilih, karena Ibnu Umar membacanya dengan pelan,
sedangkan Abu Hurairah membacanya dengan suara nyaring. Tetapi bacaan ta'awwuz
selain pada rakaat pertama masih diperselisihkan di kalangan mazhab Syafii,
apakah disunatkan atau tidak, ada dua pendapat, tetapi yang kuat mengatakan
tidak disunatkan.
Apabila orang yang membaca ta'awwuz mengucapkan, "A'uzu
billahi minasy syaitanir rajim (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan
yang terkutuk)," maka kalimat tersebut dinilai cukup menurut Imam Syafii
dan Imam Abu Hanifah.
Sebagian dari kalangan ulama ada yang menambahkan lafaz
As-Sami'ul 'alim (Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), sedangkan yang
lainnya bahkan menambahkan seperti berikut: "Aku berlindung kepada Allah
dari setan yang terkutuk, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui," menurut As-Sauri dan Al-Auza'i.
Diriwayatkan oleh sebagian dari mereka bahwa dia mengucapkan,
"Aku memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang
terkutuk," agar sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh ayat dan
berdasarkan kepada hadis Dahhak, dari Ibnu Abbas, yang telah disebutkan tadi.
Akan tetapi, lebih utama mengikuti hadis-hadis sahih seperti yang telah
disebutkan.
Membaca ta'awwuz dalam salat hanya dilakukan untuk membaca
Al-Qur'an, menurut pendapat Abu Hanifah dan Muhammad. Sedangkan Abu Yusuf
mengatakan bahwa ta'awwuz dibaca untuk menghadapi salat itu sendiri.
Berdasarkan pengertian ini. berarti makmum membaca ta'awwuz sekalipun imam
tidak membacanya. Dalam salat Id (hari raya), ta'awwuz dibaca sesudah
takbiratul ihram dan sebelum takbir salat hari raya. Sedangkan menurut jumhur
ulama sesudah takbir Id dan sebelum bacaan Al-Fatihah dimulai.
Termasuk faedah membaca ta'awwuz ialah untuk membersihkan apa
yang telah dilakukan oleh mulut, seperti perkataan yang tak berguna dan
kata-kata yang jorok, untuk mewangikannya sebelum membaca Kalamullah.
Bacaan ta'awwuz dimaksudkan untuk memohon pertolongan kepada
Allah dan mengakui kekuasaan-Nya, sedangkan bagi hamba yang bersangkutan
merupakan pengakuan atas kelemahan dan ketidakmampuannya dalam menghadapi musuh
bebuyutan tetapi tidak kelihatan, tiada seorang pun yang dapat menyangkal dan
menolaknya kecuali hanya Allah yang telah menciptakannya. Setan tidak boleh
diajak bersikap baik dan tidak boleh berbaik hati kepadanya. Lain halnya dengan
musuh dari jenis manusia (kita boleh bersikap seperti itu), sebagaimana yang
disebutkan oleh beberapa ayat Al-Qur'an dalam tiga tempat, dan Allah Swt. telah
berfirman:
إِنَّ عِبادِي
لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطانٌ وَكَفى بِرَبِّكَ وَكِيلًا
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas
mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga. (Al-Isra: 65)
Malaikat pernah turun untuk memerangi musuh yang berupa
manusia. Barang siapa terbunuh oleh musuh yang kelihatan (yakni manusia), maka
ia mati syahid. Barang siapa terbunuh oleh musuh yang tidak kelihatan, maka ia
adalah orang yang mati dalam keadaan terlaknat. Barang siapa yang dikalahkan
oleh musuh yang tampak, maka ia adalah orang yang diperbudak. Barang siapa yang
dikalahkan oleh musuh yang tidak kelihatan, maka ia adalah orang yang terfitnah
atau berdosa. Mengingat setan dapat melihat manusia, sedangkan manusia tidak
dapat melihatnya, maka manusia dianjurkan agar memohon perlin-dungan kepada
Tuhan yang melihat setan, sedangkan setan tidak dapat melihat-Nya.
Fasal Isti’adzah
Isti'adzah artinya memohon perlindungan kepada Allah dan
bernaung di bawah lindungan-Nya dari kejahatan semua makhluk yang jahat.
Pengertian meminta perlindungan ini adakalanya dimaksudkan untuk menolak
kejahatan dan adakalanya untuk mencari kebaikan, seperti pengertian yang
terkandung di dalam perkataan Al-Mutanabbi (salah seorang penyair), yaitu:
يَا مَنْ
أَلُوذُ بِهِ فِيمَا أُؤَمِّلُهُ ... وَمَنْ أَعُوذُ بِهِ مِمَّنْ أُحَاذِرُهُ
لَا يَجْبُرُ
النَّاسُ عَظْمًا أَنْتَ كَاسِرُهُ ... وَلَا يَهِيضُونَ عَظْمًا أَنْتَ جابره
Wahai orang yang aku berlindung kepadanya untuk memperoleh
apa yang aku cita-citakan, dan wahai orang yang aku berlindung kepadanya untuk
menghindar dari semua yang aku takutkan. Semua orang tidak akan dapat
mengembalikan keagungan (kebesaran) yang telah engkau hancurkan, dan mereka
tidak dapat menggoyahkan kebesaran yang telah engkau bangun.
Makna a'uzu billahi minasy syaitanir rajim adalah "aku
berlindung di bawah naungan Allah dari godaan setan yang terkutuk agar setan
tidak dapat menimpakan mudarat pada agamaku dan duniaku, atau agar setan tidak
dapat menghalang-halangi diriku untuk mengerjakan apa yang.diperintahkan
kepadaku, atau agar setan tidak dapat mendorongku untuk mengerjakan hal-hal
yang dilarang aku mengerjakannya".
Sesungguhnya tiada seorang pun yang dapat mencegah setan
terhadap manusia kecuali hanya Allah. Karena itu, Allah Swt. memerintahkan agar
kita bersikap diplomasi terhadap setan manusia dan berbasa-basi terhadapnya
dengan mengulurkan kebaikan kepadanya dengan tujuan agar ia kembali kepada
wataknya yang asli dan tidak mengganggu lagi. Allah memerintahkan agar kita
meminta perlindungan kepada-Nya dari setan yang tidak kelihatan, mengingat
setan yang tidak kelihatan itu tidak dapat disuap serta tidak terpengaruh oleh
sikap yang baik, bertabiat jahat sejak pembawaan, dan tiada yang dapat
mencegahnya terhadap diri kita kecuali hanya Tuhan yang menciptakannya.
Demikian pengertian yang terkandung di dalam ketiga ayat
Al-Qur'an. yang sepengetahuanku tidak ada ayat keempat yang semakna dengannya,
maka firman Allah swt. dalam surat Al-A'raf:
خُذِ الْعَفْوَ
وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجاهِلِينَ
Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang
makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf: 199)
Hal ini berkaitan
dengan sikap terhadap musuh yang terdiri atas kalangan manusia. Kemudian Allah
Swt. berfirman:
وَإِمَّا
يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka
berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Al-A'raf: 200)
ادْفَعْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِما يَصِفُونَ. وَقُلْ
رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزاتِ الشَّياطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ
يَحْضُرُونِ
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik, Kami
lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah.”Ya Tuhanku, aku
berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula)
kepada Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." (Al-Mu’minun:
96-98)
وَلا تَسْتَوِي
الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي
بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَما يُلَقَّاها إِلَّا
الَّذِينَ صَبَرُوا وَما يُلَقَّاها إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَإِمَّا
يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan
itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara
dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
sabar, dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka
mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. (Fushshilat: 34-36)
Kata syaitan menurut istilah bahasa berakar dari kata syatana
(شَطَنَ) , artinya "apabila
jauh". Watak setan memang jauh berbeda dengan watak manusia; dengan
kefasikannya, setan jauh dari semua kebaikan.
Menurut pendapat lain ia berakar dari kata syata (شَاطَ), karena ia diciptakan dari api. Di antara mereka ada yang
mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar, tetapi makna pertama lebih sahih
karena diperkuat oleh perkataan orang-orang Arab. Umayyah ibnu Abus Silt dalam
syairnya menceritakan anugerah yang dilimpahkan kepada Nabi Sulaimana.s.:
أَيُّمَا
شَاطِنٍ عَصَاهُ عَكَاهُ ... ثُمَّ يُلْقَى فِي السِّجْنِ وَالْأَغْلَالِ
Barang siapa (di antara setan) berbuat durhaka terhadapnya,
niscaya dia (Nabi Sulaiman) menangkapnya, kemudian memenjarakannya dalam
keadaan dibelenggu.
Ternyata Umayyah ibnu Abu Silt mengatakan syatinin, bukan
sya'itin; dan berkatalah An-Nabigah Az-Zibyani, yaitu Ziad ibnu Amr ibnu
Mu'awiyah ibnu Jabir ibnu Dabab ibnu Yarbu' ibnu Murrah ibnu Sa'd ibnu Zibyan:
نَأَتْ
بِسُعَادٍ عَنْكَ نَوًى شَطُونُ ... فَبَانَتْ والفؤادُ بِهَا رَهِينُ
Kini Su'ad berada jauh darimu, nun jauh di sana ia tinggal,
dan kini hariku selalu teringat kepadanya.
Nabigah mengatakan bahwa Su'ad kini berada di tempat yang
sangat jauh.
Imam Sibawaih mengatakan bahwa orang Arab mengatakan
tasyaitana fulanun (تَشَيْطَنَ فُلَانٌ),
artinya "si Fulan melakukan perbuatan seperti perbuatan setan".
Seandainya kata syaitan ini berasal dari kata syata, niscaya mereka
(orang-orang Arab) akan mengatakannya tasyayyata (تشيط). Dengan demikian. dapat disimpulkan bahwa yang benar adalah
lafaz syaitan berakar dari kata syatana yang berarti "jauh". Karena
itu, mereka menamakan setiap orang —baik dari kalangan manusia, jin, ataupun
hewan— yang bersikap membangkang tidak mau taat dengan sebutan
"setan".
Allah Swt. berfirman:
وَكَذلِكَ
جَعَلْنا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَياطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh,
yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112)
Di dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan dari Abu Zar r.a. yang
menceritakan:
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَوَّذْ
بِاللَّهِ مِنْ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ "، فقلت: أو للإنس
شَيَاطِينُ؟ قَالَ: " نَعَمْ "
Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, berlindunglah
kepada Allah dari godaan setan manusia dan setan jin (yang tidak
kelihatan)!" Aku bertanya.”Apakah setan itu ada yang dari kalangan
manusia'? 'Beliau menjawab, "Ya."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Abu Zar pula
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْمَرْأَةُ
وَالْحِمَارُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ» فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا بَالُ
الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْأَحْمَرِ وَالْأَصْفَرِ؟ فَقَالَ: «الْكَلْبُ
الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ»
Yang memutuskan salat ialah wanita. keledai, dan anjing
hitam." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah bedanya antara anjing
hitam, anjing merah, dan anjing kuning?' Nabi Saw. Menjawab: anjing hitam itu
adalah setan.
Ibnu Wahb mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya
Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, bahwa Khalifah Umar
pernah mengendarai seekor kuda birzaun. Ternyata kuda itu melangkah dengan
langkah-langkah yang sombong, maka Umar memukulinya, tetapi hal itu justru
makin menambah kesombongannya. Umar turun darinya dan berkata, "Kalian
tidak memberikan kendaraan kepadaku kecuali kendaraan setan, dan tidak
sekali-kali aku turun darinya melainkan setelah aku ingkar terhadap diriku
sendiri." Sanad asar ini sahih.
Ar-rajim adalah wazan fa'il, tetapi bermakna mafid, artinya
"setan itu terkutuk dan jauh dari semua kebaikan", sebagaimana
pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ
الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ}
Sesungguhnya Kami menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat pelempar setan.
(Al-Mulk: 5)
{إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ
الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ * وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ *
لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلإ الأعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ *
دُحُورًا وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ * إِلا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ
شِهَابٌ ثَاقِبٌ}
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan
hiasan, yaitu bintang-bintang, dan (telah memeliharanya) sebenar-benarnya dari
setiap setan yang sangat durhaka. Setan-setan itu tidak dapat
mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari
segala penjuru, untuk mengusir mereka, dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan
tetapi, barang siapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan), maka
ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (Ash-Shaffat: 6-10)
{وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ
بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ * وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ
رَجِيمٍ * إِلا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ}
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang (di
langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang
memandang(nya), dan Kami menjaganya dari tiap-tiap setan yang terkutuk, kecuali
setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat), lalu dia
dikejar oleh semburan api yang terang. (Al-Hijr: 16-18)
Masih banyak lagi ayat-ayat lainnya. Pendapat lain mengatakan bahwa rajim bermakna rajam, karena setan merajam manusia dengan godaan dan rayuannya. Akan tetapi. makna yang pertama lebih terkenal dan lebih sahih.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.