Sekarat
2.1. Kehadiran Malaikat Maut
Jika
ajal telah tiba dan manusia siap memasuki alam gaib, Allah mengutus malaikat maut untuk mencabut roh yang mengatur dan menggerakkan badan. Allah
berfirman,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُم حَفَظَةً حَتَّىَ إِذَا جَاء أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لاَ يُفَرِّطُونَ
“Dan Dialah yang Mahaperkasa atas hamba-hamba-Nya dan mengutus atas kalian para (malaikat) penjaga. Hingga jika maut mendatangi salah seorang kalian, para utusan kami akan mewafatkannya dan mereka tidak melalaikan tugas." (QS. Al-An'am ayat 61)
Malaikat
maut mendatangi seorang mukmin dalam rupa yang baik dan
bagus, sedangkan kepada orang kafir dan munafik, ia datang dalam bentuk
yang menakutkan.
Dalam
hadis dari al-Barra' ibn 'Azib diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
إن العبد المؤمن إذا كان في انقطاع
من الدنيا وإقبال من الآخرة، نزل إليه ملائكة من السماء، بيض الوجوه، كأن وجوههم
الشمس، معهم كفن من أكفان الجنة، وحنوط (١) من حنوط الجنة، حتى يجلسوا
منه مدَّ بصره، ثم يجيء ملك الموت عليه السلام، حتى يجلس عند رأسه
فيقول: أيتها النفس الطيبة (وفي رواية: المطمئنة) اخرجي إلى مغفرة
من الله ورضوان. قال: فتخرج تسيل كما تسيل القطرة من فيِّ السقاء،
فيأخذها ..
“Sesungguhnya
jika seorang mukmin berada dalam keadaan berpisah dari dunia dan menuju
akhirat, malaikat dari langit turun kepadanya. Wajah mereka putih bagai
matahari. Mereka membawa kafan dan wewangian dari surga, lalu mereka duduk di
depannya sejauh pandangan si hamba. Kemudian datanglah malaikat maut a.s., lalu
duduk di dekat kepalanya dan berkata, "Wahai jiwa yang baik (dalam riwayat
lain :jiwa yang tenang), keluarlah menuju ampunan dan rida Tuhanmu!' Lalu jiwa
itu keluar mengalir seperti tetesan air mengalir dari mulut kantong air, lalu
si mengambilnya.
وإن العبد الكافر (وفي رواية الفاجر) إذا كان في انقطاع من
الآخرة، وإقبال من الدنيا، نزل إليه من السماء ملائكة [غلاظ شداد] سود
الوجوه، معهم المسوح (١) [من النار] فيجلسون منه مدَّ البصر، ثم
يجيء ملك الموت حتى يجلس عند رأسه، فيقول: أيتها النفس الخبيثة اخرجي
إلى سخط من الله وغضب. قال: فتفرق في جسده، فينتزعها كما ينتزع
السفود [الكثير الشعب] من الصوف المبلول، [فتقطع معها العروق
والعصب]
Jika seorang kafir (dalam
riwayat lain: orang jahat sedang dalam keadaan terputus dari akhirat, dan
menghadapi dunia, dari langit turun kepadanya malaikat, yang galak, bengis dan
hitam wajahnya dengan memakai pakaian menjijikkan (dari neraka malaikat duduk
sejarak pandangan matanya. Kemudian datanglah malaikat maut datang dan duduk
dekat kepalanya lalu berkata, 'Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju
kebencian dan murka Allah!, lalu ia berpisah dari jasadnya, dan si malaikat
mencabut nyawanya seperti bulu wol yang tebal dan basah dicabut (bersamaan
dengan itu terputuslah urat-urat dan syarafnya)."2
Kita tidak dapat menyaksikan yang terjadi pada si mayit pada saat kematiannya walaupun kita dapat melihat gejala-gejalanya. Allah menceritakan kepada kita tentang keadaan orang yang sedang sekarat.
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ - وَأَنتُمْ حِينَئِذٍ
تَنظُرُونَ - وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لَّا تُبْصِرُونَ
“Lalu mengapa ketika nyawa
telah sampai di ke-rongkongan tidak kalian kembalikan, padahal kalian pada saat
itu melihat. Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kalian, tetapi kalian
tidak dapat melihat." (QS. Al Waqi'ah : 83 - 85)
Yang diceritakan dalam ayat
di atas adalah roh yang melintasi tenggorokan saat sekarat, dan orang-orang di
sekitar yang mati menyaksikan sakaratul maut yang sedang dialaminya itu, namun
mereka tidak dapat melihat malaikat yang mencabut rohnya.
(وَنَحْنُ أَقْرَبُ
إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لَّا تُبْصِرُونَ)
Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kalian, tetapi
kalian tidak dapat melihat." (QS. Al Waqi'ah : 85)
Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:
كما قال تعالى: (وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ
عَلَيْكُم حَفَظَةً حَتَّىَ إِذَا جَاء أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ
رُسُلُنَا وَهُمْ لاَ يُفَرِّطُونَ) [الأنعام: ٦١] .
“Dan Dialah yang mempunyai
kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu
mala-ikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah
seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan
malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya." (QS. Al An'am
ayat 61)
Pada ayat lain,
(كَلَّا إِذَا بَلَغَتْ
التَّرَاقِيَ - وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ - وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ - وَالْتَفَّتِ
السَّاقُ بِالسَّاقِ - إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ)
"Waspadalah ketika roh
(seseorang) telah (men-desak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan
(kepadanya), 'Siapa-kah yang dapat menyembuhkan?' dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia),dan bertautlah betis (kiri)
dengan betis (kanan). Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu di-halau.” (QS. Al
Qiyamah : 26 - 30).
Hadis di atas menyatakan
bahwa malaikat maut memberi kabar gembira kepada mukmin bahwa ia mendapat
ampunan dan rida dari Allah, dan memberi kabar buruk kepada si kafir bahwa ia
mendapat kebencian dan murka Allah. Hal senada juga dijelaskan oleh banyak ayat
Alquran. Allah Swt. berfirman,
(إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا
رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ
أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ
تُوعَدُونَ - نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ
فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ - نُزُلًا مِّنْ
غَفُورٍ رَّحِيمٍ)
“Sesungguhnya orang-orang
yang mengatakan 'Tuhan kami adalah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian
mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih. Bergembiralah dengan surga
yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam
kehidupan dunia dan di akhirat. Di akhirat kamu memperoleh apa yang kamu
inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta, sebagai hidangan (bagimu)
dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'" (QS. Al Fushilat
ayat 30 - 32)
Turunnya malaikat, menurut
beberapa ahli tafsir seperti Mujahid dan as-Sady, terjadi pada saat sekarat.
(Tafsir Ibnu Katsir, 6/174)
Tak diragukan lagi bahwa saat
sekarat, manusia berada dalam situasi yang sulit. Ia mengkhawatirkan masa depan
yang akan datang dan nasib orang-orang yang ia tinggalkan. Maka malaikat datang
guna menenangkan dirinya terhadap apa yang dikhawatirkannya sekaligus
menenteramkan hatinya seraya berkata, "Jangan takut terhadap masa depan
yang ada di alam barzakh dan akhirat, dan jangan berduka cita terhadap
keluarga, anak atau hutang yang kau tinggalkan.” Malaikat juga memberikan kabar
gembira yang sangat besar,
(وَأَبْشِرُوا
بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ)
"Dan bergembiralah
dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu," (QS. Fushilat ayat 30)
(وَلَكُمْ فِيهَا مَا
تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ)
“Di akhirat kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan
memperoleh (pula) apa yang kamu minta." (QS. Fushilat ayat 32)
Selama hamba menjadikan Allah sebagai wali dan penolongnya, maka Allah akan
selalu menolongnya, khususnya dalam situasi sulit yang salah satunya adalah
saat sekarat.
(نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ
"Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat." (QS. Fushilat
ayat 31)
Adapun terhadap orang-orang kafir, malaikat turun kepada dalam keadaan sebaliknya. Allah berfirman,
(إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُواْ فِيمَ كُنتُمْ قَالُواْ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالْوَاْ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُواْ فِيهَا فَأُوْلَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءتْ مَصِيرًا)
"Sesungguhnya orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri
sendiri (kepada mereka) malaikat bertanya, 'Bagaimana keadaan kamu dahulu ?. Mereka
menjawab, 'Kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah). Para malaikat
berkata, 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi
itu?' Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam dan neraka Jahanam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa ayat 97)
Ayat ini turun, sebagaimana
diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, berkenaan dengan sekelompok orang
yang telah masuk Islam tetapi tidak hijrah, lalu meninggal atau terbunuh dalam
barisan musuh. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/369)
Pada saat sekarat, malaikat
bersikap kasar terhadap mereka dan memberi kabar bahwa mereka akan masuk
neraka.
Allah menceritakan pencabutan nyawa orang-orang kafir pada Perang Badar oleh
para malaikat,
وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُواْ الْمَلآئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُواْ عَذَابَ الْحَرِيقِ - ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ اللهَ لَيْسَ بِظَلاَّمٍ لِّلْعَبِيدِ
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir
seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata), 'Rasakanlah olehmu siksa
neraka yang membakar,' (tentulah kamu merasa ngeri). Hal itu disebab-kan oleh
perbuatan tangan kalian sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak
menganiaya hambaNya." (QS. Al Anfal ayat 50 - 51)
Ibn Katsir menafsirkan ayat-ayat di atas sebagai berikut:
" ولو ترى يا محمد حال توفي الملائكة أرواح الكفار لرأيت أمراً عظيماً فظيعاً منكراً، إذ يضربون وجوههم وأدبارهم، ويقولون ذوقوا عذاب الحريق "
“Dan seandainya engkau lihat hai Muhammad, keadaan saat para malaikat mencabut
nyawa orang-orang kafir, niscaya kau akan melihat hal yang mengerikan. Ketika
itu malaikat memukul wajah dan belakang mereka seraya berkata, 'Rasakan oleh
kalian azab yang membakar!'" (Tafsir Ibnu Katsir, 3/335)
Ibnu Katsir mengisyaratkan
bahwa walaupun itu terjadi pada perang Badar, hal itu mencakup semua orang
kafir. Karena itulah Allah tidak mengkhususkan kaum kafir yang ikut Perang
Badar sebagaimana terlihat dalam ungkapan,
وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ
كَفَرُواْ الْمَلآئِكَةُ..
“Kalau kamu melihat ketika
para malaikat mencabut jiwa orang-orang kafir." (Tafsir Ibnu Katsir,
3/335)
Pendapat Ibn Katsir ini benar, karena didukung oleh banyak ayat dalam Alquran,
seperti firman-Nya,
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ أُوْلَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُم مِّنَ الْكِتَابِ حَتَّى إِذَا جَاءتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ قَالُواْ أَيْنَ مَا كُنتُ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ قَالُواْ ضَلُّواْ عَنَّا وَشَهِدُواْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُواْ كَافِرِينَ
“Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap
Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya ? Orang-orang itu akan memperoleh bagian
yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuzh), hingga apabila
datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya,
(di waktu itu) utusan Kami bertanya, Mana (berhala-berhala) yang biasa kamu
sembah selain Allah?' Orang-orang muysrik itu menjawab, 'Berhala itu semuanya
telah pergi meninggalkan kami,' dan mereka mengakui bahwa mereka adalah
orang-orang yang kafir." (QS. Al A'raf ayat 37)
Juga firman-Nya,
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي
أَنفُسِهِمْ فَأَلْقَوُاْ السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِن سُوءٍ بَلَى إِنَّ
اللهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang
dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka
sen-diri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata), 'Kami sekali-kali tidak
mengerjakan suatu kejahatan pun.' (Malaikat menjawab),' Ada, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerja-kan.'" (QS. An Nahl ayat 28)
Juga firman-Nya,
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ - ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ - فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ
"Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran)
sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah
(berbuat dosa) dan memanjang-kan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena
sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang
benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi), Kami akan mematuhi
kamu dalam beberapa urusan,' dan Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah
jika malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan
punggung mereka? (QS. Muhammad ayat 25 - 27)
2.2 Sakaratul Maut
Setiap manusia saat meregang nyawa mengalami sakaratul maut sebagaimana dijelaskan dalam ayat
وَجَاءتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu
lari darinya.” (QS. Qaf ayat 19)
Sakaratul maut berarti kesulitan dan kesukaran maut. Ar-Raghib berkata dalam
al-Mufradat,
السكر حالة تعرض بين المرء وعقله، وأكثر ما تستعمل في الشراب المسكر، ويطلق في الغضب والعشق والألم والنعاس والغشي الناشيء عن الألم وهو المراد هنا
“Kata sakar adalah suatu ke-adaan yang menghalangi antara seseorang dengan
akalnya. Dalam penggunaannya, kata ini banyak dipakai untuk makna minuman yang
memabukkan. Kata ini juga berkonotasi marah, rindu, sakit, ngantuk, dan kondisi
tidak sadar (pingsan) yang disebabkan oleh rasa sakit." (Fath Al Bari, 11/
362)
Rasulullah saw. pernah mengalami sakaratul maut. Dalam sakit yang menjelang wafatnya, Rasul meraih cangkir kecil berisi air, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya untuk membasuh wajahnya. Beliau berujar,
لا إله إلا الله، إن للموت سكرات
“Tiada tuhan selain Allah. Sesungguhnya pada maut pasti ada sakaratul
maut." (HR. Bukhari no. 6510)
Aisyah bercerita mengenai sakitnya Rasulullah saw.;
ما رأيت الوجع على أحد أشدَّ منه على رسول الله
صلى الله عليه وسلم
“Aku tidak melihat sakit pada
seseorang yang lebih keras dibanding yang dialami Rasulullah saw.” (HR.
Bukhari, Muslim dan Tirmidzi, lihat Jami' al Ushul, (11/69)
Aisyah juga pernah masuk ke kamar ayahnya Abu Bakar yang sedang sakit menjelang
wafatnya. Tatkala sakit itu semakin berat, Aisyah mengucapkan sebait syair:
لعمرك ما يغني الثراء عن الفتى ××× إذا حشرجت يوماً وضاق بها الصدر فكشف عن وجهه، وقال رضي الله عنه، ليس كذلك، ولكن قولي: (وَجَاءتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ)
Kekayaan tidak berarti apa-apa bagi seorang pemuda saat sekarat melewati
kerongkongannya, dan menyesakkan dadanya Lalu Abu Bakar membuka wajahnya dan
berujar, “Bukan begitu, yang benar (mengutip sebuah ayat) Dan datanglah
saka-ratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari
darinya.'" (HR. Ibnu Abi Dunya. Ibn Katsir berkata dalam Tafsir-nya (VI,
h. 401),
setelah menuturkan hadis di atas, “Hadis ini memiliki banyak jalur
riwayat."
Sudah pasti orang kafir akan mengalami maut lebih berat dibanding yang
dialami seorang mukmin. Kami mengutip sebagian hadis dari al-Barra' ibn 'Azib,
أن روح الفاجر والكافر تفرق في جسده عندما يقول
له ملك الموت: أيتها النفس الخبيثة اخرجي إلى سخط من الله وغضب، وأنه ينتزعها كما
ينتزع السفود الكثير الشعب من الصوف المبلول، فتقطع معها العروق والعصب
“Wahai jiwa yang busuk,
keluarlah menuju kebencian dan murka Allah!" Lalu ia berpisah dari
jasadnya dan si malaikat mencabutnya sebagaimana bulu wol yang tebal dan basah
dicabut, dan bersamaan dengan itu terputuslah urat-urat dan syaraf-syaraf.
Alquran melukiskan betapa beratnya sakaratul maut yang dialami oleh orang kafir
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوْحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَا أَنَزلَ اللهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap
Allah atau yang berkata, Telah diwahyukan kepada saya,' padahal tidak ada
diwahyukan sesuatu (renggang) pun kepadanya, dan orang yang berkata,Saya akan
menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.' Alangkah dahsyatnya sekiranya
kamu melihat ketika orang-orang yang lalim (berada) dalam tekanan-tekanan
sakaratul maut, dan para malaikat memukul dengan tangannya (al-mala'ikah
basithu aidihim), (sambil berkata), 'Keluarkanlah nyawamu! Pada hari ini kamu
dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan
terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”” (QS. Al An'am ayat 93)
Maksud ayat di atas, seperti dituturkan Ibn Katsir, adalah ketika malaikat azab memberi kabar kepada orang kafir tentang azab, belenggu, rantai, neraka Jahim, api yang panas membakar dan murka Allah, lalu si malaikat berusaha mencabut roh dari jasadnya, akan tetapi rohnya menolak keluar, maka malaikat memukul mereka sampai roh mereka keluar dari jasad, sambil berteriak,
أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا
كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللهِ غَيْرَ الْحَقِّ
"Keluarkan nyawamu pada
hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu
selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar."
Ibn Katsir menafsir-kan “wa
al-mala'ikah basthu aidihim" dengan “memukul” pada surat Al An'am ayat 93.
Makna ayat ini sama dengan makna ayat:
لَئِن بَسَطتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي
“Sungguh kalau kamu
menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku," (QS. Al Maidah ayat 28)
dan:
وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ
وَأَلْسِنَتَهُم بِالسُّوءِ
“... dan mereka menjulurkan
tangan dan lidah mereka kepadamu engan menyakiti(mu).” (QS. Al Mumtahanah ayat
2)
Beberapa tokoh menceritakan pengalaman sakaratul maut mereka. Di antaranya adalah Amru ibn al-'Ash. Saat ia sekarat, anaknya berkata kepadanya,
يا أبتاه! إنك لتقول: يا ليتني ألقى رجلاً عاقلاً لبيباً عند نزول
الموت حتى يصف لي ما يجد، وأنت ذلك الرجل، فصف لي، فقال: يا بني، والله
كأن جنبي في تخت، وكأني أتنفس من سمّ إبرة، وكأن غصن شوك يجذب من قدمي إلى
هامتي، ثم أنشأ يقول:
“Wahai ayahku, engkau pernah mengatakan, 'Semoga saja aku bertemu dengan seorang laki-laki yang berakal saat maut menjemputnya agar ia melukiskan kepadaku apa yang dilihatnya!' Sekarang, engkaulah orang itu. Maka ceritakanlah kepadaku!" Ayahnya menjawab, “Anakku, demi Allah, seakan-akan bagian sampingku berada di ranjang, seakan-akan aku bernafas dari jarum beracun, seakan-akan duri pohon ditarik dari tapak kakiku sampai kepala." Kemudian ia mengucapkan sebaris bait syair:
ليتني كنت قبل ما قد بدا لي ××× في تلال الجبال أرعى الوعولا
Aduhai, andai saja sebelum hal yang telah jelas di hadapanku ini terjadi aku berada
di puncak gunung sambil menggembala kam-bing gunung. (At Tadzkirah, karya
Qurthubi, hal. 19)
Yang Meringankan Sakaratul Maut
Rasulullah saw. memberitahukan kepada kita bahwa saka-ratul maut akan diringankan bagi orang yang mati syahid di medan perang.
Abu Hurairah meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. bersabda,
الشهيد لا يجد ألم القتل إلا كما يجد أحدكم ألم
القرصة " رواه الترمذي والنسائي والدارمي، وقال الترمذي: هذا
حديث حسن غريب
“Orang yang mati syahid tidak
merasakan sakitnya terbunuh, kecuali seperti sakitnya dicubit."
Diriwayatkan oleh Tirmidzi, an-Nasa'i, dan ad-Darimi. Tirmidzi berkata, “Hadis
ini hasan gharib.” (Miskah al Mashabih, 2/358, no. 3836, pentahqiq mengatakan,
isnadnya hasan)
2.3. Saat Sekarat, Manusia Berharap Kembali ke Dunia
Pada saat maut menghampiri
manusia, ia akan mengharap kembali ke dunia.
Seandainya ia orang kafir, bisa jadi ia berharap masuk Islam. Kalau ia banyak
dosanya, ia berharap untuk tobat. Allah berfirman,
حَتَّى إِذَا جَاء أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ
رَبِّ ارْجِعُونِ - لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا
كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
"(Demikianlah keadaan
orang-orang kafir itu), hing-ga apabila datang kematian kepada seseorang dari
mereka, dia berkata, 'Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku
berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.' Sekali-kali tidak. Se-sungguhnya
itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
sampai hari mereka dibangkitkan." (QS. Al Mukminun ayat 99 - 100 )
Iman tidak diterima lagi jika
maut telah datang, dan tobat akan sia-sia jika sekarat telah sampai di kerongkongan. Allah berfirman,
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللهِ لِلَّذِينَ
يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَئِكَ
يَتُوبُ اللهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللهُ عَلِيماً حَكِيماً - وَلَيْسَتِ
التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ
الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ
أُوْلَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Sesungguhnya tobat di sisi
Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran
kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang
diterima Allah tobatnya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan tidaklah
tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerja-kan kejahatan (yang)
hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia
mengatakan, Sesungguhnya saya bertobat sekarang.' Dan tidak (pula diterima
tobat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang
itu telah Kami sediakan siksa yang pedih." (QS. an-Nisa':17-18)
Ibn Katsir menuturkan hadis
yang menunjukkan bahwa tobat seorang
hamba dapat diterima jika maut telah datang selama belum sampai tenggorokan:
“Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba selama sekarat belum sampai
tenggorokan.”(Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibn Majah) (Tafsir Ibnu Katsir, 3/224)
وكل من تاب قبل الموت فقد تاب من قريب، ولكن شرط
التوبة والإخلاص والصدق، وقد لا يتمكن المرء من التوبة في تلك الأهوال، فعلى
المرء أن يسارع بالتوبة قبل حلول الأجل:
Setiap orang yang tobat sebelum mati, maka ia telah benar-benar bertobat asal ikhlas dan serius. Terkadang seseorang tidak dapat bertobat pada saat sekarat, dan karenanya seyogyanya ia menyegerakan tobat sebelum ajal menjelang.
قدم لنفسك توبة مرجوة ××× قبل الممات وقبل حبس الألسن
Lakukanlah tobat dengan penuh harapan pada dirimu sebelum
datang maut dan sebelum mulut terkunci
بادر بها غلق النفوس فإنها ××× ذخر وغنم للمنيب المحسن
Bersegeralah tobat, wahai
jiwa-jiwa yang tertutup, karena tobat adalah harta karun bagi orang yang
kembali dan berbuat baik.
2.4. Kegembiraan Mukmin Bertemu Tuhannya
Jika malaikat maut mendatangi seorang mukmin sambil membawa berita gembira dari Allah, maka mukmin itu akan tampak senang dan gembira, sedangkan orang kafir dan orang jahat akan tampak sedih dan berduka cita. Karena itu, pada saat sekarat si mukmin rindu bertemu Allah. Sedangkan si kafir benci bertemu Allah. Anas ibn Malik meriwayatkan dari Obadah ibn Shamit,عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه
قال: " من أحب لقاء الله أحب الله لقاءه، ومن كره لقاء الله كره الله
لقاءه، قالت عائشة أو بعض أزواجه: إنا لنكره الموت، قال: ليس
كذلك، ولكن المؤمن إذا حضره الموت بشر برضوان الله وكرامته، فليس شيء أحب إليه مما
أمامه، فأحب لقاء الله وأحب الله لقاءه، وإن الكافر إذا حُضِر بُشِّر بعذاب الله
وعقوبته، فليس شيء أكره إليه مما أمامه، فكره لقاء الله، وكر الله لقاءه "
Dari Nabi saw. Bahwa beliau
bersabda, “Barangsiapa merasa senang berjumpa dengan Allah, maka Allah juga
senang berjumpa dengannya. Barangsiapa benci berjumpa dengan Allah, maka Allah
benci berjumpa dengannya.” Aisyah atau sebagian istri Rasul berujar, “Sungguh
kami membenci maut.” Beliau lalu menjawab, “Jangan bersikap seperti itu.
Sebenarnya jika maut mendatangi seorang mukmin, ia mendapat berita gembira
berupa rida dan kemuliaan dari Allah, dan tidak ada sesuatu yang lebih ia
cintai ketimbang yang ada di hadapannya. Maka ia senang berjumpa Allah dan
Allah senang berjumpa dengannya. Jika orang kafir sekarat,maka ia mendapat
berita gembira berupa azab dan hu-kuman Allah, dan tidak ada sesuatu yang lebih
ia benci selain yang ada di hadapannya. Maka ia benci berjumpa Allah, dan Allah
benci berjumpa dengannya.” (HR. Bukhari dalam bab “Riqaq”, bab“Orang yang
Se-nang Berjumpa Allah dan Allah Senang Berjumpa Dengannya". Lihat Fath
al-Bari, XI,h.357)
Karena itu, seorang hamba
yang saleh mengharap orang-orang yang mengusung jenazahnya agar cepat-cepat mengubur-kannya karena rindu akan
kenikmatan surga. Sedangkan hamba yang jahat menyumpahi neraka wail yang
menjadi tempat per-istirahatannya.
Dalam Shahih al-Bukhari dan
Sunan an-Nasa'i diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri bahwa Rasulullah saw.
bersabda,
إذا وضعت الجنازة فاحتملها الرجال على
أعناقهم، فإن كانت صالحة قالت: قدموني، وإن كانت غير صالحة قالت
لأهلها: يا ويلها أين تذهبون بها؟ يسمع صوتها كل شيء إلا الإنسان، ولو سمع
الإنسان لصعق "
“Jika jenazah telah
diletakkan dan siap diusung oleh para lelaki,maka bila jenazah itu orang baik,
ia berkata, 'Cepat-kan aku'. Sedangkan bila ia orang jahat, ia berkata kepada
ke-luarganya, 'Aduh celaka! Kemana mereka akan membawaku!?' Suara jenazah didengar
oleh segala sesuatu kecuali manusia, sebab jika manusia dapat mendengar (suara
jenazah), pasti ia akan pingsan." (HR. Bukhari dalam bab
"Jenazah". Lihat Fath al-Ban, III, h. 184. Juga diriwayatkan oleh an-Nasa'i dalam bab "Jenazah", bab "Menyegera-kan
Jenazah",IV,h.41)
2.5. Setan Hadir pada Saat Sekarat
إن الشيطان يحضر أحدكم عند كل شيء من شأنه، حتى
يحضره عند طعامه، فإذا سقطت من أحدكم اللقمة، فليمط ما كان بها من أذى، ثم
ليأكلها، ولا يدعها للشيطان، فإذا فرغ فليعلق أصابعه، فإنه لا يدري في أي طعامه
تكون البركة "
"Sungguh setan
mendatangi salah seorang kalian da-lam setiap situasi dan kondisi bahkan pada
saat makan. Dan jika kunyahan makanan salah seorang kalian jatuh, hendaklah ia
membersihkan bagian yang kotor lalu memakannya, dan tidak membiarkannya dimakan
setan. Jika ia telah selesai makan, hendaklah ia menjilat jari-jarinya, karena
ia tidak tahu di makanan yang mana terdapat keberkahan."
Para ulama menyebutkan bahwa
setan mendatangi manusia pada saat-saat genting itu dengan menyamar sebagai ayah, ibu atau orang lain yang dikenal
sambil memberi nasehat dan meng-ajak untuk masuk agama Yahudi, Nasrani atau
agama lain yang bertentangan dengan Islam. Pada saat itulah Allah
menggelincir-kan orangorang yang telah ditakdirkan sengsara. (Tadzkirah
Qurthubi, hal. 33)
Inilah makna ayat, “(Mereka
berdoa), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada
kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia).'"
(QS. Ali Imran ayat 8)
Abdullah, putra Imam Ahmad
ibn Hanbal, berkisah,
حضرت وفاة أبي أحمد، وبيدي خرقة لأشد لحييه، فكان يغرق، ثم يفيق، ويقول بيده: لا بعد، لا بعد، فعل هذا مراراً، فقلت له: يا أبت أي شيء يبدو منك؟ قال: إن الشيطان قائم بحذائي عاض على أنامله، يقول: يا أحمد فتني، وأنا أقول: لا بعد، لا بعد، حتى أموت
“Aku menyaksikan wafatnya ayahku, dan di tanganku ada kain lap untuk mengusap
jenggotnya yang lebat. Pada saat itu beliau pingsan kemudian sadar, lalu beliau
berkata sambil menunjuk dengan tangannya, 'Tidak, enyahlah! Tidak, enyahlah!'
Ia melakukan hal itu berulang-ulang. Lalu aku bertanya kepadanya, 'Hai ayahku,
apa yang engkau lihat?' Ia menjawab,'Setan berdiri di dekat terumpahku sambil
menggigit ujung jari, dan berkata, “Hai Ahmad, ikutilah bujuk rayuku!” Aku pun
berkata,“Tidak, enyahlah! Tidak, enyahlah, sampai aku mati pun!” (Tadzkirah
Qurthubi, hal. 34)
وقال القرطبي: سمعت شيخنا الإمام أبا العباس أحمد بن عمر القرطبي، يقول: حضرت أخا شيخنا أبي جعفر أحمد بن محمد القرطبي بقرطبة، وقد احتضر، فقيل له: لا إله إلا الله، فكان يقول: لا، لا، فلما أفاق، ذكرنا له ذلك، فقال: أتاني شيطانان عن يميني وعن شمالي، يقول أحدهما: مت يهودياً فإنه خير الأديان، والآخر يقول: مت نصرا
Al-Qurthubi berkata: Aku mendengar guru kami, Imam Abu al-Abbas Ahmad ibn Umar
al-Qurthubi, berkata, “Aku menyaksi-kan ketika saudaraku, Syekh Abu Ja'far
Ahmad ibn Muhammad al-Qurthubi, sedang sekarat, di Cordova. Dikatakan
kepadanya, 'Ucapkanlah la ilaha illa Allah.' Namun, jawaban yang keluar dari
mulutnya, 'Tidak! Tidak!' Saat ia siuman, kami menceritakan hal itu kepadanya.
Ia pun bercerita, 'Datang dua setan di sebelah kanan dan kiriku. Salah satunya
berkata, “Matilah dalam keadaan beragama Yahudi, karena Yahudi adalah agama
terbaik." Yang satunya berkata, “Matilah dalam keadaan Nasrani, karena
Nasrani adalah agama terbaik.” Aku pun menjawab, "Ti-dak! Tidak!”
(Tadzkirah Qurthubi, hal. 34)
Menurut Ibn Taimiyah,
kejadian seperti ini tidak mesti ber-laku sama bagi setiap orang. Bahkan pada sebagian orang,di-tawarkan lebih dari dua agama
sebelum matinya. Sedangkan sebagian lagi malah tidak ditawarkan. Ini semua
termasuk fitnah kehidupan dan fitnah kematian yang kita dianjurkan untuk
memohon perlindungan dari hal itu dalam salat. (Majmu'al-Fatawa, IV, h.255)
Ibn Taimiyah menyebutkan
bahwa setan sering menggoda manusia pada saat sekarat, karena saat itu adalah
waktu hajat. Beliau berdalil dengan hadis,
الأعمال بخواتيمها
“Amal itu tergantung
penghujungnya."
Nabi saw. bersabda,
إن العبد ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه
وبينها إلا ذراع، فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار فيدخلها، وإن العبد
ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع، فيسبق عليه الكتاب فيعمل
بعمل أهل الجنة، فيدخلها "، ولهذا روي: " أن
الشيطان أشد ما يكون على ابن آدم حين الموت، يقول لأعوانه: دونكم هذا
فإنه إن فاتكم لن تظفروا به أبداً "
“Sesunggunya seorang hamba
beramal dengan amalan ahli surga, namun ketika jarak antara dia dan surga
tinggal sehasta, takdir mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli
neraka, maka masuk nerakalah ia. Seorang hamba beramal dengan amal-an ahli
neraka, namun ketika jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta, takdir
mendahuluinya, sehingga ia beramal de-ngan amalan ahli surga, maka masuk
surgalah ia.” Karena itu beliau menyampaikan, “Setan itu paling keras upayanya
dalam menggoda anak Adam adalah saat sekarat. Ia berkata kepada kawan-kawannya,
'Perhatikan dia, sebab bila ia luput, maka selamanya kalian tidak dapat
mengambil keuntungan darinya." (Majmu' Fatawa, 4/256)
2.6. Hal-hal yang Menyebabkan Su'ul Khatimah
Sebagian orang yang mengaku beragama Islam mendapat-kan su'ul khatimah. Naúdzu billah! Su'ul khatimah ini nampak pada sebagian orang yang sedang sekarat. Shiddiq Hasan Khan men-ceritakan tentang su'ul khatimah,
"Su'ul khatimah memiliki sebab-sebab yang harus diwaspadai oleh seorang
mukmin.” (Yaqzhah Uli alI'tibar, h.211)
Kemudian beliau menyebut sebab-sebab dimaksud sebagai berikut:
1. Kerusakan dalam akidah, walaupun disertai zuhud dan ke-salehan yang
sempurna. Kalau ia memiliki kerusakan dalam akidahnya dan ia meyakininya serta
tidak menyangka bahwa itu salah, terkadang kekeliruan akidahnya itu tersingkap
pada saat sakaratul maut. Setelah tersingkap, maka kerusakan se-bagian
akidahnya menyebabkan terhapusnya akidah lainnya. Dengan demikian, bila ia
wafat dalam keadaan seperti ini sebelum ia menyadari dan kembali ke iman yang
benar, berarti ia mendapatkan su'ul khatimah dan wafat dalam ke-adaan tanpa
iman. Selain itu, ia termasuk orang yang disebut oleh Allah dalam ayat,
وَبَدَا لَهُم مِّنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ
"Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka
perkirakan," (QS. Az Zumar ayat 47)
dan ayat,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا - الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah, 'Apakah akan Kami beri tahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?' Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan ini, padahal mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi ayat 103 - 104)
Jadi, setiap orang yang berakidah secara keliru baik karena pendapatnya sendiri atau mengambil dari orang lain, maka ia berada dalam bahaya besar, dan zuhud serta ke-salehannya akan sia-sia alias tidak berguna. Yang berguna adalah akidah yang benar yang bersumber dari Kitabullah dan sunah Rasul, karena akidah agama tidak dianggap benar kecuali bersumber dari keduanya.
2. Banyak melakukan maksiat. Orang yang sering melakukan maksiat,maka maksiat itu akan menumpuk di dalam hatinya, dan semua yang dikumpulkan manusia sepanjang umurnya, maka memori itu akan terulang saat ia mati. Jika seseorang cenderung pada ketaatan dan hal-hal baik, maka yang paling banyak hadir pada saat ia sekarat adalah memori ketaatan. Sebaliknya, kalau kecenderungannya pada maksiat lebih be-sar,maka yang paling banyak hadir saat ia sekarat adalah memori maksiat. Bahkan bisa jadi pada saat maut menjelang dan ia belum tobat, syahwat dan maksiat menguasainya se-hingga hatinya terikat padanya dan akhirnya hal itu menjadi penghalang antara dia dan Tuhannya serta menjadi penyebab kesengasaraannya di akhir hayat. Nabi saw. bersabda,
المعاصي بريد الكفر "
“Maksiat adalah kekufuran.”
Adapun orang yang tidak
melakukan dosa atau ia ber-dosa tapi kemudian bertobat maka ia jauh dari bahaya
ini. Sementara orang yang banyak dosanya sampai melebihi ke-taatannya dan tidak
bertobat bahkan ia terus menerus mela-kukannya, maka ini sangat berbahaya
baginya, sebab dominasi maksiat ini akan terpatri di dalam hatinya dan
membuatnya cenderung dan terikat pada maksiat, dan pada gilirannya menjadi
penyebab su'ul khatimah (akhir yang buruk).
Perbandingannya sebagai
berikut. Tak diragukan bahwa manusia dalam mimpinya melihat hal-hal yang
berhubungan dengan dirinya sepanjang umurnya. Orang yang menghabis-kan umurnya
dalam keilmuan akan bermimpi mengenai halhal yang berkaitan dengan ilmu dan ulama.
Orang yang meng-habiskan umurnya dalam dunia menjahit akan bermimpi tentang
hal-hal yang berkaitan dengan jahitan dan penjahit. Sebab yang ada dalam tidur
adalah apa yang berhubungan dan berkaitan dengan hatinya sepanjang hidupnya.
Mati wa-laupun lebih dari tidur, namun sakaratul maut dan keadaan tidak
sadarnya mirip dengan tidur. Lama bergelimang mak-siat akan membuat hati
cenderung kepada dan mengingat maksiat, dan jika rohnya terlepas dari jasadnya
saat itu, maka buruklah akhirnya
Adz-Dzahabi, dalam al-Kaba'ir, mengutip Mujahid:
" قال مجاهد: ما من ميت يموت إلا مُثِّل له جلساؤه الذين كان يجالسهم، فاحتضر رجل ممن كان يلعب بالشطرنج، فقيل له: قل: لا إله إلا الله. فقال: شاهك. ثم مات. فغلب على لسانه ما كان يعتاده حال حياته في اللعب، فقال عوض كلمة التوحيد: شاهك.
Mujahid mengatakan : Tidaklah seorang mati kecuali ditampilkan kepadanya
or-ang-orang yang biasa ia gauli. Seorang lelaki yang suka main catur sekarat,
lalu dikatakan kepadanya, “Ucapkanlah la ilaha illa Allah." Ia menjawab,
“Skak!” kemudian ia mati. Jadi,yang mendominasi lidahnya adalah kebiasaan
permainan dalam hidupnya. Sebagai ganti kalimat tauhid, ia mengatakan skak.
وهذا كما جاء في إنسان آخر ممن كان يجالس شُرَّاب
الخمر أنه حين حضره الموت، فجاءه إنسان يلقنه الشهادة، فقال له: اشرب
واسقني، ثم مات، فلا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم "
Ini seperti orang yang
kawan-kawannya adalah para pemabuk. Saat sekarat, seseorang datang untuk
mengajarkannya meng-ucap syahadat, tetapi ia malah berkata, “Mari minum dan
tuangkan untukku!” Kemudian ia mati. La hawla wa la quw-wata illa billah. (Al
Kabair karya Adz Dzahabi, hal. 91)
3. Tidak istiqamah (Yaqzhah Uli al-I'tibar, h. 212)
Sungguh seorang yang
istiqamah pada awalnya, lalu berubah dan menyimpang dari awalnya bisa men-jadi
penyebab ia mendapat su'ul khatimah, seperti iblis yang pada mulanya merupakan
pemimpin dan guru malaikat serta malaikat yang paling giat beribadah, tapi kemudian
tatkala ia diperintahkan sujud kepada Adam, ia membangkang dan menyombongkan
diri, sehingga ia termasuk golongan kafir. Juga seperti Bal'am ibn Ba'ur yang
telah sampai kepadanya ayat-ayat Allah Ialu Allah menurunkannya ke dunia. Ia
me-nuruti hawa nafsunya dan termasuk orang-orang yang sesat. Juga seperti
Barsisha, seorang abid yang setan berkata ke-padanya, “Kafirlah”, dan tatkala
ia kafir, setan berkata,“Aku bebas darimu, Aku sungguh takut kepada Allah Tuhan
Pe-nguasa alam”. Setan memperdayai dirinya agar kufur dan tatkala ia kafir,
setan lepas tangan khawatir ikut diazab ber-samanya, padahal itu sia-sia. Allah
berfirman,
فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ
خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاء الظَّالِمِينَ
“Maka akibat bagi keduanya,
adalah bahwa keduanya (masuk) ke dalam neraka,mereka kekal di dalamnya.
Demikianlah balasan orangorang yang lalim.” (QS. Al Hasyr ayat 17)
4. Iman yang lemah.
Iman yang lemah dapat melemahkan cinta kepada Allah dan
menguatkan cinta dunia dalam hatinya, dan bahkan lemahnya iman itu dapat
menguasai dan mendominasi diri-nya sehingga tidak tersisa dalam hatinya tempat
untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan jiwa, sehingga penga-ruhnya
tidak nampak dalam melawan jiwa dan menahan maksiat serta menganjurkan berbuat
baik. Akibatnya ia ter-perosok ke dalam lembah nafsu syahwat dan perbuatan
mak-siat, sehingga noda hitam dosa menumpuk di dalam hati dan akhirnya memadamkan
cahaya iman yang lemah dalam hati. Dan ketika sakaratul maut datang, cinta
Allah semakin me-lemah manakala ia melihat ia akan berpisah dengan dunia yang
dicintainya. Kecintaannya pada dunia sangat kuat,se-hingga ia tak rela
meninggalkannya dan tak kuasa berpisah dengannya. Pada saat yang sama, timbul
rasa khawatir dalam dirinya bahwa Allah murka dan tidak mencintainya. Cinta
Allah yang sudah lemah itu berbalik menjadi benci. Akhirnya bila ia mati dalam
kondisi iman seperti ini, maka ia mendapat su'ul khatimah dan sengsara
selamanya.
Sebab yang melahirkan su'ul khatimah ini adalah cinta dan cenderung kepada
dunia disertai iman yang lemah yang pada gilirannya mengakibatkan lemahnya
cinta kepada Allah. Cinta dunia adalah penyakit yang umumnya menimpa
ke-banyakan manusia. Jadi, orang yang pada saat mati, hatinya didominasi oleh
urusan-uruisan dunia, maka hal itu mengisi seluruh ruangan dalam hatinya.
Selanjutnya, bila dalam kon-disi seperti itu roh keluar dari jasadnya maka
hatinya tunduk pada dunia, dan ia terhijab dari Tuhannya.
حُكي أن سليمان بن عبد الملك لما دخل المدينة حاجاً قال: هل بها
رجل أدرك عدة من الصحابة؟ قالوا: نعم، أبو حازم، فأرسل إليه، فلما
أتاه قال: يا أبا حازم ما لنا نكره الموت؟ قال: إنكم عمرتم الدنيا
وخربتم الآخرة، فتكرهون الخروج من العمران إلى
الخراب، قال: صدقت، ثم قال: ليت شعري ما لنا عند الله
تعالى؟ قال: اعرض عملك على كتاب الله، قال فأين أجده؟ قال في قوله
تعالى: (إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ - وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي
جَحِيمٍ) [الإنفطار: ١٣-١٤]
Dihikayatkan bahwa Sulaiman ibn Abdul Malik, saat me-masuki kota Madinah untuk berziarah, berkata, "Apakah di Madinah masih ada tokoh yang pernah bertemu sahabat?”Mereka menjawab, “Ya, masih. Namanya Abu Hazim.” Lalu ia minta diantar ke tempat Abu Hazim. Sesampainya di depan Abu Hazim, Sulaiman berkata, “Hai Abu Hazim, kenapa kami tak suka mati?” Abu Hazim menjawab, “Kalian memakmur-kan dunia dan menghancurkan akhirat. Maka, kalian tak sudi keluar dari kemakmuran menuju kehancuran." Sulaiman berkata, “Benar engkau! Lalu bagaimana posisi kami di sisi Allah?”Abu Hazim menjawab, “Cocokkan amalmu dengan Kitabullah.” Sulaiman bertanya, “Di mana hal itu kutemu-kan?” Jawab Abu Hazim, “Dalam firman Allah, Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.'" (QS. Al Infithar ayat 13 - 14)
قال: فأين رحمة الله؟ قال: رحمة الله قريب من
المحسنين. قال: يا ليت شعري كيف العرض على الله تعالى غداً؟ قال: أما
المحسن فكالغائب الذي يقدم على أهله، وأما المسيء فكالآبق يقدم على
مولاه، فبكى سليمان حتى علا صوته واشتد بكاؤه ثم قال: أوصني، قال إياك
أن يراك الله تعالى حيث نهاك أو يفقدك حيث أمرك ".
Sulaiman ber-tanya lagi, “Di
mana rahmat Allah?” Abu Hazim menjawab, “Rahmat Allah dekat dengan orang-orang
yang berbuat baik.” Sulaiman berkata, “Lalu bagaimana pengadilan di depan Allah?”Abu Hazim
menjawab, “Orang yang berbuat baik adalah seperti orang yang telah lama hilang
kembali ke ke-luarganya, sedangkan orang yang berbuat jahat seperti budak yang
melarikan diri lalu dihadapkan kepada majikannya.” Lalu Sulaiman menangis
sampai-sampai suaranya meninggi dan tangisannya menyayat hati. Kemudian ia
berkata, “Beri-lah aku wasiat!” Abu Hazim menjawab,“Awas! Jangan sampai Allah
melihatmu pada saat Ia melarangmu atau Ia luput darimu pada saat Ia
memerintahkanmu."
Shiddiq Hasan Khan menukil pandangan al-Ghazali da-lam Ihya Ulumuddin bahwa
su'ul khatimah ada dua tingkatan, dan salah satunya lebih besar dari yang lain.
فأما الرتبة العظيمة الهائلة فهي أن يغلب على القلب عند سكرات الموت
وظهور أهواله إما الشك وإما الجحود، فتقبض الروح على تلك الحالة، فتكون حجاباً
بينه وبين الله تعالى أبداً، وذلك يقتضي البعد الدائم والعذاب المخلد Tingkatan yang sangat besar adalah bila yang mendominasi hati pada saat
sakaratul maut adalah syak (keraguan) atau pengingkaran, sehingga apabila
seseorang wafat dalam kondisi seperti itu maka selamanya ia akan terhijab dari
Allah. Hal ini akan membuatnya jauh dari rahmat Allah dan memperoleh azab yang
abadi.
والثانية: وهي دونها أن يغلب على قلبه عند
الموت حب أمر من أمور الدنيا أو شهوة من شهواتها، فيتمثل ذلك في قلبه، ويستغرقه
حتى لا يبقى في تلك الحالة متسع لغيره، فمهما اتفق قبض الروح في حالة غلبة حب
الدنيا، فالأمر مخطر، لأن المرء يموت على ما عاش عليه، وعند ذلك تعظم الحسرة إلا
أن أصل الإيمان وحب الله تعالى إذا كان قد رسخ في القلب مدة طويلة، وتأكد ذلك
بالأعمال الصالحة، يمحو عن القلب هذه الحالة التي عرضت له عند الموت، فإن كان
إيمانه في القوة إلى حد مثقال أخرجه من النار في زمان أقرب، وإن كان أقل من ذلك
طال مكثه في النار، ولكن لو لم يكن إلا مثقال حبة فلا بد وأن يخرجه من النار، ولو
بعد آلاف السنين، وكل من اعتقد في الله تعالى وفي صفاته وأفعاله شيئاً على خلاف ما
هو به إما تقليداً وإما نظراً بالرأي والمعقول فهو في هذا الخطر، والزهد والصلاح
لا يكفي لدفع هذا الخطر، بل لا ينجي منه إلا الاعتقاد الحق على وفق الكتاب العزيز
والسنة المطهرة، والبُلْهُ بمعزل عن هذا الخطر
Kedua, yang setingkat di
bawahnya, yaitu bila yang mendominasi hatinya adalah cinta pada dunia sehingga
hal itu memenuhi ruangan dalam hatinya dan tidak menyisakan tempat untuk yang
lain. Bila rohnya melayang dalam kondisi seperti itu, maka itu sangat membahayakan,
sebab seseorang mati tergantung atas kebiasaannya selama ia hidup.
Pada saat itu kerugian yang dideritanya sangat besar. Kecuali memang jika akar
iman dan cinta kepada Allah telah tertanam di dalam hati cukup lama dan
diperkuat oleh amal saleh, maka hal itu dapat menghapus kondisi seperti di
atas. Selanjutnya, bila kualitas imannya mencapai kadar yang dapat
mengeluar-kannya dari neraka, maka ia akan keluar dari neraka. Bila kualitas
imannya lebih rendah, maka ia masuk neraka dalam waktu lama. Bila iman itu
hanya sebesar biji sawi, maka ia pasti akan keluar dari neraka walaupun setelah
beribu-ribu tahun. Selanjutnya, setiap yang meyakini Allah berikut sifat-sifat
dan perbuatan-Nya dengan keliru, baik karena taklid atau dengan pikiran
sendiri, maka ia berada dalam bahaya, dan zuhud serta kesalehan sekalipun tidak
dapat menolak bahaya ini. Bahkan ia tidak akan selamat kecuali dengan akidah
yang benar sesuai dengan Alquran dan sunah. (Yaqzhah Uli al-I'tibar,h.216)
2.7. Para Nabi Mendapat Pilihan Saat Akan Wafat
Sebelum para nabi wafat,
Allah memperlihatkan pahala dan balasan
kepada mereka. Kemudian mereka disodorkan pilihan antara tetap tinggal di dunia
atau berpindah ke maqam yang mulia. Tak pelak lagi para nabi memilih kenikmatan
abadi. Hal ini terjadi pada Rasulullah saw. Beliau disodorkan pilihan lalu
memilih.
Dalam Shahih al-Bukhari, Aisyah ra. berkata,
إنه لم يقبض نبي قط حتى يرى مقعده من الجنة ثم يخيّر، فلما نزل به ورأسه على فخذي غشي عليه ساعة، ثم أفاق، فأشخص بصره إلى السقف، ثم قال: " اللهمَّ الرفيق الأعلى "، قلت: إذن لا يختارنا، وعرفت أنه الحديث الذي كان يحدثنا به، قالت: " فكانت تلك آخر كلمة تكلم بها النبي صلى الله عليه وسلم قوله: " اللهم في الرفيق الأعلى
"Rasulullah saw. saat masih sehat bersabda, 'Sesungguhnya tak seorang nabi pun diwafatkan sampai i melihat surga yang menjadi tempat tinggalnya, kemudian ia disodorkan pilihan.' Ketika malaikat maut datang kepada Rasul yang saat itu berada di atas pahaku, beliau pingsan sesaat. Kemudian beliau siuman dan mengarah-kan pandangannya ke atap seraya berkata, 'Ya Allah,tempat yang tertinggi.' Aku berkata, 'Berarti beliau tidak memilih kita, dan aku mengetahui itu adalah pembicaraan yang beliau arahkan kepada kita.'” Aisyah meneruskan, “Itu adalah kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi saw., yakni ucapan: Ya Allah,di tempat tertinggi.”
(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Riqaq”, bab “Orang yang Senang Berjumpa Allah". Lihat Fath al-Bari, XI, h. 357. Muslim juga meriwayatkan hadis ini dalam Shahil-nya, juga Malik dalam al-Muwaththa', dan Tirmidzi dalam Sunan-nya. Ibn al-Atsir menuturkan riwayat-riwayat hadis dari Aisyah ini dalam Jami'al-Ushul, XI, h.67)
Dalam salah satu riwayat (Riwayat semua ulama hadits) disebutkan.
فسمعت النبي صلى الله عليه وسلم في مرضه الذي مات
فيه: وأخذته بُحَّةٌ يقول: (مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ
النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ
رَفِيقًا) [النساء: ٦٩] . قالت فظننت أنه خُيَّر يومئذ.
“Lalu aku mendengar suara Nabi saw. yang sangat berat pada waktu sakit menjelang wafatnya,'Barangsiapa menaati
Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati
syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baik-nya.'”
(QS. An Nisa ayat 69)
Referensi:
Yaumul Akhir karya Umar Sulaiman Asyqar (hal. 19- 36)
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.