Menghadapkan Binatang Qurban Ke Kiblat Ketika Menyembelih
Menghadapkan binatang qurban ke arah kiblat ketika akan disembelih, bukan sebagai syarat sahnya penyembelihan. Dan tidak terdapat satu keterangan pun dari Rasulullah Saw yang memerintahkan hal tersebut. Adapun tentang riwayat bahwa Rasulullah Saw menghadapkan kedua gibasnya ke kiblat ketika akan disembelih, riwayatnya tidak dapat dijadikan sebagai hujjah sebab dha’if. Tentang keteranganya sebagai berikut :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِي الله عَنْهُ قَالَ: ذَبَحَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ الذَبْحِ كَبْشَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أمْلَحَيْنِ
مُوْجَئَيْنِ فَلَمَّا وَجَّهَهُمَا قَالَ إِنِّي وَجَهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي
فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حِنِيفًا وَمَا أنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إنَّ صلاَتِي
وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالِمِيْن لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَبِذَلِكَ اُمِرْتُ وَأنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ اللهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ
وَأُمَّتِهِ بِسْمِ اللهِ وَاللَّهُ أكْبَر ثُمَّ ذَبَحَ صَلى الله عَلَيْه
وَسَلَّمَ ....وَرَوَاهُ ابْرَاهِيْمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إسْحَاقَ
وَقَالَ فِيْ الْحَدِيْثِ وَجَّهَهُمَا إلَى الْقِبْلَةِ حِيْنَ ذَبَحَ
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, “Nabi Saw menyembelih dua
gibas yang bertanduk, yang gemuk dan yang dikebiri pada hari penyembelihan. Tatkala
beliau menghadapkan keduanya (ke arah kiblat), beliau mengucapkan, “INI
WAJJAHTU WAJHIYA LILADZII FATHARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN WA MAA ANA
MINAL MUSYRIKIN, INNA SHALATII WA NUSUKII WA MAHYAYA WA MAMAATI LILLAHI RABBIL ‘ALAMIN,
LAA SYARIKA LAHU WA BIDZALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIN, ALLAHUMMA MINKA WA
LAKA WA AN MUHAMMADIN WA UMMATIHI. BISMILLAHI WALLAHU AKBAR.” (artinya) ;
Sesungguhnya aku telah menghadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan
langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang lurus, dan aku bukan
termasuk orang-orang yang berbuat syirik. Sesungguhnya shalatku, dan
sembelihanku serta hidup dan matiku adalah untuk Allah Tuhan semesta alam,
tidak ada sekutu bagi-Nya, dengan itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang
yang berserah diri. Ya Allah, ini berasal dari Mu daan untuk-Mu, dari Muhammad
dan ummatnya. Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar). Lalu Nabi Saw menyembelih.....
dan Ibrahim bin Thuman telah meriwayatkan hadits tersebut dari Muhammad bin
Ishaq dan ia mengatakan dalam hadits itu, “Beliau menghadapkan keduanya ke arah
kiblat.” Ketika beliau menyembelih. (HR. Baihaqi, Sunan Kubra, IX: 267)
Dalam hadits lain diterangkan masih dari shahabat Jabir bin
Abdullah :
أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ذَبَحَ يَوْمَ
الْعِيْدش كَبْشَيْنِ ثُمَّ قَالَ حِيْنَ وَجَّهَهُمَا : إِنِّي وَجَهْتُ وَجْهِيَ
لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حِنِيفًا وَمَا أنَا مِنَ
الْمُشْرِكِيْنَ إنَّ صلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ
الْعَالِمِيْن لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ اُمِرْتُ وَأنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
اللهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ
Rasulullah Saw menyembelih dua gibas pada hari ‘Ied. Lalu
mengucapkan tatkala beliau menghadapkan keduanya (ke arah kiblat), “INI
WAJJAHTU WAJHIYA LILADZII FATHARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN WA MAA ANA
MINAL MUSYRIKIN, INNA SHALATII WA NUSUKII WA MAHYAYA WA MAMAATI LILLAHI RABBIL ‘ALAMIN,
LAA SYARIKA LAHU WA BIDZALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIN, ALLAHUMMA MINKA WA
LAKA WA AN MUHAMMADIN WA UMMATIHI. BISMILLAHI WALLAHU AKBAR.” (artinya) ;
Sesungguhnya aku telah menghadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan
langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang lurus, dan aku bukan
termasuk orang-orang yang berbuat syirik. Sesungguhnya shalatku, dan
sembelihanku serta hidup dan matiku adalah untuk Allah Tuhan semesta alam,
tidak ada sekutu bagi-Nya, dengan itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang
yang berserah diri. Ya Allah, ini berasal dari Mu daan untuk-Mu, dari Muhammad
dan ummatnya. (HR. Ahmad)
Hadits yang semakna diriwayatkan pula oleh Baihaqi dalam Syu’abul
Iman, Sunan Sughra, dan dalam Fadhail al-Auqat, Ibnu Hatim dalam tafsirnya, Darimi,
Ibnu Khuzaimah, Hakim Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Seluruh jalur periwayatan hadits di atas bertumpu pada
seorang rawi bernama Muhammad bin Ishaq. Pada satu jalur Muhammad bin Ishaq
meriwayatkan dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Ayyash dari Jabir bin Abdullah.
Pada jalur yang lain Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Yazid bin Abu Habib
dari Khalid bin Abu Imran dari Abu Ayyash dari Jabir bin Abdillah.
a.
Jalur Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Yazid bin
Abu Habib dari Abu ‘Ayyash dari Jabir bin Abdillah. Diriwayatkan oleh Baihaqi
dalam Sunan Kubra, Syu’abul Iman, Faidhailul Auqat, Ibnu Abi Hatim, Darimi, Abu
Dawud dan Ibnu Majah.
b.
Jalur yang lain Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari
Yazid bin Abu Habib dari Khalid bn Abu Imran dari Abu ‘Ayyash dari Jabir bin
Abdillah. Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Sunan Sughra, Ahmad,
Ibnu Khuzaimah dan Hakim.
Memperhatikan seluruh jalur periwayatan hadits di atas, maka
hadits itu dikategorikan hadits gharib, sebab semua jalurnya bertumpu pada
seorang rawi bernama Muhammad bin Ishaq.
Selain itu rawi bernama Muhammad bin Ishaq adalah rawi yang
diperbincangkan dikalangan para ulama hadits. Asy Syaukani mengatakan, “Hadits Jabir
riwayat Ibnu Majah serta diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan Baihaqi, pada
sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad bin Ishaq, ia rawi yang
diperbincangkan. Dan juga pada sanadnya, rawi bernama Abu ‘Ayyash, adalah rawi
yang tidak dikenal sebagaimana dinyatakan oleh al-Hafizh dalam Talkhis. (Nailul
Authar, V: 184)
Imam As-Suyuthi dalam kitabnya Husnu Al Muhadarah fi Tarikh
Mishra wa Al Qahirah mengatakan, Abu ‘Ayyash Al-Ma’arifi Al-Mishri (yang mereka
riwayatkan) dari Jabir dan Abu Hurairah serta darinya Yazid bin Abu Habib dan
yang lainnya, namanya tidak dikenal.
Terdapat pula atsar dari seorang shahabat :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أنَّهُ كَانَ
يَسْتَحِبُّ أنْ يَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ إذَا ذَبَحَ. (وَرَوَاهُ) غَيْرُهُ عَنِ
ابْنِ جُرَيْجٍ وَقَالَ فِيْ الْحَدِيْثِ كَانَ يَسْتَقْبِلُ بِذَبِيْحَتِهِ
الْقِبْلَةَ.
Dari Ibnu Umar ra, bahwasannya ia menyukai menghadapkan ke
kiblat apabila menyembelih. Dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Juraiz
serta ia mengatakan dalam hadits itu bahwa ia (Ibnu Umar) menghadapkan sembelihannya
ke kiblat.”
Atsar Ibnu Umar ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam kitabnya
Sunan Kubra dan Ma’arif Sunan wa Atsar. Al-Albani mengatakan dalam kitabnya
Al-Irwa, “Rawi-rawinya adalah rawi-rawi tsiqat namun Ibnu Juraiz seorang Mudallis
dan dalam periwayatan haditsnya menggunakan shighah “An-‘Anah”. (bentuk
periwayatan yang tidak dapat dipastikan ketersambungan periwayatannya dari gurunya
yang bernama Nafi salah seorang murid Ibnu Umar).
Dengan demikian hadits-hadits di atas tidak dapat dijadikan
hujjah/alasan mengharuskan menghadapkan binatang sembelihan ke arah kiblat
ketika disembelih.
Adapun bacaan menyembelih yang disyariatkan berdasarkan
hadits yang shahih adalah “Bismillahi wallahu akbar.”
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم بِكَبْشَيْنِ أمْلَحَيْنِ أقْرَنَيْنِ قَالَ: وَرَأَيْتُهُ
يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وسَمَّى
وَكَبَّرَ.
Dari Anas, dia berkata, “Rasulullah Saw berqurban dengan dua
ekor domba gemuk yang bertanduk”. Anas melanjutkan, “Saya melihat beliau
menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri sambil membaca basmalah dan
takbir, dan dengan menginjakkan kaki pada pangkal leher domba itu.”
Dalam riwayat lainnya :
وَيَقُوْلُ بِاسْمِ اللَّهِ
وَاللَّهُ أَكْبَرُ
“Dan beliau membaca dengan mengucapkan, “Bismillah wallahu
Akbar.” (HR. Muslim)
Referensi :
Masalah seputar Idul Adha dan Qurban, hal. 71 - 77.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.