Daftar Isi:
Air Sisa Minum
الَسُؤْرُ هُوَ: مَا بَقِيَ فِي اْلِانَاءِ بَعْدَ الشُّرْبِ
As-Su’ru maksudnya adalah air yang masih
tersisa dalam bijana setelah diminum.
Jenis air semacam ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
Pertama, Air Sisa Minum Manusia
Air sisa minum manusia tetap suci, baik meminumnya orang Muslim, kafir, sedang junub maupun sedang haidh.
Allah Swt berfirman,
اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ
"Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis." (QS. At-Taubah [9] ayat 28).
Ayat ini menunjukkan bahwa orang
musyrik adalah najis secara ma'nawi. Hal ini karena dilihat dari aspek akidah
mereka yang batil dan ketidakpeduliannya pada kotoran dan najis, bukan badan
atatu tubuh mereka yang najis. Pada masa Rasulullah Saw mereka diperbolehkan
berinteraksi dengan kaum Muslimin. Utusan dan delegasi mereka terus berdatangan
menemui Rasulullah Saw. Bahkan ada di antara mereka yang diperkenanan memasuki
Masjid Nabawi. Meskiun demikian, Rasulullah Saw tidak penah menyuruh mereka
agar membasuh benda yang disentuh oleh anggota tubuh orang-orang kafir. Hal ini
menjadi landasan bahwa (badan) orang-orang kafir tidak najis. Sedangkan dalil
yang menyatakan bahwa air sisa minuman perempuan haid tidak najis adalah hadits
Aisyah ra, ia berkata,
كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ، فَأُنَاوِلُهُ النَّبِيُّ صلى
الله عليه وسلم، فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوءضِعِ فِيَّ.
"Saya pernah meminum air ketika
sedang haid. Kemudian saya berikan bekas minuman itu kepada Nabi Muhammad Saw
beliau terus menempelkan mulutnya pada tempat di mana aku menempelkan
mulutku." (HR. Muslim).
Kedua, Air Sisa Minum Binatang yang Halal Dagingnya
Status air yang telah diminum hewan
yang boleh dimakan dagingnya adalah suci. Sebab, air liurnya keluar dari daging
yang suci. Dengan demikian, air sisa minumnya pun tetap suci.
قَالَ أَبُوْ بَكْرِ بْنِ الْمُنْذِرِ: أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ
عَلَى أَنَ سُؤْرَ مَا أَكَلَ لَحْمُهُ يَجُوْزُ شُرْبُهُ وَالْوُضُوْءُ بِهِ.
Abu Bakar bin Mundzir berkata,
"Para ulama sepakat (ijma') bahwa air sisa minuman hewan yang halal
dimakan dagingnya dapat diminum dan digunakan untuk berwudhu."
Ketiga, Air Sisa Minum Keledai, Burung dan Binatang Buas
Status sisa air minuman keledai,
burung dan binatang buas adalah suci. Adapun dalilnya adalah hadits Jabir ra,
Rasulullah Saw pernah ditanya,
أَنَتَوَضَّأُ
بِمَا أَفْضَلَتِ اْلِحمَرُ؟ قَالَ نَعَمْ. وَبِمَا أَفْضَلَتِ السِبَاعُ كُلُّهَا)
أخرجه الشافعي والدارقطني والبيهقي.
"Bolehkah kami berwudhu dengan air sisa minuman
keledai?" Beliau menjawab, "Boleh, begitu juga dengan air sisa
minuman seluruh binatang buas." (HR. Syafi'i (40), Daruquthni (173) dan
Baihaqi dalam Sunan Kubra (1/249).
وقال: له أسانيد إذا ضم
بعضها إلى بعض كانت قوية
Baihaqi berkata, Jalur riwayat hadits ini banyak, dan antara yang satu dengan yang lainnya saling menguatkan.
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata,
خَرَجَ
رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ لَيْلاً فَمَرَّوا عَلَى
رَجُلٍ جَالِسٍ عِنْدَ مِقْرَاةٍ لَهُ فَقَالَ
عُمَرُ رضي الله عنه: أَوَلَغَتِ الْسِبَاعُ عَلَيْكَ اللَيْلَةَ فِي مِقْرَاتِكَ،
فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : يَاصَاحِبَ الْمِقْرَاة، لا
تُخْبِرْهُ هَذَا مُتَكَلِفٌ!، لَهَا مَا حَمَلَتْ فِي بُطُوْنِهَا، وَلَنَا مَا بَقِي
شَرَابٌ وَطَهُوْرٌ). رواه الدارقطني
"Pada suatu malam, Rasulullah Saw bepergian. Beliau melewati seorang laki-laki yang sedang duduk dekat telaga miliknya. Umar bertanya, 'Apakah ada binatang buas yang minum air di telagamu pada malam hari? Rasulullah Saw langsung menyela pertanyaannya seraya berkata, "Wahai pemilik telaga, janganlah kamu beri tahu kepadanya, karena akan menyusahkan! Air yang sudah diminum binatang buas, itulah rezekinya, sedangkan sisanya dapat kita minum dan suci." (HR. Daruquthni (31).
Dari Yahya bin Sa'id, ia berkata,
أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ فِي ركبٍ فِيْهِمْ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ حَتَّى
وَرَدُوْا حَوْضًا فَقَالَ عَمْرُو يَا صَاحِبَ الْحَوْضِ هَلْ تَرِدُ حَوْضَكَ
السِبَاعُ؟ فَقَالَ عُمَرُ: لاَ تُخْبِرْنَا، فَإِنَّا نَرِدُ عَلَى السِّبَاعِ وَتَرِدُ عَلَيْنَا. رواه مالك في الموطأ
"Umar pergi bersama rombongan
dan 'Amr bin 'Ash termasuk dalam rombongan itu, hingga mereka sampai di sebuah
telaga. 'Amr bertanya, "Wahai pemilik kolam, apakah kolam milikmu ini
pernah didatangi binatang buas (untuk meminum airnya)?' Mendengar itu, Umar
berkata, 'Kamu tidak perlu memberitahukan perkara itu kepada kami. Sebab kami
biasa minum di tempat minumnya binatang buas, dan sebaliknya, binatang juga
sering minum di tempat kami meminumnya." (HR. Malik dalam kitab
al-Muwatha’ (1:23/24).
Keempat, Air Sisa Minum Kucing
Air sisa minuman kucing statusnya
juga suci. Sebagai landasan atas hal tersebut adalah hadits Kabsyah binti Ka'ab
yang menjadi pelayan Abu Qatadah.
وَكَانَتْ تَحْتَ أَبِي
قَتَادَةَ، أَنَّ أَبَا قَتَادَةَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَسَكَبَتْ لَهُ..فَجَاءَتْ هِرَةٌ تَشْرُبُ
مِنْهُ فَأَصْغَى لَهَا اْلِانَاءُ
حَتَّى شَرِبَتْ مِنْهُ، قَالَتْ كَبْشَةُ: فَرَآنِي أَنْظُرُ فَقَالَ: أَتَعْجَبِيْنَ ياَ ابْنَةَ أَخِيْ؟ فَقَالَتْ: نَعَمْ. فَقَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (إِنَّهَا لَيْسَتْ
بِنَجَسٍ، إِنَّهَا مِنَ الطَوَّافِيْنَ عَلَيْكُمْ
وَالطَوَّافَات) رواه الخمسة،
Kabsyah binti Ka'ab yang menjadi
pelayan Abu Qatadah. Pada suatu ketika, Abu Qatadah masuk ke rumahnya,
sedangkan Kabsyah menyediakan air wudhu untuk Abu Qatadah. Dengan tiba-tiba,
seekor kucing datang lalu memasukkan kepalanya ke dalam bejana dan meminum air
tersebut. Kabsyah menceritakan, 'Melihat hal itu, saya hanya tertegun kebingungan."
Melihat Kabsyah dalam kebingungan, Abu Qatadah berkata, 'Apakah kamu merasa
heran, wahai anak saudaraku? ; "Benar", jawab Kabsyah. Abu Qatadah lantas berkata, sesungguhnya
Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya ia (kucing) bukanlah hewan najis,
Ia termasuk hewan jinak, yang senantiasa berada di sekelilingmu." (HR.
Imam yang lima). (Abu Dawud (75), Tirmidzi (92), Nasai (68), Ibnu Majah (367),
Ahmad (5/303).
وقال الترمذي: حديث حسن صحيح، وصححه البخاري وغيره
Imam Tirmdzi berkata, 'Hadits ini
hasan dan shahih." Bahkan, Imam Bukhari dan yang lainnya mengategorikannya
sebagai hadits shahih.
Kelima, Air Sisa Minum Anjing
Air sisa minuman anjing dan babi
adalah najis dan harus dijauhi. Adapun dalil atas kenajisannya adalah hadits
yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwa
Rasulullah Saw bersabda;
إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ
سَبْعًا
"Jika anjing meminum (air) dalam bejana salah seorang dari kalian, hendaknya ia mencucinya sebanyak tujuh kali." (HR. Bukhari (172), Muslim (279), (90).
Imam Ahmad dan Muslim juga
meriwayatkan dengan redaksi,
طَهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ
يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَوَلاَهُنَّ بِالتُرَابِ.
"Sucinya bejana salah seorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, yang salah satunya harus menggunakan debu." (Muslim (279) (91), Ahmad (2/427).
Syekh Sayyid Sabiq mengatakan,
وَأَمَا
سُؤْرُ اْلِخنْزِيْرِ فَلِخَبَثِهِ وَقَذَارَتِهِ.
Sebagai alasan atas kenajisannya
adalah karena binatang ini kotor dan menjijikkan.
Referensi :
Fiqih Sunnah Karya Syekh Sayyid Sabiq
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.