Di sepuluh malam terakhir ada malam yang mulia yang disebut dalam hadits Lailatul Qadar, di mana di malam tersebut bila seseorang menghidupkan malamnya dengan ibadah didasari keimanan dan mengharap ridho Allah Swt maka ia akan diampuni dosanya yang telah lalu. Inilah di antara makna Lailatul Qadar. Sementara Lailatul Qadar yang keutamaanya lebih dari 1000 bulan adalah Lailatul Qadar ketika diturunkannya Al-Qur'an secara sekaligus. Untuk lebih jelasnya mari kita simak keterangan yang berkaitan dengan masalah Lailatul Qadar tersebut.
Daftar Isi:
- Lailatul Qadar dengan pengertian malam pertama turunnya al-Qur’an
- Apa yang dimaksud dengan “Lebih Baik daripada Seribu Bulan”?
- Lailatul Qadar yang terjadi setiap bulan Ramadhan?
- Kapan Tepat Waktunya Lailatul Qadar Di Bulan Ramadhan?
- Apa yang Mesti Dibaca Pada Malam Lailatul Qadar ?
- Bagaimana Ciri Orang Mendapatkan Lailatul Qadar?
Lailatul Qadar artinya malam yang agung. Lailatul Qadar itu
ada dua :
Lailatul Qadar dengan pengertian malam pertama turunnya al-Qur’an
Lailatul Qadar dengan pengertian malam pertama turunnya
al-Qur’an, yaitu 5
ayat pertama dari surat al-‘Alaq yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw di
malam hari bulan Ramadhan.
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ
لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ
خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا
بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ
Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar (1). Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu (2). Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu
bulan (3).Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin
Tuhannya untuk mengatur semua urusan (4). Sejahteralah (malam itu) sampai
terbit fajar (5). (QS. Al-Qadar [97] : 1-5)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ
فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى
Bulan
Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang benar dan yang batil)..... (QS. Al-Baqarah [2] : 185)
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا
مُنْذِرِيْنَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam
yang diberkahi. ) Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhan [44]
: 3)
اِنْ كُنْتُمْ اٰمَنْتُمْ بِاللّٰهِ
وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى
الْجَمْعٰنِۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“.... (demikian) jika kamu beriman kepada
Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari
Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu.” (QS.
Al-Anfal [8] : 41).
Ayat-ayat tersebut menunjukkan turunnya al-Qur’an
secara sekaligus. Para ulama menegaskan bahwa itulah turunnya al-Qur’an dari Lauhul
Mahfuzh ke Bait al-‘Izzah yang
terdapat di langit dunia.
Syekh Musthafa al-Maraghi menjelaskan,
Surat al-Qadar menegaskan, bahwa turunnya
al-Qur’an itu pada malam Lailatul Qadar. Ayat ad-Dukhan menguatkan dan
menjelaskan, bahwa turunnya (al-Qur’an) itu pada malam yang diberkahi. Ayat
yang terdapat pada surat al-Baqarah menunjukkan bahwa turunnya al-Qur’an itu
pada bulan Ramadhan. Ayat pada surat al-Anfal menunjukkan, bahwa turunnya al-Qur’an
itu pada hari yang sama (nama harinya) dengan hari bertemunya dua pasukan besar
pada perang Badar yang pada hari itu Allah memisahkan yang haq dan yang batal.
Maka jelaslah bahwa malam itu adalah malam Jum’at tanggal 17 Ramadhan. (Tafsir
al-Maraghi, X:207).
Tentang hal ini Ibnu Abbas pernah ditanya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أنَّهُ سَأَلَهُ عَطِيَّةُ بْنُ الْأَسَودِ قَالَ : أَوْقَعَ فِيْ
قَلْبِي الشَّكُّ قَوْلُهُ تَعَالَى : شَهْرُ رَمَضَانَ الذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ
الْقُرْأَنُ – وَقَوْلُهُ : إنَّا أَنْزَلَنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَهَذَا
أُنْزِلَ فِي شَوَّالٍ وَذِي الْقَعَدْةِ وَذِيْ الحِجَّةِ وَفِيْ الُمحَرَّمِ
وَالصَّفَر وَشَهْرِ الْرَبِيْعِ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: أنَّهُ أُنْزِلَ فِيْ
رَمَضَانَ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ جُمْلَةً وَاحِدً ثُمَّ اُنْزِلَ عَلى مَوَاقِعِ
الْنُجُوْمِ رَسَلاً فِيْ الشُّهُوْرِ والْأَيَامِ.
Dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia pernah ditanya
oleh ‘Athiyah bin al-Aswad, ia berkata, “Aku ragu-ragu tentang firman Allah Swt
– Syahru Ramadhan alladzi unzila fihil qur’an- dan firman Allah – Inna anzalnahu
fi lailatil qadr- turunnya itu pada bulan Syawwal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram,
Shafar, dan ar-Rabi’ ?” Ibnu Abbas menjawab, “Bahwa al-Qur’an itu diturunkan pada bulan Ramadhan dan malam
lailatul Qadar secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi atas kejadian-kejadian
bintang-bintang secara berangsur-angsur pada bulan-bulan dan hari-harinya.” (Al-Hakim,
II:222, al-Mustadrak. al-Baihaqi, III: 338 No. 3659, Sunan Kubra)
Pada dasarnya al-Qur’an itu dua kali diturunkan.
Pertama, Al-Qur’an diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia secara sekaligus.
Kedua, Setelah itu, Al-Qur’an diturunkan dari langit dunia kepada Nabi Muhammad
saw secara bertahap selama masa kenabian, periode Makkah dan Madinah.
Lailatul Qadar ketika al-Qur’an diturunkan
secara sekaligus dari Lauhil Mahfuzh ke Bait al ‘Izzah di langit dunia adalah
pada malam Lailatul Qadar yang diberkahi, dengan nama hari yang sama dengan
nama hari terjadinya perang Badar yaitu malam Jum’at tanggal 17 Ramadhan.
Sementara al-Ustadz KH. A. Zakaria dalam al-Fatawa Seputar
Ramadhan (hal. 83-84) mengatakan, Tidak ada dalil yang qath’i (pasti)
yang menunjukkan tepat harinya turun al-Qur’an, tetapi sebagian ulama
berpendapat pada tanggal 17 Ramadhan berdasarkan surat al-Anfal ayat 41, yaitu
:
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا غَنِمْتُمْ
مِّنْ شَيْءٍ فَاَنَّ لِلّٰهِ خُمُسَهٗ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى
وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ اِنْ كُنْتُمْ اٰمَنْتُمْ
بِاللّٰهِ وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى
الْجَمْعٰنِۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu
peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil, (demikian) jika kamu beriman
kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di
hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu.” (QS.
Al-Anfal [8] : 41).
Hari bertemu dua pasukan itu adalah hari perang Badar tepatnya
tanggal 17 Ramadhan. Dalam ayat tersebut ada ungkapan “Jika kamu beriman
kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami”. Yang dimaksud
dengan apa yang kami turunkan kepada hamba kami itu maksudnya al-Qur’an.
Begitu tafsir mereka. Tetapi ayat ini juga kurang tepat untuk dijadikan dalil hari pertama turunnya al-Qur’an, karena al-Qur’an diturunkan di malam hari, Sedangkan perang Badar terjadi di siang hari. Wallahu a’lam.
Apa yang dimaksud dengan “Lebih Baik daripada Seribu Bulan”?
Tentang hal ini, saya kutip penjelasan dari KH. A Zakaria
dalam al-Fatawa seputar shaum Ramadhan :
Ungkapan 1000 bulan bukan berarti 1000 bulan sama dengan 96 tahun
lebih tetapi menunjukkan jumlah yang banyak.
Surat al-Qadar di turunkan di Makkah sebelum ada syari’at Shaum
Ramadhan. Berarti yang dimaksud Lailatul Qadar di sini bukanlah Lailatul Qadar yang
ada di bulan Ramadhan.
Lailatul Qadar di sini adalah saat pertama turun al-Qur’an di
malam hari di mana di malam tersebut dinilai lebih baik bermakna dari pada 1000
bulan di zaman jahiliyyah yang hidup semraut tidak mengenal aturan, tidak tahu mana
yang haq dan mana yang bathil, hidup penuh dengan kegelapan dan kemusyrikan.
Dalam hal ini al-Qasimi dalam tafsirnya menjelaskan sebagai
berikut :
“Karena telah berlalu di kalangan mereka (zaman jahiliyah)
ribuan bulan di mana mereka hidup dalam kegelapan juga penuh kesesatan. Maka
satu malam yang memancarkan padanya cahaya petunjuk dari Qur’an, tentu saja lebih
baik daripada ribulan bulan di zaman jahiliyah.” (Lihat al-Qasimi, 17:6220).
Dari penjelasan tersebut berarti maksud dari “Satu malam
lebih baik dari 1000 bulan” itu bukan artinya lebih baik daripada ibadah
1000 bulan, tetapi nilai malam turunnya al-Qur’an di mana manusia akan mulai
disinari dengan cahaya al-Qur’an yang akan memberikan keselamatan dan
kebahagiaan dunia dan akhirat, itu lebih baik daripada seribu bulan di jaman
jahiliyah yang hidup penuh dengan kegelapan.
Untuk perbandingan sama halnya dengan ungkapan “Detik-detik
proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia itu lebih baik daripada 100 tahun hidup
di zaman penjajahan.”
Lailatul Qadar yang terjadi setiap bulan Ramadhan?
Dalam hal ini Nabi Saw bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa yang beribadah pada malam
al-Qadar atas dasar iman dan mengharap ridha Allah niscaya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (HR.
Al-Bukhari)
Tentang Lailatul Qadar yang ada di bulan Ramadhan, Rasulullah
Saw memerintahkan untuk mencarinya.
Rasulullah Saw bersabda,
إلْتَمِسُوْهَا فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ.
“Maka carilah oleh kalian pada sepuluh (malam)
terakhir. “ (HR.
Muslim dan Abu Dawud).
Dalam hadits lain juga disebutkan,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سُئِلَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَأَنَا أَسمَعُ عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ،
فَقَالَ: هِيَ فِيْ كُلِّ رَمَضَانَ.
Dari Ibnu Umar ra, ia mengatakan, “Rasulullah Saw ditanya,
dan aku mendengarnya tentang Lailatul Qadar. Sabdanya, “Lailatul Qadar itu ada
pada setiap bulan Ramadhan.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Abi Syaibah).
عَنْ عَائِشَةَ أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إذَا
دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَاحْيَا لَيْلَهُ وَايْقَظَ أهْلَهُ.
Dari ‘Aisyah ra, bahwasannya Rasulullah Saw apabila memasuki
sepuluh terakhir Ramadhan, beliau bersungguh-sungguh dan menghidupkan malamnya
dan membangunkan keluarganya.” (Muttafaq ‘Alaih).
Kapan Tepat Waktunya Lailatul Qadar Di Bulan Ramadhan?
1. Lailatul Qadar
di bulan Ramadhan tidak ada ketentuan yang pasti dari Nabi Saw, kapan atau
tanggal berapa terjadinya. Tetapi Nabi Saw menganjurkan untuk mencarinya di
sepuluh akhir Ramadhan.
2. Hikmah dirahasiakan
Lailatul Qadar, agar setiap muslim bersungguh-sungguh dalam beribadah pada
setiap malam Ramadhan.
3. Jaminan dari Lailatul
Qadar di bulan Ramadhan ialah diampuni dosa-dosanya.
4. Para ulama
berbeda pendapat tentang kapan terjadinya Lailatul Qadar, bahkan jumlahnya
sampai 40 pendapat. Hal ini menunjukkan tidak adanya dalil yang qath’i
(pasti) dari Nabi Saw.
5. Nabi Saw tidak
jadi menjelaskan Lailatul Qadar karena ada dua orang shahabat di waktu itu yang
sedang bertengkar.
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: خَرَجَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لِيُخْبِرَنَا بِلَيْلَةِ
الْقَدْرِ فَتَلاَحَى رَجُلَانِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ فَقَالَ: خَرَجْتُ لِأَخْبِرَكُمْ
بِلَيْلَةِ الْقدْرِ، فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ فَرُفِعَتْ، وَعَسَى أَنْ
يَكُوْنَ خَيْرًا لَكُمْ فَالْتَمِسُوْهَا فِيْ التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ
وَالْخَامِسَةِ.
Dari
Ubadah bin Shamit ra, ia mengatakan, Nabi Saw kelar untuk memberi tahu kami tentang
Lailatul Qadar, namun ada dua orang dari muslimin bertengkar, Beliau bersabda, “Saya
keluar untuk memberitahu kalian tentang Lailatul Qadar tetapi si fulan dan si
fulan bertengkar. Maka diangkatlah dariku, tetapi mudah-mudahan jadi lebih baik
bagi kamu maka carilah pada malam kesembilan, ketujuh dan kelima. (HR.
al-Bukhari, Fath-al-Bari (IV:2023).
6. Menurut Syekh
Muhammad Syaltut : “Penjelasan tentang Lailatul Qadar sudah banyak bercampur
tahayyul.”
7. Lailatul Qadar
di bulan Ramadhan tidak lebih daripada upaya peningkatan ibadah di akhir-akhir
bulan Ramadhan sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Saw.
8. Tidak ada shalat
khusus atau ibadah tertentu pada malam Lailatul Qadar.
Catatan :
1. Syari’at shaum
diwajibkan di bulan Ramadhan (pada tahun kedua Hijrah). Sebelum ada syari’at
shaum nama bulan Ramadhan sudah ada yang artinya panas.
2. Ayar al-Qur’an
pertama kali diturunkan di bulan Ramadhan. Adapun ayat-ayat yang lainnya tidak
semuanya diturunkan di bulan Ramadhan.
Apa yang Mesti Dibaca Pada Malam Lailatul Qadar ?
Adapun yang mesti dibaca pada malam Lailatul Qadar adalah
seperti dijelaskan dalam hadits berikut ini :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : قُلْتُ يَا
رَسُوْلَ اللهِ اَرَأَيْتَ إنْ عَلِمْتُ أيَّ لَيْلَةِ الْقَدْرِ مَا أَقُوْلُ
فِيْهَا، قُوْلِي : اللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي. رَوَاه
الْخَمْسَةُ.
Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, “Aku bertanya, wahai
Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, andai aku tahu kapan itu Lailatul Qadar,
apa yang mesti aku baca pada malam itu ?’ Nabi bersabda, “Bacalah olehmu, “Ya
Allah, sesungguhnya Engkau pemaaf, mencintai ampunan, ampunilah aku.” (HR.
Imam yang Lima)
Itulah doa yang dianjurkan oleh Nabi Saw. Tetapi tidak
berarti tidak oleh berdoa dengan do’a yang lainnya.
Bagaimana Ciri Orang Mendapatkan Lailatul Qadar?
Jaminan dari Lailatul Qadar adalah sebagaimana dalam hadits Nabi
Saw dinyatakan,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa yang beribadah pada malam al-Qadar atas dasar
iman dan mengharap ridha Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari).
Hanya itulah yang dijanjikan dalam hadits bagi orang yang mendapatkan
Lailatul Qadar.
Adapun komentar lain tentang Lailatul Qadar kadang tidak ada
dasarnya. Menurut Syekh Muhammad Syaltut dalam fatwanya, pengertian Lailatul
Qadar sudah banyak bercampur khayal, seperti di antaranya dalam kitab Subulus
Salam, dijelaskan,
قِيْلَ : عَلاَمَتُهَا أنَّ الْمُطَلِّعَ عَلَيْهَا يَرَى
كُلَّ شَيئٍ سَاجِدًا. وَقِيْلَ: يَرَى الْأَنْوَار فِي كُلِّ مَكَانٍ سَاطِعَةٍ
حَتَّى الْمَوَاضِعِ الْمُظْلِمَةِ. وَقِيْلَ : يَسْمَعُ سَلاَمًا أوْ خِطَابًا
مِنَ الْمَلاَئِكَةِ وَقِيْلَ عَلَامَتُهَا إسْتِجَابَةُ دُعَاءِ مَنْ وَقَعَتْ
لَهُ. سبل السلام.
Katanya, Ciri orang yang mendapatkan Lailatul Qadar itu dia
akan melihar segala sesuatu sujud (kepada Allah). Ada juga yang menyatakan, “Ia
akan melihat cahaya bersinar di setiap tempat bahkan di tempat-tempat yang gelap.”
Ada juga yang mengatan, “Ia akan mendengar langsung salam dan pembicaraan dari
malaikat.” Ada juga yang mengatakan, “Tanda-tandanya itu ialah dikabulkannya do’a
orang yang mendapat Lailatul Qadar.” (Subulu Salam, 2: 176).
Ada pula yang mengatakan, tanda-tanda Lailatul Qadar itu
siang harinya redup tidak panas dan tidak juga hujan. Dalam catatan kaki kitab
Subulu Salam ada komentar :
عَفَا اللَّهُ عَنِ الْمُؤَلِّفِ
فَإنَّهُ شَايَعَ الَعَامَةَ فِيْ مِثْلِ ذَلِكَ، وَمِثْلُث هَذَا لاَ يُقَالُ إلاَّ
بِتَوْقِيْفٍ. سبل السلام.
“Mudah-mudahan Allah memaafkan muallif (pengarang) karena ia
telah menyampaikan di kalangan orang awam kesan seperti ini, padahal yang seperti
ini tidak akan diterangkan kecuali dengan tawaquf. “ (Subulu Salam, 2: 176).
Yaitu harus berdasarkan dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah,
padahal tidak ada dalil yang menerangkan tanda-tanda Lailatul Qadar seperti itu
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Disalin dari al-Fatawa karya KH. A. Zakari (Allahu Yarhamuhu)
hal. 81-88. Dan Fatwa-fatwa seputar Ramadhan hal. 98-107. Risalah Shaum, karya
al-Ustadz KH. Wawan Shofwan Shalehuddin (hal. 81-86).
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.