Zakat Fithri/ Fitrah adalah salah satu ibadah mengeluarkan harta, yang telah ditentukan waktunya, ukurannya dan siapa yang wajib mengeluarkannya dan siapa yang berhak menerimanya.
Yang diwajibkan untuk mengeluarkannya ialah setiap muslim, laki-laki dan
perempuan, merdeka maupun hamba sahaya, bahkan bayi yang baru 4 bulan dalam
kandungan pun wajib mengeluarkan zakat ini.
Untuk lebih detailnya mari kita simak keterangan yang berkaitan dengan Zakat Fithri ini - saya kutip dari karya terbaik KH. A Zakaria (Allahu Yarhamuhu) - ;
Daftar Isi:
- Bagaimana Hukum Mengeluarkan Zakat Fithri ?
- Mestikah Bayi yang Masih dalam Kandungan Dikeluarkan Zakat Fitrhinya ?
- Mestikah Pembantu Rumah Tangga (PRT) Dikeluar Zakat Fitrhinya ?
- Bagaimana Ukuran Nishab Mengeluarkan Zakat Fithri ?
- Bolehkah Orang yang Mengeluarkan Zakat Fithri Menerima Bagian Zakat Fithri ?
- Siapa Mustahiq Zakat Fithri Itu?
- Berapa Bagian ‘Amilin: Apakah Harus 1/8 atau Kurang Dari 1/8 ?
- Apa yang Dimaksud Dengan Fi Sabilillah ?
- Bolehkah mengeluarkan Zakat Fithri dengan uang ?
- Kapan mengeluarkan Zakat Fitri ?
- Bolehkah Anak Yatim Diberi Zakat?
- Mestikah yang Miskin Mengeluarkan Zakat Fithrah ?
- Bagaimana Kalau Satu Keluarga Itu Ada 10 Orang dan Hanya Mampu Mengeluarkan Zakat Untuk Lima Orang ?
Bagaimana Hukum Mengeluarkan Zakat Fithri ?
Tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama
bahwa hukum mengeluarkan zakat Fithri itu wajib. Hal ini berdasarkan hadits di
bawah ini :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: فَرَضَ
رَسُوْلُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفَطْرِ صَاعًا مَنْ تَمْرٍ أوْ
صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالْذَّكَرِ وَالْأُنْثَى
وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. مُتَّفَقٌّ عَلَيْهِ.
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata, “Rasulullah Saw telah
mewajibkan zakat fithri satu Sha’ dari kurma atau satu sha’ dari sya’ir (kacang)
atas seorang hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, yang kecil
(anak-anak) atau yang dewasa dari kalangan orang yang muslim.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dari hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.
Hukum zakat fithri itu wajib.
2.
Ukuran mengeluarakannya ialah satu sha’ yakni kurang
lebih 2,5 Kg atau 3 Liter.
3.
Jebis bahan makanannya ialah: kurma, sya’ir. Dan di
hadits yang lain disebutkan juga gandum atau bur atau makanan pokok yang
lainnya seperti beras atau jagung.
4.
Orang yang wajib dikeluarkan zakat Fithrinya ialah :
a. Orang merdeka atau
hamba sahaya
b. Laki-laki atau
perempuan.
c. Anak kecil atau
yang dewasa dari kalangan orang Islam.
Dalam hal ini tentu saja hamba sahaya dikeluarkan zakatnya
oleh majikannya, anak kecil dikeluarkan zakatnya oleh orang tuanya.
Untuk kondisi di Indonesia, berarti pembantu rumah tangga pun
harus dikeluarkan zakatnya oleh majikannya.
Mestikah Bayi yang Masih dalam Kandungan Dikeluarkan Zakat Fitrhinya ?
Bayi yang masih dalam kandungan ibunya dari mulai 0-4 bulan
belum bisa dianggap manusia hidup karena belum ditiupkan ruh kepadanya. Tetapi
dari usia 4 bulan dari mulai ditiupkan ruh sudah bisa dianggap manusia hidup. Organ
tubuhnya sudah sempurna dan sudah bisa dianggap bernyawa. Oleh karenanya wajib
dikeluarkan zakat fithrinya. Hal ini berdasarkan hadits-hadits di bawah ini :
عَنْ أَبِيْ قِلاَبَةَ قَالَ: كَانَ بُعْجِبُهُمْ أنْ يُعْطُوْا
زَكَاةَ الْفِطْرِ عِنَ الصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ حَتَّى عِنِ الْحَمْلِ فِيْ بَطْنِ
أُمِّهِ. رَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَاق.
Dari Abi Qilabah, ia berkata : “Sungguh menjadi perhatian bagi
mereka (para shahabat) untuk mengeluarkan zakat fithri dari anak kecil dan dari
yang dewasa bahkan dari anak bayi yang masih dalam kandungan ibunya.” (HR. ‘Abdurrazaq).
إنَّ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ كَانَ يُعْطِىي صَدَقَةَ
الْفِطْرِ عَنِ الصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ وَالْحَمْلِ. رَوَاهُ احْمَدُ.
Sesungguhhnya sayyidina Utsman bin ‘Affan suka mengeluarkan
Shadaqah Fithri dari anak kecil dan dari orang yang dewasa dan juga dari bayi
yang masih dalam kandungan ibunya.” (HR. Ahmad).
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَّارٍ أنَّهُ سُئِلَ عَنِ الْحَمْلِ
أَيُزَكِّى عَنْهُ، قَالَ : نَعَمْ. الْمُحَلَّى.
Dari
Sulaiman bin Yasar, “Ia pernah ditanya tentang bayi yang masih dalam kandungan
ibunya, apakah mesti dikeluarkan zakatnya? Ia menjawab, “Ya”. (al-Muhalla, 6:
132).
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut di atas, maka bayi
yang masih dalam kandungan ibunya dari mulai ditiupkan ruh hendaklah
dikeluarkan zakat fithrinya. Tetapi jika bayi itu telah mati dalam kandungan
ibunya sebelum melahirkan maka tentu tidak wajib dikeluarkan zakat fithrinya.
Untuk perbandingan :
1.
Membunuh anak itu terlarang berdasarkan firman Allah
Swt,
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ
مِّنْ اِمْلَاقٍۗ
Janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. (QS.
Al-Isra [17] ayat 151).
Yang termasuk membunuh itu bukan saja setelah lahir tetapi masih
dalam kandungan pun termasuk membunuh dari mulai sudah ada ruhnya. Para ulama
pun sepakat bawha itu termasuj membunuh. Sedangkan sebelum ada ruhnya tidak
termasuk membunuh tetapi termasuk merusak keturunan. Dan hal itu pun terlarang
tetapi tidak termasuk kategori membunuh.
2.
Anak yang baru lahir setelah orang tuannya meninggal. Itu
pun mendapatkan warisan dari orang tuanya, karena itu pun termasuk anaknya dan
keturunannya.
Demikianlah sebagai perbandingan bahwa anak yang masih dalam kandungan
pun wajib dikeluarkan zakatnya asal sudah hidup atau bernyawa.
Mestikah Pembantu Rumah Tangga (PRT) Dikeluar Zakat Fitrhinya ?
Dalam hadits yang telah lalu dinyatakan bahwa hamba sahaya pun
wajib dikeluarkan zakatnya. Tentu saja ini adalah kewajiban majikannya karena
hamba sahaya itu adalah miliknya. Demikian juga pembantu rumah tangga wajib
dikeluarkan Zakatnya oleh majikannya.
Bagaimana Ukuran Nishab Mengeluarkan Zakat Fithri ?
Sebetulnya tidak terdapat ketentuan nishab dalam mengeluarkan
zakat fithri. Tetapi siapa saja yang kira-kira mampu dirinya untuk mengeluarkan
zakat fithri, maka ia wajib mengeluarkannya. Dan tentu saja setiap orang yang
beriman akan berusaha untuk dapat mengeluarkan zakat fithri mengingat
keutamaannya begitu besar yaitu dapat membersihkan atau menutupi
kekurangan-kekurangan shaum dari perbuatan sia-sia atau ucapan-ucapan yang
kotor.
Bolehkah Orang yang Mengeluarkan Zakat Fithri Menerima Bagian Zakat Fithri ?
Mustahik zakat fithri itu ada delapan, di antaranya: fakir,
miskin dan ‘amilin. Maka ‘amilin wajib mengeluarkan zakat fithrinya, dan ia pun
boleh menerima zakat fithri sebagai hak ‘amilin.
Demikian juga jika orang yang miskin yang mampu mengeluarkan
zakat fithrinya, ia wajib mengeluarkan zakatnya. Dan ia pun boleh menerima
bagian zakat fithri dari panitia sebagai hak faqir, miskin karena ukuran miskin
itu tentu saja tidak diukur dengan kebutuhan satu hari saja, tetapi diukur dari
kebutuhan sehari-hari di mana ia menurut panitia tergolong orang miskin.
Siapa Mustahiq Zakat Fithri Itu?
Menurut al-Qur’an, mustahik zakat itu
ada delapan yaitu sebagaimana dalam ayat di bawah ini :
۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ
وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى
الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ
فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf),
untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang,
untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (QS. At-Taubah [9] :
60).
Berdasarkan ayat al-Qur’an ini, berarti mustahik zakat itu
ada delapan termasuk mustahik zakat fithri karena dalam ayat tersebut
diungkapkan dengan lafazh :
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu.....”
Secara umum, berarti zakat apa pun baik zakat pertanian, perdagangan,
emas dan perak termasuk zakat fithri mustahiknya adalah delapan ashnaf (bagian).
Memang ada yang berpendapat bahwa zakat fithri itu hanya
untuk faqir dan miskin saja tidka untuk
mustahik yang lainnya mengingat ada takhsish (pengecualian) dalam hadits
sebagai berikut :
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم زَكَاةَ الفِطْرِ طُهْرَةً للصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالْرَفَّثِ
وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ. رَوَاهُ ابُوْ دَاوُدَ.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah Saw telah
mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi yang shaum dari perbuatan
sia-sia dan ucapan yang kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang yang miskin.”
(HR. Abu Dawud).
Ungkapan, (طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ) dianggap sebagai takhsish
(pengecualian) yang berarti zakat fithri itu khusus untuk orang yang miskin
saja tidak untuk mustahik yang lainnya.
Jawab :
Ungkapan (طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ) tidak berarti takhsish.
Sama halnya dengan ungkapan (), tidak berarti takhsish bahwa zakat
fithri itu khusus untuk yang shaum saja, karen anak kecil pun yang tidak shaum
wajib dikeluarkan zakat fithrinya. Demikian juga yang nifas yang tidak shaum
wajib dikeluarkan zakat fithrinya. Ungkapan (طُعْمَةً
لِلْمَسَاكِيْنِ)
itu bukan takhsish tetapi tanshish
(penegasan), penekanan atau prioritas.
Dalam hal zakat mal juga diungkapkan;
تُؤْخَذُ مِنْ أغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِيْ فُقَرَائِهِمْ.
“Zakat itu diambil dari hartawan muslimin kemudian diserahkan
kepada fuqara muslimin.”
Ungkapan ini tidak berarti bahwa zakat itu khusus untuk yang
fakir saja.
Berapa Bagian ‘Amilin: Apakah Harus 1/8 atau Kurang Dari 1/8 ?
Mustahik zakat itu ada delapan ashnaf. Dalam hal ini
pembagian-pembagiannya tidak mesti satu ashnaf mendapatkan 1/8 dan tidak mesti
bagi rata untuk delapan ashnaf. Kenyataannya hamba sahaya tidak ada, muallaf
tidak ada di setiap kampung. Demikian juga ibnu sabil tidak selamanya ada. Oleh
karena itu, pembagiannya tergantung ashnaf mana yang sangat membutuhkan atau asnaf
mana yang harus diprioritaskan. Hal ini tergantung kebijakan dan pertimbangan
para pengelola zakat. Demikian juga hak ‘amilin tidak mesti 1/8 tetapi
tergantung kebijakan pengurus.
وَلَيْسَ لِلْعَامِلِ عَلَى الصَّدَقَاتِ فَرِيْضَةٌ مُسَمَّاةٌ
إلاَ عَلَى قَدْرِ مَا يَرَى الْإِمَامُ. (المُوَطَاء).
“Tidak ada bagi ‘amil zakat bagian yang ditentukan (besarannya)
kecuali menurut pertimbangan imam.” (al-Muwatha’, I:257).
Apa yang Dimaksud Dengan Fi Sabilillah ?
Dalam tafsir al-Manar dijelaskan,
وَالْحَقٌّ أَنَّ المُرَادَ بِسَبِيْلِ اللَّهِ مَصَالِحُ
الْمُسْلِمِيْنَ الْعَامَةَ الّتِي بِهَا قِيَوامُ أمْرِ الْدِّيْنِ وَالدَّوْلَةِ.
(المَنَار).
“Yang benar yang dimaksud dengan Sabilillah itu ialah seluruh
kepentingan ummat Islam secara umum yang dengannya dapat tegak urusan agama dan
negara.”
Demikian juga al-Maraghi dalam tafsirnya menyatakan:
وَيَدْخُلُ فِيْ ذَلِكَ وُجُوْهُ الْخَيْرِ مِنْ تَكْفِيْنِ
الْمَوْتَى وَبِنَاءِ الْجُسُوْرِ وَالْحُصُوْنِ وَعِمَارَة الْمَسْجِدِ وَنَحْوَ
ذَلِكَ. (المَرَاغِي).
“Termasuk ‘Fi Sabilillah’ seluruh jalan kebaikan,
seperti kebutuhan kain kafan bagi yang meninggal, membangun jembatan, membuat
benteng keamanan, memakmurkan masjid dan lainnya.” (al-Maraghi, X:145).
Bolehkah mengeluarkan Zakat Fithri dengan uang ?
Para ulama masih berbeda pendapat tentang mengeluarkan zakat
fithri dengan uang. Sepihak berpendapat tidak boleh mengeluarkan zakat fithri
dengan uang dan dianggap menyalahi sunnah karena yang berlaku di zaman Nabi
Saw, mereka (para shahabat Nabi) senantiasa mengeluarkan zakat fithri itu
dengan jenis makanan seperti kurma, gandum atau sya’ir,
Pihak yang lainnya berpendapat bahwa boleh saja mengeluarkan
zakat fihtri dengan uang senilai satu sha’ dari makanan, mengingat ;
إنَّ الصَّحَابَةَ أجَازُوْا
إخْرَاجَ نِصْفِ الصَّاعِ مِنَ الْقَمْحِ لِأَنَّهُمْ رَأُوْا مُعَادِلاً فِيْ الْقِيْمَةِ
لِلصَّاعِ مِنَ التَّمْرِ أوْ الشَّعِيْرِ. فقه الزكَاة.
“Bahwa para shahabat membolehkan
mengeluarkan zakat dengan setengah sha’ dari gandum karena mereka menilai setengah
sha’ dari gandum itu senilai satu sha’ kurma atau sya’ir.” (Fiqih al-Zakat, 2: 949).
وَعَنْ أَبِيْ إسْحَاقَ قَالَ :
أدْرَكُتُهْمْ وَهُمْ يُؤَدُّوْنَ فِيْ صَدَقَةٍ رَمَضَانَ الدَّرَاهِمَ بِقِيْمَةِ
الْطَّعَامِ. فقه الزكَاة.
Dari Abi Ishaq, ia berkata : “Aku mendapatkan mereka mengeluarkan
zakat Ramadhan (fithrah) dengan uang dirham senilai (satu sha’) makanan.” (Fiqih
al-Zakat, 2: 949).
لِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم : أَغْنُوْهُمْ عَنْ الطُّوَافِ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ.
Karena sabda Nabi Saw; “Cukuplah mereka (yang miskin) agar
tidak meminta-minta di hari ini (hari raya).”
وَالْإِغْنَاءُ
يَتَحَقَّقُ بِالْقِيْمَةِ كَمَا يَتَحَقَّقُ بِالْطَعَامِ وَرُبَّمَا كَانَتِ
الْقِيْمَةُ أَفْضَلُ.
“Dan pengertian memberi kecukupan bisa terjadi dengan memberikan
nilai (uang) seperti halnya dengan memberikan makanan bahkan kadang-kadang dengan
uang lebih utama.” (Fiqih
al-Zakat, 2; 939)
Kemudian kalau memberikan zakat dengan uang dinilai tidak manshush
(tidak berdasarkan nash), sebetulnya zakat fithri dengan beras juga tidak ada
nashnya karena di zaman Nabi Saw mereka mengeluarkan zakatnya dengan kurma,
gandum dan sya’ir. Berarti mengeluarkan zakat fithri dengan beras juga adalah
hasil ijtihad.
Kapan mengeluarkan Zakat Fitri ?
Dalam hal mengeluarkan zakat fithri, para ulama berbeda
pendapat sehingga terdapat 5 pendapat :
1.
Boleh mengeluarkan zakat dimulai dari tanggal satu
Ramadhan.
2.
Boleh dikeluarkan dua atau tiga hari sebelum hari
raya.
3.
Dimulai dari terbenam matahari pada malam hari raya.
4.
Setelah terbit fajar shadiq sampai sebelum
melaksanakan ‘Idul Fithri.
5.
Boleh setelah hari raya tetapi makruh.
Dari kelima pendapat tersebut, pendapat yang paling kuat
adalah pendapat yang menyatakan bahwa waktu mengeluarkan zakat fithri itu ialah
setelah terbit fajar shiddiq sampai sebelum melaksanakan ‘Idul Fithri,
mengingat:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلى
الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ الْلَّغْوِ وَالرَّفَثِ
وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ
مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ
الصَّدَقَاتِ. رَوَاهُ ابُوْ دَاوُدَ.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah Saw telah
mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi yang shaum dari perbuatan
sia-sia dan kotor dan (merupakan bantuan) makanan bagi orang miskin, maka siapa
yang mengeluarkannya sebelum shalat (‘Id), maka itulah zakat yang diterima dan
barangsiapa yang mengeluarkannya setelah shalat ‘Id, maka hal itu hanya menjadi
shadaqah biasa.” (HR. Abu Dawud).
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ
الْخُدْرِيِّ قَالَ : كُنَّا نُخْرجُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
يَوْمَ الْفِطْرِ صَاعًا مَنْ طَعَامٍ: رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
Dari Abi Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Kami suka mengeluarkan
zakat di masa Nabi Saw satu Sha’ makanan di hari raya fithri.” (HR. Bukhari,
Tajrid al-Sharih, I:204).
وَالْمَعْرُوْفُ مِنَ الْيَوْمِ هُوَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ
الصَّادِقِ وَلَوْ جَازَ ألْإخْرَاجُ مِنَ الْلَّيْلِ لَجَازَ غُسْلث يَوْمِ
الْجُمْعَةِ مِنَ اللَّيْلِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ.
“Adapun yang dinamakan “Hari” itu ialah mulai dari terbit fajar
shadiq, dan andaikan boleh mengeluarkan zakat sejak malam hari, (mengingat
perhitungan hari dari maghrib), berarti boleh mandi jum’at sejak malam hari
(karena telah terhitung hari Jum’at), padahal mengenai hal ini tidak ada yang
berpendapat demikian.”
لِقَاعِدَةٍ : اَلْخُرُوْجُ
مِنَ الْخِلاَفِ مُسْتَحَبٌّ.
Karena ada qaidah : “Keluar dari ikhtilaf itu dianjurkan.”
Maksudnya, jika terdapat beberapa pendapat, maka pilih
pendapat yang tidak diperselisihkan lagi. Dalam hal ini mengeluarkan zakat fithri
setelah shubuh sampai sebelum shalat ‘Idul Fithri tidak terdapat perselisihan
di kalangan para ulama mengenai keabsahannnya. Artinya menurut semua pihak, mengeluarkan
zakat pada waktu tersebut itu sah. Lain halnya dengan pendapat yang lainnya yang masih terdapat perbedaan pendapat
mengenai sahnya dan tidaknya. (Untuk lebih jelas silahkan baca al-Hidayah jilid
3 karya penulis – KH. A Zakaria (Allahu Yarhamuh).
Bolehkah Anak Yatim Diberi Zakat?
Anak yatim tidak termasuk daftar ashnaf mustahik Zakat karena
tidak selamanya anak yatim itu miskin, tetapi banyak juga anak yatim yang kaya.
Anak yatim yang kaya wajib mengeluarkan zakat. Dan anak yatim yang miskin ada
hak untuk menerima Zakat. Berarti anak yatim boleh diberi zakat bukan karena
yatimnya tetapi karena miskinnya.
Mestikah yang Miskin Mengeluarkan Zakat Fithrah ?
Yang wajib mengeluarkan zakat fithri itu adalah setiap muslin
yang mampu untuk mengeluarkan sebanyak kurang lebih 2,5 kg beras. Tentu saja
yang terhintung yang miskin pun banyak yang mampu untuk mengeluarkan senilai
itu, apalagi di hari raya mereka juga membeli pakaian baru, membeli daging dan
makanan yang lainnya.
Tentu saja setiap muslim akan berusaha untuk dapat
mengeluarkan zakat fithri apalagi kalau melihat hikmah dari zakat fithri itu dapat
membersihkan shaum dari kekurangan-kekurangan yang mungkin dilakukan selama
shaum seperti ucapan kotor atau perbuatan sia-sia yang akan mengurangi kesempurnaan
ibadah shaum. Dalam satu hadits dijelaskan :
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ فِيْ زَكَاةِ الْفِطْرِ : عَلَى كُلِّ
حُرٍّ وَعَبْدٍ ذَكَرٍ وَ أُنْثَى صَغِيْرٍ أوْ كَبِيْرٍ فَقِيْرٍ أوْ غَنِيٍّ،
وَهذَا مِنْ كَلاَمِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وَلَكِنْ مِثْلُهُ لاَ يُقَالُ بِالرَّأْي.
فقه الزَكَاةِ.
Dan dari Abi Hurairah, tentang kewajibabn zakat fithrah yaitu
; wajib atas setiap yang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan anak
kecil atau yang dewasa, yang faqir ataupun yang kaya. Ini adalah ucapan Abi
Hurairah tetapi hal yang seperti ini tidak mungkin atas dasar pendapatnya
sendiri.” (Fiqih al-Zakat, 2:924).
Ini menunjukkan bahwa zakat fithri itu wajib atas setiap
orang termasuk yang miskin.
Bagaimana Kalau Satu Keluarga Itu Ada 10 Orang dan Hanya Mampu Mengeluarkan Zakat Untuk Lima Orang ?
Allah Swt berfirman,
لاَيُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إلاَّ
وُسْعَهَا....(البقرة : 286).
“Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah [2] : 286).
Dengan demikian, keluarkan saja zakat dari sejumlah orang
yang mampu ia keluarkan zakatnya. Umpamanya jika mampu mengeluarkan untuk lima
orang maka keluarkanlah sejumlah itu, dan ia tidak berdosa karena memang di
luar kemampuannya.
Bolehkah Orang Miskin yang Mengeluarkan Zakat Menerima Pembagian Zakat Fitrah ?
Kriteria fakir atau miskin tidak diukur dari kenyataan pada
hari-hari tertentu. Seperti pada hari raya, orang yang miskin pun memiliki kecukupan
untuk kebutuhannya padahal pada hari-hari biasanya ia sering mengalami
kekurangan dan terhitung orang fakir atau miskin. Maka orang yang seperti ini
tetap dianggap fakir dan miskin dan berhak menerima Zakat. Berarti walau ia
mengeluarkan zakat, ia berhak juga menerima zakat, seperti halnya ‘amilin ia
wajib mengeluarkan zakat karena terhitung mampu, dan berhak juga menerima zakat
sebagai hak ‘amilin.
Disalin dari buku al-Fatawa karya al-Ustadz KH. A Zakaria (6:
81-88).
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.