Inilah Cara-cara Mensucikan Badan, Pakaian dan barang lainnya dari Najis ;
Daftar Isi:
Cara menyucikan Badan dan Pakaian
Jika ada najis mengenai pakaian atau badan, hendaknya dicuci dengan air sampai hilang, jika memang najis tersebut dapat dilihat, seperti darah. Namun apabila setelah dicuci tetap masih ada bekasnya dan sulit dihilangkan, maka kondisi seperti ini dimaafkan. Jika najis itu tidak dapat dilihat seperti air kencing, maka cukup dengan mencucinya, meskipun hanya sekali cucian. Dalilnya adalah hadits Asma 'binti Abu Bakar ra.. Ia berkata,
إِحْدَانَا يُصِيْبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضِ كَيْفَ
تَصْنَعُ بِهِ؟ فَقَالَ: (تَحُتُّهُ) ثُمَّ تَقْرَضُهُ بِالْمَاءِ، ثُمَ تَنْضَحُهُ
ثُمَّ تُصَلِي فِيْهِ) متفق عليه
"Salah seorang perempuan datang menemui Rasulullah saw. dan berkata,
'Salah seorang di antara kami bajunya terkena darah haid, apa yang mesti dilakukan?'
Beliau menjawab, "Hendaklah ia mengorek darah tersebut, kemudian
menggosoknya, lalu menyiramnya dengan air. Setelah itu, pakaian tersebut dapat
digunakan untuk shalat.” (Muttafaq ‘Alaih)[1].
Jika najis tersebut terkena pada bagian ujung bawah pakaian seorang
perempuan, maka ia menjadi suci saat tersentuh tanah (pada langkah kaki)
berikutnya. Dalilnya adalah hadits berikut,
إِنِي أُطِيْلُ ذَيْلِي وَأَمْشِي فِي الْمَكَانِ الْقَذَرِ؟
فَقَالَتْ لَهَا: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ)
رواه أحمد وأبو داود
"seorang perempuan bertanya kepada Ummu Salamah ra., 'Pakaianku sangat
panjang hingga terjulur menyentuh tanah. Pada saat itu, saya berjalan di tempat
yang kotor. Bagaimanakah cara menyucikannya? ummu Salamah menjawabnya bahwa
Rasulullah saw. pernah bersabda, "Gesekan setelahnya dari pakaian tersebut
menjadikannya suci.". (HR Ahmad dan Abu Daud[2].
Cara Menyucikan Tanah
cara menyucikan tanah jika terkena najis adalah dengan cara menyiramkan air
di atasnya. Sebagai landasan atas hal tersebut adalah sebuah hadits dari Abu
Hurairah ra., ia berkata,
قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ
النَّاسُ لِيَقَعُوْا بِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: (دَعَوْهُ وَأُرِيْقُوْا
عَلَى بَوْلِهِ سَجَلاً مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوْبًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ
مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوْا مُعَسِّرِيْنَ) رواه الجماعة إلا مسلما.
"Seorang pedalaman berdiri lalu kencing dalam masjid. Para sahabat
bangkit untuk menegurnya. Melihat hal itu, Rasulullah saw. lantas bersabda,
"Biarkanlah dia, Siramlah kencingnya itu dengan satu ember air.
Sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan, bukan untuk mendatangkan
kesulitan. (HR. Jama’ah kecuali Muslim)[1].
Tanah yang terkena najis juga menjadi suci dengan sendirinya apabila telah
kering, demikian juga benda-benda yang berada di sekelilingnya, seperti pohon
dan bangunan.
قَالَ أَبُوْ قِلاَبَةَ: جَفَافُ الْاَرْضِ طُهُوْرُهَا،
وَقَالَتْ عَائِشَةُ رضي الله عنها: (زَكَاةُ الْاَرْضِ يبسها) رواه ابن أبي شيبة
Abu Qilabah berkata, "Keringnya tanah, menjadikannya suci."
Aisyah ra., berkata, "Tanah (yang terkena najis) akan menjadi suci bila
sudah kering."' (HR Ibnu Abu Syaibah)[2].
Hal ini berlaku apabila benda najis yang mengenainya berupa cairan. Tetapi,
jika benda najis yang mengenainya telah membeku dan (membekas), maka cara untuk
mensucikannya adalah dengan membuang najis yang menempel padanya.
Cara Membersihkan Mentega dan Semacamnya
Dari Ibnu Abbas ra., dari Maimunah ra., ia berkata,
سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ سَقَطَتْ فِي سَمَنٍ فَقَالَ:
ألقوها، وَمَا حَوْلُهَا فَاطْرَحُوْهُ وَكُلُوْا سَمَنَكُمْ) رواه البخاري
Rasulullah saw. pernah ditanya mengenai tikus yang terjatuh ke dalarn
mentega beliau menjawab, "Buanglah tikus itu dan bagian yang berada di
sekitarnya. Setelah itu makanlah mentega itu." (HR. Bukhari)[1].
قال الحافظ: نقل ابن عبد البر الاتفاق على أن الجامد إذا
وقعت فيه ميتة طرحت وما حولها منه، إذا تحقق أن شيئا من أجزائها لم يصل إلى غير
ذلك منه، وأما المائع فاختلفوا فيه فذهب الجمهور إلى أنه ينجس كله بملاقاته
النجاسة، وخالف فريق منهم الزهري والاوزاعي.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, "Menurut Ibnu Abdul barr, para ulama
sepakat bahwa apabila bangkai masuk ke dalam makanan yang beku, maka buanglah
bangkai itu dan yang di sekitarnya. Dengan kata lain, seluruh benda yang
tersentuh bangkai wajib dibuang bersamaan dengan bangkai yang
menyentuhnya." Jika bangkai masuk ke dalam makanan yang cair, para ulama
berbeda pedapat mengenai cara menyucikannya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa
apabila bangkai tersebut jatuh dan masuk ke dalam benda cair, maka semuanya
menjadi najis. Tapi ada sebagian kecil ulama, di antaranya az-Zuhri dan
al-Auza'i yang mengemukakan pendapat yang berlainan dengan mayoritas ulama
tersebut.'
Cara Menyucikan Kulit Bangkai
Kulit bangkai, baik bagian luar maupun dalam, dapat disucikan dengan cara
menyamaknya. Hal ini berdasarkan pada hadits Ibnu Abbas ra., bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda,
(إِذَا دُبِغَ الْاِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ)
رواه الشيخان
"Jika kulit bangkai telah disamak, maka ia menjadi suci." (HR. Al
Bukhari dan Muslim)[1].
Cara Menyucikan Cermin dan Sejenisnya
Cara menyucikan cermin, pisau, pedang, kuku, tulang, kaca, bejana yang mengkilat dan setiap kepingan yang licin adalah dengan cara mengusapnya, sehingga bekas najis yang menempel padanya hilang. para sahabat pernah mengerjakan shalat sambil membawa pedang yang terkena darah dalam peperangan. Mereka mengusap rnata pedang yang dibawanya dan cara seperti ini mereka anggap sudah cukup untuk menyucikannya.
Cara Menyucikan Sandal
Cara menyucikan sandal dan sepatu yang terkena najis adalah dengan
menggosokkannya ke tanah sampai bekas najis yang menempel padanya hilang.
Sebagai landasan atas hal ini adalah sebuah hadits yang bersurnber dari Abu
Hurairah ra., di mana ia berkata, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
إذا وطئ أحدكم بنعله الاذى فإن التراب له طهور) رواه أبو
داود
"Jika salah seorang di antara kalian menginjak kotoran dengan
sandalnya, maka tanah (yang diinjak) dapat menyucikannya." (HR. Abu
Dawud).
Dalam riwayat lain disebutkan,
إذا وطئ الاذى بخفيه فطهورهما التراب
"Jika seseorang menginjakkan kotoran dengan kedua sepatunya, maka
tanahlah yang akan menyucikan keduanya."[1]
Juga hadits yang bersumber dari Abu said al-Khudri. Ia berkata, Rasulullah
saw. bersabda,
إذا جاء أحدكم المسجد فليقلب نعليه فلينظر فيهما، فإن
رأى خبثا فليمسحه بالارض ثم ليصل فيهما) رواه أحمد وأبو داود،
"Jika salah seorang di antara kalian pergi ke masjid, hendaklah ia
membalikkan kedua sandalnya dan memperlihatkan bagian telapaknya. Jika terdapat
kotoran, hendaklah menggosokkannya ke tanah, kemudian ia dibolehkan memakainya
untuk shalat." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)[2].
Sepatu dan sandal merupakan benda yang sering kali terkena najis. Oleh
karena itu, untuk menyucikannya cukup diusapkan pada benda kasar, sebagaimana
halnya beristinja' dengan batu atau benda padat lainnya. Bahkan cara untuk
menyucikan sandal bisa dibilang lebih rnudah dari pada beristinjal karena beristinja'
membutuhkan dua atau tiga batu, sementara sandal cukup dengau mengosokannya ke
benda padat.
Beberapa Hal yang Sering Dijumpai dalam Kehidupan Sehari-hari
1.
Jika tali yang biasa digunakan untuk menjemur
pakaian yang terkena najis, kemudian ia kering disebabkan sinar matahari atau
tiupan angin, maka tali tersebut dapat digunakarn untuk menjemur pakaian yang
suci sampai kering.
2.
Jika seseorang ditimpa oleh sesuatu yang tidak
diketahuinya, apakah air itu biasa (suci) atau air kencing, maka ia tidak perlu
mmastikan benda yang jatuh mengenainya. Tapi, jika ia tetap ingin mengetahui
air yang mengenainya dengan bertanya (kepada seseorang), maka orang yang
ditanya tidak diwajibkan memberi jawaban, meskipun ia tahu bahwa benda yang
jatuh dan mengenainya sebenarnya benda najis. Di samping itu, orang yang
bertanya tidak wajib memcucinya.
3.
Jika kaki atau ujung pakaian terkena suatu benda
yang basah pada waktu malan hari, dengan tanpa mengetahui apa benda basah itu,
maka tidak diwajibkan baginya untuk mencari tahu benda tersebut, baik dengan
cara mencium ataupun dengan cara yang lain. Yang menjadi dasar atas hal ini
adalah sebuah riwayat yang menyebutkan, bahwa suatu hari Umar ra. melewati
sebuah tempat. Tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh dari pancuran air dan mengenai
Umar. Salah seorang sahabat yang ikut dalam perjalanan bersama Umar bertanya,
"Wahai pemilik pancurab, apakah airmu suci atau najis?" Mendengar hal
itu, Umar pun berkata, "Wahai pemilik pancuran, kamu tidak perlu menjawab
pertanyaan sahabat kami ini."' Umar tidak menghiraukan benda yang jatuh
kepada dirinya, dan beliau pun meneruskan perjalanannya.
4.
Tidak wajib mencuci sesuatu yang terkena tanah
yang ada di jalanan.
Kumail bin Ziyad berkata,
"Saya melihat AIi ra. berjalan di tengah-tengah lumpur setelah hujan
turun. Namun, beliau terus masuk ke dalarn masjid, lalu mengerjakan shalat
tanpa membasuh kedua kakinya terlebih dahulu'.
5.
Jika seseorang telah mengerjakan shalat,
tiba-tiba terlihat najis pada pakaian atau bagian badannya yang sebelumnya
tidak diketahui, atau mengetahuinya tapi lupa membersihkannya, atau pun tidak
lupa tapi tidak sanggup menanggalkannya, maka shalatnya tetap sah dan ia tidak
perlu mengulangi shalatnya.' Sebagai landasan atas hal ini adalah firman Allah
swt.,
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ
"Dan tidak ada dosa atas kamu terhadap apa yang kamu khilap
padanya." (QS. Al Ahjab [33] ayat 5).
Inilah pendapat yang dikemukakan
oleh mayoritas kalangan sahabat dan tabi'in.
6.
Seseorang yang tidak mengetahui letak najis di
pakaiannya, ia diwajibkan mencuci semua pakaiannya. Sebab, tidak ada cara Iain
untuk menghilangkan najis tersebut melainkan dengan cara mencuci keseluruhan
pakaian itu. Hal ini sesuai dengan kaidah yang menyatakan, "Suatu yang
tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu yang lain, maka perkara yang lain
tersebut menjadi wajib.
7. Jika pakaian milik seseorang bercampurr antara yang suci dengan yang terkena najis sehingga ia ragu saat memilih, mana yang suci dan mana yang (terkena) najis, maka ia diharuskan memilih pakaian yang dianggap suci sesuai kemantapannya. Namun, ia hanya boleh memakainya hanya untuk sekali shalat saja, baik pakaian yang ada itu sedikit ataupun banyak. Karena masalah ini sama halnya dengan (menentukan) arah kiblat.
Referensi :
Fiqih as-Sunnah karya Syekh Sayyid Sabiq (hal. 23)
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.