Qadha
Hajat (Buang Air)
Ada beberapa etika dan tatakrama yang harus diperhatikan oleh seorang Muslim ketika hendak qadha' hajat (buang air besar atau kecil). Di antaranya adalah :
1.
Tidak diperkenankan membawa benda apa pun yang bertuliskan lafazh Allah, kecuali jika dikhawatirkan akan hilang atau
karena tidak adanya tempat penitipan barang. Hal ini berdasarkan pada hadits
yang bersumber dari Anas ra,
أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَبِسَ خَاتَمًا نَقَشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ،
فَكَانَ إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ وَضَعَهُ، رَوَاهُ الْاَرْبَعَةُ
Bahwasannya
Nabi Saw, memakai cincin yang bertuliskan 'Muhammad Rasulullah'. Setiap kali
hendak masuk ke dalam toilet, beliau melepaskannya terlebih dahulu. (HR. Imam
yang Empat), Abu Dawud (19), Tirmidzi (1746), Nasai (8/178), Ibnu Majah (303).
al-Hafizh
Ibnu Hajar memberi komentar berkaitan hadits ini dengen berkata, "Ini
hadist ma'lul (cacat)". Abu Dawud juga berkata, "Ini hadits
munkar." Meskipun begitu, bagian pertama dari hadits ini adalah shahih.
2.
Menjauh dan memasang tabir sehingga tidak terlihat oleh orang lain, terutama saat buang air besar. Hal ini
bertujuan agar suara yang keluar darinya tidak terdengar atau baunya tidak
tercium oleh orang lain. Sebagai landasan hal ini adalah hadits yang bersumber
dari Jabir ra, Ia berkata,
خَرَجْنَا
مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فيِ سَفَرٍ فَكَانَ لاَ يَأْتِي الْبَرَازَ حَتَّى
يَغِيْبَ فَلاَ يَرَى رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهٍ.
"Kami
bepergian bersama Nabi Saw, beliau tidak buang air besar kecuali jika sudah
berada di tempat yang sunyi dan jauh dari penglihatan orang lain." (HR.
Ibnu Majah (335).
Abu
Dawud meriwayatkan,
كَانَ إِذَا أَرَادَ الْبَرَازَ اِنْطَلَقَ حَتَّى لاَ يَرَاهُ
أَحَدٌ.
"Apabila
Rasulullah Saw hendak buang air besar, beliau menjauh sehingga tidak terlihat
oleh seorang pun." (HR. Abu Dawud (2).
) وَلَهُ: (أَنَّ النَّبِيَّ صلى
الله عليه وسلم كَانَ إِذَا ذَهَبَ الْمَذْهَبَ أَبْعَدَ.
Dalam
riwayatnya yang lain, ia berkata, "Apabila Nabi Saw mencari tempat buang
air, beliau mencari tempat yang jauh." (HR. Abu Dawud (1).
3.
Membaca basmalah dan isti'adzah
dengan suara keras ketika hendak masuk ke dalam jamban dan ketika hendak
mengangkat pakaiannya jika berada di tanah lapang. Sebagai dasarnya atas hal
ini adalah hadits yang berasal dari Anas ra, di mana ia berkata,
كَانَ
النَّبِيُّ صَلى الله عليه وسلم إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَ الْخَلاَءَ قَالَ: (بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ
إِنِي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ) رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ
Apabila
Nabi Saw hendak memasuki jamban, beliau membaca, "Dengan nama Allah, Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan laki-laki dan setan
perempuan." (HR. Al-Jama’ah yaitu Bukhari (142), Muslim (375), Abu Dawud
(4), Tirmidzi (5), Nasai (19), Ibnu Majah (298).
4.
Hendaklah menahan dari pembicaraan,
baik berupa dzikir atau yang lain. Oleh karena itu, orang yang berada dalam
jamban tidak diwajibkan menjawab salam atau adzan. Kecuali jika ada sesuatu
yang amat penting, seperti memberi arahan kepada orang buta yang dikhawatirkan
akan terjerumus ke jurang. Jika seseorang yang bedada di dalam jamban bersin,
cukup baginya membaca hamdalah dalam hati tanpa mengucapkannya dengan lisan.
Sebagai landasan atas hal ini adalah hadits yang berasal dari Ibnu Umar ra,
أَنَّ
رَجُلاً مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يَبُوْلُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ
فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ) رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ إلا الْبخُاَرِيَّ
bahwasannya
ada seorang lelaki melintasi Nabi Saw yang saat itu beliau sedang buang air
kecil. Lelaki tersebut mengucapkan salam kepada Rasulullah Saw, tapi beliau
tidak (langsung) menjawab salamnya. (HR. al-Jama’ah kecuali al-Bukhari yaitu Muslim
(370), Abu Dawud (16), Tirmidzi (90), Nasai (37), Ibnu Majah (353).
Abu
Sa'id ra, berkata, saya mendengar Rasulullah Saw bersabda,
سمعت
النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (لا يخرج الرجلان يضربان الغائط (٤) كاشفين عن عورتيهما
يتحدثان فإن الله يمقت على ذلك) رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه
"Jangan
sampai ada dua orang laki-laki masuk ke dalam satu jamban secara bersamaan,
lalu keduanya membuka aurat sambil berbincang-bincang, sebab Allah amat murka
dengen perbuatan yang demikian itu." (HR. Ahmad (3/36), Abu Dawud (15),
Ibnu Majah (342).
Hadits
ini secara zhahir (tekstual) mengharamkan berbicara di dalam jamban. Namun para
ulama telah sepakat bahwa hukum berbicara dalam jamban adalah makruh.
5.
Hendaklah tetap mengagungkan kiblat dengan
tidak menghadap ke arahnya atau membelakanginya. Abu Hurairah berkata,
أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (إذا جلس أحدكم لحاجته فلا يستقبل القبلة ولا يستدبرها) رواه أحمد ومسلم
"Rasulullah
Saw bersabda, "Jika salah seorang dari kalian duduk buang hajar, hendaklah
ia tidak menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya." (HR. Ahmad dan
Muslim (365).
Larangan
dalam hadits ini mengandung arti makruh berdasarkan penjelasan hadits dari Ibnu
Umar ra, ia berkata,
رقيت
يوما بيت حفصة فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم على حاجته مستقبل الشام مستدبر
الكعبة) رواه الجماعة
"Pada
suatu hari, saya memasuki rumah Hafshah. Dan saya melihat Nabi Muhammad Saw
sedang membuang hajat dengan menghadap ke arah Syam dan membelakangi arah
Kiblat.” (HR. al-Jama’ah ; Bukhari (148), Muslim (266), Abu Dawud (12),
Tirmidzi (11), Nasai (23), Ibnu Majah (322).
Dari
kedua hadits di atas dapat disimpulkan bahwa larangan menghadap ke arah kiblat
jika berada di tanah lapang. Sementara kalau berada dalam ruangan tertutup,
diperbolehkan menghadap arah manapun termasuk ke arah kiblat.
Marwan
al-Ashghar berkata,
أيت ابن عمر أناخ راحلته مستقبل
القبلة يبول إليها، فقلت: أبا عبد الرحمن ...
أليس قد نهي عن ذلك؟ قال: بلى ... إنما نهي عن هذا في الفضاء فإذا كان بينك وبين
القبلة شئ يسترك فلا بأس) رواه أبو داود وابن خزيمة والحاكم
"Saya
pernah melihat Ibnu Umar menghentikan untanya dengan menghadap ke arah kiblat,
kemudian ia kencing menghadap ke arah untanya. Saya bertanya, "Wahai Abu
Abdurrahman, Bukankah Rasulullah Saw melarang hal yang demikian?' Ibnu Umar
menjawab, 'Benar'. Tapi larangan itu ketika di tempat terbuka. Dengan demikian,
jika terdapat penghalang antara orang yang membuang hajat dengan kiblat, maka
ia dibolehkan menghadap ke arah mana saja." (HR. Abu Dawud (11), Ibnu
Khuzaimah (60), Hakim (1/154).
6. Hendaklah mencari tempat yang lembab dan
rendah agar yang bersangkutan tidak terkena
najis. Sebagai landasan atas hal ini adalah sebuah hadits yang berasal dari Abu
Musa ra, ia berkata,
أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى مكان
دمث إلى جنب حائط فبال. وقال: إذا بال أحدكم فليرتد) لبوله) رواه أحمد وأبو داود
bahwasannya
Rasulullah Saw pergi ke suatu tempat yang rendah yang berdekatan dengan
perkebunan (kurma di Madinah). Di sana beliau membuang air kecil. Lantas beliau
bersabda, 'Jika salah seorang dari kalian hendak membuang air kecil, maka
hendaklah ia memilih tempat yang lebih rendah untuk kencing." (HR. Ahmad
(4/414), Abu Dawud (3)
Meskipun
terdapat perawi yang majhul (tidak dikenal) dalam hadits ini, namun maksudnya
shahih atau benar.
7.
Sebisa mungkin tidak membuang air kencing ataupun kotoran pada lubang. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu hewan
atau makhluk yang mungkin ada di situ. Sebagai dasar atas hal ini adalah hadits
Qatadah yang berasal dari Abdullah bin Sarjis, ia berkata,
نهى
رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يبال في الجحر، قالوا لقتادة: ما يكره من البول في
الجحر؟ قال: إنها مساكن الجن) رواه أحمد والنسائي وأبو داود والحاكم والبيهقي، وصححه ابن
خزيمة وابن السكن
Rasulullah
Saw melarang kencing di lubang. Orang yang hadir ketika itu bertanya kepada
Qatadah, Apa yang menjadi alasan sehingga kami dilarang kencing di lubang?'.
Dia menjawab, 'Karena lubang merupakan tempat tinggal jin.' (HR. Ahmad (5/82),
Nasai (34), Abu Dawud (29), Hakim (1/186), Baihaqi dalam al-Kubra (1/99).
Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Sakan mengategorikannya sebagai hadits shahih.
8.
Sebisa mungkin menjauh dari (pepohonan) yang dijadikan tempat berteduh, jalan yang dilalui (orang) dan tempat
persinggahan. Sebagai landasannya adalah hadits yang berasal dari Abu Hurairah
ra,
أن النبي صلى الله عليه
وسلم قال: (اتقوا اللاعنين (٤) !) قالوا: وما اللاعنان يا رسول الله؟ قال: (الذي يتخلى في طريق الناس
أو ظلتهم) رواه أحمد ومسلم وأبو داود
bahwasannya
Nabi Saw bersabda, "Hindarilah dua perkara yang dapat mendatangkan laknat
dan kutukan dari orang." Para sahabat
bertanya, "Apa yang dimaksud dengan dua perkara yang dapat mendatangkan
laknat dan kutukan itu, wahai Rasulullah Saw?' Beliau menjawab, "Yaitu
buang air di jalan yang dilalui manusia dan dijadikan tempat teduhan
mereka." (HR. Ahmad (2/372), Muslim (269), Abu Dawud (25)
9.
Hendaklah tidak buang air kecil di tempat pemandian, air yang tergenang atau pun air yang
mengalir. Sebagai landasannya adalah hadits yang berasal dari Abdullah bin
Mughaffal ra, ia mengatakan,
إنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لا يبولن أحدكم في
مستحمه ثم يتوضأ فيه، فإن عامة الوسواس منه) رواه الخمسة
Bahwa
Rasulullah Saw bersabda, "janganlah sekali-kali salah seorang di antara
kalian membuang air kecil di tempat pemandian, lalu mengambil wudhu dari tempat
itu. Sebab, kebanyakan was-was selalu berasal dari sana." (HR. Imam yang
lima, Ahmad (5/56), Abu Dawud (27), Tirmidzi (21), Nasai (36), Ibnu Majah (304)
Kalimat
"Lalu mengambil air wudhu dari tempat itu" terdapat pada riwayat
Ahmad dan Abu Daud.
Jabir
ra mengatakan :
أن
النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يبال في الماء الراكد) رواه أحمد والنسائي وابن
ماجه
Bahwasannya
Nabi Saw melarang kencing di atas air yang menggenang." (HR. Ahmad
(5/350), Nasai (35), Ibnu Majah (353), Diriwayatkan pula oleh Muslim (281).
Jabir ra juga mengatakan :
أن
النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يبال في الماء الجارى
Bahwasannya
Rasulullah Saw melarang kencing di atas air yang mengalir."
Pengarang
kitab Majma' az-Zawaid berkata, "Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dan
semua perawinya tsiqah." (Thabrani dalam al Awsath (1770), Majma' az
Zawaid (1/204).
Jika
kencing di air bekas cucian, seperti saluran air kotor, maka hal yang demikian
dibolehkan.
10.
Hendaklah tidak kencing sambil berdiri
karena kencing sambil berdiri tidak bisa membuat hati tenang, berlawanan dengan
tradisi setempat, dan tidak bagus dilihat dari sisi etika. Juga dikhawatirkan,
yang bersangkutan terkena percikan kencingnya. Namun, jika diyakini air
kencingnya tidak memercik dan tidak dikhawatirkan mengenai dirinya, maka ia
boleh kencing sambil berdiri.
Aisyah
ra berkata,
من
حدثكم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بال قائما فلا تصدقوه، ما كان يبول إلا
جالسا) رواه الخمسة إلا أبا داود
"Barangsiapa
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah kencing dalam keadaan berdiri, maka
janganlah kalian memercayai ucapannya. Beliau tidak pernah kencing kecuali
dalam keadaan duduk." (HR. Imam yang Lima kecuali Abu Dawud). Ahmad (6/136
dan 192), Tirmidzi (12), Nasai (29), Ibnu Majah (307)
Imam
Tirmidzi berkata, "Hadits ini merupakan hadits terbaik yang berkaitan
dengan masalah etika saat buang air kecil dan termasuk hadits yang paling
shahih."
Apa
yang dikatakan Aisyah ini berdasarkan atas pengetahuannya selama hidup bersama
Rasulullah Saw. Meskipun demikian, pernyataan yang dikemukakan Aisyah ini tidak
meniadakan (mengingkari) adanya hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah ra. Ia
mengatakan,
أن النبي صلى الله عليه وسلم
انتهى إلى سباطة قوم فبال قائما فتنحيت فقال: (أدنه) فدنوت حتى قمت عند عقبيه فتوضأ ومسح على خفيه) رواه الجماعة
"Suatu
ketika, Rasulullah Saw singgah di sebuah tempat pembuangan sampah. Lantas
beliau membuang air kecil sambil berdiri. Melihat hal itu, aku segera menjauh
tapi beliau berkata, "Mendekatlah ke mari!" Aku segera menghampiri
beliau hingga berdiri berdekatan dengan tumitnya. Kemudian aku melihatnya
berwudhu dan mengusap kedua alas kakinya (khuf)." (HR. al-Jama'ah) (al-Bukhari (224), Muslim
(273), Abu Dawud (23), Nasai (18), Ibnu Majah (305)
Berkaitan
dengan kedua hadits ini,
قال
النووي: البول جالسا أحب إلي، وقائما مباح، وكل ذلك ثابت عن رسول الله
صلى الله عليه وسلم
Nawawi
berkata, "Dalam pandanganku, kencing dalam keadaan duduk itu lebih baik.
Tapi, jika seseorang kencing dalam keadaan berdiri, hal itu juga dibolehkan.
Kedua kondisi tersebut pernah dilakulakan oleh Rasulullah Saw.
11.
Wajib membersihkan sisa najis
yang masih ada pada tempat keluarnya najis dengan menggunakan batu ataupun
benda padat lainnya yang suci dan dapat menghilangkan najis dan tidak termasuk
benda yang dimuliakan. Atau hanya dengan menggunakan air. Sebagai dasar atas
hal ini adalah hadist dari Aisyah, ra, bahwasannya Rasulullah Saw bersabda,
إذا
ذهب أحدكم إلى الغائط فليستطب (٢) بثلاثة أحجار فإنها تجزئ عنه) رواه أحمد
والنسائي وأبو داود والدارقطني
"Jika
salah seorang di antara kalian selesai buang air (besar atau kecil), maka
hendaknya ia beristinja' dengan tiga buah batu karena yang demikian itu sudah
mencukupi." (HR. Ahmad (6/108), Nasai (44), Abu Dawud (40), Nasai (44),
Daruquthni (144)
Anas
ra berkata,
ان
رسول الله صلى الله عليه وسلم يدخل الخلاء فأحمل أنا وغلام نحوي إداوة (٣) من
ماء وعنزه فيستنجي بالماء) متفق عليه.
"Ketika
Rasulullah Saw masuk ke dalam jamban, aku dan orang yang sebaya denganku
membawa seember air dan gayung. Lantas Rasulullah Saw bersuci dengan air
tersebut". Muttafaq 'Alaih (Bukhari (152), Muslim (271)
Ibnu
Abbas ra, berkata,
إنهما
يعذبان، وما يعذبان في كبير (١) أما أحدهما فكان لا يستنزه من البول (٢) وأما الاخر فكان يمشي
بالنميمة رواه الجماعة
"Rasulullah
Saw pernah melintasi dua makam. Lantas beliau berkata, "Kedua penghuni
makam ini dalam keadaan disiksa. Mereka tidak disiksa atas dosa besar; salah
seorang dari mereka tidak bersuci setelah kencing dan yang satu lagi, ia selalu
mengadu domba saat berjalan." HR.
Jama'ah. (Bukhari (216), Muslim (292), Abu Dawud (20), Tirmidzi (70), Nasai
(31), Ibnu Majah (347)
Anas
ra meriwayatkan sebuah hadits marfu' yang berbunyi
تنزهوا
من البول فإن عامة عذاب القبر منه
"Bersucilah
kalian dari air kencing, sebab pada umumnya siksa kubur berasal darinya."
(Daruquthni (453), al-Mundzir dalam at-Targhib
(261)
12.
Hendaklah tidak bersuci dengan menggunakan tangan kanan agar tangan kanan tidak sampai menyentuh
barang yang kotor secara langsung. Sebagai dasar hal ini adalah hadits yang
berasal dari Abdurrahman bin Zaid. Ia berkata,
قيل
لسلمان: قد علمكم نبيكم كل شئ حتى الخراءة . فقال سلمان: أجل ... نهانا أن نستقبل
القبلة بغائط أو ببول، أو نستنجي باليمين أو يستنجي أحدنا بأقل من ثلاثة
أحجار، وأن لا يستنجي برجيع (٥) أو بعظم) رواه مسلم وأبو داود والترمذي
"Ada
seseorang yang bertanya kepada Salman; 'Apakah Nabimu telah mengejarkan segala
sesuatu sampai masalah kotoran?
Salman
menjawab, 'Ya', Tidak hanya itu, bahkan kami dilarang menghadap kiblat pada
saat membuang air besan maupun kecil. Kami dilarang bersuci dengan menggunakan
tangan kanan. Kami dilarang bersuci kurang dari tiga biji batu. Dan kami juga
dilarang bersuci dengan menggunakan barang najis atau tulang." (HR. Muslim
(262), Abu Dawud (7), Tirmidzi (16)
Hafshah
ra berkata,
أن
النبي صلى الله عليه وسلم كان يجعل يمينه لاكله وشربه وثيابه وأخذه وعطائه، وشماله
لما سوى ذلك) ، رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه وابن حبان والحاكم والبيهقي
"Rasulullah
Saw senantiasa menggunakan tangan kanannya untuk makan, minum, mengenakan
pakaian, memberi dan menerima sesuatu, sementara tangan kirinya dipergunakan
untuk perkara selain itu." (HR. Ahmad (6/287, 288), Abu Dawud (32), Ibnu
Majah, Ibnu Hibban (5227), Hakim (4/109), Baihaqi (1/113).
13.
Setelah bersuci, hendaklah menggosokkan tangannya ke tanah atau mencucinya
dengan sabun dan yang
sejenisnya. Hal ini bertujuan agar bau tidak sedap yang masih menempel di
tangannya hilang. Sebagai dasar atas hal ini adalah hadits yang berasal dari
Abu Hurairah ra, Ia berkata,
كان
النبي صلى الله عليه وسلم إذا أتى الخلاء أتيته بماء في تور أو ركوة
(٦) فاستنجى ثم مسح يده على الارض) رواه أبو داود والنسائي والبيهقي وابن
ماجه
"Jika
Rasulullah Saw masuk dalam jamban, aku membawakan air dengan bejana yang
terbuat dari tembaga atau kulit. Kemudian beliau bersuci (dengan air). setelah
itu, beliau menggosokkan tangannya ke tanah." (HR. Abu Dawud (45), Nasai
(50), Baihaqi (1/106), Ibnu Majah (358)
14.
Jika selesai kencing, hendaklah memercikkan air ke kemaluan dan celananya. Hal ini bertujuan untuk menghindari rasa
was-was yang masih tersimpan dalam hati, sehingga pada saat ia melihat bagian
yang basah, ia meyakini bahwa yang basah tersebut merupakan bekas percikan air.
Sebagai dasar atas hal ini adalah hadits yang bersumber dari Hakam bin Sufyan
atau Sufyan bin al-Hakam ra, Ia berkata,
كان
النبي صلى الله عليه وسلم إذا بال توضأ وينتضح)
"Jika
Rasulullah Saw selesai membuang air kecil, beliau berwudhu dan memercikkan
air." (Abu Dawud (166), Nasai (135), Ahmad (3/410)
Dalam
riwayat yang lain, Hakam berkata,
وفي
رواية: (رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم بال ثم نضح فرجه)
"Saya
melihat Rasulullah Saw membuang air kecil, kemudian beliau memercikkan air pada
kemaluannya."
وكان
ابن عمر ينضح فرجه حتى يبل سراويله
Ibnu
Umar juga selalu menyiramkan air pada kemaluannya sampai celananya basah.
15.
Hendaklah mendahulukan kaki kiri ketika hendak memasuki jamban, dan
mendahulukan kaki kanan ketika keluar dari jamban sambil berdoa,
غفرانك
"Aku
memohon ampunan-Mu."
Aisyah
ra, berkata,
أن
النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا خرج من الخلاء قال: غفرانك رواه الخمسة إلا النسائي
Bahwasannya
Nabi Saw bila hendak keluar dari jamban, beliau membaca, "Ghufranaka (Aku
memohon ampunan-Mu (ya Alllah)". HR. Imam yang lima (Abu Dawud (20),
Tirmidzi (7), Ibnu Majah (300), Ahmad (6/155)
وحديث
عائشة أصح ما ورد في هذا الباب كما قال أبو حاتم
Abu
Hatim berkata, "Berkaitan dengan masalah ini, hadits yang bersumber dari
Aisyah ini lah yang paling sahih.
Ada
juga sebuah riwayat dengan sanad yang dhaif, sebagai berikut, Bahwasannya
Rasulullah Saw setelah buang hajar, beliau membaca do'a.
الحمد
لله الذي أذهب عني الاذى وعافاني
"Segala
puji bagi Allah, Dzat yang telah menghilangkan penyakit dariku dan memberi
kesehatan kepadaku." (Ibnu Majah (301), Ibnu Sina dalam amal al yaum wa al
lail (22)
Sesekali
Rasulullah Saw juga membaca doa berikut,
الحمد
لله الذي أذاقني لذته، وأبقى في قوته، وأذهب عني أذاه
"Segala
puji bagi Allah, Dzat yang telah memberi kenikmatan kepadaku, mengekalkan
kekuatan padaku dan menghilangkan penyakit dari diriku." (Ibnu Sina dalam amal al yaum wa al lail (25)
dari Ibnu Umar.
Referensi
:
Fiqih as-Sunnah karya Syekh Sayyid Sabiq (hal. 25-28).
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.