4 Hal yang Akan Dipinta Pertanggung Jawaban Di Akhirat

 4 Hal yang Akan Dipinta Pertanggung Jawaban Di Akhirat

4 hal yang dipinta pertanggung jawaban di akhirat ialah :

1. Umur

2. Harta

3. Ilmu

4. Badan

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أربع : عن عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

Artinya: “Dua kaki seorang hamba tidak akan bergerak (pada hari kiamat) sehingga dia ditanya tentang umurnya, kemana dihabiskan, tentang ilmunya apakah yang telah dilakukan dengan ilmunya, tentang hartanya dari mana diperolehi dan kemana dibelanjakan dan tentang tubuh badannya untuk apa digunakannya.” (HR at-Tirmizi dari Abi Barzah Al Aslami).


Dalam riwayat Al Bazar dan Ath Thabrani ada tambahan – melalui sahabat Muadz bin Jabal-, bahwa yang akan ditanyakan juga ialah masa muda.

ﻭﻋﻦ ﺷﺒﺎﺑﻪ ﻓﻴﻤﺎ ﺃﺑﻼﻩ

(Dan tentang umurnya dihabiskan untuk tujuan apa).

Mari kita simak ringkasan dari 4 hal tersebut :

Pertama, Umur

Umur adalah gabungan dari pada detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun yang merupakan pemberian dari Allah kepada setiap manusia, yang mesti dimanfaatkan dalam keta'atan kepada-Nya. Agar ketika nanti dipinta pertanggung jawabannya kita dapat diluluskan dari ancaman, siksa dan mendapat ampunan Allah.

Umur panjang maupun pendek tidaklah jadi ukuran seseorang mendapatkan kebaikan, karena nyatanya ada juga yang panjang umur tapi penuh dengan kemaksiatan. Maka yang mesti dijadikan ukuran seseorang mendapatkan kebaikan dari umurnya ialah, ialah ia mampu memanfaatkannya dalam beribadah kepada Allah.

Sebaik-baiknya manusia ialah yang panjang umur dibarengi dengan shaleh amalnya. Sebaliknya seburuk-buruknya manusia ialah yang panjang umurnya dibarengi dengan buruk amalnya.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ

Dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari bapaknya, bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasûlullâh, siapakah manusia yang terbaik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab, “Orang yang berumur panjang dan buruk amalnya”. (HR. Ahmad; Tirmidzi; dan al-Hâkim. Dishahihkan oleh al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb, 3/313, no. 3363, Maktabul Ma’arif, cet. 1, th 1421 H / 2000 M)

قال الطيبي -رحمه الله -: إن الأوقات والساعات كرأس المال للتاجر، فينبغي أن يتجر فيما يربح فيه، وكلما كان رأس المال كثيرا كان الربح أكثر، فمن مضى لطيبه فاز وأفلح، ومن أضاع رأس ماله لم يربح وخسر خسرانا مبينا".

Ath-Thibi berkata: sesungguhnya waktu itu bagaikan modal utama bagi seorang saudagar. Sudah sepantasnya ia berniaga dalam hal yang bisa mendatangkan keuntungan. Dan setiap kali modal hartanya banyak, maka begitupun dengan keuntungannya. Maka barangsiapa yang memanfaatkan umurnya dengan memperbagus amalnya, sungguh ia telah menang dan beruntung. Namun barangsiapa yang menyia-nyiakan modal hartanya, ia tidaklah mendapat keuntungan, bahkan ia merugi dengan kerugian yang sebesar-besarnya. (Tuhfatul Ahwadzi 6/512).

Sedikitpun waktu yang lalai dari keta’atan akan dipinta pertanggung jawaban, maka penuhilah umur dengan membiasakan keta’atan sehingga keta’atan tersebut menjadi ringan dilakukan.

Dalam mengelola umur seorang muslim mesti berbeda dengan kaum kafir. Panjangnya umur mereka bukannya menambah keta’atan justru menambah dosa dan maksi’at dan mereka diberi tangguh tidak lain melainkan sebagai sungkunan istidraj hanya akan menambah dosa.

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِّأَنفُسِهِمْ ۚ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ (178)

Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. (QS. Ali Imran [3] ayat 178).

Kedua Harta, harta yang dimiliki oleh setiap manusia merupakan pemberian dari Allah. Dari harta tersebut ada hak orang fakir miskin yang mesti dikeluarkan, karena itulah kemanfaatan harta dapat berputar kepada orang-orang yang lemah. Jika harta ditahan dan tidak dikeluarkan dalam kebaikan maka ia akan memaksakan keluar untuk kedurhakaan. Dan orang yang bakhil akan mendapatkan siksa di mana nanti di akhirat hartanya tadi akan dikalungkan pada lehernya seperti pada QS Ali Imran ayat 180 dan harta emas dan perak yang ditahan akan dipanaskan lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan pungguh mereka seperti pada QS At-Taubah ayat 31.

Allah Swt berfirman :

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."(QS. Ali Imran [3] ayat 92).

 

Mengeluarkan harta dalam Islam, ada yang disebut Zakat, shadaqoh dan Infak. Pada hakikatnya hal tersebut sebagai bukti keta’atan sebagai kebaikan dan keberkahan untuk pelakunya dan kemanfaatannya yang besar bagi terlaksananya berbagai kebaikan yang bukan hanya dirasakan oleh orang-orang yang lemah namun juga orang-orang yang berkecukupan.

Rasulullah Saw bersabda :

نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ

Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shalih.” (HR. Ahmad 4/197. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).

Yang dimaksud orang yang shalih adalah orang yang memperhatikan dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama. (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390)

Harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia dan akhirat (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390). Ini tentu saja yang pintar mengolahnya adalah hamba Allah yang shalih yang mengerti kedua maslahat ini. Maka tepatlah maksud di atas bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang dikelola orang yang shalih.

Ketiga ilmu. Ilmu pada hadits tersebut bermakna umum mencakup ilmu agama dan dunia. Namun yang wajib dipelajari adalah ilmu agama, karena ialah dasar dari kebaikan semua perkara. Dengan ilmu agama kita dapat mengetahui mana yang benar dan salah. Dan mampu mengamalkan yang baik dan menjauhi yang buruk. Adapun ilmu dunia bisa menjadi wajib jika hal itu menjadi perantara kebaikan akhirat.

Ilmu agama tentu akan lebih bermanfaat bila diajarkan dan diamalkan sementara ilmu agama yang bila tidak diajarkan dan tidak diamalkan tentu tidak akan bermanfaat.

 

Ada sebuah hadits dhaif yang menerangkan :

اُغْدُ عَالِمًا اَوْ مُتَعَلِّمًا اَوْ مُسْتَمِعًا اَوْ مُحِبًّا وَلاَ تَكُنِ الْخَامِسَ فَتَهْلِك.

Jadilah orang yang berilmu atau pencari ilmu atau pendengar atau pecinta dan janganlah engkau menjadi yang kelima maka engkau akan binasa. (HR. Ad-Darimi dalam sunannya).

Hadits tersebut di segi isnadnya ada yang lemah karena Hasan Al-Bashri ia menyampaikan dengan shighot ‘anmaka hadits tersebut bukan sabda Nabi Saw. Namun bisa ambil darinya pelajaran, tapi jangan yakini itu sebagai sabda Nabi Saw.

Rasulullah saw. bersabda :

مَنْ عَمِلَ بِما عَلِمَ وَرَّثَهُ اللهُ عِلْمَ ما لَمْ يَعْلَمْ

Artinya : Barangsiapa mengamalkan apa yang telah ia ketahui, niscaya Allah akan menganugerahkan pengetahuan tentang apa yang belum ia ketahui. (HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya’, 10:14-15. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa riwayat ini maudhu’ atau palsu. Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah, no. 422)

Keempat badan.

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah kekuatan dan kesehatan badannya, digunakan untuk apa ?. Dalam ketaatan kepada Allah atau dalam kemaksiatan kepada-Nya? Jika seluruh anggota badan digunakan untuk berbuat taat kepada Allah, maka akan senang dan beruntung. Sebaliknya, jika menggunakannya untuk bermaksiat, maka akan merugi dan buntung.  

Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat, ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda, setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us