Lailatul Qadar berarti malam kemuliaan. Lailatul Qadar itu ada dua macam: Lailatul Qadar saat diturunkan Al-Qur’an dan Lailatul Qadar yang terjadi setiap bulannya.
Terkait Lailatul Qadar saat
diturunkannya Al-Qur’an disebutkan dalam firman Allah Swt,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ
الْقَدْرِ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ
مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ
رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya
(Al-Qur'an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para
malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.
Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr [97] ayat 1 – 5).
Pada ayat lain disebutkan juga, Lailah
Mubarakah, sebagaimana firman Allah Swt :
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ
مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada
malam yang diberkahi. ) Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan. (QS.
Ad-Dukhan [44] ayat 3).
Maksudnya diturunkan Al-Qur’an secara
keseluruhan, karena Al-Qur’an itu diturunkan dua kalil; pertama, diturunkan
secara keseluruhan dan kedua, diturunkan secara berangsur-angsur.
Ibnu Abbas dan yang lain berkata :
أنْزَلَ اللهُ
القُرْأَنَ جُمْلَةً وَاحِدَةً مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوْظِ إلَى بَيْتِ
الْعِزَّةِ مِنَ السَّمَاءِ الدُنْيَا، ثُمَّ نَزَّلَ مُفَصَّلاً بِحَسْبِ
الْوَقَاِئِعِ فِيْ ثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ سَنَةً عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله
عليه وسلم.
Allah telah menurunkan al-Qur’an secara
keseluruhan dari Lauh Mahfuzh ke Bait al-Izzah dari langit dunia, kemudian Ia
menurunkannya sebagian-sebagian menurut kejadian-kejadian, selama 23 tahun,
kepada Rasulullah Saw.[1]
Keterangan tersebut menunjukkan tidak
ada dalil bahwa al-Qur’an turun pada tanggal 17 Ramadhan.
Berkaitan dengan Lailatul Qadar yang
terjadi setiap bulan Ramadhan disebutkan dalam hadits, sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عُمَرَ قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأنَا اَسْمَعُ
– عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَقَالَ : هِيَ فِيْ كُلِّ رَمَضَانَ.
Dari Abdullah bin Umar, dia berkata;
Rasulullah Saw pernah ditanya – dan aku mendengar – mengenai Lailatul Qadar,
beliau bersabda, “Lailatul Qadar itu terjadi pada setiap bulan Ramadhan.” (HR.
Abu Dawud).
Rasulullah Saw menyebutkan keutamaan
beribadah pada malam tersebut dalam sebuah hadits:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفَرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفَرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مَنْ ذَنْبِهِ.
Dari Abu Hurairah Ra, dari Nabi Saw
bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan shaum Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan
barangsiapa yang bangun pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala
maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari).[2]
Adapun tentang waktunya, Rasulullah Saw
menyampaikan bahwa malam tersebut terjadi pada salah satu malam dari sepuluh
hari terakhir yang ganjil pada setiap bulan Ramadhan. Hal ini sebagaimana
disebutkan pada hadits berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْها قَالَتْ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: تحَرَّوا
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
Dari Aisyah Ra, bahwasannya, Rasulullah
Saw bersabda, “Carilah Lailatul Qadar pada malam yang ganjil dalam sepuluh
malam yang akhir dari Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari).[3]
Oleh karena itu, Rasulullah Saw pun
lebih meningkatkan kesungguhan dan konsentrasi ibadah pada sepuluh malam
terakhir tersebut.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْها قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم إذَا دَخَلَ
الْعَشْرُ أحْيَا الْلَّيْلَ وَاَيْقَظَ أهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ.
Dari Aisyah Ra, ia berkata, Ketika Rasulullah
Saw memasuki sepuluh terakhir (Ramadhan), maka beliau menghidupkan
malam-malamnya dan membangunkan keluarganya serta mengencangkan ikatan kainnya
(menjauhi istrinya untuk lebih konsetrasi beribadah). (HR. Muslim).[4]
Lailatul Qadar tersebut kepastian
waktunya tidak diketahui dengan pasti dan tidak ada tanda-tanda khusus padanya.
Tidak dipastikannya Lailatul Qadar ini akan menjadi lebih baik bagi kaum
muslimin, karena mereka bersungguh-sungguh beribadah bukan hanya satu malam itu
saja. Hal ini sebagaimana diterangkan pada sebuah hadits:
عَنْ عُبَاَدَةَ بْنِ
الصَامِتِ قَالَ خَرَجَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لِيُخْبِرُنَا بِلَيْلَةِ
الْقَدْرِ فَتَلاَحَى رَجُلاَنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ فَقَالَ خَرَجْتُ
لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ فَرُفْعَتْ
وَعَسَى أنْ يَكُوْنَ خَيْرًا لَكُمْ فَالْتَمِسُوْهَا فِيْ التَّاسِعَةِ
وَالسَّابِعَةِ وَالخَامِسَةِ.
Dari Ubadah bin Ash-Shamit ia berkata:
Nabi Saw keluar untuk memberitahukan kami tentang Lailatul Qadar. Tiba-tiba ada
dua orang dari kaum muslimin yang saling berselisih. Akhirnya beliau bersabda:
“Aku datang untuk memberitahu kalian tentang waktu terjadinya Lailatul Qadar
namun fulan dan fulan saling berselisih sehingga kepastian waktunya diangkat
(menjadi tidak diketahui). Namun semoga kejadian ini menjadi kebaikan buat
kalian, maka carilah pada malam yang kesembilan, ketujuh dan kelima (pada
sepuluh malam akhir dari Ramadhan).”(HR. Al-Bukhari).[5]
Pada sabdanya tersebut Rasulullah Saw
menegaskan: “Semoga peristiwa ini menjadi kebaikan buat kalian.”
Terkait dengan pernyataan tersebut,
al-Hafizh Ibnu Hajar menerangkan,
فِي الرَفْعِ خَيْرٌ
مَرْجُوٌّ لِاِسْتِلْزَامِهِ مَزِيْدَ الثَّوَابِ لِكَوْنِهِ سَبَبًا لِزِيَادَةِ
الْإجِتِهَادِ فِيْ إلْتِمَاسِهَا.
“Pada diangkatnya (tidak ada kepastian
waktunya) terdapat kebaikan yang diharapkan, karena akan menyebabkan pahala
bertambah, sebab hal itu akan menjadi penambah kesungguhan dalam mencarinya.[6]
Pada sebuah riwayat, ada doa khusus yang
diajarkan Rasulullah Saw bila berada pada malam Lailatul Qadar tersebut
sebagaimana yang disampaikan Aisyah Ra,
قَالَ عَائِشَةُ يَا
نَبِيَ اللهِ أَرَأَيْتَ إنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَقُوْلُ قَالَ:
تَقُوْلِيْنَ : اللهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبٌّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي.
Aisyah berkata, Wahai Nabi Allah!
Bagaimana menurutmu jika saya berada pada malam Lailatul Qadar, apa yang harus
saya ucapkan ?” Rasulullah Saw menjawab, “Hendaklah kamu mengucapkan: (Ya
Allah, Engkau maha Pengampun, Engkau suka mengampuni, maka ampunilah aku).”
(HR. Ahmad).[7]
Masalah seputar Shaum Ramadhan dan Idul Fithri Karya Dewan Hisbah PP Persis (hal. 58-62).
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.