Waktu dan Kaifiyah (Tatacara) Shalat Tarawih

 

Waktu dan Kaifiyah (Tatacara) Shalat Tarawih

1.     Waktu Shalat Tarawih

عَنْ أبِيْ ذَرٍ قَالَ صُمْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنَ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ وَقَامَ بِنَا فِيْ الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْنَا لَهُ يَا رَسُوْلِ اللهِ، لَوْ نَفَلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ فَقَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ ثَلاَثٌ مِنَ الشَّهْرِ وَصَلَّى بِنَا فِيْ الثَّالِثَةِ وَدَعَا أَهْلَهُ وَنِسَائَهُ فَقَامَ بِنَا حَتَّى تَخَوَّفْنَا الْفَلاَحَ قُلْتُ لَهُ وَمَا الْفَلاَحُ، قَالَ السُحُوْرُ.

Dari Abu Dzar berkata, "Kami shaum Ramadhan bersama Rasulullah Saw, namun beliau tidak shalat malam bersama kami sampai tersisa tujuh hari dari Ramadhan. Lalu beliau shalat bersama kami hingga sepertiga malam. Kemudian beliau tidak shalat bersama kami pada malam kedua puluh enam. Beliau shalat bersama kami pada malam kedua puluh lima, hingga lewat tengah malam. Kami berkata kepada beliau: 'Seandainya anda jadikan sisa malam ini untuk kami melakukan shalat nafilah'. Beliau bersabda, 'Barangsiapa yang shalat fardhu bersama imam, hingga selesai, diberi baginya pahala shalat satu malam." Kemudian Nabi Saw tidak shalat lagi bersama kami hingga tersisa tiga malam dari bulan Ramadhan. Beliau shalat bersama kami untuk ketiga kalinya, dengan mengajak keluarga dan istri-istri beliau. Lalu beliau shalat hingga kami takut akan ketinggalan al falah. (Jubair) bertanya, 'Apa al Falah? Dia menjawab, "Sahur". (HR. At Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, II: 158).

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ القَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الخَطَابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُوْنَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى اُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يَصَلُّوْنَ بِصلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُوْنَ عَنْهَا أفْضَلُ مِن الَّتِي يَقُوْمُوْنَ يُرِيْدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ أوَّلَهُ.

Dari Abdurrahman bin Abdul Qari bahwa dia berkata, "Aku keluar bersama Umar bin al Khathab Ra pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-terpisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh makmum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka Umar berkata, "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu Umar berkata, "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini". Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, III:45).

Berdasarkan dua keterangan di atas dapat diketahui bahwa shalat tarawih dilaksanakan secara berjama'ah di awal malam, tengah malam atau akhir malam selama masih dalam waktu shalat malam yaitu mulai setelah shalat Isya sampai terbit Fajar. Namun para shahabat mengerjakannya pada awal malam, karena pada waktu tersebut lebih memungkinkan untuk dikerjakan secara berjama'ah.

Kendati pun demikian, secara keutamaan waktu, lebih utama dilaksanakan pada sepertiga malam terakhir sebagaimana perkataan Umar bin al Khaththab. Hal tersebut sejalan dengan hadits berikut :

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ فِيْ الَّيْلِ لَسَاعَةٌ لاَ يُفَوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُنْيَا وَالآخِرَةِ إلاَّ أعْطَاهُ إيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ.

Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya pada malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya. (HR. Muslim, shahih Muslim, II:175).

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إلَّى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثَ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُوْلُ مَنْ يَدْعُوْنِي فَأسْتَجِيْبَ لَهُ، مَنْ يَسْألُنِي فَأُعْطِيَهُ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ.

Dari Abi Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, "Rabb kita tabaraka wa ta'ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berfirman: "Siapa yang berdoa pada-Ku, aku akan memperkenalkan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Ku beri. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Ku ampuni." (HR. Muslim, shahih Muslim, II : 175).

2.     Kaifiyat Shalat Tarawih

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

Dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bahwasannya dia pernah bertanya kepada ‘Aisyah Ra tentang cara shalat Rasulullah Saw di bulan Ramadhan. Maka Aisyah Ra, menjawab, “Tidaklah Rasulullah Saw melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at, dan jangan kamu tanyakan tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat empat raka’at lagi dan jangan kamu tanyakan tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat tiga raka’at.” Aisyah Ra berkata : “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Anda tidur sebelum melaksanakan witir ?’ beliau menjawab, “Kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur.” (HR. al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, IV: 191).

Kami belum menemukan hadits yang shahih dan sharih (jelas) yang menunjukkan kaifiyat shalat malam pada bulan Ramadhan selain dari hadits Aisyah yaitu berjumlah sebelas raka'at dengan formasi 4 raka'at, 4 raka'at dan 3 raka'at.

Hadits-hadits yang dijadikan dalil kaifiyat shalat tarawih selain sebelas raka'at dengan formasi 4-4-3, shahih tapi tidak sharih atau sebaliknya sharih tapi tidak shahih. Sebagai berikut :

Pertama, Shahih tapi tidak sharih :

 

عَنِ ابْنِ عَمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِيْ صَلاَةِ اللَّيْلِ قَالَ: مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ اجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِهِ.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw yang pada saat itu sedang di atas mimbar, “Bagaimana cara shalat malam?’ Beliau menjawab, “Dua raka’at-dua raka’at. Apabila dikhawatirkan masuk Shubuh maka shalatlah satu raka’at sebagai witir (penutup) bagi shalat sebelumnya.” Ibnu Umar berkata, “Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi Saw memerintahkan demikian.” (HR. Al-Bukhari, shahih Al-Bukhari, I: 102).

Hadits di atas menunjukkan umum bahwa shalat malam formasinya dua raka'at-dua raka'at tidak menunjukkan secara sharih kaifiyat pada bulan Ramadhan, namun kemumuman hadits tersebut dikecualikan oleh hadits Aisyah di atas bahwa Rasulullah Saw shalat pada bulan Ramadhan dengan formasi 4-4-3, sehingga formasi 2-2 yang diakhiri dengan witir dikerjakan di luar Ramadhan.

Kedua, Sharih tapi tidak shahih.

 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص يُصَلِّي فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ فِيْ غَيْرِ جَمَاعَةٍ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَالوِتْرَ.

Dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Nabi Saw shalat pada bulan Ramadhan tanpa berjama'ah dua puluh raka'at dan (ditambah) witir." (HR. Al Baihaqi, as Sunan al Kubra, II: 496).

 Hadits ini dhaif karena semua sanadnya melalui seorang rawi dengan kun-yah Abu Syaibah, nama lengkapnya Ibrahim bin Utsman bin Khuwaisari Al Absiy (seorang maula Al-Absy) Abu Syaibah Al Kufi Qadi Wasit.

Muawiyah bin Shalih mengatakan dari Yahya bin Ma'in, ia berkata, 'Ia dhaif.' Imam al Bukhari berkata, 'Sakatu 'anhu.' (Para ulama hadits meninggalkan haditsnya)." Abu Dawud berkata, "Dha'iful hadits." At-Tirmidzi berkata, "Munkar al Hadits." An-Nasai dan Abu Bisyr Ad Dulabi berkata, "Matruk al Hadits." Abu Hatim berkata, "Dhaif al Hadits, Sakatu 'anhu, dan para ulama meninggalkan haditsnya."

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ ثَمَانِ رَكَعَاتٍ وَأَوْتَرَ.

Dari Jabir bin Abdillah Ra, ia berkata, "Rasulullah Saw shalat mengimami pada bulan Ramadhan dengan delapan raka'at kemudian shalat witir. (HR. Ath-Thabrani, al Mu'jam ash Shaghir I: 317).

Dalam sanadnya ada rawi yang bernama Isa bin Jariyah al Anshari al Madani, Ibnu Adi berkata, "Hadits-haditsnya tidak mahfuzh." Ibnu Hajar berkata, "Padanya ada kelemahan." Imam Nasai berkata, "Dia itu matruk." Abu Dawud berkata, "Dia munkarul hadits."

Kesimpulan :

1.     Berdasarkan hadits yang shahih dan sharih, formasi tarawih jumlahnya 11 raka'at dengan formasi empat, empat dan tiga. Adapun formasi dan jumlah selain di atas, tidak terlepas dari ketidakjelasan secara matan dan kelemahan secara sanad.

2.     Tidak ditemukan dalil bahwa Rasulullah Saw menyelang dengan tidur di antara paket raka'at dalam formasi shalat tarawih, apakah dengan mengawalkan witir atau mengakhirkannya.

3.     Tidak ditemukan dalil bahwa Rasulullah membaca shalawat di antara formasi shalat tarawih.

Disalin Dari Buku Masalah seputar shaum Ramadhan dan 'Idul Fithri (hal. 44-50).

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us