SOAL : Bagaimana hukum berdzikir (tahlilan), dan selamatan di rumah ahli mayit pada tiga harinya dan seterusnya ?
JAWAB : Berdzikir atau tahlil itu maksudnya di sini adalah membaca La ilaha
illallahu. Bacaan itu itu baik sekali, tetapi tidak selamanya barang baik itu
menjadi baik bila mana dikerjakannya bukan pada tempatnya.
Shalat itu baik, tetapi jikalau di kerjakan bukan pada
masanya yang tertentu, niscaya menjadi tidak baik.
Adapun berdzikir di rumah orang kematian itu Nabi Saw dan
shahabatnya tak pernah menjalankannya atau memerintahkannya.
Hal ini tidak ada khilafnya, di antara sekalian ulama-ulama
ahlufiqih yang masyhur, terlebih-lebih imam yang empat. Maka keterangan ini
menunjukkan, bahwa berdzikir dengan cara yang tersebut itu adalah bid’ah
belaka.
Mengerjakan selamatan sebagaimana yang biasa berlaku di tanah
Indonesia ini, hukumnya bid’ah ; dan bid’ah yang tersebut itu seringkali
mencelakakan orang-orang yang tiada mampu yang terkadang menjual
barang-barangnya atau menggadaikannya atau meminjam uang guna mengadakan
selamatan, sehingga dengan hal ini mereka bisa menjadi tambah susah dan tambah
miskin.
Sesungguhnya menurut fikiran yang waras, bahwa orang yang
susah itu tidak boleh dibikin tambah kesusahannya, tetapi harus diberi
kesenangan yang bisa menghilangkan kesusahannya. Lantaran itu Nabi Saw menyuruh
supaya ahlulmayit itu diberi makanan yang cukup.
قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ
جَعْفَرٍ لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرٍ حِيْنَ قُتِلَ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله
عليه وسلم: اصْنَعُوْا لآَلِ جَعْفَرٍ طَعَمًا فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يُشْغِلُهُمْ.
(ح.ص.ر احمَد وَابُوْ دَاوُدَ والترمذِي وابْنُ مَاجه وَالشَّافِعِي وَالطَبرَانِي)
Artinya: Telah berkata Abdullah bin Ja’far : Pada ketika
tersiar khabar terbunuhnya Ja’far, bersabda Nabi Saw, hendaklah kamu bikinkan
makanan untuk ahli rumah Ja’far, lantara mereka itu telah kedatangan perkara
yang menyusahkan mereka. (HSR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Syafi’i
dan Thabarani).
Hadits ini menunjukkan, bahwa menurut sunnah, hendaklah
ahlumayit itu diberi makanan, bukan mereka yang mesti memberi makanan,
sebagaimana keadaan yang berlaku sekarang ini.
Adapun orang-orang yang bersama makan di rumahnya ahlul
mayit, hukumnya sebagaimana yang tersebut di bawah ini :
قَالَ جَرِيْرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْبَجَلِيُّ: كُنَّا
نَعُدُّ الإِجْتِمَاعِ إلىَ أَهْلِ المَيِّتِ وَصَنْعَةَ الْطَعَامِ بَعْدَ
دَفْنِهِ مِنَ النِيَاحَةِ. (روَايَة صَحِيْحية رَواهَا احمد وابْن ماجه).
Artinya : Telah berkata Jarir bin Abdillah Al-Bajali, Adalah
kita (sekalian Shahabat) menganggap bahwa berkumpul-kumpul di rumah
ahlil-mayit, dan membuat makanan sesudah ditanam itu masuk bilangan meratap. (R. Shahih oleh Ahmad dan Ibnu
Majah).
رُوِيَ أَنَّ جَرِيْرًا وَفَدَ
عَلَى عُمَرَ فَقَالَ: هَلْ يُنَاحُ عَلَى مَيِّتِكُمْ قَالَ: لاَ، قَالَ وَهَلْ
يَجْتَمِعُوْنَ عِنْدَ اهْلِ الْمَيِّتِ وَيَجْعَلُوْنَ الطَّعَامَ، قَالَ:
نَعَمْ، قَالَ : ذَلِكَ النَّوْحُ. (المُغْنِي لابْنِ قُدامَة 2 : 413)
Artinya : Telah diriwayatkan, bahwa Jarir pernah datang
kepada Umar, lalu Umar bertanya, “Adakah diratapkan atas mayit di kaum
kamu ?, ia menjawab, Tidak!, lalu bertanya pula, ‘Adakah orang-orang berkumpul
di rumah ahlul mayit dan membuat makanan ? ia menjawab, “Ya! Maka berkata Umar
: Yang demikian itu ratapan.” (Mughni Ibnu Qudamah).
Telah terbukti dari dua riwayat ini, bahwa sekalian shahabat
telah mufakat atas melarang orang-orang berkumpul dan makan-makan di rumah ahli
mayit, keadaan yang sedemikian ini dinamakan oleh mereka ratapan, sedangkan
meratap itu, hukumnya haram.
Soal-Jawab A Hassan (1-2) hal. 126 – 217.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.