Shalat ‘Id Munfarid (Sendirian), Bolehkah ?

Sebagaimana telah dimaklumi bahwa sebelum melaksanakan Shalat ‘Id dianjurkan untuk melakukan beberapa pekerjaan, di antaranya mandi, mewangikan badan, makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘Idul Fithri (pada ‘Idul Adha tidak dianjurkan secara khusus), keluar menuju tanah lapang (terbuka), menanggalkan senjata, dan bertakbiran sampai terlihat imam/khatib naik mimbar (takbir baru dihentikan).

Pekerjaan-pekerjaan sebelum melaksanakan shalat ‘Id ini memberikan arahan bahwa shalat ini tidak dilakukan dengan munfarid (sendirian). Karena tidak ada shalat munfarid yang dianjurkan agar dikerjakan di tanah lapang secara khusus.

Dalam beberapa hadits diterangkan sebagai berikut :

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ، قَالَ: مِنَ السُّنَّةِ أنْ تَخْرُجَ إلَى الْعِيْدِ مَاشِيًا وَاَنْ تَأْكُلَ شَيئًا قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ.

Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata : “Termasuk sunnah Nabi Saw engkau keluar menuju ‘Ide dengan berjalan kaki dan makan sebelum keluar pergi (ke lapangan tempat shalat ‘Id).” (HR. At-Tirmidzi).[1]

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَابُوْ بَكْرٍ وَعُمَرَ يُصَلُّوْنَ الْعِيْدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ.

Dari Abdullah bin Busr shahabat Rasulullah Saw bahwa ia keluar bersama orang-orang hari ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Maka ia mengingkari keterlambatan imam dan ia berkata, “Sesungguhnya kami telah selesai pada saat kami (seperti) ini. Dan itu ketika tasbih (waktu shalat dhuha). (HR. At-Tirmidzi).[2]

Hadits-hadits tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah Saw dan para shahabat beliau senantiasa mengerjakan shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha dengan berjama’ah. Selain itu khutbah ‘Id merupakat paket yang tidak terpisahkan dari ibadah hari raya keduanya.

Mengenai orang yang ketinggalan shalat ‘Id, dalam kitab al-Bukhari diterangkan sebagai berikut :

بَابُ إذَا فَاتَهُ الْعِيْدُ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَكَذَلِكَ النِّسَاءُ وَمَنْ كَانَ فِيْ البُيُوْتِ وَالْقُرَى لِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم هَذَا عِيْدُنَا أهْلَ الْإسْلاَمِ وَاَمَرَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ مَوْلاَهُمْ ابْنَ أَبِي عُتْبَةَ بِالْزَوِيَّةِ، فَجَمَعَ أَهْلَهُ وَبَنِيْهِ وَصَلَّى كَصَلاَةِ أهْلِ الْمِصْرِ وَتَكْبِيْرِهِمِ، وَقَالَ عِكْرِمَةُ أهْلُ السَّوَادِ يَجْتَمِعُوْنَ فِيْ الْعِيْدِ يُصَلُّوْنَ رَكْعَتَيْنِ كَمَا يَصْنَعُ الإِمَامُ وَقَالَ عَطَاءٌ إذَا فَاتَهُ الْعِيْدُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ.

Bab apabila seseorang tertinggal shalat ‘Idain, maka hendaklah dia shalat dua raka’at. Demikian pua perempuan dan orang-orang yang berada di dalam rumah dan kampung-kampung. Berdasarkan hadits Rasulullah Saw, “Ini ‘Id kita ahli Islam”. Anas bin Malik menyuruh maula-nya yaitu Ibnu Abi ‘Utbah di Zawiyah. Maka ia mengumpulkan istri dan anak-anaknya dan shalat seperti shalatnya orang-orang kota dan takbiran seperti takbirannya mereka. Ikrimah berkata, ‘Penduduk as-Sawad berkumpul pada hari ‘Ide shalat dua raka’at sebagaimana dilakukan oleh imam (besar). Atha berkata, ‘Apabila terlewat ‘Ide ia shalat dua raka’at.”[3]

Keterangan-keterangan ini menunjukkan bahwa yang terlambat tidak mengikuti bersama imam, maka ia mengerjakannya bersama yang lain dan dilakukan dengan berjama’ah.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan :

1.     Shalat ‘Id dilakukan dengan berjama’ah sesuai dengan sunah Rasulullah Saw.

2.     Shalat ‘Id dilakukan dengan munfarid menyalahi sunah Rasulullah Saw.

Lalu bagaimana bila seseorang berada di suatu tempat sendirian, dapatkah ia mengerjakannya secara munfarid ?

Jawabnya, shalat ‘Id adalah shalat berjama’ah sebagaimana sabda Rasulullah Saw dan praktik-praktik beliau dengan para shahabat beliau. Jadi, bagaimanapun keadaannya shalat ‘Id tidak dapat dilakukan dengan munfarid.

Disalin dari Buku Masalah seputar shaum Ramadhan dan 'Idul Fithri (hal. 84-86).


[1][1] Sunan At-Tirmidzi, I:664, No. 530).

[2] Sunan Abi Dawud, II: 346, No. 1135 dan Sunan Ibnu Majah, II: 347-348 No. 1317.

[3] Shahih al-Bukhari, II:401.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us