Sebagaimana telah dimaklumi bahwa sebelum melaksanakan Shalat ‘Id dianjurkan untuk melakukan beberapa pekerjaan, di antaranya mandi, mewangikan badan, makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘Idul Fithri (pada ‘Idul Adha tidak dianjurkan secara khusus), keluar menuju tanah lapang (terbuka), menanggalkan senjata, dan bertakbiran sampai terlihat imam/khatib naik mimbar (takbir baru dihentikan).
Pekerjaan-pekerjaan sebelum melaksanakan shalat ‘Id ini
memberikan arahan bahwa shalat ini tidak dilakukan dengan munfarid (sendirian).
Karena tidak ada shalat munfarid yang dianjurkan agar dikerjakan di
tanah lapang secara khusus.
Dalam beberapa hadits diterangkan sebagai berikut :
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ
طَالِبٍ، قَالَ: مِنَ السُّنَّةِ أنْ تَخْرُجَ إلَى الْعِيْدِ مَاشِيًا وَاَنْ
تَأْكُلَ شَيئًا قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ.
Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata : “Termasuk sunnah Nabi
Saw engkau keluar menuju ‘Ide dengan berjalan kaki dan makan sebelum keluar
pergi (ke lapangan tempat shalat ‘Id).” (HR. At-Tirmidzi).[1]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَابُوْ بَكْرٍ
وَعُمَرَ يُصَلُّوْنَ الْعِيْدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ.
Dari Abdullah bin Busr shahabat Rasulullah Saw bahwa ia
keluar bersama orang-orang hari ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Maka ia
mengingkari keterlambatan imam dan ia berkata, “Sesungguhnya kami telah selesai
pada saat kami (seperti) ini. Dan itu ketika tasbih (waktu shalat dhuha). (HR.
At-Tirmidzi).[2]
Hadits-hadits tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah Saw dan
para shahabat beliau senantiasa mengerjakan shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha
dengan berjama’ah. Selain itu khutbah ‘Id merupakat paket yang tidak
terpisahkan dari ibadah hari raya keduanya.
Mengenai orang yang ketinggalan shalat ‘Id, dalam kitab
al-Bukhari diterangkan sebagai berikut :
بَابُ إذَا فَاتَهُ الْعِيْدُ
يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَكَذَلِكَ النِّسَاءُ وَمَنْ كَانَ فِيْ البُيُوْتِ
وَالْقُرَى لِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم هَذَا عِيْدُنَا أهْلَ
الْإسْلاَمِ وَاَمَرَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ مَوْلاَهُمْ ابْنَ أَبِي عُتْبَةَ
بِالْزَوِيَّةِ، فَجَمَعَ أَهْلَهُ وَبَنِيْهِ وَصَلَّى كَصَلاَةِ أهْلِ الْمِصْرِ
وَتَكْبِيْرِهِمِ، وَقَالَ عِكْرِمَةُ أهْلُ السَّوَادِ يَجْتَمِعُوْنَ فِيْ
الْعِيْدِ يُصَلُّوْنَ رَكْعَتَيْنِ كَمَا يَصْنَعُ الإِمَامُ وَقَالَ عَطَاءٌ
إذَا فَاتَهُ الْعِيْدُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ.
Bab apabila seseorang tertinggal shalat ‘Idain, maka
hendaklah dia shalat dua raka’at. Demikian pua perempuan dan orang-orang yang berada
di dalam rumah dan kampung-kampung. Berdasarkan hadits Rasulullah Saw, “Ini ‘Id
kita ahli Islam”. Anas bin Malik menyuruh maula-nya yaitu Ibnu Abi
‘Utbah di Zawiyah. Maka ia mengumpulkan istri dan anak-anaknya dan shalat
seperti shalatnya orang-orang kota dan takbiran seperti takbirannya mereka.
Ikrimah berkata, ‘Penduduk as-Sawad berkumpul pada hari ‘Ide shalat dua
raka’at sebagaimana dilakukan oleh imam (besar). Atha berkata, ‘Apabila
terlewat ‘Ide ia shalat dua raka’at.”[3]
Keterangan-keterangan ini menunjukkan bahwa yang terlambat
tidak mengikuti bersama imam, maka ia mengerjakannya bersama yang lain dan
dilakukan dengan berjama’ah.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan :
1.
Shalat ‘Id dilakukan dengan berjama’ah sesuai dengan
sunah Rasulullah Saw.
2.
Shalat ‘Id dilakukan dengan munfarid menyalahi
sunah Rasulullah Saw.
Lalu bagaimana bila seseorang berada di suatu tempat
sendirian, dapatkah ia mengerjakannya secara munfarid ?
Jawabnya, shalat ‘Id adalah shalat berjama’ah sebagaimana
sabda Rasulullah Saw dan praktik-praktik beliau dengan para shahabat beliau.
Jadi, bagaimanapun keadaannya shalat ‘Id tidak dapat dilakukan dengan munfarid.
Disalin dari Buku Masalah seputar shaum Ramadhan dan 'Idul Fithri (hal. 84-86).
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.