Ragam Penamaan Shalat Malam

 

Ragam Penamaan Shalat Malam

Ragam Penamaan Shalat Malam

Shalatul-lail, qiyamul-Lail, tahajud, witir, qiyamur ramadhan dan tarawih itu hakikatnya merujuk pada objek yang sama, yaitu shalat sunnat yang dikerjakan pada waktu malam antara Isya dan Shubuh dengan jumlah sebelas raka’at.

Berdasarkan waktu pelaksanaan, jika dilaksanakan pada waktu malam baik di dalam maupun di luar Ramadhan, maka disebut shalat-lail atau qiyamul-lail.

Jika pelaksanaan shalat sunnat malam tersebut dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu, mka disebut dengan tahajud.

Adapun berdasarkan jumlah raka’atnya yang ganjil yaitu sebelas raka’at, maka disebut dengan shalat witir. Istilah witir dapat mengandung dua pengertian. Pertama, shalat ganjil yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian formasi shalat-shalat malam atau shalat secara mandiri dalam bentuk ganjil. Kedua, shalat malam itu sendiri yang berjumlah 11 raka’at, karena jumlahnya ganjil.

Sedangkan jika di bulan Ramadhan saja disebut dengan Qiyamu ramadhan.

Khusus qiyamu ramadhan, berdasarkan sifat pelaksanaannya ada jeda atau rehat di antara dua salam, maka disebut dengan tarawih yang artinya istirahat.

Asal penamaan shalat-shalat tersebut dan dalil-dalilnya :

1.     Shalatul-Lail

عَنِ ابْنِ عَمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِيْ صَلاَةِ اللَّيْلِ قَالَ: مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ اجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِهِ.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw yang pada saat itu sedang di atas mimbar, “Bagaimana cara shalat malam?’ Beliau menjawab, “Dua raka’at-dua raka’at. Apabila dikhawatirkan masuk Shubuh maka shalatlah satu raka’at sebagai witir (penutup) bagi shalat sebelumnya.” Ibnu Umar berkata, “Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi Saw memerintahkan demikian.” (HR. Al-Bukhari, shahih Al-Bukhari, I: 102).

 

2.     Qiyamul-Lain

يٰٓاَيُّهَا الْمُزَّمِّلُۙ قُمِ الَّيْلَ اِلَّا قَلِيْلًاۙ نِّصْفَهٗٓ اَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلًاۙ اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ

Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!, Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, (yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. (QS. Al-Mujamil [73] ayat 1-4).

 

3.     Shalat Tahajud

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا

Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Isra [17] ayat 79).  

 

4.     Shalat Witir

 

Pertama, witir dalam artian shalat dengan jumlah raka’at ganjil sebagai bagian dari formasi shalat malam.

عَنِ ابْنِ عَمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِيْ صَلاَةِ اللَّيْلِ قَالَ: مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ اجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِهِ.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw yang pada saat itu sedang di atas mimbar, “Bagaimana cara shalat malam?’ Beliau menjawab, “Dua raka’at-dua raka’at. Apabila dikhawatirkan masuk Shubuh maka shalatlah satu raka’at sebagai witir (penutup) bagi shalat sebelumnya.” Ibnu Umar berkata, “Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi Saw memerintahkan demikian.” (HR. Al-Bukhari, shahih Al-Bukhari, I: 102).

 

Kedua, witir dalam artian keseluruhan raka’at yang berjumlah 11 raka’at.

عَنْ عَائِشَةَ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً كَانَتْ تِلْكَ صَلاَتُهُ تَعْنِي بِاللَّيْلِ فَيَسْجُدُ الْسَّجْدَةَ مِنْ ذَلِكَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِيْنَ آيَةً قَبْلَ أنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ.

Dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah Saw melaksanakan shalat sebelas raka’at, begitulah shalat beliau pada malam hari.  Dalam shalat tersebut beliau sujud seperti lamanya kalian membaca sekitar lima puluh ayat sebelum mengangkat kepalanya. (HR. al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, II: 25).

Imam Al-Bukhari menempatkan hadits tersebut dalam ‘Bab apa yang terdapat tentang Shalat Witir’.

5.     Qiyamur-Ramadhan

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَّنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا واحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Dari Abi Hurairah Ra, bahwasannya Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan Qiyamur ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan ihtisab (mengharap ridha Allah), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

(HR. al-Bukhari dan Muslim).

6.     Shalat Tarawih

Tarawih itu bentuk jamak dari tarwihah yang artinya satu kali istirahat seperti taslimah artinya satu kali salam dalam salam penutup shalat. shalat secara berjama’ah pada malam-malam di bulan Ramadhan disebut tarawih karena mereka berkumpul (shalat) beristirahat setiap di antara dua salam. (Fath al-Bari, IV : 210).

Lebih jelas lagi, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam al-‘Aini, beliau menyatakan, ‘Penamaan Tarwihah pada dasarnya mempunyai air duduk. Dinamakan tarwihah karena orang-orang istirahat dengan cara duduk setelah empat raka’at. (‘Umdah al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, XI: 124).

Adapun istilah Tarawih mulai muncul sejak pertengahan abad ke-1 H, hal itu terbukti pada jawaban Abu Hanifah (80 H- 150 H/699 M- 767 M) ketika ditanya oleh muridnya bernama Abu Yusuf tentang fi’il (pekerjaan) Umar. (Aujazul Masalik, II: 515).

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

Dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bahwasannya dia pernah bertanya kepada ‘Aisyah Ra tentang cara shalat Rasulullah Saw di bulan Ramadhan. Maka Aisyah Ra, menjawab, “Tidaklah Rasulullah Saw melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at, dan jangan kamu tanyakan tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat empat raka’at lagi dan jangan kamu tanyakan tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat tiga raka’at.” Aisyah Ra berkata : “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Anda tidur sebelum melaksanakan witir ?’ beliau menjawab, “Kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur.” (HR. al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, IV: 191).

Kalimat :

فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ

Yang artinya, pada bulan ramadhan dan selain Ramadhan menjadi dalil bahwa shalat tarawih (pada bulan Ramadhan) maupun shalat malam di luar Ramadhan dengan jumlah raka’atnya 11 raka’at.

Masalah seputar Shaum Ramadhan dan Idul Fithri (hal. 39-43).

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us