Firman Allah Swt :
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ
يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ
رَحْمَتَهٗ وَيَخَافُوْنَ عَذَابَهٗۗ اِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوْرًا
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al Isra [17] ayat 57).
Keterangan
:
Penulis telah menjelaskan tafsir kalimat syahadat La ilaha
illallah baik yang sesuai dengan lafazhnya maupun yang bertentangan. Hakikat
sesuatu juga bisa diketahui dari lawannya. Ada pepatah yang mengatakam,
"Dengan mengetahui lawannya, sesuatu dapat diketahui, dengan mengetahui
lawannya, kebaikan sesuatu bisa terlihat." Hakikat tauhid yang dijelaskan
penulis pada bab ini adalah mengesakan Allah dalam segala jenis ibadah,
mengimani Allah dengan hati, dan mengamalkannya dengan anggota badan.
(شَهَادَةُ أنْ لاَ إلَهَ
إلاَّ اللّه) : Dalam ilmu nahwu disebut athafud-dal
-asy-syahadah-‘alal-madlul-, yaitu tauhid. Tauhid adalah syahadat bahwa
hanya Allah Swt yang berhak disembah.
Firman Allah,
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ
يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ
"Orang-orang yang mereka seru itu,
mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang
lebih dekat (kepada Allah)."
Dalam ayat sebelumnya disebutkan,
قُلِ ادْعُوا الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ
مِّنْ دُوْنِهٖ فَلَا يَمْلِكُوْنَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلَا تَحْوِيْلًا
Katakanlah
(Muhammad), “Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, mereka
tidak kuasa untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak (pula) mampu
mengubahnya."
(QS. Al Israi 56).
Memohon kepada sesuatu yang tidak memiliki kemampuan untuk
menolak bahaya dan mendatangkan manfaat adalah perbuatan syirik, lawan dari
tauhid.
(قُلِ ادْعُوا) : Maksudnya adalah "Katakanlah, wahai Muhammad,
kepada mereka, "serulah tuhan-tuhan yang kalian sembah itu."
Kalimat ini adalah celaan bagi mereka. Namun, "Mereka tidak memiliki
kemampuan untuk menghilangkan mudharat. " Maksudnya, semua mudharat.
"Dan tidak pula memindahkannya." Maksudnya tidak sanggup memindahkan
mudharat itu dari satu tempat ke tempat lain, misalnya dari kepala ke kaki.
Hanya Allah-Iah yang menghilangkan kemudharatan dan mendatangkan manfaat.
Firman Allah,
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ
"Orang-orang yang mereka seru itu."
Diantaranya menyembah malaikat, nabi, dan orang-orang shalih.
Oleh karena itu, setelahnya disebutkan,
يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ
الْوَسِيْلَةَ
"Mereka sendiri mencari jalan kepada
tuhan mereka."
Para malaikat, nabi, dan orang-orang shalih juga mencari
jalan kepada tuhan mereka. Selain itu, mereka tidak dapat menolak atau
memalingkan bahaya. Kalau mereka saja tidak bisa, apalagi patung atau berhala,
tentu lebih tidak bisa.
AlWashilah. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan
ketaatan.
(أَيُّهُمْ أَقْرَبُ) : Yaitu dengan kesungguhan untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai amalan ketaatan.
(وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهُ
وَيَخَافُوْنَ عَذَابَهُ) : Orang-orang yang disembah ini juga
hamba Allah, maka mereka juga mengharap rahmat dari Allah dan takut kepada
adzabnya. Kalau begitu, bagaimana mungkin orang seperti ini kita sembah?
***
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖٓ اِنَّنِيْ
بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَۙ * اِلَّا الَّذِيْ فَطَرَنِيْ فَاِنَّهٗ
سَيَهْدِيْنِ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah (26). kecuali (kamu menyembah) Allah yang menciptakanku; karena sungguh, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (27). (QS. Az-Zukhruf [43] ayat 26- 27).
Keterangan :
Ayat ini merupakan tafsir tauhid secara makna. Ayat, " Sesungguhnya
aku membebaskan diri dari apa yang kalian sembah", sama dengan kalimat
"la ilaha", dan ayat, "..kecuali (Allah) Dzat yang telah
menciptakan aku" sama dengan kalimat "illallah."
Al fithru artinya al khalq.
Penulis menjelaskan bahwa makna tauhid adalah berlepas diri
dari peribadatan kepada selain Allah mengingkari, membantahnya, dan meyakini
batalnya peribadatan tersebut. Kemudian mentauhidkan Allah dalam segala jenis
peribadatan.
Penafsiran tauhid dan syahadat la ilaha illallah dan
penjelasan bab ini terbagi menjadi beberapa bagian.
***
Firman Allah,
اِتَّخَذُوْٓا
اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَالْمَسِيْحَ
ابْنَ مَرْيَمَۚ وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوْٓا اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ لَآ
اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ سُبْحٰنَهٗ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah [9] ayat 31).
Keterangan :
Ayat ini menjelaskan salah satu bentuk kesyirikan. Tauhid adalah
tidak menyembah selain Allah, tidak kepada pendeta, nabi, maupun orang-orang
shalih. Berbeda dengan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang menjadikan
rahib-rahib mereka sebagai tuhan. Begitu pula orang-orang Nasrani yang
menjadikan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan. Kedua golongan ini menyembah
pendeta atau rahib mereka. Alasannya mereka menaati pendeta dan rahib mereka
dalam perkara yang menyelisihi syariat, seperti yang dijelaskan dalam hadits
Adi bin Hatim,
فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ
"Ya, seperti itulah ibadah kepada mereka."[1]
Karena perbuatan ini, mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang
musyrik sebagaimana lanjutan ayat, "Maha suci Allah atas apa yang mereka sekutukan."
Catatan :
Berkaitan dengan quburiyyun (para penyembah kubur), yaitu orang-orang yang suka mempertuhankan ulama atau tokoh yang sudah meninggal. Kewajiban kita adalah mengingatkan mereka kepada kebenaran dan menyampaikan bahwa amalan mereka digolongkan ke dalam perbuatan kafir yang berat. Meskipun begitu, orang-orang seperti ini tidak diperangi, tetapi diberi penjelasan tentang kebenaran untuk menegakkan hujjah atas mereka. Jika terus-menerus melakukan perbuatan tersebut orang-orang seperti ini diperangi jika keadaannya memungkinkan dan dimudahkan oleh Allah.
***
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ
اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا
اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ
الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ
الْعَذَابِ
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS. Al-Baqarah [2] ayat 165).
Keterangan :
Ayat ini menunjukkan penafsiran tauhid dengan cara
menjelaskan lawannya, yaitu syirik. Orang-orang yang menjadikan Tuhan-tuhan
tandingan (selain Allah), kemudian mengagungkan, berdoa, meminta pertolongan,
dan mencintai tandingan itu dengan kecintaan yang sangat mendalam merupakan
bentuk ibadah kepada selain Allah. Inilah sesungguhnya hakikat syirik akbar.
Allah mencela dan mengancam orang-orang ini dengan neraka sebagaimana
disebutkan pada akhir ayat.
وَقَالَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا لَوْ اَنَّ لَنَا كَرَّةً
فَنَتَبَرَّاَ مِنْهُمْ ۗ كَمَا تَبَرَّءُوْا مِنَّا ۗ كَذٰلِكَ يُرِيْهِمُ
اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْ حَسَرٰتٍ عَلَيْهِمْ ۗ وَمَا هُمْ بِخٰرِجِيْنَ مِنَ
النَّارِ ࣖ
Dan orang-orang yang mengikuti berkata, “Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal per-buatan mereka yang menjadi penyesalan mereka. Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka. (QS. Al-Baqarah [2] ayat 167).
***
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah Saw bersabda,
مَنْ قَالَ لاَ إلَهَ إلاَّ
الله وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ
وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ.
“Barangsiapa mengucapkan (لاَ
إله الأ الله)
dan mengingkari sesembahan selain Allah, menjadi haramlah harta dan darahnya,
sedangkan perhitungannya terserah kepada Allah.
Keterangan :
Keterangan tentang bab ini akan
dipaparkan pada bab-bab berikutnya, Adapun kandungan bab ini menyangkut masalah
yang paling besar dan paling mendasar, yaitu pembahasan tentang makna tauhid
dan syahadat. Masalah tersebut telah diterangkan dalam bab ini dengan beberapa
hal yang cukup jelas, antara lain adalah sebagai berikut.
1.
Ayat dalam surat Isra’ Dalam ayat ini disebutkan
sanggahan terhadap orang-orang musyrik yang memohon kepada orang-orang yang
saleh. Oleh karena itu, ayat ini mengandung suatu penjelasan bahwa perbuatan
mereka itu termasuk syirik besar.
2.
Ayat dalam surat At Taubah. Diterangkan dalam ayat ini
bahwa orang-orang Ahli Kitab telah menjadikan orang-orang alim dan
pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Dijelaskan pula bahwa
mereka hanya diperintahkan untuk menyembah kepada satu sesembahan. Menurut
penafsiran yang sebenarnya mereka itu hanya diperintahkan untuk taat kepadanya
dalam hal-hal yang tidak bermaksiat kepada Allah dan tidak berdoa kepadanya.
3.
Kata-kata nabi Ibrahim As kepada orang-orang kafir,
إنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُوْنَ (26) إلاَّ الّذِيْ فَطَرَنِي.
"Sesungguhnya saya berlepas diri
dari apa yang kalian sembah kecuali ( saya hanya menyembah ) Dzat yang
menciptakanku."
Di sini beliau mengecualikan Allah
dari segala sesembahan.
Pembebasan (dari segala sesembahan yang batil), dan pernyataan setia (kepada sesembahan yang haq, yaitu Allah) adalah makna yang sebenarnya dari syahadat "La ilaha illallah."
Allah Swt
berfirman :
وَجَعَلَهَا كَلِمَةً ۢ بَاقِيَةً فِيْ
عَقِبِهٖ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَۗ
“Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid)
itu kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepada kalimat
tauhid itu).” (QS. Az-Zukhruf [43] : 28)
4. Ayat dalam surat
al-Baqarah yang berkenaan dengan orang-orang kafir yang dikatakan oleh Allah
dalam firman-Nya :
وَمَا هُمْ بِخٰرِجِيْنَ مِنَ النَّارِ
ࣖ
“Dan mereka tidak akan bisa keluar
dari neraka.” (QS.
Al-Baqarah [2] ayat 167).
Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa
mereka menyembah tandingan-tandingan selain Allah yaitu dengan mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai
kecintaan yang besar kepada Allah.
Bukan dalam ayat tersebut bahwa mereka menyembah
tandingan-tandingan selain Allah yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecintaan yang besar
kepada Allah.
Meskipun begitu, kecintaan mereka ini belum bisa memasukkan
mereka ke dalam agama Islam.
Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang cintanya kepada
sesembahan selain Allah itu lebih besar daripada cintanya kepada Allah?
Bagaimana dengan orang-orang yang hanya mencintai sesembahan
selain Allah dan tidak mencintai Allah?
5.
Sabda Rasulullah Saw :
مَنْ قَالَ لاَ إلهَ إلا الله
وَكفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ
عَلَى اللهِ
“Barangsiapa mengucapkan (لاَ إلهَ الا الله) dan mengingkari sesembahan
selain Allah, menjadi haramlah harta dan darahnya, sedangkan perhitungannya
terserah kepada Allah.”
Ini termasuk hal yang penting sekali
yang menjelaskan pengertian (لاَ إلهَ الا الله). Sebab, apa yang dijadikan
Rasulullah Saw sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekedar mengucapkan
kalimat itu dengan lisan, memahami arti dan lafalnya, atau mengetahui
kebenarannya. Bahkan, bukan pula karena tidak meminta kecuali kepada Allah saja
yang tiada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi, harus disertai dengan tidak adanya
penyembahan kecuali hanya kepada-Nya.
Jika seseorang masih ragu atau
bimbang, berarti harta dan darahnya belum menjadi haram dan terlindungi.
Betapa besar dan pentingnya makna (لاَ
إلهَ الا الله)
yang termuat dalam hadits ini . bertapa jelasnya keterangan yang dikemukakannya.
Betapa kuatnya argumentasi yang diajukan bagi orang-orang yang menentangnya.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim secara marfu’
bahwa :
مَنْ قَالَ لاَ إلهَ إلا الله
وَكفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ
عَلَى اللهِ
“Barangsiapa mengucapkan (لاَ
إلهَ الا الله)
dan mengingkari sesembahan selain Allah, menjadi haramlah harta dan
darahnya, sedangkan perhitungannya terserah kepada Allah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Sa’ad bin Thariq
Al-‘Asyja’i.
Sabda Nabi Saw, “Barangsiapa berkata la ilaaha illallah.”
Dalam riwayat lain “Barangsiapa yang mentauhidkan Allah.” Dua hadits ini
menjelaskan makna La ilaha illallah adalah tauhdi.
Sabda Nabi, “Menjadi haramlah harta dan darahnya.” Menjadi
seorang muslim dan menegakkan syari’at-syari’at Allah.
Sabda Nabi, “Sedangkan perhitungan terserah kepada Allah.” Jika ia jujur dan benar akidahnya, pasti dimasukkan ke surga. Namun, jika hanya diucapkan di mulut, tetapi tidak diyakini dalam hati, berarti ia munafik. Di dunia ini ia dihukumi sebagai orang munafik, sedangkan di akhirat nanti ia akan dimasukkan ke neraka.
Referensi : Syarah Kitab Tauhid Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz (hal 47)
Baca Juga :
- Mengamalkan Tauhid Dengan Sebenarnya Penyebab Masuk Surga
- Keistimewaan Tauhid dan Dosa-dosa yang Diampuni Karenanya
- Takut Kepada Syirik
[1] Diriwayatkan dia oleh Tirmidzi (3095), Baihaqi (10/116), Thabari dalam tafsirnya (16647, 16648), Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (10057), Ath-Thabrani dalam Kabir (218, 219), al-Khathib dalam al-Faqih wal al-Mutafaqqih (753), Al-Mizzi dalam Tahdzib al-Kamal (23/118), dan Ibnu Abil Bar secara mu’allaq dalam Jami’ bayan al Ilmi wa fadhlihi (1862). Hadits ini dishahihkan oleh Al Allamah Albani dalam Ash Shahihah (3293).
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.