Melafazhkan Niat
SOAL : Apa hukum melafazhkan niat ?
JAWAB : Masalah ini sudah terlalu banyak orang-orang bicarakan di mana-mana, maka di sini kami hendak memberi penjawaban yang umum dan terang, supaya pembaca dapat gunakan qaidah itu di mana-mana masalah yang duduknya sama dengan masalah melafazhkan niat.
1. Yang dikatakan
agama itu, ialah beberapa perintah Allah dan perintah Rasul, dan beberapa
larangan Allah dan larangan Rasul.
Perintah-peritah
itu ada dua macam.
Perintah
yang berhubungan dengan keduniaan,
Kedua,
perintah-perintah yang berhubungan dengan hal Ibadat.
Perintah-perintah keduniaan itu,
meski kita kerjakan, tetapi cara-caranya tidak mesti sama dengan perbuatan Nabi
Saw, seperti perang, umpamanya, Nabi kita lakukan dengan pedang dan panah, maka
tidak ada halangan kita kerjakan dengan senapan dan meriam, karena yang
diperintah dan yang dimaksudkan itu perangnya bukan caranya.
Adapun perintah-perintah yang
berhubungan dengan hal Ibadat itu, wajib kita kerjakan menurut sebagaimana yang
dicontohkan oleh Nabi Saw tidak boleh lebih, tidak boleh kurang, karena perkara
Ibadat itu, tak dapat diatur-atur dan difikir-fikir oleh manusia.
Misalnya, dapatkah kita fikirkan
dengan jelas, mengapa kita diperintah tayamum waqtu tidak ada air, dan mengapa
di waktu shubuh diwajibkan dua raka’at sahaja, sedangkan Zhuhur empat raka’at,
padahal Shubuh waqtu yang lebih panjang?
2. Tiap-tiap
perkara dunia, pada ashalnya harus, yaitu boleh kita kerjakan, boleh tidak,
melainkan yang mana diwajibkan oleh agama, maka wajib kita kerjakan, dan mana
yang dilarang, tidak boleh kita kerjakan.
3. Tidak boleh kita
berbuat ibadat dengan kemauan dan cara kita sendiri.
Tidak
boleh dinamakan ibadat yang sebenarnya, kalau tidak diperintah oleh agama,
serta ditunjuk oleh Nabi Saw, dimana perlu.
4. Berbuat bid’ah
itu terlarang keras di dalam agama karena sabda Nabi saw :
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِيْ الْنَّارِ. (ح. ص. ر مُسْلِمٌ وَالنَسَائِي)
Artinya
: Tiap-tiap bid’ah itu sesat, dan tiap-tiap kesesatan itu di neraka. (HSR Muslim dan Nasai).
Tetapi
jangan salah faham di tentang larangan bid’ah itu. Bid’ah itu dilarang di dalam
urusan ibadat, bukan di dalam hal keduniaan, karena sabda Nabi Saw :
اَنْتُمْ أعَلَمُ بِاُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ.
(ح. ص. ر مُسْلِمٌ)
Artinya
: Kamu terlebih mengerti hal urusan dunia kamu. (HSR Muslim).
Bahkan
dipuji orang yang mengadakan bid’ah yang baik di perkara dunia, dengan sabdanya
:
مَنْ سَنَّ فِيْ
الْإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أجْرُهَا وَأجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إلَى يَوْمِ
القِيَامَةِ مِنْ غَيْرِ أنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيئٌ. (ح. ص. ر
مُسْلِمٌ)
Artinya
: barangsiapa adakan, (atau mulakan) di dala Islam satu cara (keduaniaan) yang
baik, maka ia dapat pahalanya dan (juga sebanyak) pahala orang-orang yang turut
mengerjakannya dengan tidak kurang sedikitpun daripada pahala mereka itu. (HSR Muslim).
5. Tidak boleh kita
katakan perkata itu wajib atau sunnat, dan perkara ini haram atau makruh, kalau
tidak ada keterangan dari agama, karena wajib atau sunnat itu, artinya perkara
dapat pahala, dan haram atau makruh itu, perkara yang tidak disukai oleh Allah.
Maka
bagaimanakah bisa seorang mengetahui hal yang ghaib itu, kalau tidak
diterangkan oleh agama ?
6. Di dalam agama
dibenarkan qiyas, tetapi hanya di hukum-hukum keduniaan saja, tidak sekali-kali
di hukum-hukum ibadat.
Tidak
pernah seorang pun dari sahabat-sahabat Nabi mengambil qiyas di dalam ibadat
dan tidak pula imam-imam mujtahid, bahkan telah berkata Imam Syafi’i :
لَا قِيَاسَ فِيْ الْعِبَادَةِ
Artinya
: Tidak ada qiyas di (hukum) ibadat.
Dan
juga kata Imam Syafi’i :
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
Artinya
: Barangsiapa menganggap baik satu (ibadat), berarti ia telah membikin agama.
Kata
Imam Ar-Ruyani :
وَمَنْ شَرَعَ فَقَدْ كَفَرَ
Artinya
: Dan barangsiapa membikin agama, kufurlah dia.
Maksudnya
: bahwa apabila seorang menganggap baik akan satu perkara ibadat dengan tidak
ada keterangan dari agama, maka berarti orang itu, menambah satu ibadat : maka
barangsiapa menambah satu ibadat, tidak syak (ragu) lagi ia jadi kafir.
7. Kita wajib
menerima Ijma’, tetapi supaya tidak jadi salah faham, perlu kita dapat tahu
Ijma’ manakah yang wajib kita turut. Ijma’ yang wajib kita turut itu, tidak
lain melainkan Ijma’ shahabat Nabi.
Turut
Ijma’ itu, tidak berarti kita turut hukum yang mereka bikin dengan kemauan
mereka sendiri, tetapi berarti kita turut kerjakan salah satu ibadat atau hukum
yang mereka ramai-ramai telah setuju mengerjakannya, dengan kepercayaan kita,
bahwa mustahil mereka bersetuju mengerjakan sesuatu, kalau tidak mereka lihat Nabi
Saw kerjakan di hadapan mereka.
Oleh sebab
itu Nabi Saw kita telah bersabda :
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشَدِيْنَ
الْمَهْدِيِّيْنَ. (ح.ر أبُو دَاوُدَ)
Artinya
: Hendaklah kamu berpegang kepada cara-caraku dan cara-cara khalifah-khalifah
yang lurus yang terpimpin. (HR. Abu Dawud).
Adapun
Ijma’ yang lain daripada itu, tidaak boleh kita turut dan juga tidak ada.
Lantaran
itulah berkata Imam Ahmad bin Hanbal :
مَنْ اِدَعَى الْإجْمَاعَ فَهُوَ كَاذِبٌ
Artinya
: barangsiapa mengeaku ada ijma’, maka orang itu pendusta.
Sesudah
ada beberapa qaidah yang tersebut di atas itu, tentulah mudah kita memaham
sesuatu hukum.
Melafazhkan
niat waktu berwudhu’, mandi atau shalat itu tidak ada di al-Qur’an, dan di
Hadits, di perbuatan shahabat-shahabat Nabi dan tidak pula dipandang sunnat
oleh Imam yang empat, istimewa pula ijma’ tidak sekali-kali.
Hanya ada
sebagian daripada ulama madzhab Syafi’i (bukan Imam Syafi’i) menyunatkannya,
dan golongan itu, terbagi atas beberapa bagian pula :
Ada
yang berkata, bahwa menyebut niat dengan lidah itu, menolong hati. Lantaran itu
jadi sunnat.
Kita jawab,
bahwa alasan itu, bukan dari agama dan tidak dibenarkan oleh agama, karena
dengan alasan itu telah bertambah satu ibadat, sedang menambah ibadat itu
terlarang keras, dan juga perkataan mereka, bahwa lidah menolong hati itu ,
tidak betul sekali-kali, karena lidah orang, yang sadar itu, tidaak akan membunyikan
sesuatu, kalau tidak hatinya lebih dahulu hendak membunyikannya.
Jadi,
hatilah yang menggerakkan lidah, bukan lidah yang mengingatkan hati.
2. ada
yang berkata, bahwa menyebut niat dengan lidah itu, ada dikerjakan oleh Nabi di
dalam ibadat haji. Oleh sebab itu, diqiyaskan perbuatan itu di shalat dan
lainnya.
Kita jawab,
bahwa riwayat Nabi menyebut niat haji itu, tidak shah.
Walaupun
ditaqdirkan shah, tidak boleh diqiyaskan kepada shalat, karena haji itu,
diwajibkan atas orang Islam sesudah shalat.
Maka
tidak ada qaidah membenarkan ambil qiyas dari hukum terkemudian buat hukum yang
terdahulu, dan lagi tidak boleh diqiyaskan satu hukum dengan lainnya di dalam
urusan ibadat.
Kalau mau main qiyas-qiyasan di perkara ibadat, mengapakah tidak diadakan adzan dan qamat di shalat jenazah, di dalam shalat Hariraya, di shalat Tarawih dan lain-lainnya.
3.
adapun yang berkata, bahwa melafazhkan niat itu, sungguh pun bid’ah, tetapi bid;ah
hasanah, karena perkara itu baik, dan tidak ada Nabi Saw berkata : “Janganlah
kamu melafazhkan niat.”
Kita
jawab, bahwa tiap-tiap bid’ah di dalam hal ibadat itu bid’ah dhalalah, tidak
ada hasanah.
Bid’ah yang boleh dibagi-bagi itu ialah bid’ah di dalam hal keduniaan, yaitu yang baik, di katakan bid’ah hasanan, dan mana yang tidak baik, dikatakan bid’ah dhalalah.
Kalau tambahan itu dipandang baik, mengapakah shalat Shubuh tidak boleh kita tambah dua raka’at, supaya jadi empat ?
Apakah dua raka’at tambahan itu, tidak baik, atau adakah pernah Nabi berkata : Janganlah kamu shalat Shubuh empat raka’at ?
Mengapa bacaan At-Tahiyyat yang bukan dari al-Qur’an itu, tidak kita ganti dengan bacaan Qur’an saja ?
Ringkasnya, Kita orang Islam wajib shalat sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Saw, padahal Nabi Saw tidak melafazhkan niat dengan mulutnya. Maka janganlah kita berbuat apa-apa ibadat yang tidak dibuat olehnya. (Soal-Jawab karya A. Hassan jilid (1-2) hal 91 – 95).
Baca Juga :
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.