وَلَا
تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ
كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسُۡٔولٗا ٣٦
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra [17] : 36).
Di antara kita
pernah ada yang bertanya –tanya, baik kepada diri sendiri atau kepada orang
lain, mengapa manusia akan dihisab (diperhitungkan amalnya) di akhirat,
sedangkan domba (atau hewan lainnya) tidak. Padahal, manusia dan domba
sama-sama diciptakan dari tanah, hidup, makan, kemudian sama-sama mati juga.
Pertanyaan tersebut pernah diajukan beberapa kali kepada saya, dan saya sering
menjawabnya sambil bercanda, “Jika tidak mau dihisab silahkan jadi domba”.
Karena memang siapa pun pasti sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan
tersebut, namun sedikit sekali yang menyadarinya. Allah Swt menghisab manusia
dan tidak menhisab domba, karena memang Allah Swt melengkapi manusia dengan
seperangkat alat yang memungkinkannya untuk mengenal yang baik dan buruk serta
benar dan salah, hal yang tidak Allah Swt berikan kepada domba.
Oleh karena itu,
manusia harus berbeda dengan domba, manusia dilarang “ikut-ikutan” atau
mengikuti tanpa dibarengi kesadaran : mengikuti tanpa mencari kejelasan;
mengikuti tanpa diawali dengan berpikir dan merenungi; tanpa menimbang baik
buruknya serta benar dan salahnya. Singkatnya, dilarang ikut-ikutan tanpa ilmu.
Karena sebagaimana disebutkan dalam ayat QS. Al-Isra [17] : 36 di atas, Allah
Swt telah melengkapi manusia dengan tiga media untuk mencari ilmu, yakni ;
mata, telinga, dan hati (akal). Apakah ketiganya digunakan, disalahgunakan,
atau tidak digunakan sama sekali, semuanya akan diminta pertanggung-jawaban.
Di zaman yang
disebut abad informasi sekarang, saat di mana sekat-sekat yang membatasi
komunikasi antar manusia sudah hampir hilang sama sekali, prinsip untuk tidak
ikut-ikutan benar-benar harus kita kuatkan, dengan cara memaksimalkan penggunaan
mata, telinga, hati dan akal kita. Di tengah gencarnya informasi yang datang,
banyak di antara kita yang hanyut terombang-ambing keana-kemari, bahkan pikiran,
ucapan dan tindakannya dikendalikan, karena mata, telinga, hati dan akalnya tidak
digunakan ketika menerima setiap informasi. Padahal, kebanyakan informasi yang datang sering kali isinya tidak
bermanfa’at, bahkan ada yang terang-terangan mengumbar fitnah dan mengajak
maksiat. Orang yang tidak mempunyai ilmu, dalam arti tidak memaksimalkan
penggunaan mata, telinga, hati dan akalnya, pasti akan ikut-ikutan saja,
biasanya karena silau dengan bungkus luar dari informasi tersebut yang indah
dipandang atau enak didengar.
Memikirkan dan
merenungi setiap informasi yang datang kepada kita sangatlah penting, karena
informasi seringkali mengendap menjadi pikiran, dan pikiran akan mempengaruhi
ucapan serta tindakan kita. Informasi yang salah berpotensi menghasilkan
pikiran yang salah, selanjutnya mewujudkan ucapan dan tindakan yang salah. Oleh
karena itu, wajib kita perhatikan larangan Allah Swt dalam ayat di atas : ‘Janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak punya pengetahuan tentangnya”. Kita
sebenarnya bisa untuk mengindahkan larangan tersebut, karena memang Allah Swt
sudah membekali kita dengan alatnya (mata, telinga, hati dan akal). Karena itu,
wajar jika Allah menghisab untuk meminta pertanggung jawabannya dari kita. Jadi
jangan ikut-ikutan.
Disarikan dari beberapa ceramah ustadz KH. Zae Nandang, dengan tambahan dan pengurangan seperlunya. (firman sholihin)
Referensi : Majalah Risalah Persis April 2020 hlm : 82.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.