Tidak sedikit para ulama menulis mengenai masalah shaum, termasuk menyusun bab mengenai faidah atau manfaat dibalik pensyariatan shaum. Termasuk Imam Ibnu Qayyim, beliau pun menulis mengenai manfaat dan faidah shaum itu.
Mari
kita simak penuturan Imam Ibnu Qayyim dalam kitab Zaadul Ma'ad (2/27) sebagai
berikut :
[الْمَقْصُودُ مِنَ الصِّيَامِ وَفَوَائِدُه
Maksud
dari Shaum dan Faidah-Faidahnya
فَصْلٌ فِي هَدْيِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي الصِّيَامِ لَمَّا كَانَ الْمَقْصُودُ مِنَ الصِّيَامِ حَبْسَ
النَّفْسِ عَنِ الشَّهَوَاتِ، وَفِطَامَهَا عَنِ الْمَأْلُوفَاتِ، وَتَعْدِيلَ
قُوَّتِهَا الشَّهْوَانِيَّةِ، لِتَسْتَعِدَّ لِطَلَبِ مَا فِيهِ غَايَةُ
سَعَادَتِهَا وَنَعِيمِهَا، وَقَبُولِ مَا تَزْكُو بِهِ مِمَّا فِيهِ حَيَاتُهَا
الْأَبَدِيَّةُ، وَيَكْسِرُ الْجُوعُ وَالظَّمَأُ مِنْ حِدَّتِهَا وَسَوْرَتِهَا،
وَيُذَكِّرُهَا بِحَالِ الْأَكْبَادِ الْجَائِعَةِ مِنَ الْمَسَاكِينِ.
وَتُضَيَّقُ مَجَارِي الشَّيْطَانِ مِنَ الْعَبْدِ بِتَضْيِيقِ مَجَارِي
الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَتُحْبَسُ قُوَى الْأَعْضَاءِ عَنِ اسْتِرْسَالِهَا
لِحُكْمِ الطَّبِيعَةِ فِيمَا يَضُرُّهَا فِي مَعَاشِهَا وَمَعَادِهَا،
وَيُسَكِّنُ كُلَّ عُضْوٍ مِنْهَا وَكُلَّ قُوَّةٍ عَنْ جِمَاحِهِ وَتُلْجَمُ
بِلِجَامِهِ، فَهُوَ لِجَامُ الْمُتَّقِينَ، وَجُنَّةُ الْمُحَارِبِينَ،
وَرِيَاضَةُ الْأَبْرَارِ وَالْمُقَرَّبِينَ، وَهُوَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ مِنْ
بَيْنِ سَائِرِ الْأَعْمَالِ
Fasal mengenai petunjuknya
Saw mengenai shaum oleh karena maksud dari puasa adalah menahan jiwa dari
syahwat, memisahkannya dari hal-hal yang telah menjadi kebiasaan jiwa, dan
mengimbangi kekuatan syahwatnya, untuk bersiap menyambut apa-apa yang terdapat
padanya puncak kebahagiaan dan kenikmatannya, menerima hal-hal yang
mensucikannya berupa perkara yang terdapat padanya kehidupan abadi baginya,
mengalahkan rasa lapar dan haus dari tuntutannya, mengingatkannya akan keadaan
pisik-pisik yang kelaparan dari orang-orang miskin, menyempitkan jalur lintas
syetan pada hamba dengan menyempitkan jalur makanan dan minuman, mengekang
kekuatan anggota badan dari kebiasaannya merambah hal-halyang membahayakan
dunia akhiratnya, menenangkan setiap anggotabadan dan setiap kekuatan yang
liar, dan mengekang dengan kekangannya. Maka dia adalah pengekang bagi kaum
muttaqin, perisai bagi yang berperang, taman orang-orang baik dan didekatkan,
dan ia khusus untuk Rabb semesta alam di antara amal-amal lainnya.
فَإِنَّ الصَّائِمَ لَا يَفْعَلُ شَيْئًا،
وَإِنَّمَا يَتْرُكُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ وَشَرَابَهُ مِنْ أَجْلِ مَعْبُودِهِ،
فَهُوَ تَرْكُ مَحْبُوبَاتِ النَّفْسِ وَتَلَذُّذَاتِهَا إِيثَارًا لِمَحَبَّةِ
اللَّهِ وَمَرْضَاتِهِ، وَهُوَ سِرٌّ بَيْنَ الْعَبْدِ وَرَبِّهِ لَا يَطَّلِعُ
عَلَيْهِ سِوَاهُ، وَالْعِبَادُ قَدْ يَطَّلِعُونَ مِنْهُ عَلَى تَرْكِ
الْمُفْطِرَاتِ الظَّاهِرَةِ،
Sesungguhnya orang berpuasa
tidak melakukan apa-apa. Hanya saja ia meninggalkan syahwat, makan, dan
minumnya karena sembahannya. Maka, puasa adalah meninggalkan kecintaan jiwa dan
kelezatannya demi mengedepankan kecintaan Allah dan keridhaan-Nya. Ia adalah
amal rahasia antara hamba dan Rabbnya. Tak ada seorang pun yang mengetahuinya
selain Dia. Para hamba mungkin mengetahui keadaan seseorang meninggalkan
hal-hal nampak yang membatalkan puasa.
وَأَمَّا كَوْنُهُ تَرَكَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِ مَعْبُودِهِ، فَهُوَ أَمْرٌ لَا يَطَّلِعُ عَلَيْهِ
بَشَرٌ، وَذَلِكَ حَقِيقَةُ الصَّوْمِ.
Adapun keadaannya
meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya demi sembahannya, maka itu adalah
perkara yang tidak diketahui manusia, dan itulah sesungguhnya hakikat
puasa"
وَلِلصَّوْمِ تَأْثِيرٌ عَجِيبٌ فِي حِفْظِ
الْجَوَارِحِ الظَّاهِرَةِ وَالْقُوَى الْبَاطِنَةِ، وَحِمْيَتِهَا عَنِ
التَّخْلِيطِ الْجَالِبِ لَهَا الْمَوَادَّ الْفَاسِدَةَ الَّتِي إِذَا
اسْتَوْلَتْ عَلَيْهَا أَفْسَدَتْهَا، وَاسْتِفْرَاغِ الْمَوَادِّ الرَّدِيئَةِ
الْمَانِعَةِ لَهَا مِنْ صِحَّتِهَا، فَالصَّوْمُ يَحْفَظُ عَلَى الْقَلْبِ
وَالْجَوَارِحِ صِحَّتَهَا، وَيُعِيدُ إِلَيْهَا مَا اسْتَلَبَتْهُ مِنْهَا
أَيْدِي الشَّهَوَاتِ، فَهُوَ مِنْ أَكْبَرِ الْعَوْنِ عَلَى
التَّقْوَى، كَمَا قَالَ تَعَالَى:
Puasa memiliki pengaruh menakjubkan dalam memelihara anggota
badan yang nampak dan kekuaian batin, melindunginya dari percampuran yang
mendatangkan zat perusak, di mana bila zat itu mampu menguasainya niscaya akan
merusaknya. Puasa berfungsi pula mengeluarkan zat-zat buruk yang menghalangi
kesehatan. Maka, puasa memelihara kesehatan hati dan anggota badan sekaligus
serta mengembalikan kepadanya apa-apa yang telah dirampas tangan-tangan
syahwat. Ia adalah penolong paling besar atas ketakwaan seperti firman Allah
Swt :
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ} [البقرة: ١٨٣]
"Wahai orang-orang beriman, diwajibkan
atas kamu puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu,
mudah-mudahan kamu bertakwa." (Al-Baqarah: 183).
Nabi Saw bersabda
«الصَّوْمُ جُنَّةٌ»
Beliau Saw memerintahkan
mereka yang gejolak syahwatnya untuk menikah sudah memuncak namun belum mampu
melangsungkan pernikahan, maka hendaklah berpuasa, dan beliau Saw menjadikan
puasa sebagai kebiri bagi syahwat tersebut.
وَأَمَرَ مَنِ اشْتَدَّتْ عَلَيْهِ شَهْوَةُ
النِّكَاحِ وَلَا قُدْرَةَ لَهُ عَلَيْهِ بِالصِّيَامِ، وَجَعَلَهُ وِجَاءَ هَذِهِ
الشَّهْوَةِ.
Maksudnya, oleh karena maslahat puasa disaksikan akal sehat dan fithrah yang
suci, maka Allah Saw mensyariatkannya untuk hamba-hambaNya sebagai rahmat atas
mereka, kebaikan untuk mereka, dan pelindung serta perisai bagi mereka.
وَالْمَقْصُودُ أَنَّ مَصَالِحَ الصَّوْمِ لَمَّا
كَانَتْ مَشْهُودَةً بِالْعُقُولِ السَّلِيمَةِ وَالْفِطَرِ الْمُسْتَقِيمَةِ،
شَرَعَهُ اللَّهُ لِعِبَادِهِ رَحْمَةً بِهِمْ، وَإِحْسَانًا إِلَيْهِمْ
وَحِمْيَةً لَهُمْ وَجُنَّةً.
Adapun petunjuk Rasulullah Saw padanya merupakan petunjuk paling sempurna, dan
paiing baik dalam meraih maksudnya, serta sangat mudah bagi jiwa.
وَكَانَ هَدْيُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِيهِ أَكْمَلَ الْهَدْيِ، وَأَعْظَمَ تَحْصِيلٍ لِلْمَقْصُودِ، وَأَسْهَلَهُ
عَلَى النُّفُوسِ
Oleh karena menyapih jiwa dari kebiasan-kebiasaan dan syahwatnya merupakan pekara paling susah dan rumit, maka kewajiban puasa diakhirkan hingga masa pertengahan Islam sesudah hijrah, disaat jiwa-jiwa telah menempati tauhid serta shalat dan sudah terbiasa dengan perintah-perintah Al-Qur'an, maka jiwa-jiwa itu pun diarahkan kepada puasa secara berangsur-angsur.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.