Pada masa Rasulullah Saw dan para shahabat, imam dan khatib pada Shalat ‘Ide, shalat Jum’at dan shalat Gerhana adalah orang yang sama, yakni Rasulullah Saw dan para Khalifah penerusnya. Karena pada waktu itu imam shalat identik dengan pemimpin negara.
Ada beberapa hadits yang menerangkan sebagai berikut”
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم يَخطُبُ فَجَلَسَ فَقَالَ لَهُ: يَا سُلَيْكُ قُمْ
فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيْهِمَا -ثُمَّ قَالَ- إذَا جَاءَ احَدُكُمْ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ
وَلْيَتَجَوَّزْ فِيْهِمَا.
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Telah datang Sulaik
al-Ghathafani pada hari Jum’at dan Rasulullah Saw sedang berkhutbah. Beliau
bersabda kepadanya, ‘Wahai Sulaik berdiri, lalu shalatlah dua raka’at dan
ringankan bacaannya’. Kemudian beliau bersabda, ‘Apabila datang salah seorang
dari kamu pada hari Jum’at dan imam sedang berkhutbah, maka shalatlah dua
raka’at dan ringankanlah bacaannya.” (HR. Muslim).[1]
Pada riwayat lain,
عَنْ سَهلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَبِيْهِ : أنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنِ الْحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
والْإِمَامُ يَخْطُبُ.
Dari Sahl bin Mu’adz bin Anas dari ayahnya, “Sesungguhnya
Rasulullah Saw melarang duduk bertegak lutut, padahal imam sedang berkhutbah.”
(HR. Abu Dawud).[2]
Pada hadits-hadits di atas terkandung makna Khabariyah
sekaligus Isyarah bahwa imam dan khatib pada shalat ‘Id dan Jum’at adalah orang
yang sama.
Kemudian akhir-akhir ini sering terjadi khatib dan imam
berbeda pada shalat Jum’at dan ‘Id, walau tidak ada perintah agar imam dan
khatib orang yang sama dan tidak ada larangan imam dan khatib orang yang
berbeda. Akan tetapi amaliyah yang terjadi pada masa Rasulullah Saw dan para
shahabat lebih utama untuk diikuti. Berdasarkan kaidah:
اَلْأَصْلُ فِيْ أفْعَالِ
النّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اَلْإِقْتِدَاءُ.
“Pada dasarnya perbuatan Nabi Saw harus diikuti.”
Kesimpulan: Imam dan khatib pada shalat ‘Id, Jum’at dan shalat Gerhana, afdhal-nya
(lebih utama) tidak berbeda orang.
Disalin dari Buku Masalah seputar shaum Ramadhan dan 'Idul Fithri (hal. 82-83).
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.