SOAL : Apa hukum mengkafirkan orang Islam? Dan apa hukum mengikuti shalat di
belakang orang yang suka mengkafirkan orang ?
JAWAB : Mengkafirkan orang bukan perkara kecil. Orang yang mengaku Islam itu boleh
dikafirkan, melainkan kalau ia terus ingkar kepada Qur’an, ingkar kepada Nabi
Saw, ingkar salah satu rukun Islam yang tersebut di agama dengan menyembah
berhala, menyembah hantu, syaithan atau lain-lain pekerjaan yang terang
kekufurannya.
Adapun orang Islam yang bersalahan faham di dalam masalah
agama, walaupun masalah i’tiqad (keyakinan), itu tidak boleh dikafirkan.
Pendeknya, tidak patut meringankan mulut tentang mengkafirkan
seseorang yang bersalahan faham di dalam masalah agama, walaupun bagaimana
besar kesalahan itu.
Lihat 73 qaum yang tersebut di hadits.
Nabi kita sendiri mengaku mereka itu ummatnya.
Nabi itu tidak mengkafirkan mereka, hanya Nabi salahkan 72
qaum. Begitulah perjalanan shahabat-shahabat Nabi dan Imam yang besar-besar.
Oleh sebab itu, orang yang kita pandang salah itu cukuplah
dengan disalahkan saja, itupun kalau sudah cukup quat alasan kita.
Janganlah sekali-kali berani mengkafirkan, karena bahayanya
terlalu besar.
Sabda Nabi Saw :
إِذَا اَكْفَرَ الرَّجُلُ اَخَاهُ فَقَدْ بَاءَبِهَا اَحَدُهُمَا.
(ح.ص.ر مُسْلِمٌ).
Artinya : Seorang apabila mengkafirkan saudaranya maka kembalilah
kekufuran itu kepada salah seorang daripada keduanya. (HSR. Muslim).
Dan sabda Nabi Saw :
أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخيْهِ : يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَبِهَا
احَدُهُمَا انْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ. (ح.ص.ر مُسْلِمٌ).
Artinya : Siapa berkata kepada saudaranya : “Hai kafir!, maka
kembalilah kekufuran itu kepada salah seorang daripada keduanya. Kalau memang
saudaranya itu sebagaimana ia kata (benarlah ia) tetapi kalau tidak, niscaya
kembalilah kekufuran itu kepadanya (sendiri).
Dan sabda Nabi Saw :
مَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ
أَوْ قَالَ: عَدُوَّ اللهِ, وَلَيْسَ كَذَلِكَ إلا حَارَ عَلَيْهِ. (ح.ص.ر
مُسْلِمٌ).
Artinya : Barangsiapa mengkafirkan seorang atau ia panggil
dia, Hai musuh Allah! Padahal tidak ia begitu, melainkan kembalilah
(panggilannya) itu kepada dirinya sendiri. (HSR. Muslim).
Menurut hadits-hadits yang tersebut di atas tadi, bahwa mengkafirkan
orang itu satu larangan besar, karena orang yang dikafirkan itu, kalau tidak betul
kafir pada pandangan Allah, maka kekufuran itu akan kembali atas orang yang
mengkafirkan itu.
Keputusan :
Jadi, tidak tahu apakah orang yang dikafirkan itu betul kafir
atau tidak; dan kita tidak tahu juga apakah kekufuran itu telah kembali atas
orang yang mengkufurkan atau tidak.
Orang yang mengkafirkan orang itu paling bisa, kita katakan
dia berdosa. Maka mengikuti shalat di belakang orang yang mengkafirkan itu
shah, ashal saja shalatnya betul, ya’ni jika shalatnya shah, maka shahlah kita
ikut dia.
Tetapi sudah tentu lebih baik beriman kepada orang yang lebih ‘alim dan lebih shahih. (Soal-Jawab A. Hassan (1-2) hal. 392-394).
Baca Juga :
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.