Hak Allah Bagi Hamba, dan Hak Hamba Bagi Allah

Hak Allah Bagi Hamba, dan Hak Hamba Bagi Allah

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyah [51] ayat 56). 

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلٰلَةُ ۗ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ

Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Nahl [16] ayat 36).

۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (23) Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (24). (QS. Al-Isra [17] ayat 23-24)

Keterangan :

Kata at-Tauhid adalah masdar dari wahhada-yuwahhidu- tauhidan makna “tauhid” adalah menunggalkan Allah Swt dalam beribadah :

Allah Swt berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyah [51] ayat 56).        

Ayat ini menunjukkan bahwa hikmah penciptaan manusia bukan untuk memperbanyak jumlah mereka, tetapi untuk beribadah hanya kepada Allah, dan juga untuk diuji oleh Allah sebagaimana firman-Nya :

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ

Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun (QS. Al-Mulk (67) ayat 2), yang ditujukan untuk mengenal sifat-sifat mereka. Allah juga berfirman :

لِتَعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ەۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ࣖ

“Agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq [65] ayat 12).

Allah Swt menciptakan manusia agar mereka mengetahui bahwa hanya Allah yang Maha Pencipta, Maha Pemberi Rizki, dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Selanjutnya, Allah menguji mereka dengan perintah, larangan dan kewajiban-kewajiban syariat agar mereka menyembah Allah dengan bashirah. Untuk itu, Allah mengutus para rasul beserta kitab-kitab mereka untuk mengajarkan hak-hak mereka agar bisa memegang teguh ajaran itu.

Firman Allah Swt :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ

Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”. (QS. An-Nahl [16] ayat 36).

Maksudnya, sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut-thaghut.       

وَالطَّاغُوْتُ : مَا عبَد مِنْ دُوْنِ اللهِ، وَهُوَ رَاضٍ، أمَا مَا عَبَد مِنْ دُوْنِ اللهِ وَهَوَ لاَ يَرْضَى بِذَلِكَ، كَالرُّسُلِ وَالأنْبِيَاءِ فَلَيْسُوْا بِطَاغُوْتٍ لِأنَهُمْ لَمْ يَأْمُرُوْا بِذَلِكَ.

Thagut adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia ridha. Adapun orang yang disembah, tetapi tidak ridha, misalnya rasul dan nabi, tidaklah termasuk thaghut karena mereka tidak memerintah orang untuk menyembah dirinya.

 

Firman Allah Swt :

۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. (QS. Al-Isra [17] ayat 23).

Maksudnya, Allah mewasiatkan atau memerintahkan untuk tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah, karena hanyalah Allah-lah yang berhak disembah tidak ada Ilah yang hak disembah selain Dia. Oleh karena itu sembahlah hanya kepada-Nya, jangan menyekutukan apa pun dari-Nya, baik itu nabi atau malaikat, wali atau apa pun namanya. Kita harus berhati-hati dan menjauhi perbuatan syirik kepada-Nya.

 

***

Allah Swt berfirman :

                                                               

۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا

Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun...(QS. An-Nisa [4] ayat 36).

 

۞ قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ مِّنْ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَاِيَّاهُمْ ۚوَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَۚ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ وَلَا تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّهٗ ۚوَاَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِۚ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۚ وَاِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوْا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۚ وَبِعَهْدِ اللّٰهِ اَوْفُوْاۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَۙ وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti. (151) Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.” (152) Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa. (153). (QS. Al-An’am [6] ayat 151-153).

 

Keterangan :

۞ قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا

Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun.” (QS. Al-An’am [6] ayat 151).

Maksudnya, katakanlah wahai rasul, 'Wahai manusia, kemarilah!

Aku akan mengabarkan kepada kalian apa saja yang telah diharamkan oleh Allah. Aku sampaikan ini dengan ilmu dan keyakinan, bukan didasari oleh keraguan dan prasangka. Perkara yang paling pertama diharamkan adalah kesyirikan.

Huruf  (لا) adalah shilah. Dengan demikian, Allah Swt mengharamkan kesyirikan sebagaimana Allah mengharamkan yang lain, namun kesyirikan ini adalah perkara yang paling besar keharamannya.

(الشِرْكُ) artinya memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah.

Firman Allah Swt ini mencakup sepuluh hal penting;

1.     Kesyirikan;

2.     Berbuat baik kepada kedua orang tua. Perintah ini disebutkan setelah penyebutan hak Allah. Ini menunjukkan besarnya hak orang tua. Dengan demikian, durhaka kepada keduanya merupakan salah satu dari dosa yang paling besar. Allah menggandengkan hak Allah dan hak orang tua di beberapa tempat dalam Al Qur’an;

3.     Larangan membunuh anak sendiri;

4.     Larangan mendekati perbuatan keji, seperti ghibah, namimah, zina, dan mencuri;

5.     Larangan membunuh kecuali yang dibolehkan oleh syariat;

6.     Larangan memakan harta anak yatim, yaitu anak kecil yang ditinggal mati bapaknya sebelum baligh;

7.     Dan 8. Menyempurnakan timbangan dan takaran dengan adil;  

9.     Menepati janji Allah;

10.  Berbuat adil.

(عَهْد اللهِ) : Janji Allah adalah segala yang Allah perintahkan dalam ibadah. Salah satu bentuk menepati janji Allah adalah tidak bermaksiat.

(الفوَاخِش) : (Perbuatan keji) mencakup perbuatan maksiat. Diistilahkan seperti itu karena akal yang sehat dan jiwa yang selamat pasti akan mengingkarinya.

(اَلوَصِيَّة) : Adalah perintah yang sangat ditekankan. Dikatakan ausha jika suatu perintah ditekankan pelaksanaannya.

(العُقَلاَء) Adalah orang-orang yang memikirkan perkara ini.

 

(وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ)

"Dan, bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia;" Mengikuti jalan Allah, misalnya mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan ikhlas. Kita diperintah untuk berjalan di atas jalan Allah ini.

 

(وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ)

" Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain). " Subul adalah bid'ah hawa nafsu dan syubhat yang dilarang oleh Allah. Sebelum menyebutkan subul ini,  Allah menyebutkan pada ayat sebelumnya "semoga kalian ingat", karena seorang hamba berpikir terlebih dahulu, lalu memperhatikan, mengenal, dan mengingat. Setelah itu, ia bertakwa mengerjakan apa yang bermanfaat, dan meninggalkan hal-hal yang mudharat baginya dan dapat mendatangkan murka Allah.

 

***

قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ : مَنْ أَرَادَ أنْ يَنْظُرَ إلَى وَصِيَّةِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم ألتِيْ عَلَيْهَا خَاتَمه فَلْيَقْرَأْ قَوْلَهُ : (قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا) إلَى قَوْلِهِ (وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ..)

Ibnu Mas'ud ra berkata, "Barang siapa ingin melihat wasiat Muhammad Saw yang tertera di atasnya cincin stempel milik beliau, silakan membaca firman Allah W, "Katakanlah (Muhammad), ' Marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu 'Janganlah kamu berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya"' sampai ayat, "sungguh inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah kalian ikuti jalan-jalan yang lain. "

(HR. At-Tirmidzi dalam sunan-nya (3070), Al-Baihaqi dalam Syuabul-Iman (7918), Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (1186), ia berkata, “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Sya’bi kecuali Daud. Muhammad bin Fudhail bersendiri meriwayatkan darinuya.” Hadits ini didha’if-kan oleh Al-Alamah Al-Albani Rh dalam Dha’if Sunan At-Tirmidzi.

 

Keterangan :

 

Ibnu Mas'ud berkata , "Barang siapa ingin melihat wasiat Muhammad Saw yang tertera di atas cincin stempel milik beliau... " Sepertinya beliau Saw menulis wasiat itu di atas cincin. Wasiat ini merupakan wasiat Allah Saw, juga wasiat Rasulullah Saw. Pada awalnya para shahabat tidak mengetahui tempat wasiat itu diletakkan. Karena itu, ketika beliau ingin berwasiat, beberapa sahabat berkata, 'Ambilkan sebuah kitab!' Sahabat yang lain berkata, "Jangan merepotkan Nabi Saw karena beliau sedang sakit." Setelah itu, para sahabat disuruh keluar dari kamar beliau. Mereka berkata, "Tidak sepantasnya diriku berselisih."

 

Ibnu Abbas berkata, "sesungguhnya ini adalah musibah” Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah bersabda kepada para sahabat, "Tidakkah kalian membaiat saya atas ayat ini?"

 

(HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak (3240), Marwazi dalam Ta’zhim Qadrush-Shalah (2/615), Al-Muftil-Hindi dalam Kanzul-‘Ummal (466). Abdu bin Humaid dalam tafsir-nya, Ibnu Abi Hatim, Abu Syaikh, Ibnu Mardawaih dari Ubadah bin Shamit).

 

***

Mu’adz bin Jabal ra berkata,

كُنْتُ رَدِيْفَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم عَلَى حِمَارٍ، فَقَالَ لِيْ : يَا مُعَاذُ، أَتَدْرِيْ مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ. قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أعْلَمُ، قَالَ: حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أنْ يَعْبُدُوْهُ وَلاَ يُشْرِكُوْا بِهِ شَيئًا، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ َانْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لأَ يُشْرِكُ لِهِ شَيْئًا. قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَلاَ اُبَشِّرُ النَّاسَ، قَالَ : (لاَ تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوْا).

'Aku pernah dibonceng Nabi Saw di atas keledai, kemudian beliau berkata kepadaku, 'Wahai Muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya, dan apa hak hamba-hamba-Nya yang pasti dipenuhi oleh Allah?' Aku menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.' Kemudian beliau bersabda,' Hak Allah yang harus dipenuhi oIeh hamba-hamba-Nya ialah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang-orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.' Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?'. Beliau menjawab, 'Jangan engkau lakukan itu. Aku khawatir mereka nanti bersikap pasrah (tidak mau beramal)."' (HR. Al Bukhari dan Muslim).

 

Keterangan :

Hadits ini menunjukkan betapa tawadhu dan mulianya akhlak Nabi S. Nabi mengendarai keledai, memboncengkan Muadz dan bercakap-cakap dengan Muadz yang duduk di belakang beliau. Sikap ini berbeda dengan para pembesar yang sombong.

 

Hadits ini memberikan pelajaran penting, antara lain, menyampaikan sesuatu dengan metode bertanya. Metode ini diyakini lebih mengena di hati orang yang akan mendengar penjelasan tersebut karena ia siap untuk menjawab. Berbeda dengan metode penyampaian langsung tanpa didahului oleh pertanyaan.

 

Ucapan Muadz, 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu (wallahu A'lam)" , menunjukkan kemuliaan akhlaknya. Muadz tidak memaksakan apa yang tidak ia ketahui. Seperti inilah yang seharusnya kita ucapkan jika kita benar-benar tidak tahu. Akan tetapi, ini hanya diucapkan ketika Nabi Saw masih hidup. Adapun ketika Nabi Saw sudah wafat, yang kita katakan hanya "wallahu A'lam" (hanya Allah yang lebih mengetahui). Alasannya, beliau sudah meninggal dan tidak mengetahui apa yang terjadi sepeninggal beliau.

 

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang Haudh (telaga) bahwa Nabi bersabda, "

أَصْحَابِي أَصْحَابِي، فَيُقَالُ لَهُ: إنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أحْدَثَ النَّاسُ بَعْدَكَ

“Sahabatku. . . sahabatku. . . ". Kemudian dikatakan kepada beliau, "sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang terjadi sepeninggalmu." (HR. Al-Bukhari (4625) dan Muslim (2860) dari Ibnu Abbas).

Syarah Kitab Tauhid karya Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (hal. 13-18).

 Baca Juga : 

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us