Sebagai seorang muslim yang telah baligh dan berakal sehat, wajib melaksanakan setiap ibadah yang diperintahkan dan menjauhi semua yang dilarang. Di antara ibadah yang diperintahkan ialah ibadah shaum Ramadhan. Agar melaksanakannya lebih mantap lagi maka tidak salahnya kita membaca definisi-definisi Shaum menurut para ulama.
Melalui definisi-definisi
yang dibuat oleh para ulama, maka kita akan lebih mudah untuk memahami ibadah
tersebut. Tidaklah para ulama mendefinisikan suatu kata melainkan setelah
menelusuri dalil-dalil yang berkaitan dengannya.
Setelah kita membaca dengan
seksama definisi tersebut maka kita akan mengetahui batasan-batasan shaum.
Definisi Shaum Menurut Bahasa
والصوم في اللغة وَهُوَ الْإِمْسَاك
Shaum menurut bahasa ialah
menahan
Allah Ta'ala berfirman :
إني نذرت للرحمن صوما
"Sesungguhnya aku telah bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan
seorang Manusia pun pada hari ini" (QS. Maryam [19] ayat 26).
Maksudnya menahan diri untuk
tidak berbicara.
Ar Raghib al Ashfahani
mengatakan dalam Mufaradat alfazh al Quran :
الصوم في الأصل الإمساك عن الفعل ، ولذلك قيل : للفرس الممسك عن السير
صائم ،
Makna asli dari kata Ash Shaumu adalah menahan diri dari melakukan sesuatu,
baik makan, berbicara maupun berjalan. Oleh karenanya, kuda yang menolak untuk
berjalan dan diberi makan disebut denganصائم
Definisi Shaum Menurut Syara' (agama)
Banyak para ulama yang mendefinisikan shaum menurut Syara'. Namun di sini saya hanya menyebutkan sebagian dari definisi tersebut. Di antaranya :
Ar Raghib al Ashfahani mengatakan dalam Mufaradat alfazh al Quran (hal.) :
والصَّوْمُ في الشّرع: إمساك المكلّف
بالنّية من الخيط الأبيض إلى الخيط الأسود عن تناول الأطيبين، والاستمناء
والاستقاء
Sementara menurut agama
adalah ketika seorang mukallaf menahan diri disertai niat dari mengkonsumsi dua
hal yang baik (makan dan minum) , istimna' (onani, masturbasi) dan (menahan
diri dari) berusaha untuk muntah disengaja dimulai dari terbitnya benang merah
sampai munculnya benang hitam.
Al Hafizh Ibnu Katsir mengatakan dalam Tafsirnya - ketika menafsirkan QS Al
Baqarah ayat 183 - :
الصِّيَامِ وَهُوَ الْإِمْسَاك عَنْ الطَّعَام
وَالشَّرَاب وَالْوِقَاع بِنِيَّةٍ خَالِصَة لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لِمَا فِيهِ
مِنْ زَكَاة النُّفُوس وَطَهَارَتهَا وَتَنْقِيَتهَا مِنْ الْأَخْلَاط الرَّدِيئَة
وَالْأَخْلَاق الرَّذِيلَة
Ash Shiyam yaitu menahan diri dari makan dan minum serta bersenggama dengan
niat yang ikhlas karena Allah Swt. Karena di dalam berpuasa terkandung hikmah
membersihkan jiwa, menyucikannya serta membebaskannya dari endapan-endapan yang
buruk (bagi kesehatan tubuh) dan akhlak-akhlak yang rendah.
Al Qurthubi mengatakan dalam Tafsirnya ketika menafsirkan QS Al Baqarah ayat
183 - :
والصوم في الشرع : الإمساك عن المفطرات مع
اقتران النية به من طلوع الفجر إلى غروب الشمس ، وتمامه وكماله باجتناب المحظورات
وعدم الوقوع في المحرمات ، لقوله عليه السلام :
Shaum menurut agama ialah menahan dari perkara-perkara yang dapat membatalkan
shaum disertai niat dari semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, serta
kesempurnaannya adalah dengan meninggalkan semua yang dilarang serta tidak
terjerumus ke dalam semua perbuatan yang haram. Berdasarkan sabda Nabi Saw :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ
بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah
mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia
tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan :
وفي الشرع : إمساك مخصوص في زمن مخصوص عن شيء
مخصوص بشرائط مخصوصة
Menurut syara' : ialah
menahan dari perkara khusus dengan cara khusus, pada waktu khusus dengan
syarat-syarat yang khusus.
Syekh Sayyid Sabiq berkata:
الامساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس، مع النية
Adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa sejak
terbitnya fajar sampai matahari terbenam dengan disertai niat. (Fiqih Sunnah
hal. 290).
Adapula yang mendefinisikan sebagai berikut :
فإن الصيام شرعاً: هو الإمساك عن شهوتي البطن
والفرج، أي المفطرات، من طلوع الفجر الصادق، إلى غروب الشمس مع النية
Shaum menurut Syara' ialah menahan dari dua syahwat, yaitu syahwat perut
(makan, minum) dan syahwat kemaluan (jima'), yaitu yang membatalkan shaum
disertai niat dari terbit fajar shadiq (shubuh) sampai terbenam matahari
(maghrib).
Tambahan:
Dari beberapa defisini tersebut maka akan diperoleh pemahaman, bahwa jika shaum
tidak sesuai dengan definisi atau keluar dari definisi tersebut maka itu bukan
shaum menurut agama Islam atau shaumnya batal.
Misalkan seseorang shaum tapi sengaja buka di tengah hari tanpa ada udzur
(alasan) maka batal shaumnya.
Atau misalnya seseorang shaum tapi hanya tidak makan saja tapi ia minum. Maka
ini pun bukan shaum menurut agama Islam.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.