Secara bahwa tahni’ah (التَّهْنِئَة) kebalikan dari dari ta’ziyah (التَّعْزِية). Maksud tahniyah ialah ucapan selamat, sedangkan ta’ziyah artinya ucapan bela sungkawa (berduka cita). Mu’jam Maqayis al-Lughah.
Adapun secara istilah, makna tahniah secara umum tidak berbeda dengan makna bahasa, namun dilihat dari konteks peristiwa istilah tahniah memiliki beberapa makna spesifik (khusus). Seperti tabrik (mendoakan berkah), tabsyir (memberi kabar gembira), tarfi’ah (ucapan selamat nikah), dan lain-lain.
Secara
umum hukum tahniah adalah mustahab (sunnat), karena :
·
Tahniah
merupakan perpaduan antara tabrik dan doa dari seorang muslim kepada
sesama muslim lainnya atas perkara yang menggembirakan dan disenanginya.
·
Pada
tahniah terdapat mawaddah (saling mencintai), tarahum (saling
mengasihi), dan ta’atuf (saling menaruh simpati) di antara kaum
muslimin.
Adapun periwayatan doa tahniah ‘Id yang kami
dapati adalah sebagai perbuatan para shahabat, sebagaimana dijelaskan oleh
Jubair bin Nufair :
كَانَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ
صلى الله عليه وسلم إذَا لْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيْدِ يَقُوْلُ بَعْضُهَا لِبَعْضٍ
: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ.
“Adalah
para shahabat Rasulullah Saw apabila saling bertemu satu sama lain pada hari
raya ‘Id, berkata yang satu pada yang lainnya, Taqabbalallahu Minna wa
Minkum. (Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan engkau).
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,
وَرَيْنَاهُ فِيْ الْمُحَامِلِيَّاتِ
بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ.
“Kami telah meriwayatkannya dalam al-Mahamiliyat dengan sanad hasan. (Fath Al-Bari, II: 446.
Keterangan :
Al-Mahamaliyat atau disebut juga al-Ajza’ al Mahamiliyat dan Amali al-Mahamiliyat, berisi riwayat orang-orang Baghdad dan Ashahan, karya Abu Abdullah al-Husen bin Isma’il bin Muhammad al-Baghdadi al-Mahamili (w. 630 H).[1]
Dalam riwayat Abdul Qasim al-Mustamli dengan
redaksi :
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا
وَمِنْكُمْ.
“Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan
kalian”.[2]
Dalam riwayat lain diterangkan dari Shafwan
bin Amr as-Saksaky berkata :
سَمِعْتُ عَبْدِ اللهِ بْنَ
بِسْرٍ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَائِذٍ وَجُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ وَخَالِدَ
بْنَ مَعْدَانَ يُقَالُ لَهُمْ فِي ايَّامِ الْعِيْدِ: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا
وَمِنْكُمْ، وَيَقُوْلُوْنَ ذَلِكَ لِغَيْرِهِمْ.
Aku mendengar Abdullah bin Bisr, Abdurrahman bin ‘Aidz, Jubair bin Nufair dan Khalid bin Ma’dan bahwa pada hari-hari ‘Id dikatakan kepada mereka Taqabbalallahu minna wa minkum, dan mereka pun mengucapkan seperti itu kepada yang lainnya.
Kata Imam al-Suyuthi, hadits ini diriwayatkan
oleh al-Ashbanani dalam at-Targhib wa at-Tarhib, I: 251.[3]
كُنْتُ مَعَ أَبِيْ أُمَامَةَ
الْبَاهِلِيّ وَغَيْرِهِ مِنْ اصْحَابِ النَّبِيِّ فَكَانُوْا إذَا رَجَعُوْا مِنَ
الْعِيْدِ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ.
“Aku beserta Abu Umamah al-Bahili dan yang lainnya dari kalangan para shahabat Nabi Saw mereka itu apabila pulang dari shalat ‘Id saling mengucapkan, “Taqabbalallahu minna wa minka.” (HR. Ibnu ‘Aqil).[4]
Sedangkan dalam riwayat Zhahir bin Thahir
dengan redaksi :
رَأَيْتُ أَبَا أُمَامَةَ
الْبَاهِلِيّ يَقُوْلُ فِيْ الْعِيْدِ لِأَصْحَابِهِ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا
وَمِنْكُمْ.
“Aku melihat Abu Umamah al-Bahili di hari Ied, berkata kepada para shahabatnya, Taqabballalahu minna wa minkum.”[5]
Amal para shahabat itu diteladani oleh para tabi’in, antara lain sebagai berikut;
Syu’bah bin al-Hajaj (w. 160 H) berkata :
لَقِيْتُ يُوْنُسَ بْنَ
عُبَيْدٍ فَقُلْتُ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ لِي مِثْلَهُ.
Aku bertemu dengan Yunus bin Ubaid (w. 139 H) lalu aku berkata, “Taqabbalallahu minna wa minka,” maka dia pun berkata seperti itu kepadaku. (HR. ath-Thabrani).[6]
Dari berbagai keterangan di atas dapat diambil
kesimpulan:
1. Pengamalan doa tahniah, baik Idul
Fithri maupun ‘Idul Adha, berdasarkan amal shahabat.
2. Pengamalan doa ini tidak hanya berlaku
hari ‘Id saja (hari itu saja), dan tidak ditemukan batasan waktunya, tergantung
adat atau selama masih ada momen teresbut.
3. Redaksi doa tahniah adalah Taqabbalallahu
minna wa minka atau Taqabbalallahu minna wa minkum. Sedangkan
tambahan lainnya selain kalimat tersebut, kami belum menemukan riwayatnya.
Ucapan: Minal ‘Aidin wa Faizin
Bagaimana jika doa tahniah Id di atas diganti dengan ucapan lain seperti Minal ‘Aidin wal Faizin atau doa lain-lain ?
Hingga saat ini kami belum menemukan dari mana sumber asal ucapan Minal ‘Aidin wal Faizin – yang diduga oleh orang awam bermakna mohon maaf lahir batin – atau doa-doa lainnya. sayang sekali jika sebagian dari kita mempergunakannya dalam perayaan ‘Idul Fithri, terlebih lagi jika disertai niat bahwa ucapan tersebut merupakan sunnah, dan lebih memprihatinkan lagi bila disangka bahwa ucapan itu bermakna, “Mohon maaf lahir dan batin,” padahal sangat jauh sekali. Karena itu marilah kita masyarakatkan doa tahniah yang diamalkan para shahabat di atas agar lebih sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw.
Disalin dari Masalah Seputar Ramadhan dan ‘Idul Fithri (hal. 94- 101).
[1] Kasyf
az-Zunun, I: 588.
[2] Hasyiyah
at Tahawi ‘ala al Maraqi, II: 527.
[3] Wusul
al Amani bi Usul at Tahani, 66.
[4] Al-Fathurrabbani,
VI: 157.
[5] Wusul
al Amani bi Usul at Tahani, 66.
[6] Wusul
al Amani bi Usul at Tahani, 66.
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.