SOAL : ‘Ulama sudah membatas, bahwa aurat orang laki-laki itu antara pusat dan lutut. Di zaman kita ini, ada banyak padvinder (Pandu,pramuka) memakai seluar (celana), di atas lutut.
Bolehkah yang demikian itu ?
JAWAB : Ulama yang menetapkan aurat seperti yang tersebut itu, beralasan dengan
beberapa hadits :
لَا تُبْرِزْ فَخْذَكَ وَلاَ تَنْظُرْ
إلَى فَخْذِ حَيٍّ أوْ مَيِّتٍ (ر.ح ابنُ مَاجَه)
Artinya : Jangan engkau nampakkan pahamu, dan janganlah engkau
lihat paha orang hidup atau orang mati. (HR. Ibnu Majah).
يَا مَعْمَرُ غَطِّ فَخْذَيْكَ
فَإِنَّ الْفَخْذَيْنِ عَوْرَةٌ. (ر.ح احمْدُ)
Artinya : Hai Ma’mar ! Tutuplah dua pahamu, karena kedua pada
itu aurat. (HR. Ibnu
Majah).
Dan ada beberapa lagi hadits yang sama ma’tanya dengan dua
hadits itu, tetapi sekalian hadits yang menyuruh tutup paha itu, lemah.
Sebaliknya ada pula beberapa hadits yang menerangkan Nabi
pernah buka pahanya dan lututnya.
قَالَ أَنسٌ: إنَ النَّبِيَّ
صلى الله علَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَيْبَرَ حَسَرَ الْإزَارَ عَنْ فَخْذَيْهِ
حَتَّى إنِّي لَأَنْظُرُ إلَى بَيَاضِ فَخْذِهِ. (ح. ص. ر. احمد وَالبُخاري).
Artinya : Telah berkata Anas, bahwasannya pada hari perang Khaibar,
Rasulullah Saw pernah membuka pahanya hingga aku lihat putih pahanya.” (HSR. Ahmad
dan al-Bukhari).
قَالَ أبُوْ الدَرْدَاء : كُنْتُ
جَالِسًا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إذْ أقْبَلَ أبُوْ بَكْرٍ اخِذًا بِطَرْفِ
ثَوْبِهِ حَتَّى ابْدَى عَنْ رُكْبَتَيْهِ(ح. ص. ر. احمد وَالبُخاري).
Artinya : Telah berkata Abu Darda : Saya pernah duduk
bersama Nabi Saw tiba-tiba datang Abu Bakar dengan mengangkat sarungnya hingga
kelihatan lututnya.” (HSR. Ahmad dan al-Bukhari
Selain dua hadits yang shahih itu, ada beberapa lagi hadits
lemah dan shahih yang menunjukkan, bahwa Nabi ada pernah membuka lututnya dan
pahanya di hadapan shahabat-shahabatnya.
Menurut keterangan-keterangan yang tersebut di atas itu, tak
dapatlah kita mewajibkan orang mesti berkain, bersarung atau berseluar hingga
menutup lutut, tetapi tidak ingkar, bahwa sebaik-baiknya ialah tutup lutut.
Perhatian :
Ulama mewajibkan tutup lutut itu mesti memberi dua keterangan
:
1.
Wajib menunjukkan hadits yang shahih tentang wajib
tutup lutut.
2. Wajib menunjukkan cacatnya dua hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Bukhari yang tersebut di atas tadi. (Soal-Jawab A Hassan (1-2) hal. 85-86).
Baca Juga :
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.