Pengertian Niat, Niat Shaum Wajib dan Niat Shaum Sunnat

Pengertian Niat

Niat adalah maksud dan 'azam (ketetapan hati) untuk melaksanakan sesuatu. Seperti berniat safar artinya bermaksud dan berazam safar. Al Mawardi mengatakan,

اَلنِيَّةُ : قَصْدُ الشَّيْئِ مُقْتَرَنًا بِفِعْلِهِ

"Niat adalah memaksudkan sesuatu bersamaan dengan perbuatan." (Matan Safinah an naja, 19).

As-Sa'aty mengatakan:

تَوَجُّهُ الْقَلْبِ جِهَةَ الْفِعْلِ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى وَامْتِثَالاً لِأَمْرِهِ

Menghadapnya hati ke arah pekerjaan, karena mengharap ridha Allah dan karena melaksanakan perintah-Nya. (Al Fath Rabbani, II:17).

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa niat shaum adalah maksud dan tekad yang bulat di dalam hati untuk melakukan shaum karena mengharap ridha Allah Swt dan melaksanakan syari'atnya.

Niat Shaum Wajib

Rasullah Saw mewajibkan meneguhkan hati untuk shaum Ramadhan pada sebagian malam, paling tidak sebelum masuk waktu Shubuh. Sebagaimana hadits berikut :

عَنْ حَفْصَةَ اُمِّ الْمؤْمِنِيْنَ رضي الله عنها، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قال : من لم يبيِّتِ الصِّيامَ قبلَ الفَجرِ، فلا صيامَ لَهُ

Dari Hafshah Ummul Mukminin, dari Nabi Saw, beliau bersabda, "Barangsiapa tidak menetapkan hati untuk menetukan shaum sebelum Fajar, maka tidak sah shaum baginya." (HR. Al Khamsah).

 

Kata Bayyata Yubayyitu artinya Dabbara bil lail (merencanakan atau mempersiapkan di waktu malam). Seperti perkataan bayyata fulan al amra, artinya pulan mempersiapkan sesuatu di waktu malam. Dan yang dimaksudkan pada hadits itu: "Orang yang tidak merencanakan shaum wajib pada waktu malam, maka tidak ada shaum baginya."

Hadits di atas diriwayatkan pula dengan redaksi :

مَنْ لَمْ يُجَمِّع الصِيَامَ قَبْلَ الفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

"Barangsiapa tidak menetapkan untuk shaum sebelum Fajar, maka tidak sah shaum baginya."(HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai dan Al Baihaqi).

Kata Yujmi'u pada hadits di atas bermakna :

اَحْكَمَ النِيَةَ وَالْعَزِيْمَةَ

"Mengukuhkan niat dan tekad."

Hadits di atas diriwayatkan pula dengan redaksi :

لاَ صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يُفَرِضْهُ مِنَ اللَّيْلِ

"Tidak sah shaum bagi yang tidak meneguhkannya sejak malam hari." (HR. Ibnu Majah dan Ad Daruquthni).

Kata "afrada-yufridu" pada hadits di atas bermakna qadara wa jazama, maksudnya, tidak meneguhkan untuk shaum pada waktu malam.

Kata "Min" (dari) pada kalimat "minal-layl" menunjukkan kata tab'idh (sebagian). Dengan demikian kalimat itu bermakna: "Pada salah satu bagian malam." Ini menunjukkan bahwa orang yang meneguhkan hati pada waktu malam bahwa besok ia akan shaum, maka ia tertidur hingga bangun setelah terbit fajar atau waktu Shubuh, maka shaumnya tetap Sah.

Kesimpulan : Bagi muslim yang akan melaksanakan shaum wajib Ramadhan, diwajibkan malam harinya meneguhkan hati untuk melaksanakan shaum tersebut.

Niat Shaum Sunnat

Shaum Sunnat tidak disyari’atkan meneguhkan hati pada malam hati sebelum fajar. Dalam hadits diterangkan :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( دَخَلَ عَلَيَّ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ. فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌقُلْنَا: لَا. قَالَفَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ, فَقُلْنَا: أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ, فَقَالَأَرِينِيهِ, فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا فَأَكَلَ

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah Saw datang menemuiku, lalu beliau bertanya, ‘Apakah kalian mempunyai makanan? Kami menjawab, ‘Tidak’. Beliau bersabda, ‘Jika demikian aku akan shaum’. Kemudian beliau mendatangi kami lagi pada hari lainnya, kami katakan kepada beliau, ‘Telah dihadiahkan kepada kami makanan Hais (sejenis makanan dari bahan kurma, tepung dan samin)’. Beliau bersabda, ‘Cobalah perlihatkan kepadaku, sesungguhnya sejak pagi aku telah shaum’. Maka beliau pun makan.” (HR. Al Jama’ah kecuali Al Bukhari).

Hadits ini menunjukkan :

Pertama, Rasulullah Saw tidak berniat shaum ketika sebelum masuk waktu shubuh.

Kedua, ketika pagi hari, diketahui bahwa tidak ada makanan, maka seketika itu beliau menetapkan niat shaumnya seraya langsung melakukannya, lalu menjadikan belum makan dan minumnya sejak waktu Shubuh itu rangkaian shaum hari itu.

Ketiga,ketika beliau sudah melaksanakan shaum sejah waktu Shubuhm lalu diberitahukan kepadanya bahwa ada hadiah makanan Hais  kepada mereka (istri-istri Nabi Saw), Rasulullah berbuka shaum dan makan.

Dalam hadits lain diterangkan :

يَا عَائِشَةُ، إنَّمَا مَنْزِلَةُ مَنْ صَامَ فِيْ غَيْرِ رَمَضَانَ أَوْ فِي التَطَوُّعِ بِمَنْزِلَةِ رَجُلٍ أَخْرَجَ صَدَقَةَ مَالِهِ فَجَادَ مِنْهَا بِمَا شَاءَ فَأَمْضَاهُ، وَبَخِلَ مِنْهَا بِمَا شَاءَ فَأَمْسَكَهُ.

“Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya kedudukan orang yang shaum selain Ramadhan atau shaum sunnat itu sederajat dengan seseorang yang mengeluarkan shadaqah hartanya. Maka ia dapat mendermakan dari harta itu sesuai keinginannya dan menjadikannya (shadaqah). Dan dia pun dapat menahan hartanya menurut keinginannya, sehingga ia menahannya.” (HR. An-Nasai (IV/194 No. 23.323).

قَالَ البُخَارِيُّ: وَقَالَتْ أُمُّ الدَّرْدَاءِ، كَانَ أبُوْ الدَرْدَاء يَقُوْلُ : عِنْدَكُمْ طَعَامٌ، فَإِنْ قُلْنَا: لاَ، قَالَ: فَإِنِّي صَائِمٌ يَوْمِي هَذَا، قَالَ: وَفَعَلَهُ أبُوْ طَلْحَةَ وَأَبُوْ هُرَيْرَةَ وَابْنُ عَبَّاسٍ وَحُذَيْفَةُ.

Al Bukhari berkata, “Dan Ummu Darda mengatakan, “Abu Darda bertanya, ‘Apakah kalian memiliki makanan?’ Jika kami menjawab, ‘Tidak’, ia berkata, ‘Kalau begitu, hari ini saya shaum.’ Ia berkata, ‘Hal itu pun dilakukan oleh Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum.

Kesimpulan : Shaum sunnat boleh diniatkan secara mendadak setelah siang hari, selama belum makan dan atau minum.

Baca Juga :

Minta Maaf Sebelum Ramadhan, Adakah ?

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us