Imam Membaca Rabbana Lakal- Hamdu Ketika I’tidal ?
Dalam suatu hadits dinyatakan sebagai berikut :
عَنْ ابِيْ هُرَيْرَةَ رضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إذَا قَامَ إلَى الصَّلَاةِ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَقُوْمُ ثُمَّ يَكَبِّرُ حِيْنَ يَرْكَعُ ثُمَّ يَقُوْلُ : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه, حِيْنَ يَرْفَعُ صُلْبَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ: رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ. متفق عليه.
Dari Abi Hurairah r.a, ia berkata : “Adalah Rasulullah SAW apabila berdiri untuk shalat, beliau bertakbir di saat berdiri kemudian bertakbir ketika ruku’, kemudian mengucapkan ; “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH ketika mengangkat tulang rusuknya dari ruku’ kemudian beliau mengucapkan di saat berdiri : RABBANA WALAKAL-HAMDU”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini dinyatakan bahwa Rasulullah SAW mengucapkan : “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, ketika bangkit dari ruku’, kemudian di saat i’tidal beliau mengucapkan; RABBANA WALAKAL HAMDU. Tentu saja posisi beliau dalam keadaan menjadi imam.
Berarti bagi imam tetap harus membaca bacaan di saat i’tidal, yaitu ; RABBANA WALAKAL HAMDU atau bacaan yang lainnya yang serupa – sebagaimana yang di telah diterangkan pada bab macam-macam bacaan i’tidal-.
Bagaimana Kedudukan Qunut Shubuh Dengan Do’a : ALLAHUMMAH-DINI ....?
Sebagian ulama berpendapat bahwa qunut shubuh dengan do’a :
اللهُمَّ اهْدِنِى فِيْمَنْ هَدَيْتَ إلخ.
Itu disyari’atkan bahkan termasuk sunnat Ab’adh, yaitu jika lupa atau tidak dilaksanakan hendaklah sujud sahwi. Mereka menganggap banyak hadits yang menyatakan adanya qunut shubuh, di antaranya :
عَنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِي صَّلَاةِ الصُبْحِ فِيْ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَّةِ رَفَعَ يَدَيْهِ فَيَدْعُوْ بِهَذَا الدُّعَاءِ : اللهُمَّ اهْدِنِى فِيْمَنْ هَدَيْتَ إلخ. رواه الحاكم وصححه.
Dari Abi Hurairah r.a, ia berkata ; “Adalah Rasulullah SAW, apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat shubuh di raka’at kedua, ia mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a dengan do’a ini : “ALLAHUMMAH-DINI FIMAN HADAYT, sampai akhir”. (HR. Al-Hakim dan ia menshahihkannya)
وَعَنْ أنَسٍ أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوْعِ يَدْعُوْ عَلَى أحْيَاءَ مِنَ العَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ. متفق عليه.
Dari Anas r.a : “Bahwasannya Nabi SAW melakukan qunut selama satu bulan – yaitu setelah ruku’ – untuk mendo’akan terhadap beberapa kampung arab, kemudian Nabi meninggalkannya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
ولِأحْمَدَ وَالدَّارُقُطْنِي نَحْوُهُ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ وَزَادَ : فأمَّا فِيْ الصُبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. سبل السلام, 1 : 185.
Menurut Imam Ahmad dan Ad-Daruquthni, hadits yang senada dengan hadits itu (terdapat) dari jalan lain, ia menambahkan : “Adapun pada waktu (shalat) shubuh, Nabi senantiasa berqunut sampai beliau wafat”. (Subulus- Salam, 1 : 185)
Itulah hadits-hadits yang dijadikan dasar adanya qunut shubuh, dan banyak lagi hadits-hadits yang lainnya tetapi semua hadits tentang qunut shubuh tidak ada yang kuat alias, dhaif. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca Al-Hidayah jilid 2 dari hal 74 – 101, penulis telah menjelaskan dalil-dalilnya dan kedudukan haditsnya secara panjang lebar.
Akhirnya penulis berkesimpulan bahwa qunut shubuh dengan do’a : Allahummah-dini .... dst, itu tidak disyari’atkan. Ditambah pula ada qaidah yang dibuat oleh para ulama, yaitu :
مَتَى تَرَدَّدَ العُلَمَاءُ بَيْنَ كَوْنِهِ سُنَّةً أوْ بِدْعَةً فَتَرْكُهُ لَازِمٌ.
(mengingat ada qaidah) : “Manakala para ulama ragu-ragu menetapkan antara sunnah dengan bid’ah, maka lebih baik ditinggalkan”.
وَلِقَاعِدَةٍ : تَرْكُ مَا نُرِيْبُ سُنَّتَهُ خَيْرٌ مِنْ فِعْلِ مَا نَخَافُ بِدْعَتَهُ.
Berdasarkan qaidah : “Meninggalkan yang diragukan kesunnahannya, lebih baik daripada mengamalkan yang dikhawatirkan terjatuh kepada bid’ah”.
Maksudnya : apabila para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan sesuatu antara sunnah dengan bid’ah, maka lebih baik ditinggalkan, seperti halnya dalam qunut shubuh, sebagian ulama menetapkan sunnat, sementara ulama yang lain menetapkan bid’ah, maka dalam hal ini qunut tersebut ditinggalkan. Andaikan qunut itu sunnat, ia tidak berdosa hanya tidak mendapat pahala (saja), akan tetapi andaikata qunut itu bid’ah, maka tentu akan mendapatkan sanksi dengan melakukannya.
Demikian pula ulama-ulam Mekah dan Madinah juga tidak mengamalkan qunut shubuh.
Referensi : Al-Fatawa karya ustadz KH. A Zakaria
Apa Perbedaan Qunut Shubuh dan Qunut Nazilah ?
Qunut Nazilah adalah qunut sehubungan ada bencana atau malapetaka yang menimpa umat islam. Nabi SAW pernah mengutus 70 orang yang sudah hapal Al-Qur’an ke Nejed atas permintaan seseorang yang bernama Abu Barra untuk mendakwahi orang-orang yang ada di sana, ternyata begitu tiba mereka di sana bukannya menyambut kedatangan mereka justru orang-orang Nejed berusaha untuk membunuh mereka.
Akhirnya di kalangan mereka banyak yang terbunuh dan hanya selamat beberapa orang saja. Nabi sedih sekali dengan peristiwa ini, kemudian Nabi qunut untuk mendo’akan kehancuran mereka selama satu bulan.
Adapun perbedaan pelaksanaan Qunut Nazilah dan Qunut Shubuh ialah :
1. Qunut Nazilah dilakukan sementara, tidak terus menerus. Sedangkan Qunut Shubuh dilakukan terus-menerus.
2. Qunut Nazilah dilakukan setiap kali shalat wajib, sedangkan Qunut Shubuh hanya dilakukan dalam shalat shubuh saja.
3. Isi do’a Qunut Nazilah adalah mendo’akan kecelakaan untuk satu kaum dan keselamatan kaum yang lainnya, sedangkan Qunut Shubuh do’anya : Allahummah-Din....dst.
4. Riwayat yang menjelaskan adanya Qunut Nazilah hadits-hadits shahih, sedangkan hadits-hadits tentang Qunut Shubuh semuanya dhaif.
Tidak Takbir Sambil Mengangkat Kedua Tangan Di Waktu Turun Mau Sujud
أنَّ النَّبَيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَرْفَعُ يَديْهِ عنْدَ التَّكِبِيْرِ لِلرُّكُوْعِ وَعِنْدَ التَّكْبِيْرِ حِيْنَ يَهْوِيْ سَاجِدًا. رواه الطبراني.
“Sesungguhnya Nabi SAW suka mengangkat kedua tangannya di saat takbir untuk ruku’ dan di saat takbir ketika turun untuk sujud”. (HR. Ath-Thabrani)
Hadits ini riwayat Ibnu ‘Umar dan ternyata bertentangan dengan hadits Ibnu ‘Umar juga yang lebih shahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, yaitu ;
عَنْ عَبْدِ اللِه بْنِ عُمَرَ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إذَا إفْتَتَحَ الصَّلَاةِ, وَإذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوْعِ وَإذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ ... وَكَانَ لَا يَفْعَلُ ذَلِكَ فِيْ السُّجُوْدِ. روَاه البُخَارِي, 1 : 135.
Dari ‘Abdillah bin ‘Umar ; “Sesungguhnya Rasulullah SAW suka mengangkat kedua tangannya dengan lurus kedua pundaknya di saat beliau memulai shalat, dan di saat takbir untuk ruku’ dan di saat mengangkat kepalanya dari ruku’........dan beliau tidak melakukannya di saat mau sujud”. (HR. Al-Bukhari, 1 ; 135)
Adapun maksud : لَا يَفْعَلُ ذَلِكَ فِيْ السُّجُوْدِ. yaitu ;
أيْ لَا فِيْ الهُوِيِّ إلَيْهِ وَلَا فِيْ الرَّفْعِ مِنْهُ كَمَا فِيْ رِوَايَةِ شُعَيْبٍ فِيْ البَابِ الذِيْ بَعْدَهُ حَيْثُ قَالَ حِيْنَ يَسْجُدُ وَلَا حِيْنَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ. فتح الباري, 2 : 230.
“Ialah ia tidak melakukannya/mengangkat tangan ketika turun untuk sujud dan tidak ketika bangkit dari sujud, sebagaimana dalam riwayat Syu’aib pada bab berikut, dalam hal mana ia mengatakan; ketika ia turun sujud, dan tidak ketika ia bangkit dari sujud”. (Fathul-baari, 2 : 230).
Turun Sujud Hendaklah Mendahulukan Dua Lutut Sebelum Kedua Tangan
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ : رَأيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم إذَا سَجَدَ وضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ. أخْرَجَهُ ألأرْبَعَةُ.
Dari Wail bin Hujr, ia berkata : “Aku melihat Nabi SAW apabila sujud, beliau meletakkan dulu kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan apabila bangkit, beliau mengangkat dulu kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (HR. Imam yang empat)
قَالَ التِرْمِذِيُّ : هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ غَرِيْبٌ لَا نَعْرِفُ أحَدًا رَوَاهُ مِثْلَ هذَا غَيْرُ شَرِيْكٍ. توْضيح الأحكام 2: 258.
Menurut At-Timidzi : “Hadits ini hasan gharib, kami tidak ketahui seseorang meriwayatkan seperti ini kecuali Syarik”. (Taudihul-ahkam, 2 : 258)
Hadits tersebut memiliki mutabi’ (pembanding) atau jalan lain, yaitu ;
أخْبَرَنَا مُحَمّدُ بْنُ إسْحَاقَ الثَّقَفِيّ حَدَّثَنَا الحَسَنُ بْنُ علِيٍّ الخَلَال حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ هَارُوْنَ أنْبَأنَا إسْرَائِيْلُ عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ ابِيْهِ عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ : رَأيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم إذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ. موارد الظمان, 132 : 487.
Telah memberitahukan kepada kami Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi, telah menceritakan kepada kami Hasan bin ‘Ali Al-Khalal, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, telah menceritakan kepada kami Israil dari ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari Wail bin Hujr, ia berkata : “Aku melihat Nabi SAW apabila sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya dulu sebelum kedua lututnya”. (HR. Al-Haetsami; Mawarid Ad-Daman, 132 : 487)
أخْبَرَنَا أبُوْ بَكْر بْنِ الحَارِثِ الفَقِيْه أنبَأ أبُوْ مُحَمَّدِ بْنِ حِبَّانَ ثَنَّا مُحَمّدُ بْنُ يَحْيَى ثَنَّا أبُوْ كُرَيْبٍ ثَنَّا مُحمَّدُ بْنُ حُجْرٍ ثَنَّا سَعِيْدُ بْنُ عَبْدِ الجَبَّارِ عَنْ عَبْدِ الجَبَّارِ بْنِ وَائِلٍ عَنْ أُمِّهِ عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ : صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ سَجَدَ وَكَانَ أولُ مَا وَصَلَ إلَى الأرْضِ رُكْبَتَاهُ. رواه البَيْهَقِي, السنن الكُبْرى 2 : 99.
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Harits Al-Faqih telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad bin Hibban, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hujr, telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Abdul Jabbar dari ‘Abdul Jabar bin Wail dari ibunya dari Wail bin Hujr, ia berkata ; “Aku shalat di belakang Rasulullah SAW kemudian beliau sujud dan yang paling pertama sampai ke bumi (lantai) adalah kedua lututnya”. (HR. Al-Baehaqil; As-Sunan Al-Kubra, 2 : 99)
Keterangan :
Muttabi’ atau Syahid ialah hadits dengan jalan lain yang mendukung atau menguatkan suatu hadits. Yang dimaksud di sini ialah ; hadits Wail bin Hujr yang dianggap gharib (asing), ternyata ada hadits dengan jalan lain, yaitu hadits no.2 dan no.3 di atas yang mendukung hadits no.1 yaitu sanad haditsnya.
1. Yazid bin Harun > Syarik > ‘Ashim bin Kulaib > Wail bin Hujr.
2. Yazid bin Harun > Israil > ‘Ashim bin Kulaib > Wail bin Hujr.
3. Sa’id bin ‘Abdul Jabar > ‘Abdul Jabar bin Wail > ibunya > Wail bin Hujr.
Ternyata yang menerima hadits dari ‘Ashim bin Kulain itu tidak hanya Syarik tetapi juga Israil. Demikian juga yang menerima dari Wail bin Hujr, bukan saja ‘Ashim bin Kulaib tetapi juga ‘Abdul Jabar dari ibunya. Hadits tersebut juga memiliki syahid, yaitu :
وَصَحَّ عَنْ عُمَرَ مَوْقُوْفًا : أنَّهُ كَانَ يَقَعُ عَلَى رُكْبَتَيْهِ. رَواه ابْنُ أبِي شَيْبَةَ, تَوضِيح الأحكام.
“Dan telah shahih riwayat dari ‘Umar dengan mauquf bahwa beliau (‘Umar) turun sujud dengan mendahulukan kedua lutut”. (HR. Ibnu Syaibah, Taudihul-ahkam)
وَرَوَيْنَا عَنْ عُمَرَ ابْنِ الخَطَابِ وَعبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ فِيْ وَضْعِ الرُّكْبَتَيْنِ قَبْلَ اليَدَيْنِ مِنْ فِعْلِهِمَا. رَواه البَيْهَقِي, السنن الكبرى, 2 : 99.
“Kami meriwayatkan dari ‘Umar bin Al-Khaththab dan ‘Abdillah bin Mas’ud tentang meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangannya adalah perbuatan keduanya”. (HR. Al-Baehaqi, Al-Sunan Al-Kubra, 2 : 99)
حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ إبْرَاهِيْم أنَّ عُمَرَ كَانَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ.
“Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari A’masy dari Ibrahim, bahwa ‘Umar suka meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya”.
حَدَّثَنَا يَعْلَى عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ إبْرَاهِيْم عَنِ الأَسْوَدِ أنَّ عُمَرَ كَانَ يَقَعُ عَلَى رُكْبَتَيْهِ. مصنف ابنُ أبِي شَيبة, 1 : 294.
“Telah menceritakan kepada kami Ya’la dari A’masy dari Ibrahim dari Aswad, bahwa ‘Umar meletakkan kedua lututnya”. (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 1 : 294)
حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ إبْرَاهِيْم عَنْ ابْنِ أبِيْ لَيْلَى عَنْ نَافِعٍ عَنِ بْنِ عُمَرَ انَّهُ كَانَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ إذَا سَجَدَ قَبْلَ يَدَيْهِ وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ إذَا رَفَعَ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ. مصنف ابنُ أبِي شَيبة.
"Telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim dari Ibnu Abi Laila dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar, sesungguhnya ia meletakkan kedua lututnya di waktu sujud sebelum kedua tangannya dan mengangkat kedua tangannya di waktu bangkit sebelum kedua lututnya”. (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah)
حَدَّثَنَا أبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنْ حَجَّاجٍ عَنِ ابْنِ أبِيْ إسْحَاقَ قَالَ : كَانَ أصْحَابُ عَبْدِ اللهِ إذَا انْحَطُوْا لِلسُّجُوْدِ وَقَعَتْ رُكَبَهُمْ قَبْلَ الأَيْدِيْهِمْ. رَواهُ إبْنُ أبِيْ شَيْبَةَ.
“Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Hajjaj dari Abi Ishaq, ia berkata : “Shahabat-shahabat ‘Abdullah apabila sujud, mereka meletakkan dulu lutut mereka sebelum tangan”. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Kesimpulan Akhir Penulis
Setelah memperhatikan keterangan-keterangan dan hadits-hadits yang dijadikan dasar oleh kedua pendapat yang berbeda dalam cara turun untuk sujud. Maka dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada siapapun, penulis cenderung memilih pendapat yang menyatakan, bahwa turun sujud itu hendaklah dengan mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan dan di saat bangkit dengan mendahulukan kedua tangan sebelum kedua lutut, mengingat ;
Pertama, Hadits Wa’il bin Hujr yang
menyatakan turun sujud dengan mendahulukan kedua lutut adalah hadits shahih
menurut para ahli hadits.
Kedua, Hadits Wail bin Hujr
diriwayatkan oleh Imam yang empat; Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu
Majah, sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah diriwayatkan oleh
imam yang tiga : Abu Daud, At-Tirmidzi dan An-Nasai.
Ketiga, Hadits Wail bin Hujr ini juga
memiliki mutabi’ (jalan lain) yang juga shahih.
Keempat, Hadits Wail bin Hujr ini juga
memiliki syahid yang juga shahih, yaitu riwayat dari ‘Umar bin
Al-Khaththab dan Ibnu Mas’ud yang juga shahih.
Kelima, Nabi SAW dengan tegas melarang
turun sujud seperti turunnya unta dan kenyataan yang dapat dilihat oleh umum,
turun unta itu dengan mendahulukan kaki depan, terlepas mana yang disebut kaki,
tangan, lutut atau sikut dalam unta.
Keenam, Turun sujud dengan mendahulukan dua
lutut sebelum dua tangan dan bangkit dengan mendahulukan dua tangan sebelum dua
lutut adalah cara yang tumaninah dan nyaman, sedangkan turun
sujud dengan mendahulukan dua tangan sebelum dua lutut dan bangkit dari sujud
dengan mendahulukan dua lutut sebelum dua tangan adalah cara yang tidak nyaman,
padahal semua peragaan shalat adalah peragaan yang nyaman.
Ketujuh, Penulis cenderung kepada pendapat
Ibnu Qayyim, bahwa hadits Abi Hurairah itu maqlub (terbalik),
yaitu salah dengar dari pihak rawi.
Kedelapan, Jika turun sujud dengan
mendahulukan dua tangan itu menyalahi unta, berarti turun sujud dengan
mendahulukan dua lutut adalah menyerupai cara turun unta, padahal kenyataannya
tidak ada unta turun dengan mendahulukan kaki belakang.
Kesembilan, Dengan menilai hadits Abi Hurairah
itu maqlub, berarti hadits Wail bin Hujr dan Abu Hurairah itu
tidak dianggap bertentangan dan kebetulan dua hadits itu diriwayatkan oleh ahli
hadits yang sama, seperti Abu Daud dan At-Tirmidzi.
Kesepuluh, Dan jika dua hadits itu dianggap
bertentangan, tentu harus dipilih cara tarjih dan jika mengambil cara tarjih,
maka tentu hadits Wail bin Hujr lebih kuat daripada hadits Abi Hurairah sebagai
mana dijelaskan di muka.
Sumber: Al Fatawa KH. A Zakaria (Allahu Yarhamuhu)
Tatacara Sujud
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى
سَبْعَةِ أَعْظُمٍ : عَلَى اَلْجَبْهَةِ - وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى أَنْفِهِ -
وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ اَلْقَدَمَيْنِ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku diperintahkan
untuk bersujud di atas tujuh tulang; pada dahi. Beliau menunjuk dengan
tangannya pada hidungnya kedua tangan kedua lutut dan ujung-ujung jari kedua
kaki." Muttafaq Alaihi.
وَعَنْ اِبْنِ بُحَيْنَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ
اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا صَلَّى وسجد فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى
يَبْدُوَ بَيَاضُ إِبِطَيْهِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Buhainah bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam apabila sholat dan sujud merenggangkan kedua tangannya
sehingga tampak putih kedua ketiaknya. Muttafaq Alaihi.
وَعَنْ اَلْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ -رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا سَجَدْتَ
فَضَعْ كَفَّيْكَ وَارْفَعْ مِرْفَقَيْكَ
) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari al-Barra Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu
bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau
sujud letakkanlah kedua telapak tanganmu dan angkatlah kedua siku-sikumu."
Diriwayatkan oleh Muslim.
وَعَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ رضي الله عنه ( أَنَّ
اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا رَكَعَ فَرَّجَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ وَإِذَا
سَجَدَ ضَمَّ أَصَابِعَهُ ) رَوَاهُ اَلْحَاكِمُ
Dari Wail Ibnu Hujr Radliyallaahu 'anhu bahwa
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila ruku' merenggangkan jari-jarinya dan
bila sujud merapatkan jari-jarinya. Diriwayatkan oleh Hakim.
Macam-macam Do’a sujud
1. سُبْحَانَ رَبِّيَ الأعْلَى. –رواه ابو داود-
“Maha Suci Engkau, Tuhanku Yang Maha Tinggi”. (HR. Abu Daud).
2. سُبْحَانكَ اللهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللهُمَّ إغْفِرْلِي. روَاه البُخَاري-.
“Maha Suci Engkau, Ya Allah! Tuhan Kami dan dengan memuji-Mu Ya Allah! Ampunilah aku”. (HR. Al-Bukhari)
3. اللهُمَّ اغْفِرْلِي ذُنُوْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ وَجُلَّهُ وأوَّلَهُ وأخِرَهُ وَعلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ.-رواه مسلم-
“Ya Allah! Ampunilah dosaku seluruhnya, baik yang kecil atau yang besar, yang awal dan yang akhir, yang terang-terangan atau yang tersembunyi”. (HR. Muslim)
4. اللهُمَّ أعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ وَاعُوْذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أنْتَ كمَا أثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.- روَاه مسلم-.
“Ya Allah! Aku berlindung dengan ridha-Mu, dari siksa-Mu dan dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak dapat menghitung pujian atas-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri”. (HR. Muslim)
5. سُبُوْحٌ قُدُوْسُ رَبُّ المَلَائِكَةِ والرُّوْح. روَاه مسلم.
“Maha Suci, Maha Bersih Tuhannya malaikat dan malaikat Jibril. (HR. Muslim)
Demikianlah macam-macam do’a sujud, semuanya shahih.
Macam-macam Do’a Duduk Di Antara Dua Sujud
رَبِّ اغْفِرْلِيْ رَبِّ اغْفِرْلِي. – رواه ابنُ مَاجَه-
“Ya Allah! Ampunilah aku, Ya Allah! Ampunilah aku”. (HR. Ibnu Majah)
اللهُمَّ اغْفِرْلِي وارْحَمْنِي وَعافِنِي واهْدِنِي وارْزُقْنِي. –رواه ابو داود-
“Ya Allah! Ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku, tunjukanlah aku dan berilah aku rizki”. (HR. Abu Daud)
اللهُمَّ اغْفِرْلِي وارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وارْزُقْنِي. –رواه الترمذِي-
“Ya Allah! Ampunilah aku, kasihanilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku dan berilah aku rizki”. (HR. At-Tirmidzi)
اللهُمَّ اغْفِرْلِي وارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي واهْدِنِي. -رواه الحاكم-
“Ya Allah! Ampunilah aku, kasihanilah aku, tutupilah kekuranganku, angkatlah derajatku, tunjukilah aku dan berilah aku rizki”. (HR. Al-Hakim)
Berdo’a Di Waktu Sujud
Di waktu sujud dilanjutkan untuk memperbanyak do’a, bukan dalam sujud yang terakhir saja, tetapi dalam setiap kali sujud.
Dalam hal ini Nabi SAW bersabda :
عَنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : أقْرَبُ مَا يَكُوْنُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وُهُوَ سَاجِدٌ, فأكْثِرُوْا الدُّعَاءَ. – رواه مسلم-.
Dari Abi Hurairah r.a Rasulullah SAW bersabda : “Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Tuhannya yaitu di kala ia sedang sujud, maka perbanyak berdo’a kepadanya”. (HR. Muslim, 1 : 201)
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه قَالَ : قَال رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ألَا وَإنِّي نُهِيْتُ أنْ أقْرَأُ القُرْأَنَ رَاكِعًا أوْ سَاجِدًا, فأمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوْا فِيْهِ الرَّبَّ, واَمَّا السُجُوْدُ فَاجْتَهِدُوْا فِيْ الدُعَاءِ فَقَمِنٌ أنْ يُسْتَجَابُ لكُمْ.– رواه مسلم-.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : “Sesungguhnya aku dilarang untuk membaca Al-Qur’an di kala ruku’ dan sujud. Maka di kala ruku’, agungkanlah Tuhan, di kala sujud bersungguh-sungguhlah kamu dalam berdo’a, maka do’amu pasti dikabul”.(HR. Muslim, 1 : 199)
وألإِجْتِهَادُ فِيْ الدُّعَاءِ أنْ يَخْلَصَ الضَّرَاعَةَ وَالذُلَّ والمَسْكَنَةَ لِلَّهِ وَحْدَهُ وأنْ يَسْألَ اللهَ مِنَ كُلِّ حَوَائِجِهِ وَمسَائِلِهِ الدُّنْيَوِيَةِ والأُخْرَوِيَّةِ. – تعليق بلوغ المَرام, ص : 59.
Maksud bersungguh-sungguh dalam berdo’a itu adalah merendahkan diri kepada Allah Yang Maha Esa, dan meminta kepada Allah segala kebutuhan, baik urusan dunia maupun akhirat”. (Ta’liq Bulugh Al-Maram. Hal : 59).
Larangan Membaca al-Qur’an di Waktu Ruku’ dan Sujud
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ،
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَلاَ وَإِنِّي نُهِيْتُ أنْ أَقْرَأَ
الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدً. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah
Saw telah bersabda, “Sesungguhnya aku dilarang untuk membaca al-Qur’an di kalan
ruku’ dan sujud.” (HR. Muslim, I:199).
Hadits ini dengan tegas melarang membaca al-Qur’an di waktu
ruku’ dan sujud, tetapi sebagian ulama berpendapat tidak apa-apa kalau membaca
doa-doa dari al-Qur’an seperti :
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الْأَخِرَةِ
حَسَنَةً
Tetapi untuk lebih selamat tentul
lebih baik tidak membaca do’a-do’a dari al-Qur’an karena doa-doa itu pun termasuk al-Qur’an.
Al-Fatawa karya Ustadz KH. A Zakaria (hal. 113-114).
Baca Juga
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.