Tiga Tanda Seseorang Mendapatkan Manisnya Iman
عن أنسٍ رضي
الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ثَلَاثٌ مَن كُنَّ فيه وجَدَ حَلَاوَةَ
الإيمَانِ: أنْ يَكونَ اللَّهُ ورَسولُهُ أحَبَّ إلَيْهِ ممَّا سِوَاهُمَا، وأَنْ
يُحِبَّ المَرْءَ لا يُحِبُّهُ إلَّا لِلَّهِ، وأَنْ يَكْرَهَ أنْ يَعُودَ في
الكُفْرِ بعد أن أنقذه الله منه،كما يَكْرَهُ أنْ يُقْذَفَ في النَّارِ.
Dari Anas R.a dari Nabi saw, beliau bersabda : tiga perkara
yang apabila ada pada diri seseorang, maka ia mendapatkan manisnya iman ; yaitu
siapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain
keduanya, serta ia yang mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya
melainkan karena Allah, serta ia yang benci kembali dalam kekufuran setelah
dikeluarkan ia oleh Allah darinya seperti kebenciannya dilemparkan ke dalam api
neraka.
تخريج الحديث:
الحديث أخرجه
مسلم، حديث (43)، وأخرجه البخاري في "كتاب الإيمان" "باب حلاوة
الإيمان" حديث (16)، وأخرجه الترمذي في "كتاب الإيمان" "باب
10" حديث (2624)، وأخرجه النسائي في "كتاب الإيمان" "باب
حلاوة الإيمان" حديث (5003)، وأخرجه ابن ماجه في "كتاب الفتن"
"باب الصبر على البلاء" حديث (4033(.
Takhrij Hadits :
hadits dikeluarkan-dia oleh Muslim ; hadits no. 43, serta
Bukhari mengeluarkan-dia dalam Kitab Iman ; bab Halawah Iman; hadits no. 16,
serta Tirmidzi mengeluarkan-dia dalam kitab Iman Bab 10 hadits no. 2624, dan
Nasai mengeluarkan-dia dalam Kitab Iman bab Halawah Iman; hadits no. 5003. Dan
Ibnu Majah mengeluarkan-dia dalam kitab Fitan (fitnah-fitnah) bab sabar
terhadap cobaan; hadits no. 4033.
Faidah Pertama :
الحديث دليل على أن من جاء بهذه الخصال الثلاث في حديث الباب، فقد
نال حلاوة الإيمان،
hadits itu satu dalil bahwa orang yang mendapatkan tiga macam
dalam hadits bab ini maka sungguh ia telah mendapatkan manisnya iman.
Apa Maksud Manisnya Iman itu ?
فالجواب: هي
الحلاوة التي تتمثل في انشراح الصدر، وقوة التحمل، والأنس بالله تعالى، والثقة
بموعوده، والرضا بقدره، وعظمة اللجوء إليه، والتضرع بين يديه، ومعرفته بأسمائه
وصفاته، فيكون العبد بذلك معظمًا لشعائر الله تعالى، فيُحل ما أحل، ويحرم ما حرم،
وإن خالف هواه ورغباته.
Jawabannya adalah manis yang menyerupai perasaan senang, kuat
menahan, serta senang kepada Allah, serta yakin dengan yang dijanjikan-Nya,
serta puas dengan Qadar-Nya, serta kebesaran berlindung kepada-Nya, serta
tunduk di hadapan-Nya, serta mengenal Dia dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya,
sehingga hamba tersebut mulia dengan syariat-syariat Allah, maka dia
menghalalkan sesuatu yang halal, serta mengharamkan sesuatu yang haram meskipun
bertentangan dengan hawa nafsu dan keinginannya.
قال النووي:
"هذا حديث عظيم، أصل من أصول الإسلام، قال العلماء رحمهم الله: معنى حلاوة
الإيمان: استلذاذ الطاعات، وتحمل المشقات في رضا الله عز وجل ورسوله صلى الله عليه
وسلم، وإيثار ذلك على عرَض الدنيا، ومحبة العبد ربه سبحانه وتعالى بفعل طاعته،
وترك مخالفته، وكذلك محبة الله عز وجل ورسوله صلى الله عليه وسلم"[1].
An Nawawi berkata :
ini hadits yang agung, salah satu prinsif dari prinsif-prinsif Islam, para
ulama (semoga Allah merahmati mereka) menyatakan : makna HALAWATUL IMAN
(MANISNYA IMAN) adalah : Merasa lezat dengan keta’atan, serta menanggung
kesulitan dalam keridhaan kepada Allah dan Rasul-Nya saw, serta mengutamakan
itu daripada dunia, serta hamba cinta kepada Tuhan-Nya dengan melakukan
keta’atan serta meninggalkan yang bertentangan, demikian itu cinta kepada Allah
dan rasul-Nya saw.
وقال السندي:
"(حلاوة الإيمان)؛ أي: انشراح الصدر به، ولذة القلب له تشبه لذة الشيء إلى
حصول في الفم، وقيل: الحلاوة: الحسن، وبالجملة فللإيمان لذة في القلب تشبه الحلاوة
الحسية، بل ربما يغلب عليها حتى يدفع بها أشد المرارات، وهذا مما يعلم به مَن شرح
الله صدره للإسلام، اللهم ارزُقْناها مع الدوام عليها"] [2[
Al-Sanadi mengatakan: "(manisnya iman) menyerupai :
perasaan senang melakukan, dan kelezatan hati kepadanya mirip dengan kelezatan
dihasilakan di mulut, dan ada yang mengatakan: Manisnya itu kebaikan, dengan
jumlah, maka bagi iman itu kelezatan dalam hati yang mirip dengan manis indrawi
bahkan mungkin sebagian besar dapat mengusir paling pahit dan ini adalah
sesuatu yang dapat diketahui oleh orang yang menyenanginya kepada Allah bagi
keislamannya, ya Allah, berilah kami rizki demikian dengan terus-menerus dalam
keadaan tersebut. "[2]
Faidah Kedua :
الحديث فيه
عِظَم فضل هذه الثلاث الخصال، وأن من جمعها نال حلاوة الإيمان وكماله؛ لأن العبد
إذا تأمل أن المنعم هو الله جل وعلا، فكل خير من عنده، ومنه يطلب، وهو دافع كل شر،
وأن الرسول صلى الله عليه وسلم هو الذي يبين مراد ربه جل وعلا، اقتضى ذلك أن يتوجه
بكل أمره له، فلا يحب إلا ما يحب، ولا يحب أحدًا إلا من أجله، وإذا تيقن أن كل ما
وعده الله جل وعلا سبيله هو التمسك بهذا الدين، وأن العَود في الكفر كالإلقاء في
النار، فكراهته لهذا ككراهته لذلك، فاستكمل بذلك العُرَى التي ينال بها حلاوة
الإيمان.
Hadits tersebut terdapat padanya : kebesaran utamanya tiga
macam itu, serta bahwa oranng yang menghimpun tiga macam itu maka ia telah
mendapatkan manisnya iman dan kesempurnaannya, karena hamba apabila ia
memikirkan pemberi nikmat yaitu Allah Azza Wa Jalla, maka (ternyata) setiap
kebaikan itu ada di sisi-Nya, dari –Nya dicari yang dapat menolak setiap
kejahatan, bahwa Rasulullah saw itu yang menjelaskan yang dimaksud oleh
Tuhan-Nya Azza Wa Jalla, itu yang
menetapkan agar menghadapkan kepada setiap perintah-Nya bagi nya, lalu ia tidak
cinta melainkan perkata yang Allah cintai dan ia tidak cinta seseorang pun
melainkan karena Allah, dan apabila ia yakin sesungguhnya setiap apa yang
dijanjikan oleh Allah pada jalan-Nya maka ia berpegang teguh dengan agama ini,
dan bahwa dikembalikan ke dalam kekufuran seperti dilemparkan ke dalam api
neraka maka ia pun benci kepada kekufuran ini seperti kebenciannya kepada
dilemparkan ke dalam neraka, maka ia mendapatkan kesempurnaan dengan segi itu
yang manisnya iman itu didapatkan dengannya.
Faidah Ketiga :
الحديث دليل على
فضل التحابِّ في الله جل وعلا، فإن قيل: ما هو حد أو ضابط الحب في الله؟
فالجواب: هو كل
حب لولا الإيمان بالله واليوم الآخر لم يتصور وجوده، فهو حب في الله، وكذلك كل
زيادة في الحب لولا الإيمان بالله لم تكُ تلك الزيادة؛ [انظر: ترطيب الأفواه
للدكتور العفاني
(1 /353)].
Hadits ini satu dalil keutamaan saling mencintai kepada Allah
Azza Wa Jalla, maka jika ada yang mengatakan : apa yang jadi batasan atau yang
jadi penguat kecintaan kepada Allah ?
Maka jawabnya : yaitu setiap kecintaan seandainya tidak ada
keimanan kepada Allah serta hari Akhir maka tidak akan tergambar wujud
kecintaan itu, maka batasnya adalah cinta kepada Allah, demikian pula setiap
tambahan dalam kecintaan itu seandainya tidak ada keimanan kepada Allah maka
tidak ada lah tambahan itu (lihatlah : tartib Al Afwad bagi doktor Al ‘Afani
(1/353)
وما أجملَ ما
قاله يحيى بن معاذ - رحمه الله - حيث قال: "حقيقة الحب في الله ألا يزيدَ
بالبِرِّ، ولا ينقص بالجفاء".
Dan pernyataan yang dapat mencakup adalah perkataan Yahya bin
Muadz –rahimahullah ; semoga Allah merahmatinya- hakikat kecintaan kepada Allah
tidak akan bertambah melainkan kebaikan dan tidak akan berkurang dengan
sia-sia.
باب: (باب وجوب
محبة رسول الله صلى الله عليه وسلم أكثرَ من الأهل والولد والوالد والناس أجمعين،
وإطلاق عدم الإيمان على من لم يحبه هذه المحبة(.
(Bab : bab wajib cinta Rasulullah saw melebihi keluarga,
anak, orang tua serta manusia semuanya dan muthlaqnya tidak beriman bagi orang
yang tidak mencintai beliau dengan kecintaan ini).
[1] Muslim Syarah Imam Nawawi (43)
[2] Syarah An-Nasai karya As-Sanadi (8/94)
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.