Manisnya Iman

Manisnya Iman


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ(رواه البخاري)

Dari  Anas bin Malik (90 H) dari Nabi saw, beliau bersabda, “Tiga perkara yang apabila ada pada seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman:

  1. Menjadikannya Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya.
  2. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan
  3. dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka”

(HR. Al-Bukhari).


Keterangan:
أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما  يعني: أن يقدم محبة الله ومحبة رسوله على محبة نفسه وولده وإخوته وأهله وذويه وماله وأقاربه وأسرته والناس كلهم؛ وذلك لأنه يعرف بأن الله تعالى هو ربه، وهو مالكه، وهو المتصرف فيه؛ فيحبه من كل قلبه. ويعرف –أيضا- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- هو رسول الله إلى الأمة، وهو الذي أنقذهم الله به من الضلالة ومن الكفر ومن العصيان، فيحبه –أيضا- من كل قلبه، فيكون بذلك مقدما لمحبة الله ومحبة رسوله على محبة كل شيء.
“Ia yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari pada yang selain keduanya” yakni : mendahulukan kecintaan kepada Allah dan kecintaan kepada rasul-Nya daripada kecintaan kepada diri sendiri, saudara-saudaranya, keluarganya, keturunanya, hartanya dan kerabat dekatnya, dan keluarganya dan manusia seluruhnya, demikian itu karena ia mengenal bahwa Allah itu Tuhannya, Dia yang menguasainya, Dia yang mengurusnya, lalu ia mencintai-Nya yang meliputi hatinya, dan ia mengenal juga bahwa Nabi Muhammad shallalahu ‘Alaihi wa sallam itu adalah utusan Allah kepada Umat, yaitu Allah mengeluarkan mereka dengan melalui beliau dari kesesatan dari kekufuran dari kemaksiatan, oleh karenanya, ia mencintainya juga dari yang meliputi dalam hatinya, maka adalah dengan itu didahulukan kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya dibanding kecintaaan selainnya.

وإذا أحب الله تعالى أحب عبادته؛ أحب الصلاة والصوم والصدقة، وأحب الذكر والدعاء وقراءة القرآن، وأحب جميع الطاعات، وتلذذ بها، وواظب عليها، وأكثر منها، وكذلك أيضا أحب كل من يحبهم الله. هذه علامة محبة الله.
Apabila ia mencintai Allah maka ia pun mencintai hamba-hambanya; ia cinta kepada shalat, shaum, shadaqah dan ia cinta kepada dzikir dan berdu’a serta membaca Al Quran, serta ia pun cinta kepada semua keta’atan, dan ia merasakan kelezatan dengannya, serta menekuni atasnya dan melebihkan padanya, demikian juga ia mencintai setiap orang yang dicintai oleh Allah, ini adalah tanda-tanda kecintaan kepada Allah.  
ومحبة النبي -صلى الله عليه وسلم- علامتها: أن يتبعه، ويطيعه، ويعمل بكل ما أمره به. فيؤمن بأنه رسول الله حقا، وكذلك يطيعه في كل ما وجه إليه، وكذلك يقتدي به ويتخذه أسوة؛ لقول الله تعالى:  "لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ  "وكذلك إذا أحب النبي -صلى الله عليه وسلم- فإنه يكره معصيته والخروج عن سنته. هذا هو حقيقة محبة الله ورسوله.
Dan kecintaan kepada Nabi shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam – tanda-tandanya adalah : ia mengikutinya, menta’atinya, serta mengamalkan setiap yang diperitahkan oleh beliau, lalu ia beriman bahwa rasulullah itu benar, demikian pula ia menta’ati beliau kepada setiap yang diarahkan oleh beliau kepadanya, demikian pula ia meneladaninya dan menjadikan beliau sebagai uswah (suritauladan) bagi firman Allah Ta’ala ; sungguh ada pada diri rasululah itu teladan yang baik bagi kamu, demikian pula apabila ia mencintai Nabi Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam maka ia pun benci memaksiatinya serta benci keluar dari sunnahnya, ini adalah hakikat cinta kepada Allah dan rasul-Nya.

أن يحب المرء لا يحبه إلا لله
 
محبة الإنسان للخلق تتفاوت:
هناك المحبة الطبيعية: محبة الإنسان لأولاده، ومحبته لأبويه هذه محبة طبيعية لا يلام عليها؛ ولأجل ذلك فإنه يسعى في طلب الرزق والمعيشة، ويبذلها رخيصة لأولاده ولأحفاده ولأبويه ولأقاربه ولمن يحبه. فهذه محبة طبيعية.
وهناك محبة لمنفعة: بأن تحب هذا؛ لأنه نفعك نفعا دينيا، أو نفعا دنيويا، فتحبه، ويميل قلبك إليه؛ لحسن عمله؛ ولحسن خلقه. وهذا كله لا ينافي محبة الإيمان.
“Ia mencintai seseorang yang tidak dicintai kecuali karena Allah”.
Kecintaan manusia kepada ciptaan itu berbeda-beda :
Ada  MAHABBAH THABI’IYAH (kecintaan yang alami) : kecintaan manusia kepada anak-anaknya, kecintaannya kepada orang tuanya ; ini kecintaan alami tidak tercela atasnya; oleh karena itu, ia berusaha dalam menuntut rezeki dan penghidupanya, serta ia mendermakan kemurahannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya, bapak-ibunya, kepada kerabatnya, serta kepada orang yang ia mencintainya. Maka ini MAHABBAH THABI’IYAH.
di sana ada satu kecintaan untuk satu manfaat: dengan mencintai ini; karena sesungguhnya ia memberikan kepadamu manfaat agama atau manfaat duniawi, maka kamu pun mencintainya serta hatimu condong kepadanya; untuk membaguskan amalnya; untuk membaguskan akhlaqnya dan ini seluruhnya tidak menafikan kecintaan iman.

هناك المحبة الدينية: وهي أن تحب الإنسان لصلاحه ولتقاه ولعبادته واستقامته ولالتزامه بأمر الله تعالى؛ مع أنه ما نفعك في دنياك، ولا شفع لك، ولا أهدى إليك، ولا أعطاك، ولا تسبب في عمل لك، ولا غير ذلك؛ ولكن رأيته رجلا صالحا، ورأيته يتعبد، ورأيته يواظب على الصلوات، ورأيته يتبع الحق ويبتعد عن الباطل، ويبعد عن الآثام والمحرمات، فأحببته من كل قلبك. فكانت هذه محبة دينية.
ada MAHABBAH DINIYAH : yaitu; kamu mencintai manusia karena shalihnya serta ketakwaannya dan kepada ibadah-ibadahnya, dan kepada keistiqamahannya dan karena kelurusannya dengan perintah Allah Ta’ala beserta bahwa dia itu tidak memberikan manfaat kepadamu di duniamu, serta dia tidak dapat memberikan bantuan bagimu, dan tidak dia tidak menunjukimu, dan dia tidak memberikan kepadamu dan tidak jadi penyebab dalam pengamalan dia bagimu dan dia juga tidak selain itu; tetapi kamu melihat dia seorang yang shalih serta kamu melihat dia beribadah serta melihat dia menjaga shalatnya, serta kamu melihat dia mengikuti yang benar dan menjauhi kebathilan serta dia menjauhi dari semua dosa dan menjahuhi semua yang diharamkan lalu kamu mencintai dia dalam hatimu, maka demikian ini MAHABBAH DINIYAH.

جاء في الحديث -حديث السبعة-  سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله: إمام عادل، وشاب نشأ في طاعة الله، ورجل قلبه معلق بالمساجد،  ثم قال:  ورجلان تحابا في الله –أي- اجتمعا على ذلك، وتفرقا على ذلك  يعني: كل منهما أحب أخاه لله تعالى لا لعرض من الدنيا.
Telah datang pada hadits – hadits yang tujuh- tujuh orang yang Allah menaunginya pada hari kiamat yang tiada naungan kecuali naungan-Nya ; (yaitu) imam yang adil, dan pemuda yang tumbuh dalam keta’atan kepada Allah, dan seorang laki-laki yang hatinya terkait dengan Mesjid, kemudian ia berkata : dan dua orang yang saling mencintai karena Allah yaitu berkumpul atas itu, dan berpisah pun karena itu yakni setiap dari keduanya mencintai saudaranya karena Allah Ta’ala bukan karena sifat dari keduaniaan.

فهذه المحبة الدينية هي التي يجد بها حلاوة الإيمان؛ وذلك لأنه إذا أحب من يحبهم الله تعالى فإنه يقتدي بهم؛ إذا رأيته يتهجد فإنك تحبه وتقتدي به، وإذا رأيته يرتل القرآن فإنك تحبه وتقتدي به، وإذا رأيته يتصدق، وإذا رأيته يصوم، وإذا رأيته يدعو إلى الله، وإذا رأيته ينصح، وإذا رأيته يأمر أو ينهى أو يرشد، وإذا رأيته يبر والديه ويصل رحمه، ونحو ذلك؛ فإنك تحبه، ثم تقتدي به في هذه الأعمال.
Maka ini MAHABBAH DUNIAWI yang ia mendapatkannya manisnya iman; dan itu (terhasilkan) karena apabila ia mencintai orang yang Allah mencintainya lalu ia meneladani orang tersebut, apabila ia melihat dia yang sedang shalat tahajud lalu kamu mencintai dia dan meneladaninya, dan apabila ia melihat dia sedang membaca Al Quran maka kamu mencintai dia dan kamu pun meneladaninya, apabila kamu melihat dia bersedekah, apabila kamu melihat dia sedang shaum, apabila kamu melihatnya dia sedang berdoa kepada Allah dan apabila kamu melihat dia sedang memberi nasehat, apabila kamu melihat dia menyuruh dan melarang atau membimbing dan apabila kamu melihat dia berbuat baik kepada kedua orang tuanya serta bersilaturahim dan yang seperti itu; maka sungguh kamu pun mencintainya kemudian meneladaninya pada semua amal ini.

وأما المحبة العاجلة الدنيوية؛ فإنها ليست مستقرة، نعرف وتعرفون اثنين كانا متصادقين، ثم بعد ذلك تهاجرا وتقاطعا، تسأل: يا فلان؛ قد كنت صديقا لفلان ثم إنك أخذت تسبه، فلا يذكر سببا؛ إلا أمرا دنيويا، فيقول –مثلا- إنه خانني، إنه ما شفع لي، إنه ما نفعني، إنه أخذ مني شيئا ولم يرده. فيكون هجره ومقاطعته؛ لأجل أمر دنيوي. هل تتهمه في عقيدته؟ هل تقول: إنه يزني أو يسرق؟ هل تتهمه بأنه لا يصلي ولا يصوم؟ فيقول: لا والله؛ بل إنه مواظب على العبادة، وإنه متنزه عن الآثام؛ ولكنه ما نفعني لما طلبت منه كذا وكذا، فقاطعته. لا شك أن هذا دليل على أنها محبة عاجلة، محبة دنيوية.
  
Adapun MAHABBAH ‘AJILAH DUNYAWIYAH (kecintaan yang sementara lagi duniawi): sesungguhnya ia itu tidak terus ada, kami telah tahu dan kalian pun telah tahu dua orang yang saling berteman, kemudian setelah itu keduanya pindah dan saling terputus, kamu bertanya; ya Fulan; sungguh kamu itu teman bagi fulan kemudian kamu mencela dia, maka ia tidak menyebutkan satu sebab pun kecuali perkara dunia, lalu ia berkata : misalkan : sesungguhnya dia telah mengkhianatiku, sungguh ia tidak menolongku, sungguh ia tidak memberi manfaat kepadaku, sesungguhnya ia telah mengambil dariku serta ia tidak mengembalikannya. Maka terjadilah kepergiannya dan terputusnya karena sebab perkara dunia. Apakah kamu mementingkannya dalam aqidahnya ? apakah kamu berkata : sesungguhnya ia telah berzina atau mencuri ? apakah kamu mementingkan dia dengan supaya dia tidak shalat dan tidak shaum ? lalu ia berkata : tidak, demi Allah bahkan sesungguhnya ia menjaga ibadahnya, sesungguhnya ia menjauhi setiap dosa akan tetapi dia tidak memberi manfaat padaku karena perkara yang aku minta darinya begini-begini, lalu aku pun memutuskan pertemanan dengan dia, tidak ragu lagi ini adalah satu petunjuk bahwa MAHABBAH ‘AJILAH itu adakah MAHABBAH DUNIAWI.

قوله: وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار  
يكره الكفر، الله تعالى أنقذه من الكفر وهداه للإيمان، وسدده وثبته ووفقه، فآمن، ودخل في الإيمان، والتزم بالطاعة؛ فلأجل ذلك يكره الكفر بعد الإيمان، وكذلك يكره الضلالة بعد الهدى، ويكره الانحراف بعد الاستقامة، ويكره الجهل بعد العلم، ويكره المعصية بعد الطاعة، يعني: كل شيء يكرهه الله فإنه يكرهه؛ ولو عذب؛ ولو أحرق؛ ولو قيل له: اكفر وإلا أحرقناك، فإنه يصبر على الأذى، يكره الكفر كما يكره أن يقذف في النار.
Sabdanya : “serta ia membenci kembali dalam kekufuran  seperti benci dilemparkan ke dalam neraka”.
ia benci kekufuran, Allah telah mengeluarkan dari kekufuran itu dan Dia memberi hidayah untuk beriman, dan Dia meluruskannya dan tetapkannya, serta penyesuaikannya, lalu ia beriman dan ia telah masuk dalam keimanan, dan senantiasa dengan keta’atan maka oleh karena itu, ia benci kepada kekufuran setelah keimanan, demikian ia benci kesesatan setelah petunjuk, dan ia benci merubah setelah Istiqamahnya, serta ia benci kebodohan setelah berilmu, seandainya ia dibakar; seandainya dikatakan kepadanya : “kafirlah jika tidak maka kami akan membakarmu”. Maka ia akan bersabar atas kesakitannya yang ia benci kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan kedalam neraka (di hari akhir).

وهكذا أيضا يكره المعصية؛ ولو كانت مما تشتهيها النفس؛ ولو كانت لذيذة ومحبوبة عند النفس، فإنه يعلم أن ربه حرمها، وأن ربه يكرهها؛ فلأجل ذلك يقول: أكره كل شيء نهاني عنه ربي، ولا أقترب منه؛ ولو كان فيه لذة دنيوية، فيكره الكبر؛ ولو كانت النفس تدعو إليه، ويكره الإعجاب، ويكره الزنا؛ ولو كانت النفس تندفع إليه، ويكره فاحشة اللواط –مثلا- ويكره الخمر، ويكره سماع الغناء، ويكره النظر في الصور والأفلام الخليعة ونحوها، ويكره النظر إلى النساء المتكشفات، والمرأة –أيضا- تكره التبرج؛ ولو كان قد فعلته فلانة.. وفلانة، وتكره التكشف، وتكره المعاكسات، وما أشبهها. يكره كل إنسان ما يغضب الله، وما نهاه الله عنه. فهذا هو علامة محبة الإيمان، وعلامة حلاوته.
Dan demikian juga ia membenci kemaksiatan, seandainya keadaan maksiat itu dari perkara yang diinginkan oleh jiwa; seandainya kemaksiatan itu lezat dan disukai menurut jiwa, karena ia tahu bahwa Tuhannya telah mengharamkannya, dan bahwa Tuhannya itu membencinya, oleh karena itu, ia berkata : aku benci setiap sesuatu yang Tuhanku telah melarangku darinya, dan aku tidak akan mendekatinya seandainya ada padanya kelezatan dunyawiyah maka ia benci kesombongan; seandainya jiwa mengundang kepadanya serta ia pun benci membanggakannya, serta ia benci perzinahan, seandainya keadaan jiwa itu menyerahkan kepadanya serta ia membenci fahisyah LAWATH – sebagai contoh- serta ia benci Khamar, serta ia benci mendengarkan kekayaan serta ia benci melihat dalam bentuknya dan filmnya (ceritanya) yang mengumbar hawa nafsu dan semisalnya, serta ia benci melihat perempuan yang terbuka serta perempuan juga membenci tabarruz  (mempertontonkan perhiasan) seandainya si fulanah melakukannya .. serta si fulanah lain, dan ia itu benci terbuka, lalu ia pun benci penyimpangan dan apa saja yang menyerupainya. Maka setiap manusia benci kepada perkara yang Allah memurkainya, dan apa yang Allah melarang darinya. Maka ini adalah tanda MAHABBAH IMAN dan TANDA KEMANISANNYA. 
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Contact Us