عنْ أبِي مَسْعُوْدٍ : إنَّ رَجُلاً قَالَ: والله يا رسول الله، إني لأتأخر عن صلاة الغداة من أجل فلان، مما يطيل بنا، فما رأي رسول الله صلى الله عليه وسلم في موعظة أشد غضبا منه يومئذ، ثم قال: (إن منكم منفرين، فأيكم ما صلى بالناس فليتجوز، فإن فيهم الضعيف والكبير وذا الحاجة).
“ Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, "Aku mendengar Qais berkata, telah mengabarkan kepada ku Abu Mas'ud bahwa ada seseorang berkata, "Wahai
Rasulullah, demi Allah! Aku mengakhirkan shalat shubuh berjama'ah karena fulan yang memanjangkan bacaan dalam shalat bersama kami." Maka aku belum pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam marah dalam memberi pelajaran melebihi marahnya pada hari itu. Beliau kemudian bersabda: "Sungguh di antara kalian ada orang yang dapat memisahkan diri dari shalat berjama’ah. Maka bila seseorang dari kalian memimpin shalat bersama orang banyak hendaklah dia melaksanakannya dengan ringan. Karena di antara mereka ada orang yang lemah, lanjut usia dan orang yang punya keperluan."H.R. Bukhari
KETERANGAN :
Kalimah FALYATAJAWWAJ (oleh karenanya ringankanlah), menunjukkan adanya kesulitan bagi makmum untuk terus mengikuti imam yang memanjangkan bacaannya pada saat qiyam, karena melihat keadaan makmum dari segi kesehatan, kekuatan dan keperluannya, oleh karenanya imam diperintah meringkankan bacaannya.
Kesulitan memanjangkan qiyam bersama imamnya bagi makmum karena dia mendapatkan salah satu dari empat yaitu ; lemah, sakit, lanjut usia atau punya keperluan, menunjukkan tidak ada paksaan untuk terus ikut imam tersebut, apabila kesulitannya karena hal itu, maka dibolehkan baginya untuk memisahkan shalatnya dari berjama’ah itu.
Qisah tentang orang yang mengadukan kepada Nabi saw tentang imam yang memperpanjang bacaannya dalam qiyam itu jadi sebab atau latar belakang adanya larangan bagi imam yang memperpanjang bacaannya padahal makmum ada yang lemah, sakit, lanjut usia atau orang yang ada keperluan. Bagi makmum yang biasa dengan imam demikian itu terasa tidak sulit bagi mereka untuk ikut terus berjama’ah dengannya, maka apabila ada imam yang membaca surat-surat pendek atau sedang tentu itu keringannya, tapi tatkala makmum biasa dengan imam yang memendekkan bacaan atau membaca surat-surat sedang setelah surat Fatihah, tentu menjadi hal baru apabila ada imam yang membaca surat-surat panjang bagi makmum yang biasa dengan keadaannya yang biasa memendekkan shalat, imam memperpanjang bacaannya itu boleh jika tidak akan membahayakan makmumnya. Tetap saja keadaan makmum mesti jadi perhatian bagi orang yang hendak jadi imam mereka, sehingga tidak ada yang memisahkan shalatnya dari berjama’ah atau menangguhkan shalatnya dan meninggalkan shalat berjama’ah yang terdapat keutamaan padanya karena di antara makmum itu ada yang lemah, sakit, lanjut usia atau punya keperluan.
Meskipun sebab dari datangnya larangan itu karena pengaduan seseorang makmum yang merasa kesulitan dengan keadaan imam seperti tadi, tentu hukumnya ; meringkas bacaan atau membaca surat-surat sedang tetap ada atau berjalan, berlaku meskipun tidak ada makmum yang lemah, sakit, lanjut usia atau punya keperluan, dan tidak jadi terlarang meringankan bacaan itu meskipun para makmumnya orang yang biasa dengan bacaan panjang atau orang-orang yang kuat. Lagi pula yang dilarangan itu adalah memperberat makmum apabila keadaan mereka ada yang mengalami empat perkara tadi meskipun satu orang yang mengalaminya tetap disuruh meringankan mereka (membaca surat-surat yang dianggap mereka mampu untuk mengikutinya).
Hal itu pula berkaitan dengan pengetahuan imam mengenai makmumnya, sedangkan imam untuk menanyakan keadaan setiap makmum itu tidak mungkin. Oleh karena, bagi imam itu dianjurkan untuk meringankan bacaan pada waktu berdiri shalat (maksudnya : membaca ayat-ayat yang mampu makmum mengikutinya), karena sesungguhnya mereka semua itu tidak pada kuat semuanya, tapi apabila imam mengetahui ada orang yang sakit tapi imam memanjangkan bacaannya maka dilarang imam melakukan hal itu, maka diwajibkan baginya pada saat itu untuk meringankan shalatnya.
Apakah dibolehkan keluar dari shalat berjama’ah hanya karena sebab bacaan imam yang panjang ? tidak karena sebab lemah, sakit, lanjut usia atau punya keperluan ?
Seorang laki-laki yang pernah shalat bersama imam yang memperpanjang bacaannya, karena dia punya kebutuhan yaitu hendak menyiram pohon kurmanya, sehingga dia keluar dari shalat berjama’ah, nama laki-laki tersebut sebagai pada pada hadits yang isnadnya shahih, namanya adalah Haroom. Demikian menunjukkan kepadanya pula dari tanda AL yang ada pada kata Rojul, yang Al itu menunjukkan laki-laki tertentu atau khusus.
ورواه أحمد والنسائي وأبو يعلى وابن السكن بإسناد صحيح عن عبد العزيز بن صهيب عن أنس قال كان معاذ يؤم قومه فدخل حرام وهو يريد أن يسقى نخله الحديث
dan Ahmad, Nasa-i, Abu Ya’laa dan Ibnu Sakkan telah meriwayatkan Haditsnya dengan Isnad yang Shahih dari ‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib dari Anas, dia berkata : keadaan Mu’adz mengimami kaumnya, lalu Haroom masuk untuk shalat bersamanya dengan keadaannya yang punya keperluan hendak menyiram pohon kurmanya, Al Hadits
laki-laki itu keluar dari shalat berjama’ah, yang dimaksud keluar tersebut, apakah dia memutuskan shalatnya serta mengulang shalatnya dengan Munfarid ? atau keluar dari berjama’ah lalu menyempurnakan shalatnya dengan Munfarid (bersendirian) ?
bagi Ibnu ‘Uyainah di sisi Muslim :
فانحرف رجل فسلم ثم صلى وحده
(Lalu seorang laki-laki itu berpaling dari shalat berjama’ah, lalu dia salam kemudian dia shalat sendirian), tapi Al Baehaqi menyebutkan bahwa Muhammad bin ‘Ibad : Syeikh bagi Muslim itu bersendirian meriwayatkannya dari Ibnu ‘Uyainah pada perkataan (ثم سلم).
Sesungguhnya para Hufadz dari sahabat-sahabat Ibnu ‘Uyainah dan demikian pula Hufadz dari sahabat Syeikhnya yaitu Amr bin Dinar demikian pula Hufadz dari sahabat Jabir mereka semua itu tidak menyebutkan (سلم), seakan- akan difahami bahwa lafadz tersebut menunjukkan atas bahwa laki-laki itu memutuskan shalatnya, karena sesungguhnya Salam itu akan membebaskannya dari shalat, sedangkan sebagian besar riwayat-riwayat menunjukkan bahwasannya dia itu memutuskan Qudwah saja (maksudnya ; tidak mengikuti imam), serta dia tidak keluar atau membatalkan shalatnya bahkan dia tetap terus pada shalat tersebut dengan cara memisahkan diri dan menyempurnakan shalat tersebut dengan Munfarid.
Qisah tersebut menunjukkan bolehnya bagi makmum untuk tidak meneruskan shalatnya baik itu : memutuskan shalat dengan cara tidak mengikuti imam lalu menyempurnakan shalatnya dengan munfarid atau mambatalkan shalatnya, hal itu dibolehkan dengan alasan yang dibenarkan oleh agama (lemah, sakit, lanjut usia atau punya kebutuhan). Dan bagi makmum yang membatalkan shalat tersebut maka wajib baginya melaksanakan shalat yang dia batalkan itu. Bolehnya perkara-perkara tersebut lantaran Rasul tidak melarangnya tatkala laki-laki itu mengadukan persoalannya kepada Nabi saw. Justru Nabi saw melarang imam yang memperberat makmumnya sedangkan mereka ada yang lemah, sakit, lanjut usia atau punya kebutuhan.
Bolehkah pada satu keadaan, kita berniat shalat sunnat bagi shalat wajib ? Bolehkan orang yang hendak shalat wajib itu bermakmum kepada orang yang hendak atau sedang shalat sunnat ? atau bolehkah orang yang hendak shalat sunnat bermakmum kepada orang hendak atau akan shalat wajib ?
Seperti Satu qisah yang dialami oleh seorang sahabat Nabi, dia telah shalat Isya bersama Nabi saw, kemudian dia pulang menuju kaumnya lalu pada saat waktu masih isya itu pula dia melaksanakan shalat Isya dengan jadi imam kaumnya, apabila sahabat melaksanakan shalat isya yang kedua tadi bermaksud shalat wajib, maka maksud tersebut tidak boleh baginya karena shalat yang dia laksanakan sebelumnya itu telah menggugurkan kewajiban, dan menjadikannya bebas dari ikatan perintah. Oleh karenanya, dia melaksanakan yang kedua itu adalah berniat sunnat.
حدثنا مسلم قال: حدثنا شعبة، عن عمرو، عن جابر بن عبد الله:
أن معاذ بن جبل، كان يصلي مع النبي صلى الله عليه وسلم، ثم يرجع فيؤم قومه.
“Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim berkata, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari 'Amru dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa Mu'adz bin Jabal pernah
shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian dia kembali pulang lalu
mengimami shalat kaumnya." H.R. Bukhari
وحدثني محمد بن بشار قال: حدثنا غندر قال: حدثنا شعبة، عن عمرو قال: سمعت جابر بن عبد الله قال:
كان معاذ بن جبل يصلي مع النبي صلى الله عليه وسلم، ثم يرجع فيؤم قومه، فصلى العشاء، فقرأ بالبقرة، فانصرف الرجل، فكان معاذا تناول منه، فبلغ النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: (فتان، فتان، فتان). ثلاث مرار، أو قال: (فاتنا، فاتنا، فاتنا) وأمره بسورتين من أوسط المفصل. قال عمرو: لا أحفظهما.
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Ghundar berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru berkata, Aku mendengar Jabir bin 'Abdullah berkata, "Mu'adz bin Jabal pernah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dia lalu kembali pulang dan mengimami kaumnya shalat 'Isya dengan membaca surah Al Baqarah. Kemudian ada seorang laki-laki keluar dan pergi, Mu'adz seakan menyebut orang tersebut dengan keburukan. Lalu Mu’adz menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau pun bersabda: "Apa engkau akan membuat fitnah? Apa engkau akan membuat fitnah? Apa engkau akan membuat membuat fitnah?" Beliau ucapkanhingga tiga kali. Atau kata beliau: "Apakah kamu menjadi pembuat fitnah? Apakah kamu menjadi pembuat fitnah? Apakah kamu menjadi pembuat fitnah?" Lalu beliau memerintahkannya (Mu'adz) untuk membaca dua surah dari pertengahan Al Mufashshal." Amru berkata, 'Namun aku tidak hafal kedua surat tersebut."H.R. Bukhari
Apakah orang yang sedang shalat itu berniat menjadi imam bagi orang yang hendak shalat bersamanya ?
Setiap orang yang telah baligh dan akalnya sehat, bagi mereka wajib melaksanakan shalat yang lima, pelaksanaan shalat itu tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, karena shalat adalah salah satu amal badaniyah, hal ini menuntut bahwa shalat itu mesti terwujud dari dari sendiri, badan melakukannya, merasakannya, demikian pula niat shalat tersebut mesti terwujud dari dirinya.
Seorang yang shalat yang sunnat lalu kita bermakmum kepadanya bagi shalat yang wajib maka tidak bisa merubah status shalat yang kita laksanakan, tetap saja amal-amal itu terwujud beserta niat-niatnya, yang satu tetap shalat yang sunnat dan yang lainnya shalat yang wajib, meskipun makmum mengikuti imam tetapi dalam hal niat seseorang tidak bisa rubah niatnya untuk shalat yang wajib kepada shalat yang sunnat karena mengikuti imam yang shalat sunnat itu. Karena jadi rubahnya niat shalat lantaran mengikuti imam itu menuntut adanya dalil, atau mesti mengikuti niat imam menuntut pula adanya dalil.
حدثنا مسدد قال: حدثنا إسماعيل بن إبراهيم، عن أيوب، عن عبد الله بن سعيد بن جبير، عن أبيه، عن ابن عباس قال:
بت عند خالتي، فقام النبي صلى الله عليه وسلم يصلي من الليل، فقمت أصلي معه، فقمت عن يساره، فأخذ برأسي فأقامني عن يمينه.
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepadaku
Isma'il bin Ibrahim dari Ayyub dari 'Abdullah bin Sa'id bin Jubair dari Bapaknya dari Ibnu
'Abbas ia berkata, "Aku pernah menginap di rumah bibiku. Kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam shalat malam. Maka aku datang untuk ikut shalat bersama beliau, aku
berdiri di samping kirinya, lalu beliau memegang kepalaku dan menggeserku ke sebelah
kanannya." H.R. Bukhari
بحديث أنس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم صلى في شهر رمضان قال فجئت فقمت إلى جنبه وجاء آخر فقام إلى جنبي حتى كنا رهطا فلما أحس النبي صلى الله عليه وسلم بنا تجوز في صلاته الحديث
“Haditsnya diterima dari Anas bahwa Rasulullah saw shalat pada bulan Ramadhan, Anas berkata : lalu aku datang lalu berdiri shalat di sampingnya, serta datang pula orang lain yang berdiri shalat di sampingku hingga kami berjumlah banyak (berkelompok), lalu ketika Nabi saw merasa ada kami yang shalat di belakangnya ternyata Nabi merasa cukup pada shalatnya”. Al Hadits, ini adalah Hadits Shahih yang dikeluarkan Muslim dan Bukhari
Pada haditsnya ada petunjuk bahwa Nabi pada permulaan shalatnya tidak berniat mengimami dengan tidak adanya Nabi mengajak kami berdiri shalat bersamanya, tapi ketika kami datang kepadanya serta kami menjadikan dia sebagai imam justru Nabi menyetujui mereka dan tidak melarang mereka atas apa yang mereka telah lakukan itu.
Nabi mendorong orang yang telah shalat wajib untuk bershodaqoh dengan shalat itu pula dengan berniat shalat sunnat :
لحديث أبي سعيد أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى رجلا يصلي وحده فقال ألا رجل يتصدق على هذا فيصلى معه أخرجه أبو داود وحسنه الترمذي وصححه بن خزيمة وابن حبان والحاكم
Bagi Hadits yang terima dari Abi Sa’id, “bahwa Nabi saw melihat seorang laki-laki yang shalat sendirian lalu Nabi berkata kepadanya : maukah laki-laki itu bershodaqoh atas ini, lalu dia shalat bersamanya”. Abu Dawud mengeluarkan dia, dan Tirmidzi mengganggap dia Hasan, dan Ibnu Huzaimah, Ibnu Hiban dan Hakim menganggap dia shahih.
Hadits tersebut menyatakan keutamaan shalat berjama’ah.
untuk dapat bershodaqoh dengan shalat itu ada perkara – perkara yang mesti diperhatikan, yaitu :
Pertama,
Tidak ada dua shalat wajib yang
satu pada satu waktu, seperti shalat isya yang tidak boleh dilakukan dua kali
pada waktunya
Kedua,
Telah melaksanakan shalat wajib
pada waktunya
Ketiga,
Lebih utama melaksanakan shalat
yang kedua kali dan waktunya selama ada waktu shalat wajib tersebut, asalkan
shalat yang kedua itu dengan berniat shalat sunnat
Keempat,
Boleh kita dengan shalat tersebut
yang berkedudukan sunnat itu jadi imam untuk makmum yang shalat
wajib
Kelima,
dan boleh kita dengan shalat sunnat
itu jadi makmum bagi imam yang shalat wajib, seperti Nabi yang tidak
melarang tatkala ada orang yang menjadikannya imam untuk shalat mereka serta
pada qisah Muadz. dan shalat sunnat itu jadi shodaqoh
Keenam,
Bagi orang yang melakukan demikian
tersebut akan mendapatkan keutamaan dengan sodaqohnya.
Disusun oleh Rio Sempana
0 Comments
Informasi:
Form komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan melalui proses pemeriksaan sebelum ditampilkan dalam kolom komentar. Memasang link di komentar tidak akan ditampilkan. Hanya komentar yang membangun dan sesuai topik artikel saja yang akan saya tampilkan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.